Anda di halaman 1dari 19

ANATOMI & FISIOLOGI HEWAN

“ Osmoregulasi ”

 Rahmadani 17.04.0.003
 Rena Octaviana 17.04.0.004
 Wan Rika Fajar N 17.04.0.017
 Nurika Apriliyana 17.04.0.019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KEPULAUAN RIAU
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr,wb.
Segala puji kami haturkan kehadirat Allah SWT tuhan semesta alam, karena atas rahmat
dan petunjuknya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah kami tentang “ Osmoregulasi
”. Shalawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang dalam naungan
iman dan islam.
Penyusunan makalah mengenai “Osmoregulasi” ini merupakan tugas kelompok kami
dalam mata kuliah anatomi dan fisiologi pada hewan. Dalam penyelesaian makalah ini, kami
banyak mengalami kesulitan terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang
menunjang.
Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa/i yang masih dalam proses pembelajaran,
penyusunan makalah ini masih banyak sekali kekurangan. Oleh karna itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik serta saran yang bersifat positif, guna penyusunan makalah yang
lebih baik untuk kedepannya.
Dan tak lupa pula kami haturkan terima kasih kepada teman-teman yang telah ikut serta
dalam penyusunan makalah kita ini. Sehingga kami dapat menyelesaikannya tepat waktu.

Batam, 19-12-2018

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar……………………………………………………………………………….i

Daftar Isi………………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………………..1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………………2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Kepentingan Osmoregulasi bagi Hewan……………………………3

2.2 mekanisme osmoregulasi hewan pada lingkungan air laut

2.3 mekanisme osmoregulasi hewan pada lingkungan air tawar

2.4 mekanisme osmoregulasi hewan pada lingkungan air payau

2.5 mekanisme osmoregulasi hewan pada lingkungan darat

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………….13

3.2 Saran…………………………………………………………………………………...13

Daftar Pustaka ………………………………………………………….............................14

ii
Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan keseimbangan


kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda. Secara sederhana hewan dapat
diumpamakan sabagai suatu larutan yang terdapat di dalam suatu kantung membran atau kantung
permukaan tubuh. Hewan harus menjaga volume tubuh dan kosentrasi larutan tubuhnya dalam
rentangan yang agak sempit. Yang menjadi masalah adalah konsentrasi yang tepat dari cairan
tubuh hewan selalu berbeda dengan yang ada dilingkungannya. Perbedaan kesentrasi tersebut
cenderung mengganggu keadaan kondisi internal.

Hanya sedikit hewan yang membiarkan kosentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah sesuai
degan lingkungannya dalam kedaan demikian hewan dikatakan melakukan osmokonfirmitas.
Osmoregulator merupakan hewan yang harus menyesuaikan osmolaritas internalnya, karena
cairan tubuh tidak isoosmotik dengan lingkungan luarnya. Seekor hewan osmoregulator harus
membuang kelebihan air jika hewan itu hidup dalam lingkungan hiperosmotik.

Dalam proses inti osmoregulasi, terjadi suatu peristiwa osmosis, dimana perpindahan
cairan yang encer ke cairan yang pekat shingga akan tercipta suatu kondisi konsentrasi yang
sama dan disebut dengan isotonis. Isotonis adalah dua macam larutan yang mempunyai tekanan
osmotik sama (isoosmotik) Pada kondisi Osmoregulasi: isotonis adalah tekanan osmotik dua
macam cairan misalnya tekanan osmotik antara cairan tubuh dan air laut (lingkungan hidup
hewan).

Kemampuan untuk mengadakan osmoregulasi membuat hewan mampu bertahan hidup,


misalnya dalam air tawar dimana osmolaritas tertemtu rendah untuk mendukung
osmokonformer, dan didarat dimana air umumnya tersedia dalam jumlah yang sangat terbatas.
Semua hewan air tawar dan hewan air laut adalah osmoregulator. Manusia dan hewan darat
lainnya yang juga osmoregulator harus mengkompensasi kehilangan air.

Osmoregulasi yang terjadi pada ikan air laut dan ikan air tawar yang ditempatkan pada
salinitas yang berbeda-beda perlu dilakukan untuk melihat mekanisme tertentu pada organisme

1
bagaimanan agar dapat bertahan hidup pada kondisi tertentu dengan salinitas yang berbeda dari
lingkungannya.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana konsep dan kepentingan osmoregulasi bagi hewan

b. Bagaimana mekanisme osmoregulasi hewan pada lingkungan air laut

c. Bagaimana mekanisme osmoregulasi hewan pada lingkungan air tawar

d. Bagaimana mekanisme osmoregulasi hewan pada lingkungan air payau

e. Bagaimana mekanisme osmoregulasi hewan pada lingkungan darat

1.3 Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui konsep dan kepentingan osmoregulasi bagi hewan

b. Untuk mengetahui mekanisme osmoregulasi hewan pada lingkungan air laut

c. Untuk mengetahui mekanisme osmoregulasi hewan pada lingkungan air tawar

d. Untuk mengetahui mekanisme osmoregulasi hewan pada lingkungan air payau

e. Untuk mengetahui mekanisme osmoregulasi hewan pada lingkungan darat

2
Bab II

Pembahasan

2.1 Konsep dan Kepentingan Osmoregulasi bagi Hewan

Secara umum proses osmoregulasi adalah upaya atau kemampuan untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme
pengaturan tekanan osmosis. Osmosis terjadi ketika dua larutan yang dipisahkan oleh membran
memiliki perbedaan tekanan osmotik. Jika dua larutan yang dipisahkan oleh sebuah membran
permeabel selektif yang memiliki osmolaritas yang sama, kedua larutan itu disebut isoosmotik.
Namun ketika dua larutan memiliki perbedaan molaritas, larutan dengan konsentrasi zat-zat
terlarut yang lebih besar disebut hiperosmotik dan larutan yang lebih encer disebut hipoosmotik.
Air mengalir melalui osmosis dari larutan hipoosmotik ke larutan hiperosmotik. Seekor hewan
dapat mempertahankan keseimbangan air dengan dua cara, yang pertama adalah menjadi
osmokonformer yang isoosmotik dengan sekitarnya. Cara kedua adalah menjadi osmoregulator
yang mengontrol osmolaritas internal terlepas dari osmolaritas lingkunganny.
Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh
dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan
meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati.
Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak
diperlukan oleh sel atau organisme hidup.
Salah satu cara menggatasinya dangan melakukan adaptasi structural dan fungsional.
Mekanisme memperoleh air, mencegah hilangnya air dan pembuangan air adalah berberbeda
antara makhluk hidup, tetapi semua itu sangat penting dalam mempertahankan dan menjaga agar
tekanan osmotic dan volume cairan tubuh. Mekanisme pengaturan zat terlarut dan air dikenal
istilah osmoregulasi.
Osmoregulasi mempunyai peran sebagai berikut:
1. Mengelurakan dan membuang hasil sampingan dari metabolisme. Pengeluran dan
pembungan ini terjadi untuk mencegah tidak seimbangnya ekulibrium reaksi kimia
2. Mencegah terganggunya aktifitas metabolic didalam tubuh dengan cara
mengekskresikan zat bungan. Zat bungan merupakan racun yang dapat mengganggu
kerja enzim yang sangat penting dalam reaksi metabolic.

3
3. Mengatur jumlah air yang terdapat dalam cairan tubuh. Jumlah air dalam cairan tubuh
dan cara penggaturannya merupakan salah satu masalah fisiologi yang dihadapi oleh
makhluk hidup.

Hewan osmoregulator merupakan hewan yang mampu melakukan osmoregulasi dengan


baik. Sedangkan Hewan Osmokonformer merupakan hewan yang tidak mampu mempertahankan
tekanan osmotik, sehingga harus beradaptasi agar bertahan hidup dengan syarat perubahan
lingkungan tidak besar dan dalam kisaran toleransi.
Dalam lingkungan, tentunya akan menciptakan suatu kondisi yang mendukung dan
ancaman bagi kelangsungan hidup hewan. Sehingga perlu mekanisme osmoregulasi, dan setiap
hewan berbeda-beda dengan variasi yang sangat luas tergantung kemampuan dan jenis organ
tubuh hewan dan kondisi lingkungan hewan. Pada invertebrata laut disebut dengan hewan
osmokonformer yaitu konsentrasi osmotik cairan tubuh sama dengan air laut dan terjadi
keseimbangan osmotik cairan tubuh hewan dengan lingkungannya. Dan apabila tidak dalam
kondisi keseimbangan ionik akan terjadi perbedaan komposisi ion yang menghasilkan gradien
konsentrasi. Cara hewan melakukan pengaturan konsentrasi ion yaitu dengan mensekresi atau
menyerap ion secara aktif.

2.2 Mekanisme Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Air Laut


 Osmoregulasi pada Invertebrata Air Laut
Kebanyakan invertebrate laut dan endoparasit memiliki konsentrasi osmotic cairan tubuh
sama dengan air laut (isosmotik). Hewan demikian disebut osmokonformer. Dari sudut
pandang osmotik, osmokonformer tidak harus berjuang mengatasi masalah gerak osmotic air.
Meskipun demikian rupanya cairan tubuh osmokonformer tidak sama persis dengan
mediumnya. Kenyataan banyak invertebrate laut osmokonformer menjaga konsentrasi garam
tertentu dalam cairan tubuhnya tidak seimbang dengan lingkungannya tentu saja keadaan ini
memerlukan regulasi yang ekstensif.
Berikut konsentrasi ion-ion penting (dalam milimoles per kilogram air) dalam air laut dan
dalam cairan tubuh beberapa invertebrate laut.

4
Na Mg Ca K CI SO4
Air laut 478,3 54,5 10,5 10,1 558,4 28,8
Ubur-ubur (Aurilia) 474 53,0 10,0 10,7 580 15,8
Polychaeta (Aphrodite) 476 54,6 10,5 10,5 557 26,5
Cumi-cumi (loligo) 456 55,4 10,6 22,2 578 8,1
Isopoda (Ligia) 556 20,2 34,9 13,3 629 4,0
Kepiting (Maia) 488 44,1 13,6 12,4 554 14,5
Kepiting pantai (Carcimus) 531 19,5 13,3 13,3 557 16,5

Dari tabel Nampak bahwa beberapa hewan (ubur-ubur, polychaeta, cumi-cumi) memiliki
konsentrasi ion-ion relative sama dengan air laut, tetapi pada yang lain berbeda banyak.
Perbedaan seperti itu dapat dijaga hanya apabila permukaan tubuh termasuk membrane
permukaan yang tipis pada insang relatif impermeable terhadap ion-ion yang bersangkutan.
Meskipun permukaan tubuh betul-betul impermeable, namun perlu diingat bahwa sejumlah ion-
ion masuk tubuh bersama-sama makanan dan minuman yang dikonsumsi. Oleh karena itu hewan
harus memiliki mekanisme untuk mengeluarkan beberapa ion, sementara yang lain dijaga lebih
tinggi dari air laut. Tugas mengeluarkan zat terlarut merupakan tugas utama organ ekskreasi,
seprti ginjal.
Nampaknya keberadaan ion-ion tertentu dijaga lebih tinggi atau lebih rendah dari air laut
oleh hewan tertentu, diperlukan oleh hewan yang bersangkutan untuk keperluan tertentu.
Missalnya pada Aurelia, sulfat dijaga lebih rendah dari air laut, diduga ada hubungan dengan
keperluan supaya dapat mengapung. Kelas udang-udangan menjaga magnesium dalam plasma
lebih rendah dari air laut, diduga ada hubungannya dengan gerak cepat hewan yang
bersangkutan. Magnesium merupakan anesthetic yang menghambat transmisi neuromuscular,
sehingga konsentrasi magnesium yang rendah akan mengurangi hambatan pada transmisi
neromuskular, sehingga hewan dapat bergerak cepat. Namun dengan adanya bukti baru bahwa
konsentrasi magnesium pada sepia (yang dapat bergerak cepat) sama dengan pada kerang
(bergerak lambat), maka hubungan timbale balik antara aktivitas dan konsentrasi magnesium,
menjadi meragukan.
Bila beberapa hewan laut dipindahkan ke air laut yang diencerkan, misalnya pengenceran
antara 50%-80%, ternyata sebagian dari mereka dapat bertahan hidup, dan sebagian lain tidak.

5
Bila setelah beberapa waktu cairan tubuhnya diperiksa, ternyata konsentrasi ion-ion cairan
tubuhnya ada yang turun dan ada pul;a yang tetap seperti semula. Dari kenyataan di atas, maka
hewan laut yang pada salah satu siklus hidupnya kadang-kadang berpindah ke pantai atau ke
muara sungai dapat dibedakan menjadi: (1) osmokonformer sempit (osmokonformer stenohaline),
(2) osmokonformer luas (osmokonformer euryhaline), (3) osmoregulator sempit (osmoregulator
stenohaline), (4) osmoregulator luas (osmoregulator euryhaline).
Pada osmorkonformer sempit, maka hewan ini memiliki toleransi terbatas terhadap
perubahan konsentrasi garam mediumnya, sedangkan osmokonformer luas memiliki toleransi
yang tinggi terhadap perubahan konsentrasi garam mediumnya.
Pada osmoregulator sempit, maka hewan ini memiliki toleransi yang terbatas terhadap perubahan
konsentrasi garam lingkungannya, sedang osmoregulator luas memiliki toleransi yang lebih
tinggi terhadap perubahan konsentrasi garam mediumnya. Yang dimaksud dengan toleransi
terbatas (sempit) adalah bahwa hewan yang mampu bertahan hidup pada rentangan garam
medium yang sempit saja, sebaliknya memiliki toleransi tinggi artinya hewan masih dapat
bertahan hidup pada rentangan konsentrasi garam lingkungan yang luas.
Contoh osmoregulator sedang adalah hewan yang pada salah satu dari siklus hidupnya
berpindah dari satu medium ke medium yang lain. Misalnya sejenis kepiting pantai (Carcinus)
dan sejenis udang (Artemia) yang pada dasarnya adalah hewan laut, namun mampu bertahan
pada air laut yang kepekatannya lebih rendah. Pada air laut encer cairan tubuh Artemia
hipertonik terhadap medium dan bertingkah laku seperti organism air payau, yaitu sebagai
regulator hiperosmotik. Pada konsentrasi yang lebih tinggi artemia merupakan regulator
hipoosmotik yang baik, meskipun kenyataannya cairan tubuhnya berubah, namun perubahan tadi
sedikit sekali tidak lebih dari seper sepuluh mediumnya.
 Osmoregulasi pada Vertebrata Air Laut

Cara osmoregulasi pada vertevrata laut berbeda degan osmoregulasi pada invertebrate.
Vertebrata laut dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu konfromer osmotic dan ionic
(osmokonformer) serta regulator osmotik dan ionic. Kelompok Konformer Osmotik dan Ionik
terdiri atas Siklostomata (hagfish) dan Vertebrata primitif osmoregulasinya sama
seperti invertebrata laut. Kelompok Regulator Osmotik dan Ionik, memiliki ciri regulasi
osmotik dan ionik tidak sama dan memperlihatkan tingkatan; serta konsentrasi osmotik plasma

6
mendekati sepertiga konsentrasi osmotik air laut. Kelompok hewan ini disebut hewan Regulator
Hipoosmotik.

Teleostei laut memiliki cairan tubuh yang hipoosmotik dan mengakibatkan kehilangan air
sehingga diperlukan mekanisme adaptasi untuk menghindari kehilangan air dari tubuhnya.
Mekanisme untuk menghindari kehilangan air tubuh dapat dilakukan dengan cara ikan banyak
minum air laut yang mengandung garam, garam masuk ke dalam tubuh hewan kemudian gara
dikeluarkan kembali dari tubuh melalui insang karena di insang terdapat sel khlorid yang
berfungsi mengeluarkan NaCl dari plasma ke air laut secara aktif.

Berikut mekanisme pengeluaran NaCL pada insang ikan

Berbeda halnya dengan Elasmobrankhii, hewan ini memiliki masalahpemasukan Na+ yang
terlalu banyak ke dalam tubuh (melalui insang) dan perolehan air yang terlalu sedikit. Untuk
mengatasi masalah tersebutElasmobrankhii menggunakan kelenjar rektal untuk mengeluarkan
kelebihan Na+secara aktif dan menghasilkan sedikit urin (urin dimanfaatkan untuk mengeluarkan
kelebihan NaCl).

7
Begitu pula yang terjadi pada mamalia laut, seperti lumba-lumba dan ikan paus. Mamalia
laut memiliki masalah pemasukan garam yang terlalu banyak yang masuk bersama makanan. Hal
ini dapat diatasi dengan organ ginjal yang sangat efisien yang dapat menghasilkan urin yang
kepekatannya 3 – 4 kali dari cairan plasmanya.

2.3 Mekanisme Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Air Tawar


Masalah yang dihadapi hewan air tawar, merupakan kebalikan dari hewan air laut. Yaitu
tekanan Osmotik cairan tubuh hewan air tawar lebih tinggi dari lingkungannya
(hiperosmotik/ hipertonis). Terancam oleh dua hal, yaitu kehilangan garam dan pemasukan
air yang berlebihan. Vertebrata dan invertebrata air tawar membatasi pemasukan air (dan
kehilangan ion) dengan cara membentuk permukaan tubuh yang impermiabel terhadap air.
Meskipun demikian, ion dan air tetap dapat bergerak melewati ingsang yang relatif terbuka.
Air yang masuk ke dalam tubuh invertebrata dikeluarkan dalam bentuk urin. Lalu aliran urin
pada invertebrata air tawar jauh lebih tinggi dari pada yang dialami oleh hewan laut.
Akan tetapi, pengeluaran urin juga menyebabkan pengeluaran ion. Oleh karena itu,
hewan perlu melakukan transpor aktif untuk memasukkan ion kedalam tubuhnya. Pada
krustacea air tawar, transport aktif ion terjadi melalui ingsang. Vertebrata air tawar
melakukan hal yang hampir sama dengan invertebrata air tawar, yaitu memasukkan ion dan
garam dengan transport aktif. Sebenarnya, penggantian ion yang terlepas ke dalam air dapat
dilakukan dengan makan, namun sumber masukan ion yang utama adalah transport aktif
melalui ingsang.
Cairan tubuh teleostei air tawar memiliki konsentrasi osmotik yang lebih tinggi dari pada
air tawar (mendekati 300mOsm per liter). Oleh karena itu, hewan ini memiliki peluang yang
besar untuk memasukkan air ke dalam tubuhnya, terutama memlalui ingsang. Kelebihan air
itu akan dikeluarkan lewat urin, namun dengan cara itu sejumlah garam pun akan hilang dari
tubuh bersama urin. Sebagian garam meninggalkan tubuh ikan melalui ingsang. Sebagai
pengganti garam yang hilang, hewan tersebut akan mengambil garam melalui ingsang
dengan cara transport aktif. Dalam hal ini, ingsang berfungsi sebagai alat untuk memasukkan
garam ke dalam tubuh dengan cara transport aktif, sekaligus untuk membuang kelebihan
garam secara difusi.

8
Berikut gambar osmoregulasi pada ikan air tawar

2.4 Mekanisme Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Air Laut

Tidak selamanya menetap di habitat yang tetap (air laut atau air tawar) sejumlah hewan
laut maupun darat disaat-saat tertentu akan masuk ke daerah payau. Pada beberapa jenis ikan
seperti salmon, lamprey dan belut, perpindahan antara air tawar dan air bergaram merupakan
bagian dari siklus hidup yang normal. Mereka memiliki kemampuan adaptasi yang baik
terhadap perubahan kadar garam (kadar garam di daerah payau selalu berubah.
Contoh hewan yang hidup dipayau yaitu larva dari bebrapa jenis nyamuk. Pada
umumnya, larva dapat tumbuh dengan baik diair tawar maupun air bergaram yang beberapa
kali lebih pekat cairan hemolimfenya. Bahkan, larva tersebut juga dapat menoleransi kadar
garam yang tiga kali lebih tinggi dari pada kadar garam air laut.
Larva nyamuk Aedes campestris lebih menganggumkan lagi karena dapat hidup didanau
yang mengandung garam alkalis, dengan kandungan utama natrium karbonar dan memiliki
pH lebih dari 10 didalam air yang memiliki kadar garam rendag, , larca Aedes bersifat
hiperosmotik terhadap mediumnya, akan tetapi pada air dengan kadar garam tinggi, cairan
tubuhnya bersifat hipoosmotik. Larva ini dapat beradaptasi terhadap konsentrasi garam yang
lebih tinggi (lebh dari 500 kali lipat), tanpa mengubah konsentrasi ion penting dalam cairan
hemolimfe lebih dari dua kali lipat. Larva Aedes menanggapi peningkatan kadar garam

9
diluar tubuhnya dengan cara meingkatkan laju minum beberapa kali lipat. Tampaknya,
minum merupakan satu-satunya cara untuk menggantikan air yang telepas ke lingkungannya
yang lebih pekat. Akan tetapi, meminum air juga berati memasukkan berbagai ion terlarut
dalam numlah yang berlebihan. Kelebihan berbagai ion terlarut ini harus dikeluarkan dari
dalam tubuh, dan hal itu dilakukan melalui tubulus malphigi dan rektum. Larva ini juga
memiliki struktur khusus yang disebut papila anal. Pada medium encer, papila anal berfungsi
sebagai tempat/ alat untuk mengambil ion secara aktof, tetapi pada medium yang pekat
berfungsi sebagai alat untuk mengeluarkan kelebihan garam.
Larva Aedes setiap hari minum 2,4 mikroliter air (lebih dari sepertiga kandungan total air
dalam tubuh nya yang hanya 6,5 mikroliter). Jumlah natrium yang ditelan setiap hari
sebanyak 1,2µmol (jauh lebih tinggi dari kandungan natrium total dalam tubuhnya yang
hanya 0,96 µmol), dan akan dikeluarkan lagi melalui permukaan tubuh. Jumlah air yang
diperlukan untuk mengeluarkan natrium tersebut hanya 1,8 µl. Dengan demikian, tersisa
sejumlah air yang masih cukup untuk menggantikan air yang hilang dari tubuhnya secara
difusi (melalui permuaan tubuhnya 0,2 µl dan melalui papila anal 0,4 µl). Dengan cara
demikian, larva hipotonis ini dapat mengantur tekanan osmotik dalam tubunya dan tetap
dalam keadaan seimbang dengan lingkungannya yang sangat pekat.

10
Pertukaran air dan ion per hari pada larva Aedes campestris yang memiliki berat badan 8
mg, yang diadaptasikan terhadap lingkungan air alkas hiperosmotik

Contoh hewan lain yang melakukan perpindahan dari air laut ke air tawar atau sebaliknya
yaitu ikan toloestei, meskipun dengan kemampuan yang terbatas. Ketika berpindah dari air tawar
ke air laut, dalam waktu 10 hari belut akan kehilangan air secara osmotik, ayng besarbta
mencapai 4% dari berat tubunya. Apabila hewan ini diperlakukan sedemikian rupa sehingga
tidak dapat minum air laut (misalnya dengan cara menempatkan balon pada esofagusnya), belut
tersebut akan terus-menerus kehilangan air kemudian mengalami dehidrasi, dan segera mati
dalam beberapa hari. Namun, apabila berut dibiarkan kembali minum air laut, berat tubuh yang
hilang akan segera digantikan dan segera mencapai keadaan seimbang dalam waktu 1-2 hari.
Pengambilan atau pembuangan air dan berbagai zat terlarut pada belut berlangsung melalui
ingsang, dengan arah aliran yang berlawanan. Akan tetapi mekanisme yang menyebabkan
perubahan arah transport zat melalui ingsang tersebut belum diketahui dengan jelas.
Diperkirakan, mekanisme tersebut melibatkan peran hormon.

2.5 Mekanisme Osmoregulasi Hewan pada Lingkungan Darat


Hewan lingkungan darat dapat terbagi menjadi dua kelompok hewan yaitu arthropoda
kemampuan mengambil oksigen dalam jumlah besar, tetapi permasalahan yang didapat oleh
hewan darat adalah pasokan air dan ion penyeimbang. Kita ketahui bahwa ketersediaan air di
darat masih terbatas, sehingga ancaman utama yang dihadapi hewan-hewan ini adalah
dehidrasi. Dengan demikian, kehidupan di darat dianggap bergantung pada pertukaran gas
dan dehidrasi. Penyebab jumlah terbesar dari kehilangan air untuk hewan darat adalah
penguapan dan kerugian tersebut harus diatasi.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kehilangan air karena penguapan dari hewan
darat antara lain
 kadar air di atmosfer yaitu penguapan akan menguarangi kadar air (yaitu kelembaban
relatif) dari atmosfer
 temperatur yaitu penguapan akan meningkat karena peningkatan suhu
 pergerakan udara di atas permukaan menguap apabila pergerakan udara meningkat, maka
laju penguapan juga akan meningkat

11
 Tekanan udara menurun penguapan meningkat
 luas permukaan jika semakin besar luas permukaan terekspos terhadap lingkungan
semakin besar kehilangan air

Akan tetapi, kesemua faktor diatas saling berhubungan Untuk hewan apapun, penting
bahwa, dalam jangka panjang, harus mampu mempertahankan keseimbangan antara kehilangan
air dan mendapatkan air.

 Osmoregulasi pada hewan inverteberata darat

Sampai saat ini invertebrata terbanyak adalah jenis arthropoda serangga dan laba-laba –
dan diantara 2 kelompok ini, serangga adalah yang paling banyak. Anggota lain dari filum ini,
krustasea, misalnya (dengan pengecualian beberapa kelompok, seperti kutu kayu), sebagian
besar adalah hewan air. Salah satu ciri khas dari serangga adalah adanya eksoskeleton.
Eksoskeleton ditutupi oleh lilin yang membentuk kutikula serangga. Manfaat dari kutikula ini
adalah mengurangi pengaruh dari penguapan dari permukaan tubuh insekta. Namun, harus
diingat bahwa kutikula tidak benar-benar impermeable terhadap air, dan tetap masih
ada air yang hilang. Gangguan terhadap susunan lilin yang melindungi ekoskeleton,
seperti kerusakan fisik atau termal, misalnya, akan berdampak pada peningkatan
kehilangan air oleh penguapan. Penyebab kedua terjadinya penguapan air berasal dari
pernafasan insekta, melalui spirakel. Meskipun kebanyakan trakea berasal dari
spirakel yang tertutupi oleh kitin, kehilangan air dari sini masih menjadi permasalahan
bagi hewan kelompok ini.
Untuk membatasi kerugian tersebut, banyak serangga
memanfaatkan pernapasan siklik. Hilangnya air melalui feses dan produksi urin pada serangga
sangat minimal atau sedikit Hal ini dibuktikan oleh fakta bahwa serangga mengeluarkan limbah
nitrogen sebagai asam urat – yang sangat tidak larut dalam air, sehingga dapat dikeluarkan
dengan sedikit kehilangan air. Sebuah adaptasi lebih lanjut untuk penyimpanan air terlihat di
beberapa serangga (misalnya kecoa), yang, ketimbang mengeluarkan asam urat, menyimpannya
pada organ-organ di seluruh tubuh, seperti dalam kutikula. Hal ini akan mengurangi lebih jauh
kehilangan air ketika produk limbah diekskresikan.
Cara yang paling jelas untuk mendapatkan air untuk serangga adalah dengan minum,
misalnya, dari air hujan, kolam dan sebagainya. Namun sumber ini tidak tersedia
12
untuk semua serangga, seperti yang hidup dalam wilayah lingkungan kering dan
panas gurun. Potensi sumber air lainnya termasuk makanan, dan produksi air selama
metabolisme bahan makanan (metabolisme air). Dalam hal air yang terkandung dalam
makanan, mungkin sumber air terbesar berasal dari tumbuhan - misalnya, kadar air
buah-buahan dapat mencapai 90%. Ketika bahan makanan masuk ke dalam jalur
metabolisme untuk menghasilkan energi (yaitu ATP), air dihasilkan sebagai produk
sampingan. Metabolisme oksidatif dari 1 g glukosa menghasilkan 0,6 g air, sedangkan
1 gram lemak memproduksi, rata-rata, sekitar 1 g air. Cara terakhir di mana beberapa
serangga, seperti kecoa, mampu menyeimbangkan kebutuhan air mereka adalah
dengan menyerap uap air dari udara di lingkungan sekitar mereka. Untuk dapat menyerap air
dengan cara ini, serangga harus memiliki kadar air tubuh sangat rendah - 90% air harus hilang.
Selain itu, kelembaban relatif udara sekitar harus tinggi - Setidaknya 80%. Sebenarnya
mekanisme yang menjelaskan serangga mampu menyerap air dari udara ini dan letak terjadinya
pada organ apa, belum dapat dijelaskan.

 Osmoregulasi pada hewan inverteberata darat


Vertebrata Terestrial terdiri dari reptil, burung dan mamalia. Amfibi diabaikan karena
hidupnya tidak sepenuhnya hidup didarat. Reptil, yang termasuk ular, kadal, buaya dan kura-
kura, memiliki kulit kering dan bersisik yang juga disesuaikan dengan kehidupan di darat yang
dalam hal ini sisik dan kulit kering merupakanbentuk adaptasi dalam penghalang kehilangan air
karena penguapan. Selain itu, mereka mengeluarkan limbah nitrogen sebagai asam urat, yang
membantu hilangnya sangat sedikit air. Mereka juga mampu menghasilkan kotoran yang sangat
kering yang mengurangi potensi kehilangan air. Dalam hal mendapatkan air, meminum air
mungkin menciptakan masalah karena, lingkungan panas kering dimana banyak hewan ini
ditemukan. Ini berarti bahwa air dalam makanan, dan air yang diperoleh selama metabolisme
makanan, merupakan cara hewan ini mendapatkan air. kemih. Yang kemudian dapat diserap
kembali ketika hewan ini dehidrasi.

Adaptasi reptil untuk menjaga keseimbangan air juga terlihat pada burung keseimbangan
air pada burung dapat terganggu saat mereka harus mempertahankan suhu tubuh yang konstan.
Salah satu cara untuk mempertahankan suhu tubuh pada burung adalah dengan memanfaatkan
penguapan, hasil dari penguapan air dalam tubuh ini akan mendinginkan tubuhnya dan menjaga

13
tubuhnya tetap konstan. Ini dapat dicapai dengan fenomena gular fluttering, fluttering merupakan
gerakan osilasi cepat dari mulut dan tenggorokan yang berdampak kehilangan air. Hal ini sama
dengan terengah-engah di mamalia. Gular fluttering merupakan salah satu penyebab dari
terganggunya keseimbangan air pada burung tapi, karena burung dapat memenuhi kebutuhan
minum air mereka dapat mengatasi hal ini.

Pada burung laut memiliki permasalahan yang lebih kontras dibandingkan dengan
burung jenis lainnya. Karena air minumnya berupa air laut mengandung kadar garam yang
tinggi. Kelebihan NaCl atau garam ini dapat menggangu keseimbangan osmotik dalam tubuhnya.
Untuk mengatasi permasalahan

ini, pada jenis burung laut memiliki suatu kelenjar yang dinamakan kelenjar garam
yang terletak pada bagian atas nares (paruh). Kelenjar ini berfungsi mengekskresikan
kelebihan garam dari tubuh burung. Perhatikan gambar 9.9. Kehilangan air oleh
burung juga dapat dikurangi sama seperti reptil, mereka mengeluarkan urin sangat
kering (asam urat). Metode ini sangat efisien dalam mengatasi kehilangan air yang
dibuktikan dengan air yang terkandung dalam feses menjadi rendah kira-kira 25%,
tidak diragukan lagi hal ini menjadi suatu keberhasilan burung dan reptil yang hidup
di tempat yang panas, lingkungan kering.
Mamalia, seperti reptil dan burung yang dijelaskan di atas, memiliki potensi yang
sama dalam kehilangan dan memperoleh air. Hilangnya penguapan air dari luas
permukaan tubuh secara umum diminimalkan dengan adanya kulit yang relatif kedap
air dan rambut. Hal yang membuat tubuh pada mamilia kehilangan air dalam jumlah
banyak, adalah pada saluran pernafasan.. Namun, perkembangan evolusi pada
mamalia dapat membatasi permasalahan ini. Salah satu mekanisme perkembangannya
adalah dengan cara menghembuskan udara yang berada pada suhu yang lebih rendah
dari suhu tubuh normal. Fenomena ini terlihat di semua mamalia. Selama inspirasi, dinding
saluran hidung mentransfer panas ke udara yang masuk kesistem pernapasan.

14
Ketika hewan bernapas, udara hangat dari sistem pernapasan melewati permukaan ini,
udara tersebut didinginkan dan kondensasi air terjadi. Kehilangan Air dan garam juga
terjadi pada hewan-hewan yang mampu berkeringat. Dalam situasi ini, kehilangan air
tersebut merupakan bentuk dari suatu cara untuk mengatur suhu tubuh dan bukan respon
osmotik. Pengambilan air bagi banyak mamalia hanya dicapai dengan minum.
Namun, hal ini tidak mungkin untuk mamalia yang hidup di gurun. Tikus kanguru
( Dipodomys spectabilis), misalnya, tidak minum, tetapi bertahan dengan metabolisme
- oksidasi glukosa, misalnya, menghasilkan ATP, karbon dioksida dan air.
Beberapa mamalia, misalnya, ikan paus dan lumba-lumba, yang merupakan mamalia
yang hidup di laut. Mungkin dianggap bahwa hewan tersebut akan menghadapi masalah osmotik
parah karena pengambilan dalam jumlah besar garam dari makanan. Ini mungkin terjadi, tetapi
hewan-hewan ini memiliki ginjal yang sangat efisien yang dapat menghasilkan urin yang sangat
pekat, sehingga memastikan bahwa kelebihan garam yang mereka konsumsi dapat diekskresikan.
Namun, tidak mungkin untuk menghasilkan urin konsentrasi tak terbatas. Umumnya, hanya
mungkin untuk menghasilkan urin yang tiga sampai empat kali lebih pekat daripada plasma dari
yang telah dibentuk.

15
BAB 3

Penutup

3.1 Kesimpulan

Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan keseimbangan


kadar dalam tubuh, di dalam zat yang kadar garamnya berbeda. Secara sederhana hewan dapat
diumpamakan sebagai suatu larutan yang terdapat dalam suatu kantung membran atau kantung
permukaan tubuh. Hewan harus menjaga volume tubuh dan konsentrasi larutan tubuhnya dalam
rentangan yang agak sempit. Yang menjadi masalah adalah konsentrasi yang tepat dari cairan
tubuh hewan selalu berbeda dengan yang ada di lingkungannya. Perbedaan konsentrasi tersebut
cenderung mengganggu keadaan kondisi internal. Hanya sedikit hewan yang membiarkan
konsentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya dalam keadaan
demikian hewan dikatakan melakukan osmokonformitas.
Hewan melakukan osmoregulasi dengan banyak cara tergantung pada jenis lingkungan
hidup dan jenis alat tubuh yang dimilikinya. Lingkungan hidup yang berbeda memberikan
ancaman yang berbeda pula kepada tubuh hewan, dan tentu saja hewan akan merespon dengan
caranya masing – masing.
3.2 Saran

Penulis mengetahui bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, kritik, maupun petunjuk dari segala
pihak untuk menyempurnakan laporan yang penulis sajikan ini dan juga haruslah dan perlu
mencari sumber atau referensi lainnya agar mudah dipahami

16

Anda mungkin juga menyukai