PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
sel klorida tipe air laut berdiferensiasi pada insang. Tidak ada organisme yang
hidup di air tawar tidak melakukan osmoregulasi sedangkan pada ikan air laut,
beberapa diantaranya hanya melakukan sedikit upaya untuk mengontrol tekanan
osmose dalam tubuhnya. Semakin jauh perbedaan tekanan osmose antara tubuh
dan lingkungan, semakin banyak energy metabolisme yang dibutuhkan untuk
melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, namun tetap ada batas toleransi
(Pamungkas, 2012).
Dasarnya lingkungan hidup hewan dapat dibagai menjadi lingkungan air
dan lingkungan darat. Lingkungan air masih dibedakan menjadi lingkungan air
laut dan air tawar. Sedikit sekali hewan darat yang benar-benar telah
meninggalkan lingkungan air misalnya serangga dan beberapa hewan darat yang
lain, meskipun dianggap paling berhasil beradaptasi dengan kehidupan didarat
namun hidupnya sedikit banyak masih berhubungan langsung dengan air tawar.
Kebanyakan hewan selain serangga, hidup didalam air atau sangat tergantung
pada air. Komposisi cairan tubuh kebanyakan hewan, khususnya konsentrasi
komponen utama, mereflesikan komposisi air lautan permulaan,tempat nenek
moyang hewan pertama kali muncul. Air laut mengandung sekitar 3,5% garam.
Ion utama adalah natrium,khlorida,magnesium,sulfat dan kalsium yang berada
dalam jumlah yang besar (Purnamasari dan Santi, 2017).
Jumlah kosentrasi garam di lingkungan sangat bervariasi sesuai tempat
geografisnya. Di lautan tengah dimana penguapan tinggi tidak diikuti dengan
jumlah yang sama masuknya air tawar dari sungai, maka lautan tengah memiliki
kandungan garam mendekati 4%. Dilain daerah khussunya di daerah
pesisir,kandungan agak rendah dibandingkan dengan lautan terbuka,tetapi jumlah
relative ion-ion terlarut agak konstan (Taufik dan Kusrini, 2006).
Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
lingkungannya, oleh karena itu untuk menghindari kehilangan air yang berlebih,
keong atau siput lebih aktif dimalam hari dan bila kondisi bertambah kering
(Novian et al., 2013).
Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODE PRAKTIKUM
Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Praktikum ini menggunakan bahan antara lain berudu dan Betta splendes
yang dimasukkan ke dalam berbagai konsentrasi NaCl. Berudu digunakan
digunakan kelompok 1-5 sedangkan Betta splendes digunakan oleh kelompok 6, 8
dan 10. Hasilnya pada Berudu antara lain waktu berudu mulai bergerak pasif
bahkan mengalami kematiannya berbeda-beda pada setiap konsentrasi NaCl. Pada
konsentrasi 5% waktu kematian berudu adalah 26 menit, konsentrasi 15% waktu
kematian adalah 24 menit dan pada konsentrasi 25% waktu kematiannya adalah
18 menit. Hasil tersebut mengartikan bahwa semakin besarnya konsentrasi NaCl
atau salinitas yang diberikan maka semakin cepat waktu kematian pada suatu
organisme. Menurut Rahman et al. (2017), salinitas di perairan menimbulkan
tekanan-tekanan osmotik yang bisa berbeda dari tekanan osmotik di dalam tubuh
organisme sehingga menyebabkan organisme tersebut harus melakukan
mekanisme osomoregulasi di dalam tubuhnya sebagai upaya menyeimbangkan
tekanan osmotik tubuh dengan osmotik lingkungan di luar tubuh.
Ikan yang digunakan pada praktikum osmoregulasi ini adalah Betta splendes
atau ikan cupang. Hasilnya juga sama seperti berudu yaitu pada konsentrasi yang
berbeda maka waktu kematiannya pun akan berbeda-beda. Ketika kami mencoba
untuk menambahkan kadar dari NaCl ke dalam air dan melihat respon dari ikan
tersebut, hasilnya adalah ikan tersebut langsung mengampang ke atas air dan tidak
memberikan gerakan apapun dan ketika kami memasukkan ikan tersebut pada air
biasa tanpa kadar NaCl, ikan tersebut kembali ke keadaan semula dan bergerak
seperti biasa. Menurut Pamungkas (2012), ikan yang tidak mampu mengontrol
proses osmoregulasi yang terjadi dalam tubuhnya akan mengalami stress dan
berakibat pada kematian. Hal ini terjadi karena tidak adanya keseimbangan
konsentrasi larutan tubuh dengan lingkungan, terutama pada saat ikan dipelihara
pada lingkungan yang berada di luar batas toleransinya. Lebih lanjut dinyatakan
bahwa pada saat salinitas lingkungan tidak sesuai dengan konsentrasi garam
fisiologis dalam tubuh ikan, maka energi di dalam tubuh yang seharusnya
digunakan untuk pertumbuhan ikan digunakan untuk pertumbuhan akan
digunakan untuk penyesuaian konsentrasi dalam tubuh dengan lingkungannya
sehingga mengakibatkan proses pertumbuhan terhambat.
Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Taufik, I dan Kusrini, E. 2006. Peran Hormon dan Syaraf pada Osmoregulasi
Hewan Air. Jurnal Media Akuakulltur. 1(2): 81-84.
Universitas Sriwijaya