Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH EKOFISIOLOGI

TENTANG
OSMOREGULASI PADA HEWAN

DOSEN PENGAMPU: WA ALIMUNA Sp., M.Si

DISUSUN OLEH:

1. Vina Nikmatus Sa’adah/2020010108002


2. Dea Ayu Puspita/2020010108007
3. Andini Risqha Nurrahmah/20200101080
4. Ririn Arianti/19010108048
5. Suriati/19010108037

TADRIS BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

KENDARI

2022

i
ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan kasih sayang-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
dengan baik. Tak lupa sholawat serta salam saya panjatkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah memberi petunjuk umatnya ke arah jalan yang
paling benar.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari dosen mata
kuliah Ekofisiologi dengan judul, “Osmoregulasi pada Hewan”. Pada makalah ini,
akan dipaparkan mengenai bagaimana osmoregulasi pada tumbuhan dan hewan
terutama pada ikan, beserta faktor-faktor yang mempengaruhi osmoregulasi. Kami
mengucapkan banyak terimakasih kepada ibu Wa Alimuna Sp., M.Si selaku dosen
Ekofisiologi yang telah memberikan tugas makalah ini, sehingga kami dapat
memperluas wawasan mengenai Osmoregulasi beserta berbagai hal yang
berkaitan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kesalahan penulisan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritikan dan saran yang
mendukung agar dapat menyusun karya ilmiah dengan lebih baik lagi. Meski
demikian, kami berharap bahwa penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya, terutama dalam dunia pendidikan.

Kendari, 28 November 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Osmoregulasi.....................................................................................3
B. Osmoregulasi pada Hewan..............................................................................7
C. Pengaruh Lingkungan terhadap Osmoregulasi..............................................15

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan....................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................18

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh hewan 60-95% tubuhnya terdiri dari air yang tersebar dalam
cairan intrasel dan ekstrasel dan sewaktu-waktu konsentrasi cairannya tersebut
bisa berubah. Maka, keseimbangan cairan harus dipertahankan oleh hewan
melalui mekanisme yang disebut dengan osmoregulasi. Osmoregulasi adalah
proses mengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta
pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. Proses osmoregulasi
diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan
lingkungan disekitarnya.
Menurut Stickney (1979), salinitas berhubungan erat dengan proses
osmoregulasi dalam tubuh ikan yang merupakan fungsi fisiologis yang
membutuhkan energi. Organ yang berperan dalam proses tersebut antara lain
ginjal, insang, kulit, dan membran mulut dengan berbagai cara. Jika sebuah sel
menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika
terlalu sedikit air maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga
berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan
oleh sel atau organisme hidup.
Osmoregulasi sangat penting pada hewan air karena tubuh ikan bersifat
permeabel terhadap lingkungan maupun larutan garam. Sifat fisik lingkungan
yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan proses osmoregulasi antara
ikan air tawar dengan ikan air laut. Ikan air tawar mempertahankan
keseimbangannya dengan sedikit minum air, melakukan osmosis lewat insang
dan produksi urinnya encer. Adapun ikan air laut mempertahankan
keseimbangannya dengan banyak minum air, dan produksi urinnya lebih pekat
dibanding ikan air tawar.
Pada makalah ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai bagaimana proses
osmoregulasi pada hewan, terutama ikan air tawar dan ikan air laut demi
mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumusakn beberapa pokok permasalahan, yaitu:

1. Apa yang dmaksud dengan osmoregulasi?


2. Bagaimana proses osmoregulasi pada hewan?
3. Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap osmoregulasi?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini, yaitu:

1. Mengetahui definisi osmoregulasi.


2. Mengetahui proses osmoregulasi pada hewan.
3. Mengetahui pengaruh lingkungan terhadap osmoregulasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dan Definisi Osmoregulasi

Osmoregulasi adalah suatu proses pengaturan konsentrasi air dan


substansi terlarut lainnya oleh sel atau organisme hidup. Proses osmoregulasi
diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan sel atau tubuh dengan
lingkungan di sekitarnya. Osmoregulasi sangat terkait erat dengan sistem
ekskresi, karena sistem tersebut terlibat langsung dalam pengaturan kadar air
dan substansi terlarut di dalam tubuh, sehingga keseimbangan tetap terpelihara
demi kelangsungan fungsi-fungsi normal fisiologis. Volume dan komposisi
larutan di dalam cairan tubuh dikontrol secara tepat oleh organ ekskresi dengan
membuang atau mempertahankan kadarnya sesuai kebutuhan tubuh. Pada
hewan akuatis, kulit dan saluran pencernaan menjadi organ yang penting bagi
pengaturan garam-garam dan air.
Rahardjo (1980) menyatakan bahwa osmoregulasi adalah pengaturan
tekanan osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan sehingga
prosesproses fisiologis tubuhnya berjalan normal. Menurut Stickney (1979),
salinitas berhubungan erat dengan proses osmoregulasi dalam tubuh ikan yang
merupakan fungsi fisiologis yang membutuhkan energi. Organ yang berperan
dalam proses tersebut antara lain ginjal, insang, kulit, dan membran mulut
dengan berbagai cara. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia
akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air maka sel akan
mengerut dan mati (Wikipedia, 2009). Osmoregulasi juga berfungsi ganda
sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau
organisme hidup.

Salinitas menjadi faktor pembatas bagi kehidupan hewan akuatik


(Anonim, 1999). Osmoregulasi terjadi pada hewan perairan, karena adanya
perbedaan tekanan osmosis (osmosis berasal dari bahasa Junani yang berarti
mendorong) antara larutan (biasanya kandungan garam-garam) di dalam tubuh

3
dan di luar tubuh. Sehingga osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk
mengontrol keseimbangan air dan ion-ion yang terdapat di dalam tubuhnya
dengan lingkungan melalui sel permeable. Pengaturan osmoregulasi ini sangat
mempengaruhi metabolisme tubuh hewan perairan dalam menghasilkan
energy.

 Peran Osmoregulasi
Osmoregulasi memiliki peranan sangat vital bagi hewan. Peranan
tersebut adalah:
 Mengatur jumlah air yang terkandung di dalam cairan tubuh sehingga
tekanan osmotik tetap stabil.
 Menjaga dan mengatur kestabilan kadar zat-zat terlarut dalam cairan
tubuh seperti ion Na, K, Mg, Ca, Fe, H, Cl, I dan PO4 . Ion-ion ini
sangat vital dalam metabolisme seperti kerja enzim, sintesis protein,
pigmen respirasi, permiabilitas otot, aktivitas listrik saraf dan kontraksi
otot.
 Mengatur dan menjaga kestabilan pH cairan tubuh.

 Organ Osmoregulasi
Organ osmoregulator adalah organ khusus yang terlibat dalam
mempertahankan ionik dan homeostasis osmotik. Organ spesifik yang
memediasi proses ini dapat bervariasi di antara berbagai kelompok hewan.

1) Insang
Insang ikan adalah organ utama untuk regulasi osmotik dan
ionik, regulasi asam-basa, dan pembuangan limbah nitrogen, serta praga
utama untuk pertukaran gas. Insang pada ikan lamprey air tawar,
elasmobranchiata, dan teleostseii adalah organ utama untuk menyerap
ion dari lingkungan encer, sedangkan insang pada lamprey laut dan ikan
teleostei laut adalah organ utama utama sekresi garam.

4
2) Ginjal dan Kantung Kemih
Ginjal lamprey dan elasmobranchiata semuanya memiliki
glomerulus nefron, yang juga berlaku pada ikan air tawar dan spesies
teleostei eurihalin. Pada teleostei laut, glomerulus ginjal jumlahnya
sedikit atau pada banyak kasus, kekurangan glomeruli. Pada ikan air
tawar, filtrasi glomerulus dan laju aliran urin tinggi, karena jumlahnya
berlebihan membuat urin encer sehingga perlu mengeluarkan air
berlebih yang diperoleh melalui osmosis insang dan meminimalkan
hilangnya ion dalam urin.
Pada beberapa ikan air tawar, kandung kemih berperan
meningkatkan reabsorpsi ion urin. Epitelnya memiliki permeabilitas
osmotik yang rendah, sehingga memastikan urin yang sangat hipotonik.
Sebaliknya, ginjal dari spesies laut kekurangan glomeruli sehingga
menghasilkan jumlah urin yang sangat sedikit, dengan peran utama
osmoregulasi adalah ekskresi kelebihan ion divalen (terutama Mg2 +,
SO4 2) yang diserap oleh usus dari air laut yang terserap melalui
makanan. Adapun kandung kemih merupakan organ utama untuk
reabsorpsi NaCl tetapi epitelnya memiliki permeabilitas osmotik yang
tinggi dan penyerapan NaCl memfasilitasi reabsorpsi air.

3) Saluran Pencernaan
Anatomi saluran pencernaan sangat bervariasi tergantung
spesies hewan dan berkaitan dengan makanan dan cara
memperolehnya. Meskipun demikian, pada ikan ataupun hewan
lainnya, saluran pencernaan memiliki peran penting dalam
osmoregulasi karena pencernaan bergantung pada sekresi dan
penyerapan elektrolit (Karasov dan Hume, 1997). Ikan laut juga minum
air dan menggunakan saluran pencernaan sebagai organ osmoregulasi
utama untuk menyerap air untuk mengimbangi kerugian osmotik.
Proses ini dimulai dengan desalinisasi esofagus dan regulasi sfingter
jantung.

5
Sfingter jantung biasanya mengatur perjalanan makanan ke
dalam lambung dari kerongkongan dan mengatur sfingter pilorik bagian
chyme ke dalam usus. Proses penyerapan dan sekresi usus berlangsung
dan menghasilkan keluaran berupa cairan dubur. Secara khusus,
posterior usus mengeluarkan HCO3 , yang mengendapkan karbonat
Mg2 + dan Ca2+ di lumen usus dan dengan demikian mengurangi
osmolalitas chyme. Lebih lanjut pengambilan air kemudian
dimungkinkan.

4) Kelenjar Rektum pada Elasmobranchiata


Kelenjar rektum elasmobranch laut mengeluarkan cairan atau
urin yang sangat terkonsentrasi (NaCl hingga 1,0 M). Sekresi ini
mengalir melalui sebuah saluran yang mengarah ke dalam usus, distal ke
katup spiral. Tubulus sekretoris terdiri dari banyak ionosit yang
memiliki membran basolateral yang sangat diperluas dan memiliki
penampilan yang mirip dengan sel-sel yang terkait dengan organ
saltsecreting vertebrata lainnya di reptil laut dan burung.

5) Kulit, Membran Operkular, dan Kantung Yolk


Beberapa ikan memiliki kulit yang sangat vaskularisasi yang
mengandung banyak ionosit dengan kemampuan transportasi. Membran
kantung kuning telur sebelum menetas berfungsi sebagai permukaan
ionoregulator tunggal. Banyaknya ionosit yang terdiferensiasi menjadi
sistem model informatif untuk sekresi ion pada seabass (Dicentrarchus
labrax) Membran yolksac sangat membantu dalam menyelesaikan
regulasi mekanisme penyerapan air tawar, kerja H +/ATPase dan
transportasi amonium melalui Rhcg1.

 Prinsip-prinsip Dasar Osmoregulasi


Terhadap lingkungan hidupnya, ada hewan air yang membiarkan
konsentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah mengikuti perubahan
mediumnya (osmokonformer). Kebanyakan invertebrata laut tekanan
osmotic cairan tubuhnya sama dengan tekanan osmotic air laut. Cairan
tubuh demikian dikatakan isotonic atau isosmotik dengan medium tempat

6
hidupnya. Bila terjadi perubahan konsentrasi dalam mediumnya,maka
cairan tubuhnya disesuaikan dengan perubahan tersebut
(osmokonformitas).
Sebaliknya ada hewan yang mempertahankan agar tekanan osmotik
cairan tubuhnya relative konstan lebih rendah dari mediumnya
(hipoosmotik) atau lebih tinggi dari mediumnya (hiperosmotik). Untuk
mempertahankan cairan tubuh relatif konstan, maka hewan melakukan
regulasi osmotic (osmoregulasi), hewannya disebut regulator osmotic atau
osmoregulator. Ada dua macam regulasi osmotic yaitu regulasi
hipoosmotik dan regulasi hiperosmotik. Pada regulator hipoosmotik,
misalnya ikan air laut, hewan ini selalu mempertahankan konsentrasi cairan
tubuhnya lebih tinggi daripada mediumnya (air tawar).

B. Osmoregulasi pada Hewan


1. Osomorefulasi Hewan Akuatik (Perairan)
Regulasi ion dan air pada hewan akuatik dapat terjadi secara
hipertonik (hiperosmotik), hipotonik (hipoosmotik) atau isotonik
(isoosmotik) (Gambar 1). Bagi golongan ikan potadromous yang bersifat
hiperosmotik, air bergerak ke dalam dan ion-ion keluar ke lingkungan
perairan melalui cara difusi. Keseimbangan cairan tubuhnya terjadi
melalui cara dengan sedikit meminum air bahkan tidak minum air sama
sekali. Apabila terdapat kelebihan air dalam tubuh, maka air ini
dikeluarkan melalui urine. Bagi golongan ikan oseanodromous yang
bersifat hipoosmotik terhadap lingkungannya, air mengalir secara osmosis
dari dalam tubuhnyamelalui ginjal, insang dan kulit ke lingkungan;
sedangkan ion-ion masuk ke dalam tubuhnya secara difusi. Bagi golongan
ikan eurihalin, maka pengaturan iondilakukan secara isoosmotik.

Kebanyakan hewan akuatik laut baik invertebrata maupun


vertebrata termasuk ke dalam golongan isoosmotik. Namun demikian
terdapat spesis dari golongan mysid dan amphypoda yang memiliki
toleransi yang demikian luas untuk temperatur dan salinitas, berkisar dar

7
perairan pantai sampai daerah estuari. Beberapa bahkan dapat mencapai
perairan tawar dan melakukan reproduksi.

a) Osmoregulasi Pada Ikan


Golongan ikan menghadapi tantangan yang sulit dalam
mempertahankan kandungan garam dalam tubuh karena mereka hidup
di lingkungan perairan dan mempunyai tendensi untuk melepaskan air
sebanyak mungkin. Osmoregulasi sangat penting pada hewan air
karena tubuh ikan bersifat permeabel terhadap lingkungan maupun
larutan garam. Sifat fisik lingkungan yang berbeda menyebabkan
terjadinya perbedaan proses osmoregulasi antara ikan air tawar dengan
ikan air laut.
Konsentrasi garam pada tubuh ikan air tawar lebih tinggi
dibandingkan lingkungannya, sehingga kandungan garam lebih sering
dikeluarkan ke perairan. Untuk mengatasi hal ini, ikan mempunyai
beberapa cara, diantaranya mereka akan mengkonsumsi sejumlah air
yang banyak dan sebagai konsekuensinya akan memproduksi sejumlah
besar urine (10-20 kali sama seperti hewan mamalia di darat). Ginjal
dari golongan ikan ini menyerap sejumlah garam dan melepaskan
garam tersebut ke aliran darah. Cara yang lain adalah golongan ikan ini
memiliki pompa ion di bagian ginjal yang akan menangkap garam dari
air serta melepaskan amonia dan hasil buangan lainnya.
Ikan air laut memiliki masalah yang sama tapi kebalikannya.
Untuk ikan air laut, air laut mengandung konsentrasi garam yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kandungan garam yang ada di tubuh ikan.
Sebagai hasilnya, garam cenderung masuk ke tubuh ikan sehingga ikan
harus menggunakan ginjalnya serta pompa ionnya untuk mengeluarkan
kelebihan garam. Pada ikan air laut terjadi kehilangan air dari dalam
tubuh melalui kulit dan kemudian ikan akan mendapatkan garam-
garam dari air laut yang masuk lewat mulutnya. Organ dalam tubuh
ikan menyerap ion-ion garam seperti Na+, K+, dan Cl- , serta air
masuk ke dalam darah dan selanjutnya disirkulasi. Selanjutnya, insang

8
ikan akan mengeluarkan kembali ion-ion tersebut dari darah ke
lingkungan luar.

Gambar perbedaan osmolaritas ikan air laut dan air tawar


.

b) Osmoregulasi pada Golongan Krustasea/Kepiting


Untuk golongan kepiting (Brachyura), beberapa spesis
(contohnya Callinectes sapidus, blue crab) memiliki kemampuan
untuk melakukan osmoregulasi dan berhasil hidup di air tawar.
Golongan yang lain (contohnya Carcinus maenas, kepiting yang hidup
di pantai) mempunyai toleransi yang kecil untuk air tawar tetapi
mempertahankan konsentrasi ion yang tinggi di perairan estuari.
Beberapa yang lain (seperti Callinectes similis) kurang memiliki
kemampuan dalam mengatur osmoregulasi pada kisaran tersebut di
atas.
Studi menunjukkan bahwa insang untuk golongan eurihalin
krustasea berperan sebagai organ utama dalam pengaturan ion untuk
proses osmoregulasi (Gross et al., 1966). Meskipun terdapat variasi
secara morfologi, insang serta bagian-bagiannya memiliki bentuk sel
yang menggambarkan kemampuan untuk transpor ion-ion.
Karakteristik yang khusus dari sel epithelial dilengkapi dengan bentuk
permukaan membran, terutama di bagian basolateral yang bersentuhan
langsung dengan cairan. Mitokondria dari sel-sel ini menyediakan ATP

9
serta fosfagen yang menjadi energy untuk proses transpor ion. Sel
epithelial insang yang berfungsi dalam pertukaran gas bentuknya lebih
tipis.
Studi juga menunjukkan bahwa insang, lamela insang dan
membran menggambarkan pola yang bervariasi dalam pengaturan
transpor ion untuk golongan eurihalin krustasea (Pequeux, 1995). Ada
terdapat asumsi bahwa tenaga utama yang mengatur transpor ion
melalui insang dilakukan oleh pompa sodium atau enzim Na +K-
ATPase. Pompa kedua yang menggunakan ATP yang juga berperan
penting dalam penyerapan ion sehingga organisme dapat dengan
sukses bertoleransi dengan air tawar adalah enzim H-ATPase tipe V
(contohnya Eriocheir sinensis, Chinese crab).
Dua macam enzim yang membantu transport ion melewati
insang krustasea adalah karbonat anhidrase dan arginin kinase.
Karbonat anhidrase menyediakan ion H+ dan HCO sebagai lawan ion
Na¹ dan CI untuk pertukaran dengan mengkatalisis hidrasi CO₂ di
dalam sel insang. Aktifitas dari karbonat anhidrase dalam sitoplasma
insang akan bertambah secara drastis ketika kepiting berpindah dari
tempat yang bersalinitas tinggi ke tempat yang bersalinitas rendah,
dimana fungsinya menyediakan ion yang akan melawan ion NaCl pada
saat penyerapan. Proses penggunaan ATP dalam rangka transpor ion
tergantung pada kerja enzim arginin kinase. Kepiting yang berpindah
dari salinitas yang tinggi ke salinitas rendah, akan menyebabkan
aktifitas enzim arginin kinase bertambah kelipatan dua dalam insang.

c) Osmoregulasi pada Golongan Moluska


Osmoregulasi pada moluska penting untuk mempertahankan
kesimbangan kandungan air dan garam melalui penyerapan dan
pembuangan. Ketika salah satu atau secara kelompok bermigrasi atau
pindah maka pengaturan osmoregulasi terjadi ketika pindah ke
lingkungan yang baru. Pertahanan akan keseimbangan air dalam tubuh
moluska penting untuk fungsi membran sel. Kebanyakan invertebrata
laut termasuk spesis moluska seperti kerang-kerangan, siput, tiram dan

10
lain-lain adalah isoosmotik. Hal ini berarti spesis moluska memiliki
tekanan osmotik yang sama dan cairan mengalir melalui membran
dengan larutan berkonsentrasi rendah ke daerah yang memiliki larutan
yang berkonsentrasi tinggi.
Ketika kelompok moluska bermigrasi tidak terjadi masalah
terhadap pengaturan osmoregulasi dan mereka dapat mendiami dan
mempertahankan stabilitasnya di lingkungan mereka yang baru
(Russell, 2000). Tidak semua spesis moluska dapat melakukan hal
seperti di atas. Moluska di daerah mangrove tidak dapat beradaptasi
secara mudah di lingkungan yang baru. Pengaturan osmoregulasi
moluska adalah teknik adaptasi yang khusus yang akan membuat
mereka bertahan pada lingkungan yang baru, dimana terdapat
ketimbangan dalam jumlah air untuk mempertahankan cairan tubuh
mereka dimanapun mereka hidup, hal ini disebut sebagai
osmoregulator. Invetebrata dari perairan tawar adalah termasuk ke
dalam osmoregulator. Organ yang menyerupai ginjal pada organisme
invertebrata melakukan pekerjaan osmotik untuk mempertahankan
kesetimbangannya.
Ginjal, sistim respirasi serta organ mantel yang berperan
penting dalam pengaturan osmoregulasi. Kadang-kadang dalam
mempertahankan osmoregulasi organisme ini menyerap nutrient dan
garam untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Spesis moluska
yang lain yaitu Cyclophorida, mereka hampir sama dengan golongan
siput air tawar akan tetapi dapat juga hidup di darat. Golongan ini
dapat dijumpai baik pada perairan tawar maupun di hutan yang
memiliki kelembaban yang tinggi.

2. Osmoregulasi Hewan Terestrial (Daratan)


a. Osmoregulasi pada Serangga
Kehilangan air pada serangga terutama terjadi melalui proses
penguapan. Hal ini dikarenakan serangga memiliki ratio luas permukaan
tubuh dengan masa tubuhnya sebesar 50 kali, bandingkan dengan
mamalia yang mempunyai ratio luas permukaan tubuh terhadap masa

11
tubuhnya yang hanya ½ kali. Jalan utama kehilangan air pada serangga
adalah melalui spirakulum untuk mengurangi kehilangan air dari
tubuhnya maka kebanyakan serangga akan menutup spirakelnya pada
saat diantara dua gerakan pernapasannya. Cara mengatasi yang lain
adalah dengan meningkatkan impermeabilitas kulitnya, yaitu dengan
memiliki kutikula yang berlilin yang sangat impermeable terhadap air,
sehingga serangga sedikit sekali kehilangan air melalui kulitnya.
Sebagai organ ekskretori serangga memiliki badan Malphigi yang
bersama-sama dengan saluran pencernaan bagian belakang membentuk
sistem ekskretori osmoregulatori.

b. Osmoregulasi pada Annelida


Cacing tanah seperti Lumbricus terestris merupakan regulator
hiperosmotik yang efektif. Hewan ini secara aktif mengabsorbsi ion-
ion. Urine yang diproduksinya encer, yang secara esensial bersifat
hipoosmotik mendekati isoosmotik terhadap darahnya. Diduga
konsentrasi urinnya disesuaikan menurut kebutuhan keseimbangan air
tubuhnya. Homeostasis regulasi juga dilakukan dengan pendekatan
prilaku yaitu aktif dimalam hari dan menggali tanah lebih dalam bila
permukaan tanah kering.

c. Osmoregulasi pada Amphibi


Regulasi osmotic Amphibi mirip ikan air tawar, kulitnya
berperan sebagai organ osmoregulasi utama. Pada saat hewan berada
dalam air tawar, terdapat aliran osmotic air ke dalam tubuhnya melalui
kulit. Sehingga urin yang akan dikeluarkan akan menjadi sangat encer.
Sebaliknya, apabila tidak sedang berada di air, katak dapat
mereabsorbsi kembali air yang terdapat di kandung kemih. Sehingga,
urin yang akan dihasilkan akan menadi pekat. Bersama urin ikut
terbuang garam-garam.
Osmoregulasi pada amphibi dapat dilakukan melalui tiga cara,
yaitu:

12
 Melalui Hati
Osmoregulasi pada hati bertujuan untuk membuang racun yang
terdapat didalam darah. Racun yang didapat berasal dari darah yang
dialirkan dari anyaman pembuluh kapiler darah yang berasal dari system
pencernaan. Selanjutnya, racun tersebut akan dibuang dari tubuh melalui
urine dan feses. Dengan demikian, konsentrasi darah dapat terjaga dalam
batas normal.

 Melalui Ginjal
Ginjal berfungsi sebagai penyaring darah. Proses penyaringan
darah meliputi tiga tahapan proses, yaitu: (1) Darah yang datang melalui
arteri interlobular akan memasuki glomerulus. Di glomerulus, terjadi
proses filtrasi menghasilkan urine primer yang kemudian mengalami
proses reabsorbsi. (2) Pada tahapan reabsorbsi, tubuh akan menyerap
kembali zat-zat yang mungkin masih di perlukan meliputi air ataupun
garam-garam mineral. (3) Urine hasil reabsorbsi dialirkan menuju vesika
urinaria melalui duktus kolektivus dan selanjutnya akan dibuang dari
tubuh melalui ureter sebagai urine.

 Melalui Kulit
Pada umumnya amfibi memiliki kulit yang tipis, banyak
pembuluh darah dan selalu basah. Suatu struktur yang sangat cocok
sebagai organ yang dapat mengalami difusi dan osmosis. Hal ini
menyebabkan katak dapat mengambil air ataupun mineral yang ia
perlukan melalui kulitnya. Kulit katak cenderung bersifat permiabel
terhadap air. Oleh sebab itu, apabila katak berada di dalam air, katak
akan menghasilkan urine yang sangat encer untuk menjaga
homoeostasis tubuhnya. Sedangkan apabila ia sedang berada di darat,
katak dapat mereabsorbsi kembali air yang terkandung di dalam urine
untuk mengatasi evaporasi yang ia alami melalui kulitnya.Sehingga, urin
yang dihasilkan menjadi lebih pekat daripada saat ia berada di dalam air
atau lingkungan yang basah/lembab.

13
d. Osmoregulasi pada Reptilia
Hewan dari kelas reptile, meliputi ular, buaya, dan kura-kura
memiliki kulit yang kerimg dan bersisik. Keadaan kulit yang kering
dan bersisik tersebut diyakini merupakan cara beradaptasi yang baik
terhadap kehidupan darat, yakni agar tidak kehilangan banyak air.
Untuk lebih menghemat air, hewan tersebut menghasilkan zat sisa
bernitrogen dalam bentuk asam urat, yang pengeluarannya hnya
membutuhkan sedikit air. selain itu, Reptil juga melakukan
penghematan air dengan menghasilkan feses yang kering. Bahkan,
Kadal dan kura-kura pada saat mengalami dehidrasi mampu
memanfaatkan urin encer yang dihasilkan dan disimpan dikandung
kemihnya dengan cara mereabsorbsinya.

e. Osmoregulasi pada Aves


Pada burung pengaturan keseimbangan air ternyata berkaitan
erat dengan proses mempertahankan suhu tubuh. Burung yang hidup
didaerah pantai dan memperoleh makanan dari laut (burung laut)
menghadapi masalah berupa pemasukan garam yang berlebihan. Hal
ini berarti bahwa burung tersebut harus berusaha mengeluarkan
kelebihan garam dari tubuhnya. Burung mengeluarkan kelebihan
garam tersebut melalui kelenjar garam, yang terdapat pada cekungan
dangkal dikepala bagian atas, disebelah atas setiap matanya, didekat
hidung. Apabila burung laut menghadapi kelebihan garam didalm
tubhnya, hewan itu akan menyekresikan cairan pekat yang banyak
mengandung NaCl. Kelenjar garam ini hanya aktif pada saat tubuh
burung dijenuhkan oleh garam.

f. Osmoregulasi pada Mamalia


Pada mamalia kehilangan air dan garam dapat terjadi lewat
keringat. Sementara, cara mereka memperoleh air sama seperti
vertebrata lainnya, yaitu dari air minum dan makanan. Akan tetapi,
untuk mamalia yang hidup dipadang pasir memperoleh air denga cara
minum merupakan hal yang mustahil sebagai contoh kangguru.

14
Kangguru tidak minum air, tetapi dapat bertahan dengan
menggunakan air metabolic yang dihasilkan dari oksidasi glukosa.

C. Pangaruh Lingkungan Terhadap Osmoregulasi


Pada dasarnya lingkungan hidup hewan dapat dibagai menjadi
lingkungan air dan lingkungan darat. Lingkungan air masih dibedakan menjadi
lingkungan air laut dan air tawar. Sedikit sekali hewan darat yang benar-benar
telah meninggalkan lingkungan air. Misalnya serangga dan beberapa hewan
darat yang lain, meskipun dianggap paling berhasil beradaptasi dengan
kehidupan didarat, namun hidupnya sedikit banyak masih berhubungan
langsung dengan air tawar. Kebanyakan hewan selain serangga, hidup didalam
air atau sangat tergantung pada air.
Komposisi cairan tubuh kebanyakan hewan, khususnya konsentrasi
komponen utama, mereflesikan komposisi air lautan permulaan,tempat nenek
moyang hewan pertama kali muncul. Air laut mengandung sekitar 3,5% garam.
Ion utama adalah natrium,khlorida,magnesium,sulfat dan kalsium yang berada
dalam jumlah yang besar. Jumlah kosentrasi garam di lingkungan sangat
bervariasi sesuai tempat geografisnya. Di lautan tengah dimana penguapan
tinggi tidak diikuti dengan jumlah yang sama masuknya air tawar dari sungai,
maka lautan tengah memiliki kandungan garam mendekati 4%. Dilain daerah
khussunya di daerah pesisir,kandungan agak rendah dibandingkan dengan
lautan terbuka,tetapi jumlah relative ion-ion terlarut agak konstan.
Kemampuan osmoregulasi juga bergantung pada suhu, musim, umur,
kondisi fisiologis, jenis kelamin, dan perbedaan genotip. Pada udang,
penurunan suhu menghasilkan penurunan kapasitas osmoregulasi
(didefinisikan sebagai perbedaan antara osmolalitas haemolymph dan
osmolalitas air laut) pada salinitas rendah atau hyper-capacity osmotic
(hyperCO) dan pada salinitas tinggi atau Hypo-capacity osmotic (hypo-CO),
secara berurutan, di bawah dan di atas titik isoomotik (26,2 ppt).

Pada udang dewasa, hyper-CO terpengaruh ketika suhu turun dari 26°C
menjadi 22°C. Hypo-CO dipengaruhi oleh suhu hanya ketika suhu turun
sampai 15°C. Selanjutnya, sensitivitas osmoregulasi terhadap perubahan suhu

15
tergantung pada umur atau tingkat perkembangan udang di mana udang dewasa
lebih sensitif dibandingkan yuwana. Nilai isoosmotik, yang tidak tergantung
pada tingkat perkembangan larva, meningkat ketika suhu turun sampai 17°C
atau 15°C (Lemaire et al., 2002). Toleransi suhu dan pertumbuhan optimal ikan
dipengaruhi oleh salinitas karena interaksi keduanya berpengaruh terhadap
osmoregulasi. Pada ikan red hybrid tilapia, konsumsi pakan dan pertumbuhan
pada 0 ppt meningkat maksimum pada suhu 27°C (80°F), sementara pada
salinitas 18 dan 36 ppt, konsumsi dan pertumbuhan sangat tinggi pada suhu
32°C (90°F).

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hewan perlu mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuhnya
melalui mekanisme yang disebut dengan osmoregulasi. Osmoregulasi adalah
proses mengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta
pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. Osmoregulasi
memiliki peranan sangat vital bagi hewan, yakni mengatur jumlah air yang
terkandung di dalam cairan tubuh sehingga tekanan osmotik tetap stabil,
menjaga dan mengatur kestabilan kadar zat-zat terlarut dalam cairan tubuh,
serta mengatur dan menjaga kestabilan pH cairan tubuh.
Mekanisme osmoregulasi pada hewan berbeda-beda berdasarkan pada
lingkungan hidup dan kelompok hewan tersebut. Osmoregulasi tersebut
meliputi osmoregulasi hewan akuatik pada ikan, moluska dan Crustacea; serta
osmoregulasi hewan terrestrial pada annelida, serangga, serta kelompok
vertebrata.
Osmoregulasi hewan ini dipengaruhi oleh habitat hidupnya (dterestrial,
air laut dan ait tawar) serta kondisi lingkungan seperti suhu, musim, umur,
kondisi fisiologis, jenis kelamin, dan perbedaan genotip. Misalnya pada udang,
penurunan suhu menghasilkan penurunan kapasitas osmoregulasi pada salinitas
rendah dan pada salinitas tinggi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Academia.edu. (Tanpa tahun). Osmoregulasi. Diakses pada 27 Nov 2022, dari:


https://www.academia.edu/9050556/Osmoregulasi
Delfita, Rina. (2019). Fisiologi Hewan Komparatif. Prenadamedia Group :
Batusangkar
Lantu, S. (2010). Osmoregulasi pada Hewan Akuatik. Jurnal Perikanan dan
Kelautan, 6 (1) : 46-49.
Pamungkas, W. (2012). Aktivitas Osmoregulasi, Respons Pertumbuhan, dan
Energetic Cost pada Ikan yang Dipelihara dalam Lingkungan Bersalinitas.
Media Akuakultur, 7 (1) : 44-49.
Purnamasari, R., & Dwi Rukma, S. (2017). Fisiologi Hewan. UIN Sunan Ampel:
Surabaya.

Syakira, M. B. (2007). Mekanisme Pompa Natrium Kalium (Na + - K+) Pada


Osmoregulast Ikan Bertulang SeJati (Teleost). Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Kelautan, 1 (1) : 24-27.

18

Anda mungkin juga menyukai