Anda di halaman 1dari 31

Sistem pencernaan pada vertebrata

A. Pendauhluan

Hewan sebagian besar memakan organisme-organisme yang sudah mati


ataupun hidup, utuh atau secara sepotong-sepotong, terkecuali adalah hewan
parasitik tertentu, seperti cacing pita, yang menyerap molekul organik melalui
permukaan tubuhnya. Secara umum, hewan digolongkan menjadi 3 berdasarkan
jenis makanan yang dimakannya yaitu herbivora (hewan yang memaka tumbuhan,
misalnya kelinci, sapi dan sebagianya), Karnivora (hewan yang memakan daging,
seperti hiu, burung elang, ular dan lain-lain) dan yang terakhir adalah hewan
omnivora (hewan yang memakan hewan dan juga tumbuhan, misalnya manusia).
Istilah herbivora, karnivora dan omnivora menggambarkan jenis makanan
yang umum dimakan oleh seekor hewan dan adaptasi hewan yang
memungkinkan mereka untuk mendapatkan ataupun mengolah makanan tersebut.
Akan tetapi, sebagian besar hewan bersifat oportunistik, yang dapat memakan
makanan yang berada di luar kategori makanan utamanya ketika makanan itu
tersedia. Contohnya yaitu, sapi dan rusa yang termasuk ke dalam kelompok
herbivora, tetapi kadang-kadang dia bisa memakan hewan kecil ataupun telur
burung bersama-sama dengan rumput dan tumbuhan lainnya. Sebagian besar
hewan karnivora mendapatkan beberapa nutrien dari bahan tumbuhan yang
masih berada di dalam saluran pencernaan mangsa yang mereka makan. Semua
hewan juga mengkonsumsi beberapa bakteri bersama-sama dengan jenis makanan
lain.
Karbohidrat, lipid dan protein merupakan senyawa-senyawa organik yang
diperlukan oleh hewan sebagai sumber energi untuk menyelenggrakan berbagai
aktivitasnya. Namun kemampuannya untuk mensintesis senyawa organik tersebut
sangat terbatas. Oleh karena itu, hewan berusaha memenuhi semua kebutuhannya
dari tumbuhan dan hewan lain. Organisme yang demikian dinamakan organisme
heterotrof (organisme yang tidak bisa menghasilkan makanan sendiri), tetapi ada
juga hewan yang dapat menyintesis sendiri berbagai senyawa organik esensial,
seperti Euglena. Meskipun demikian, Euglena juga memerlukan vitamin (faktor
pertumbuhan) yang tidak dapat disintesis sendiri sehingga organisme tersebut
tetap memerlukan senyawa organik dari sumber lain. Maka dari itu, Euglena
disebut juga sebagai organisme mesotrof.
Cara makan dan juga jenis makanan hewan sangat bervariasi, tergantung
pada susunan alat pencernaan yang dimiliki hewan tersebut serta kemampuannya
untuk mempersiapkan makanan agar dapat diserap. Hewan primitive yang belum
memiliki alat pencernaan makanan khusus seperti protozoa, parasit (endoparasit),
dan cacing pita memerlukan makanan berupa zat organik yang terlarut. Hewan-
hewa tersebut mengambil makanan melalui penyerapan atau pinositosis. Alat
pencernaan makanan yang dimiliki biasanya berupa vakuola,
Hewan yang hidup menetap seperti hidra dan Coelenterata mendapatkan
makanan dengan menjerat (trapping method). Alat yang penting untuk
mendukung metode tersebut adalah knidoblas atau nematosit yang biasanya
dilengkapi dengan racun untuk menjerat mangsanya. Beberapa hewan yang aktif
seperti burung petrel, burung flamingo, ikan hering, kepopoda, dan ikan hiu balen
mencari makanan dengan cara menyaring (filter feeding). Menyaring untuk
memperoleh makanan juga dilakukan oleh hewan yang menetap seperti
Bivalvia. Filter feeding merupakan variasi dari cara menyaring dan menjerat
(trapping). Pada umumnya, hewan semacam ini mendapatkan makanan dengan
cara menangkap atau memangsa. Hewan-hewan yang demikian memiliki
berbagai cara untuk menangkap mangsa dan dapat menggunakan bahan makanan
secara efektif atau mengambil sari makanan dari hewan/tumbuhan.

B. Tahap-Tahap Utama Pengolahan Makanan


Mekanisme-mekanisme pengolahan makanan oleh hewan dapat dibagi
menjad empat tahap yang berbeda yaitu ingesti, digesti, absorpsi dan eliminasi.
Tahap pertama, ingesti (ingestion), adalah tindakan makan. Makanan dapat
ditelan dalam bentuk cair dan padat. Tahap kedua, yaitu digesti (digestion) atau
pencernaan, tahap kedua dari pengolahan makanan, makanan akan dipecah
menjadi molekul-molekul yang cukup kecil untuk di absorbsi oleh tubuh. Tahap
ini sangat penting karena hewan tidak dapat langsung menggunakan protein,
karbohidrat, asam nukleat, lemak dan fosfolipid yang terdapat dalam makanan.
Salah satu yang dihadapi adalah bahwa molekul-molekul ini terlalu besar untuk
melewati membran dan memasuki sel-sel hewan. Selain itu molekul-molekul
besar dalam makanan tidak semuanya identik dengan molekul-molekul yang
dibutuhkan oleh hewan untuk jaringan-jaringan dan fungsi-fungsi tertentu. Akan
tetapi, ketika molekul-molekul besar dalam makanan dipecah menjadi komponen-
komponennya, hewan dapat menggunakan molekul-molekul yang lebih kecil ini
untuk merakit molekul-molekul besar yang dibutuhkan.
Dua tahap terakhir pengolahan makanan terjadi setekah makanan dicerna.
Pada tahap ketiga yaitu absorbsi (absorption), dimana sel-sel hewan mengambil
(menyerap) molekul-molekul kecl seperti asam amino dan gula sederhana.
Kemudian untuk tahap yang terakhir yaitu eliminasi. Eliminasi yaitu
menyelesaikan proses tersebut saat material yang tak tercerna dikeluarkan dari
sistem pencernaan.

C. Pencernaan Terjadi dalam Kompartemen Khusus


a. Pencernaan Intraseluler
Setelah mendapatkan makanan, hewan harus mencernanya dengan baik
agar sari-sarinya dapat diserap oleh sel-sel tubuh. Pada protozoa, proses
pencernaannya terjadi dalam vakuola. Mula-mula, lisosom menyekresikan enzim
pencernaan ke dalam vakuola makanan. Enzim tersebut menyebabkan suasana
vakuola berubah menjadi asam sehingga bahan makanan tercerna. Selanjutnya,
terjadi pemisahan berbagai garam kalsium. Hal ini akan menciptakan suasana
lingkungan dengan pH yang tepat bagi berbagai enzim untuk berfungsi secara
optimal. Dalam keadaan seperti itu, bahan makanan akan disederhanakan
sehingga dapat diserap oleh sitoplasma. Berakhirnya proses pencernaan ditandai
dengan adanya perubahan keadaan lingkungan dalam vakuola menjadi netral.
Bahan makanan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui proses eksositosis
(Isnaeni, 2006).
b. Pencernaan Ekstraseluler

Pada sebagian besar hewan, paling tidak beberapa hidrolisis terjadi melalui
pencernaan ekstraseluler, yaitu perombakan makanan di luar sel. Pencernaan
ekstraseluler terjadi di dalam kompartemen yang bersambungan melalui saluran-
saluran, dengan bagian luar tubuh hewan. Banyak hewan dengan bangun tubuh
yang relatif sederhana memiliki kantung pencernaan dengan pembukaan tunggal.
Kantung ini disebut sebagai rongga gastrovaskuler, berfungsi dalam pencernaan
dan distribusi nutrien ke seluruh tubuh. Salah satu contoh hewan yang melakukan
pencernaan estraseluler adalah Hidra yang termasuk hewan Cnidaria.

D. Sistem Pencernaan Pada Hewan Vertebrata


a. Sistem Pencernaan Pada Pisces
Mekanisme proses pencernaan makanan pada pisces itu dimulai dari
Cavum oris  esophagus  ventrikulus  intestinum  anus.
Saluran pencernaan ikan secara umum itu dimulai ketika makanan masuk
dari rongga mulut (cavum oris) yang di dalamnya terdapat gigi-gigi kecil
berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah pada dasar mulut yang tidak
dapat digerakan dan banyak menghasilkan lendir tetapi tidak menghasilkan
ludahdari rongga mulut makanan masuk ke dalam esofagus melalui faring yang
terdapat di daerah sekitar insang. Esofagus m em i l i ki bentuk seperti kerucut
kemudian pendek dan terdapat di belakang insang, jika tidak dilalui oleh
makanan, maka lumen ini akan menyempit. Dari kerongkongan
(esofagus)makanan di dorong masuk ke lambung sehingga menyebabkan
lambung menjadi besar. Pada beberapa jenis ikan terdapat tonjolan buntu yang
berfungsi untuk memperluas bidang penyerapan makanan, dari lambung makanan
masuk ke dalam usus yang berbentuk pipa panjang berkelok- kelok dan sama
besarnya, makanan yang terdapat di usus dan tidak mampu diserap akan dikeluarkan
melalui anus.
Ikan juga memiliki kelenjar pencernaan yang meliputi hati dan pankreas. Hati
merupakan kelenjar yang berukuran besal, berwarna merah kecoklatan, terletak di
bagian depan rongga badan dan mengelilingi usus, terbagi atas lobus kanan dan
lobus kiri, serta bagian yang menuju ke arah punggung. Fungsi hati menghasilkan
empedu yang akan disimpan dalam kantung empedu dan berfungsi untuk
membantu proses pencernaan lemak. Kantung empedu berbentuk bulat, berwarna
kehijauan dan terletak di sebelah kanan hati, dan salurannya bermuara pada
lambung. Kantung empedu berfungsi untuk menyimpan empedu dan disalurkan ke
usus bila diperlukan. Pankreas merupakan organ yang berukuran mikroskopik
sehingga sukar dikenali, fungsi pankreas, antara lain menghasilkan enzim – enzim
pencernaan dan hormon insulin.

Gambar. 2. Sistem Pencernaan Pada Pisces

b. Sistem Pencernaan Pada Aves


Sistem pencernaan pada burung (aves) terdiri dari organ pencernaan dan
kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan pada burung meliputi: rongga
mulutkerongkongan temboloklambungempeduusus halususus
besarrektumkloaka.
Pencernaan burung dimulai dengan mulut. Paruh burung menggantikan
peran bibir dan gigi pada kelas mamalia dan memiliki bentuk, ukuran, panjang
dan juga fungsi yang bervariasi sesuai dengan jenis makanan yang dikonsumsi.
Proses pencernaan makanan pada burung yaitu:
a) Mulut
Pada bagian mulut terdapat paruh dan lidah. Paruh itu sendiri berfungsi
untuk mengambil makanan, sedangkan lidah memiliki struktur kaku dan
bentuknya runcing dan kecil. Makanan yang diambil langsung masuk kedalam
rongga mulut menuju kerongkongan.
b) Esofagus
Kerongkongan merupakan saluran antara rongga mulut dan lambung. Mak
anan yang masuk ke esofagus (kerongkongan), kemudian akan menuju ke
bagian bawah yang merupakan pelebaran dari kerongkongan yang disebut
tembolok (crop).
c) Crop
Tembolok berfungsi untuk menyimpan makanan sementara dan makanan
tersebut sedikit demi sedikit akan disalurkan ke lambung kelenjar
(Proventrikulus).
d) Proventrikulus
Lambung Kelenjar (Proventrikulus) merupakan lambung yang terletak di
bagian depan. Dilambung kelenjar (proventrikulus) terjadi proses secara kimiawi
karena dindingnya mengandung kelenjar-kelenjar getah lambung yang nantinya
berfungsi untuk mencerna makanan yang berasal dari penyimpanan sementara
(tembolok) yang terdapat pada aves. Setelah makanan masuk ke dalam lambung
kelenjar, makanan tersebut menuju ke bagian empedal.
e) Gizzard
Bagian empedal terjadi proses pencernaan makanan secara mekanik karen
a dindingnya mengandung otot yang kuat. Otot ini berguna untuk menghancurkan
makanan dengan bantuan batu kecil atau kerikil. Batu kerikil ini kemudian
disalurkan ke usus halus bersama makanan.
f) Intestine
Organ pencernaan selanjutnya adalah usus halus. Di usus halus terjadi
proses kimiawi karena enzim yang dihasilkan oleh pankreas dan empedu yang
dihasilkan oleh hati langsung dialirkan ke dalam usus halus karena aves tidak
mempunyai kantong empedu. Kemudian makanan dari usus kecil menuju ke usus
besar.
g) Kloaka
Kemudian sisa makanan didorong ke usus besar (kolon), lalu ke dalam rek
tum, dan akhirnya dikeluarkan melalui kloaka.
Gambar 3. Sistem Pencernaan pada Aves
c. Sistem Pencernaan pada Amphibi
Sistem pencernaan makanan pada amphibi salah satu contohnya adalah
katak. Makanan katak berupa hewan-hewan kecil (serangga). Secara berturut-turut
saluran pencernaan pada katak meliputi: Rongga mulut (terdapat gigi berbentuk
kerucut untuk memegang mangsa dan lidah untuk menangkap mangsa)Esofagus
(berupa saluran pendek)Ventrikulus (berbentuk kantung yang bila terisi
makanan menjadi lebar. Lambung katak dapat dibedakan menjadi 2), yaitu tempat
masuknya esophagus dan saluran keluar menuju anus. Intestinum (usus) (dapat
dibedakan atas usus halus dan usus tebal)Usus Halus (duodenum, jejunum, dan
ileum, tetapi belum jelas batas-batasnya)  Usus tebal berakhir pada rektum dan
menujukloaka. Kloaka merupakan muara bersama antara saluran pencernaan
makanan, saluran reproduksi dan urin. Kelenjar pencernaan pada amfibi, terdiri
atas hati dan pankreas. Hati berfungsi mengeluarkan empedu yang disimpan dalam
kantung empedu yang berwarna kehijauan, sedangkan pankreas berfungsi
menghasilkan enzim dan hormon yang bermuara pada duodenum.
Adapun mekanisme pencernaan pada katak terjadi ketika makanan
ditangkap oleh lidah dan masuk ke mulut, setelah itu melalui mulut makanan
tersebut menuju ke kerongkongan, setelah makanan masuk ke kerongkongan,
makanan tersebut langsung menuju ke lambung yang mana pada saat lambung
terisi oleh makanan, maka lambung tersebut akan melebar, didekat lambung
terdapat kelenjar pangkreas yang berfungsi untuk menghasilkan enzim yang
membantu proses pencernaan makanan, setelah makanan masuk kelambung maka
makanan tersebut akan menuju ke usus halus, di dalam usus halus katak terjadi
proses penyerapan sari-sari makanan dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh
pankreas, setelah itu makanan menuju ke usus besar dimana dalam usus besar
sudah tidak ada lagi proses pencernaan, yang ada hanya proses pembusukan sari-
sari makanan dan proses penyerapan air saja, setelah itu makanan yang tidak
diserap akan dikeluarkan melalui kloaka.

Gambar. 4. Sistem Pencernaan Pada Amphibi


d. Sistem Pencernaan pada Reptil
Sebagaimana pada ikan dan amfibi, sistem pencernaan makanan pada
reptil meliputi saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Reptil umumnya
termasuk kedalam hewan karnivora (pemakan daging). Secara berturut-turut saluran
pencernaan pada reptil meliputi: 1) rongga mulut: bagian rongga mulut disokong
oleh rahang atas dan bawah, masing- masing memiliki deretan gigi yang
berbentuk kerucut, gigi menempel pada gusi dan sedikit melengkung ke arah
rongga mulut. Pada rongga mulut juga terdapat lidah yang melekat pada tulang
lidah dengan ujung bercabang dua, 2) esofagus (kerongkongan), 3) ventrikulus
(lambung), 4) intestinum: terdiri atas usus halus dan usus tebal yang akhirnya
bermuara pada anus. Kelenjar pencernaan pada reptil meliputi kelenjar ludah, hati,
kantung empedu, dan pankreas. Hati pada reptilia memiliki dua lobus (glambir dan
yang berwarna kemerahan). Kantung empedu terletak pada tepi sebelah kanan
hati. Pankreas berada di antara lambung dan duodenum, berbentuk pipih
kekuning-kuningan.
Gambar 5. Sistem Pencernaan pada Reptil

Mekanisme Sistem Pencernaan yang terjadi pada Reptil adalah:


a) Mulut
Makanan akan diingesti ke dalam rongga mulut reptil yang akan
mengalami pencernaan secara mekanik maupun kimiawi. Mulut disusun oleh
sel-sel bersilia yang mengsekresikan mukus/lendir untuk membantu melumasi
makanan agar mudah ditelan. Pada reptil pemakan daging (karnivora), mulut
dilengkapi dengan gigi-gigi yang tajam yang membantu menangkap objek
makanannya. Sedangkan pada reptil herbivora, terdapat gigi yang sederhana
dalam rongga mulutnya. Keberadaan kerikil-kerikil kecil dalam lambung yang
dikenal dengan “gastrolit” juga membantu kerja gigi dalam mencerna makanan di
dalam mulut.
Beberapa reptil bahkan memiliki lidah panjang yang dapat dijulurkan ke
luar guna mendeteksi panas yang dipantulkan dari tubuh mangsanya, juga dapat
digunakan untuk menagkap mangsanya dan digunakan untuk minum. Rahang atas
dan rahang bawah reptil tidak menyatu, hal ini memungkinkan reptil untuk
memangsa hewan yang berukuran lebih besar dari dirinya. Kelenjar ludah
mebnghasilkan saliva yang mengandung enzim pencernaan. Beberapa reptil,
memiliki kelenjar racun di dalam rongga mulut yang berfungsi untuk
melumpuhkan mangsanya.
b) Esofagus
Makanan dari mulut menuju ke esofagus, Saluran esofagus akan
menghantarkan makanan dari mulut menuju lambung melalui gerakan peristaltik
yang dibantu oleh otot-otot penyusun dinding esofagus. Di dalam esofagus tidak
terjadi proses pencernaan.
c) Lambung
Lambung akan meneruskan pencernaan dari mulut. Dinding-dinding
lambung melepaskan enzim-enzim pencernaan dan getah lambung (HCL)
kemudian membantu memecah senyawa protein. Setelah itu, makanan akan
dialirkan menuju usus halus melalui sfingter piloris.
d) Intestinum (Usus Halus)
Usus halus merupakan organ terpanjang pada sistem pencernaan.
Duodenum merupakan bagian usus halus yang pertama kali menerima kim dari
lambung. Kelenjar-kelenjar pencernaan, hati, dan pankreas membantu mencerna
makanan secara kimiawi dengan mengeluarkan sekretnya (tidak terjadi
pencernaan mekanik di usus halus). Pankreas mengeluarkan enzim-enzim ke
dalam lumen duodenum yang akan membantu menghidrolisis makanan yang
mengandung karbohidrat oleh karbohidrase, lemak oleh lipase, dan protein oleh
proteinase. Garam empedu yang disimpan di dalam kantung empedu merupakan
hasil perombakan sel darah merah yang telah usang.
Garam empedu disekresikan ke lumen duodenum untuk membantu dalam
pencernaan lemak dan penyerapan vitamin yang terlarut dalam lemak. Selain itu,
di dalam garam empedu terdapat zat warna “urobilin” yang akan mewarnai feses.
Lebih jauh lagi, dinding duodenum juga menghasilkan enzim pencernaan yang
membantu melumatkan lebih dalam kim yang berasal dari lambung. Pencernaan
terus berjalan seiring dengan didorongnya partikel-partikel makanan menyusuri
jejenum melalui gerakan peristaltik otot-otot usus. Penyerapan sari-sari makanan
berlangsung di usus ileum yang memilki pembuluh darah dan limfe disepanjang
dinding ileum. Adanya pelipatan sel epitelium dinding ileum yang disebut dengan
“jonjot vili” membuat luas permukaan penyerapan usus semakin luas.
e) Usus Besar
Makanan yang tidak dicerna didorong menuju usus besar. Terdapat sekum
yang pendek yang membatasi antara usus halus dengan usus besar. Sekum
berkembang baik pada reptil pemakan tumbuhan (herbivora). Di dalam usus
besar, reptil akan mengalami pembususkan dan pengurangan kadar air. Dinding-
dinding sel usus besar menyerap kelebihan air dan nutrisi penting yang belum
diserap saat di bagian ileum.
f) Kloaka
Makanan yang tidak diserap pada usus besar maka akan di keluarkan
melalui kloaka.

e. Sistem Pencernaa pada Mamalia

Pada mamalia, sistem pencernaan terdiri dari kanal alimentaris dan


berbagai kelenjar-kelenjar aksesoris yang mensekresikan getah-getah pencernaan
melalui saluran kedalam kanal. Kelenjar-kelenjar aksesoris dari sistem pencernaan
mamalia adalah tiga pasang kelenjar ludah, pankreas, hati dan kandung empedu.
Makanan di dorong di sepanjang kanal alimentris oleh gerak peristaltis,
gelombang-gelombang kontraksi dan relaksasi yang silih berganti di dalam otot-
otot polos yang melapisi kanal alimentris. Gerak peristalsis inilah yang
memungkinkan kita mengolah dan mencerna makanan bahkan sambil berbaring.
Pada beberapa sambungan di antara kompartemen-kompartemen yang
terspesialisasi, lapisan otot membentuk katub serupa cincin yang disebut denga
sfingter (sphincter), yang bekerja seperti tali serut yang menutup kanal alimentris,
sfingter meregulasi perlintasan material diantara kompartemn-kompartemen.
Salah satu contoh sistem pencernaan pada mamalia yaitu dapat dilihat
pada sistem pencernaan manusia, dimana saluran pencernaan pada manusia itu
terdiri atas bagian-bagian berikut: Mulutfaring (tekak)Esofagus
(kerongkongan)Ventrikulus (lambung)usus halususus besardan
berakhir dengan anus.
a. Rongga Mulut
Di dalam rongga mulut, terdapat gigi, lidah, dan kelenjar air liur (saliva).
Gigi terbentuk dari tulang gigi yang disebut dentin. Struktur gigi terdiri atas
mahkota gigi yang terletak diatas gusi, leher yang dikelilingi oleh gusi, dan
akar gigi yang tertanam dalam kekuatan-kekuatan rahang. Mahkota gigi dilapisi
email yang berwarna putih. Kalsium, fluoride, dan fosfat merupakan bagian
penyusun email. Untuk perkembangan dan pemeliharaan gigi yang baik, zat-zat
tersebut harus ada di dalam makanan dalam jumlah yang cukup. Akar dilapisi
semen yang melekatkan akar pada Ada tiga macam gigi manusia, yaitu gigi seri
(insisor) yang berguna untuk memotong makanan, gigi taring (caninus) untuk
mengoyak makanan, dan gigi geraham (molar) yang berguna untuk mengunyah
makanan.

Gambar. 6. Rongga Mulut


Terdapat pula tiga buah kelenjar saliva pada mulut, yaitu kelenjar parotis,
sublingualis, dan submandibularis (Lihat Gambar 7). Kelenjar saliva
mengeluarkan air liur yang mengandung enzim ptialin atau amilase, berguna
untuk mengubah amilum menjadi maltosa. Pencernaan yang dibantu oleh
enzim disebut pencernaan kimiawi. Di dalam rongga mulut, lidah
menempatkan makanan di antara gigi sehingga mudah dikunyah dan
bercampur dengan air liur. Makanan ini kemudian dibentuk menjadi
lembek dan bulat yang disebut bolus. Kemudian bolus dengan bantuan lidah,
didorong menuju faring.
Gambar. 7. Kelenjar pada Mulut
b. Faring dan Esophagus
Setelah melalui rongga mulut, makanan yang berbentuk bolus akan
masuk kedalam tekak (faring). Faring adalah saluran yang memanjang dari
bagian belakang rongga mulut sampai ke permukaan kerongkongan (esophagus).
Pada pangkal faring terdapat katup pernapasan yang disebut epiglotis. Epiglotis
berfungsi untuk menutup ujung saluran pernapasan (laring) agar makanan tidak
masuk ke saluran pernapasan. Setelah melalui faring, bolus menuju ke
esophagus; suatu organ berbentuk tabung lurus, berotot lurik, dan berdidnding
tebal (Lihat Gambar 8). Esophagus terletak di belakang trakea dan didepan
tulang punggung. Setelah melalui toraks, menembus diafragma, masuk
kedalam abdomen dan menyambung dengan lambung.
Proses menelan makanan dilakukan setelah mengunyah, dan
dapat dilukiskan dalam tiga tahap. Gerakan membentuk makanan
menjadi sebuah bolus dengan bantuan lidah dan pipi, dan malaui
bagian belakang mulut makanan masuk kedalam faring. Setelah
makanan masuk ke faring, palatum lunak naik untuk menutup nares
posterior, glotis menutup oleh kontraksi otot-ototnya dan kontraksi
otot faring menangkap makanan dan mendorongnya masuk ke
esophagus. Pada saat ini pernapasan berhenti, kalau tidak maka akan
menyebabkan tersedak. Seseorang tidak dapat menelan dan bernapas pada
saat yang sama. Gerakan menelan pada bagian ini merupakan gerakan
refleks.
Makanan berjalan ke dalam esophagus karena adanya kerja
peristaltik, lingkara serabut otot didepan makanan mengendor dan
yang dibelakang makanan berkontraksi. Otot kerongkongan berkontraksi
sehingga menimbulkan gerakan meremas yang mendorong bolus ke dalam
lambung. Gerakan otot kerongkongan ini disebut gerakan peristaltik. Tahap
kedua dan ketiga pada gerakan menelan terjad tidak atas kemauan sendiri,
sedangkan untuk tahap pertama, meskipun atas kemauan sendiri, tetapi sebagian
besar berjalan secara otomatis.

Gambar 8. Esophagus
c. Lambung
Lambung adalah kelanjutan dari esophagus, berbentuk seperti kantung.
Lambung dapat menampung makanan 1 liter hingga mencapai 2 liter. Dinding
lambung disusun oleh otot-otot polos yang berfungsi menggerus makanan
secara mekanik melalui kontraksi otot-otot tersebut (Lihat Gambar 9). Ada 3
jenis otot polos yang menyusun lambung, yaitu otot memanjang, otot melingkar,
dan otot menyerong. Selain pencernaan mekanik, pada lambung terjadi
pencernaan kimiawi dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan
lambung. Senyawa kimiawi yang dihasilkan lambung adalah: Asam HCl,
mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Sebagai disinfektan, serta
merangsang pengeluaran hormon sekretin dan kolesistokinin pada usus halus.
Lipase, memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Namun lipase yang
dihasilkan sangat sedikit. Renin, mengendapkan protein pada susu (kasein) dari
air susu (ASI). Hanya dimiliki oleh bayi. Mukus berfungsi untuk melindungi
lambung dari kerusakan akbiat asam HCL.

Gambar 9. Lambung
Otot lambung berkontraksi mengaduk-aduk bolus, memecahnya
secara mekanis, dan mencampurnya dengan getah lambung. Getah lambung
mengandung HCl, enzim pepsin, dan renin. HCl berfungsi untuk membunuh
kuman-kuman yang masuk berasama bolus akan mengaktifkan enzim pepsin.
Pepsin berfungsi untuk mengubah protein menjadi peptone. Renin berfungsi
untuk menggumpalkan protein susu. Setelah melalui pencernaan kimiawi di
dalam lambung, bolus menjadi bahan kekuningan yang disebut kim atau
kimus (bubur usus). Kimus akan masuk sedikit demi sedikit ke dalam usus
halus.

d. Usus Halus

Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung (Gambar 10). Usus


halus memiliki panjang sekitar 6-8 meter. Usus halus terbagi menjadi 3 bagian
yaitu duodenum (± 25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta ileum (± 3,6 m). Pada usus
halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan
senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari
kelenjar pankreas yang dilepaskan ke usus halus. Suatu lubang pada dinding
duodenum menghubungkan usus 12 jari dengan saluran getah pancreas dan
saluran empedu. Pankreas menghasilkan enzim tripsin, amilase, dan lipase
yang disalurkan menuju duodenum. Tripsin berfungsi merombak protein
menjadi asam amino. Amilase mengubah amilum menjadi maltosa. Lipase
mengubah lemak menjadi asam lemakdan gliserol. Getah empedu dihasilkan
oleh hati dan ditampung dalam kantung empedu. Getah empedu disalurkan ke
duodenum. Getah empedu berfungsi untuk menguraikan lemak menjadi asam
lemak dan gliserol.

Gambar 10. Usus Halus

Selanjutnya pencernaan makanan dilanjutkan di jejunum. Pada


bagian ini terjadi pencernaan terakhir sebelum zat-zat makanan diserap.
Zat-zat makanan setelah melalui jejunum menjadi bentuk yang siap diserap.
Penyerapan zat-zat makanan terjadi di ileum. Glukosa, vitamin yang larut
dalam air, asam amino, dan mineral setelah diserap oleh vili usus halus; akan
dibawa oleh pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh. Asam lemak,
gliserol, dan vitamin yang larut dalam lemak setelah diserap oleh vili usus
halus; akan dibawa oleh pembuluh getah bening dan akhirnya masuk ke dalam
pembuluh darah.

e. Usus Besar (Colon)


Bahan makanan yang sudah melalui usus halus akhirnya masuk ke
dalam usus besar. Usus besar terdiri atas usus buntu (appendiks), bagian yang
menaik (ascending colon), bagian yang mendatar (transverse colon), bagian yang
menurun (descending colon), dan berakhir pada anus.
Gambar 11. Usus Besar dan Bagiannya

Bahan makanan yang sampai pada usus besar dapat dikatakan


sebagai bahan sisa. Sisa tersebut terdiri atas sejumlah besar air dan bahan
makanan yang tidak dapat tercerna, misalnya selulosa. Usus besar berfungsi
mengatur kadar air pada sisa makanan. Bila kadar air pada sisa makanan terlalu
banyak, maka dinding usus besar akan menyerap kelebihan air tersebut.
Sebaliknya bila sisa makanan kekurangan air, maka dinding usus besar akan
mengeluarkan air dan mengirimnya ke sisa makanan. Di dalam usus besar
terdapat banyak sekali mikroorganisme yang membantu membusukkan sisa-sisa
makanan tersebut. Sisa makanan yang tidak terpakai oleh tubuh beserta gas-
gas yang berbau disebut tinja (feses) dan dikeluarkan melalui anus.

f. Rektum dan Anus


Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum
dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum.
Apabila feses sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur
pembukaan dan penutupan anus.
Gambar 12. Anus dan Rektum
E. Hasil Penelitian tentang sistem pencernaan pada hewan vertebrata
1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marcela dos S. Magalhães, Armando J.
Barsante Santos, Naisandra B. da Silva & Carlos E. B. de Moura dengan
judul “Anatomy of the digestive tube of sea turtles (Reptilia: Testudines)”
dimana pada penelitian ini mereka menemukan bahwa terdapat perbedaan
dalam struktur dan fungsi salura pencernaan antara hewan karnivora,
omnivora dan herbivora, dan juga hewa ini memiliki variasi morfologi yang
di atur oleh perbedaan dalam hal makan. Morfologi saluran pencernaan penyu
disesuaikan dengan kebiasaan makan dari spesies tersebut. adaptasi ini
terlihat jelas bahkan pada keadaan kerongkongannya, yang memiliki mukosa
yang ditandai oleh papila berbentuk kerucut dan berorientasi pada perut. Pola
orientasi papila esofagus menunjukkan bahwa mereka melakukan fungsi
dalam memfasilitasi asupan makanan dan menghindari regurgitasi yang
disebabkan oleh perubahan tekanan selama mereka menyelam.
Kerongkongan meneruskan makanan ke perut dan mengeluarkan kelebihan
air. analisis mikroskopis dari mukosa esofagus dari C. mydas juga
mengungkapkan adaptasi seperti epitel skuamosa keratin, yang kemungkinan
besar perlindungan terhadap gesekan yang dihasilkan karena lewatnya
makanan. Selain itu, tidak adanya kelenjar yang menguatkan fakta bahwa
organ ini hanya berkaitan dengan transportasi makanan ke perut saja.
Kehadiran sacculations di wilayah kerongkongan mencirikan sesuatu
diventrikulum esofagus yang diamati dalam dua spesimen C. mydas. Struktur
ini juga diamati oleh W ORK ( 2000) dan W YNEKEN ( 2001) untuk penyu
hijau di Hawaii dan Pasifik. Hal itu menggambarkan bahwa sacculation
memiliki fungsi menyimpan makanan sebelum melewati ke dalam perut,
serta menjaga makanan dalam tabung pencernaan untuk waktu yang lebih
lama dan memungkinkan untuk pencernaan yang lebih baik. Selanjutnya,
kehadiran sacculation di kerongkongan dapat dikaitkan dengan ruang
fermentasi di spesies herbivora.
2. Hasil penelitian yang selanjutnya dilakukan oleh Sabuj Kanti Nath, Sujan
Das, Otan Kar, Khurshida Afrin, Amith Kumar Dash dan Sharmin
Akter dengan judul “Topographical and biometrical anatomy of the
digestive tract of White New Zealand Rabbit (Oryctolagus cuniculus)”
dimana pada penelitian ini mereka menemukan bahwa Panjang rata-rata, berat
diameter dari berbagai organ pencernaan pada kelinci putih selandia baru
memiliki perbedaan antara setiap organnya. Panjang rata-rata dari
kerongkongan tercatat sebagai (9,62 ± 1,64) cm pada kelinci putih selandia
baru, berat rata-rata esophagus adalah (1,57 ± 0,278) gm pada kelinci putih
selandia baru. Mean diameter kerongkongan tercatat (1,16 ± 0,12) cm
selama proses penelitian. Dalam penelitian ini juga didapatkan bahwa berat
rata-rata perut dengan isi tercatat sebagai (48,114 ± 20,9) gm dan tanpa isi
adalah (24,44 ± 12,04) gm, Mean lingkar di bagian jantung adalah (13,811 ±
1,029) cm, pada bagian fundus (10,50 ± 0,466) cm dan pada bagian pilorus
(10,04 ± 0,349) cm. Dinding bagian pilorus ditemukan relatif lebih tebal dan
beberapa lipatan melintang ditemukan pada bagian itu. Dalam penelitian ini
panjang rata-rata duodenum ditemukan (41,26 ± 4,06) cm. Mean diameter
tercatat (1,71 ± 0,11) cm dan berat ditemukan (9,682 ± 1,95) gm. Penelitian
ini juga menjelaskan bahwa panjang rata-rata jejunum adalah (106,60 ±
14,64) cm dan diameter adalah (1,70 ± 0,05). Berat rata-rata tercatat sebagai
(31,00 ± 4,64) gm. Panjang rata-rata ileum adalah (21,64 ± 6,32) cm dan
diameter adalah (1,73 ± 0,05) cm. Berat rata-rata tercatat sebagai (2,99 ±
0,143) gm. Hasil penelitian ini menunjukkan panjang rata-rata sekum adalah
(41,14 ± 2,82) cm dan diameter adalah (5.47 ± 0.15) cm dan berat rata-rata
sekum tercatat (90,69 ± 45,09) gm dengan konten dan (23,27 ± 12,40) gm
sementara kosong Panjang rata-rata usus adalah (83,16 ± 13,74) cm dan
diameter adalah (3,36 ± 0,16) cm. Berat rata-rata tercatat (29,98 ± 4,99) gm
dengan konten dan (12,24 ± 1,71) gm sementara kosong Dubur Ini adalah
bagian terminal dari usus dan terdiri dari tengkorak dan bagian ekor.
Ditemukan sebagai, tabung sedikit melebar kecil. Itu dikelilingi oleh
kandungan lemak. rata panjangnya tercatat sebagai (8,0 ± 1,08) cm dan
diameter berarti adalah (2.81 ± 0.24) cm. Jadi dapat kita simpulkan bahwa
Perbedaan antara hasil dalam penelitian ini dan hasil yang
dipublikasikan pada kelinci mungkin disebabkan karena untuk
berkembang biak perbedaan. Perbedaan ukuran dan berat dari saluran
pencernaan mungkin juga karena usia, kebiasaan makanan dan dengan
efek dari iklim.
3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Teresa Ostaszewska, Katarzyna Krajnik,
Dobrochna Adamek-Urbanska, Robert Kasprzak, Malgorzata Rzepkowska,
Miroslaw Luczynski, Anna T. Karczewska & Konrad Dabrowski dengan
judul “Effect of feeding strategy on digestive tract morphology and
physiology of lake whitefish (Coregonus lavaretus)” dimana pada penelitian
ini mereka menemukan bahwa secara signifikan kematian kumulatif terendah
terjadi pada kelompok kontrol (A) dan kelompok C, sedangkan angka
kematian tertinggi terjadi pada kelompok D. BM tertinggi dan TL diamati
pada kelompok C. Sementara itu, ikan yang hanya diberi makan Artemia (
kelompok A) dan hanya Otohime B1 (grup D) memiliki terendah nilai BM
dan TL. Rata-rata nilai SGR harian dihitung untuk setiap minggu secara
terpisah.
Hasil analisis histologis menunjukkan tidak ada signifikan perubahan
patologis dalam saluran pencernaan ikan putih. Perut ikan terdiri dari bagian
jantung, corpus dan pylorus. Pada jantung terdapat lipatan mukosa yang
pendek, sementara pada bagian pilorusnya panjang dan lipit. Semua bagian
perut menunjukkan sel-sel goblet yang mensekresi musin PAS-positif netral.
Sel-sel epitel dari bagian jantung yang cuboidal, sementara di sisa bagian
perut - kolumnar. kelenjar lambung yang terletak di mukosa lamina propria.
Morfogenesis lambung yang paling secara ekslusif diberi makan Artemia (
grup A), sedangkan ikan yang makan secara eksklusif Otohime B1 diet (grup
D) menunjukkan keterbelakangan sedikit dalam pengembangan lambung.
Dalam kelompok A, kelenjar lambung lebih berlimpah dan mukosa lebih
dalam (kedalaman 202,85 ± 45 μ m;) dibandingkan dengan kelompok D
(186,83 ± 27 μ m mendalam;). Jadi dapat kita simpulkan bahwa Analisis
yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan tidak ada perubahan
patologis di salah satu kelompok eksperimen, yang ditunjukkan dengan
pengembangan yang tepat dari saluran pencernaan dan profile aktivitas enzim
pencernaan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa strategi makan yang
diterapkan untuk putih ikan larva kelompok C (pengenalan Otohime B1 diet
selama 2 minggu Artemia feeding), telah menghasilkan kinerja terbaik untuk
Pertumbuhan ikan dan kelangsungan hidup.
4. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yu-Hui Wang, Jia Ji, Hong Weng, Bi-
Cheng Wang & Fu-Bing Wang, dengan judul “MiR-139 in digestive system

tumor diagnosis and detection: Bioinformatics and meta-analysis”,


dimana pada penelitian ini mereka menemukan bahwa tumor sistem
pencernaan, termasuk kanker kolorektal, kanker lambung, kanker hati,
kanker kerongkongan dan kanker pankreas, yang keganasan umum yang
menyebabkan kematian terkait kanker di seluruh dunia. Menurut statistik
terbaru, tumor sistem pencernaan adalah kanker yang paling sering
didiagnosis. Colorectal carcinoma, kanker perut, kanker hati dan kanker
kerongkongan peringkat ketiga, keempat, fi kelima dan ketujuh dalam kasus-
kasus baru dari keganasan laki-laki, masing-masing, sementara mereka
peringkat kedua, fi kelima dan kasus baru kesembilan kanker perempuan,
masing-masing. Meskipun kemajuan dalam pendekatan diagnostik dan terapi,
pengobatan optimal untuk tumor sistem pencernaan masih reseksi bedah.
Selain itu, di dalam FFI kesulitan dalam diagnosis dini dan kekambuhan
tinggi tumor sistem pencernaan yang bertanggung jawab untuk prognosis
buruk mereka. Oleh karena itu, diagnosis dini akurat tumor sistem
pencernaan adalah permintaan yang mendesak., sehingga dalam penelitian
ini Dalam penelitian kami, ekspresi pro sistematis fi analisis ling dilakukan
berdasarkan data ekspresi gen dari TCGA pada tumor sistem pencernaan.
mir-139, yang di ff erentially menyatakan antara jaringan tumor dan jaringan
normal yang berdekatan, berdiri menjadi biomarker kanker yang umum.
Untuk lebih memperkuat signi fi cance dari mir-139, kami melakukan sebuah
meta-analisis terpadu untuk kuantitatif mengevaluasi e ff ect dari mir-139
pada diagnosis tumor sistem pencernaan. Selain itu, analisis bioinformatika
juga digunakan untuk memprediksi gen target mir-139 serta peran potensi
mereka di beberapa jalur sinyal. Selain itu, GO analisis pengayaan dan
analisis kegg gen target dilakukan. Hasil penelitian kami menunjukkan
bahwa miR139 adalah biomarker tumor potensial untuk skrining dan
diagnosis tumor sistem pencernaan. Menurut data TCGA, mir-139 adalah
biomarker umum dari tumor sistem pencernaan. Itu nyata berkurang di
jaringan tumor dibandingkan dengan jaringan non-kanker dalam tumor
sistem pencernaan. Dalam meta-analisis itu, dikumpulkan diagnostik odds
rasio (DOR) dan AUC adalah 57,51 (95% CI: 14,25 - 232,04) dan 0,96 (95%
CI: 0,94 - 0.97), masing-masing. Selain itu, sensitivitas secara keseluruhan
dan spesifik fi kota adalah 0,89 (95% CI: 0,73 - 0,96) dan 0,91 (95% CI: 0,75
- 0.97), masing-masing. Nilai diagnostik jaringan mir-139 lebih tinggi dari
nilai diagnostik darah mir-139. Secara khusus, mir-139 adalah penanda
unggul untuk membedakan kanker kolorektal.
5. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Huan Wang, Shengzhou Zhang,
Naizhen Zhou, Chaolin Wang & Xiaobing Wu dengan jududul “Distribution
of endocrine cells in the digestive tract of Alligator sinensis during the active
and hibernating period”. Mereka mengatakan bahwa Saluran pencernaan
adalah endokrin organ terbesar dalam tubuh. Sel-sel endokrin tersebar
sepanjang epitel, lambung dan usus kelenjar saluran pencernaan
mengeluarkan berbagai jenis hormon pencernaan untuk mengatur proses
fisiologis yang banyak, seperti mengontrol, motilitas, sekresi fluid, elektrolit
dan enzim pencernaan, proliferasi sel dan kelangsungan hidup. Hibernasi
adalah strategi kelangsungan hidup hewan untuk mengatasi pembatasan suhu
dan makanan rendah pada musim dingin (Andrews, 2007). Hibernators
menunjukkan perubahan fisiologis yang mendalam termasuk suhu tubuh
rendah, depresi pernapasan, bradikardia, analgesia dan diinaktivasi
metabolisme umum. Selama hibernasi, ani-mals berhenti makan, kegiatan
fisiologis pencernaan penurunan significantly, sementara keseluruhan
arsitektur epitel usus terawat dengan enterocyte microvillus tinggi tidak
berubah dan microvillus kepadatan sedikit meningkat, epithe - lial fungsi juga
dipertahankan (Carey et al., 2001). Sel-sel argentaffine Xie et al. (2012)
terdeteksi di berbagai bagian dari saluran diges-tive Cina api-bellied Newt
(Cynops orientalis, David, 1873), benar-benar kepadatan yang adalah dalam
hibernasi lebih tinggi dalam bebas-hibernasi. Namun, up-to-date, sedikit yang
diketahui tentang perubahan jenis lain dari sel-sel endokrin dalam saluran
pencernaan. Cina buaya (buaya sinensis) milik alligatoridae fam-aula,
crocodylia reptilia, yang merupakan spesies langka yang endemik di Cina dan
merupakan salah satu spesies paling terancam punah crocodilian air tawar
dengan nilai ekologi dan ekonomi yang penting. Saat ini ada yang ∼100 Cina
buaya di alam liar dan ∼10, 000 tawanan indi-viduals di Provinsi Zhejiang
(Wan et al., 2013) dan Anhui. Wu et al. (1999) telah identified empat jenis
sel-sel endokrin dalam pencernaan A. sinensis, mereka adalah 5-
hydroxytryptamine (5 HT), gastrin (GAS), somatostatin (SS) dan peptida
usus vasoaktif (VIP) immunoreactive (IR) sel, namun, yang tepat waktu
buaya yang digunakan dalam penelitian tidak disebutkan. Dalam studi ini,
kita menyelidiki kepadatan didistribusikan ini empat jenis sel-sel endokrin
selama periode aktif dan Hibernate dengan metode immunohisto-kimia
(IHC).. Kemudian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sel-sel 5-HT-IR
didistribusikan sepanjang seluruh pencernaan, yang yang paling dominan
terdapat dalam duodenum dan usus kosong. Kepadatan meningkat sangat
significan dalam lambung dan duodenum selama masa hibernasi sedangkan
sel-sel GAS - IR yang terbatas dalam perut kecil dan usus kecil. Kepadatan
menurun sangat signifikan di perut kecil selama hibernasi, sementara
meningkat dalam duodenum. Apa lagi, sebagian besar sel-sel endokrin dalam
duodenum umumnya adalah gelendong yang berbentuk dengan proses yang
panjang dan berakhir dalam lumen selama hibernasi. SS-IR sel yang terbatas
di perut dan perut kecil. Kepadatan yang meningkat dalam perut sementara
menurun di perut kecil selama hibernasi, sementara itu, sel-sel IR lebih
sedikit terjadi di usus kecil. VIP-IR sel terjadi di perut dan perut kecil.
Kepadatan menurun pada perut kecil, sementara meningkat dalam perut
selama hibernasi. Hasil ini menunjukkan bahwa sel-sel endokrin di berbagai
bagian dari saluran pencernaan bervariasi berbeda selama hibernasi,
perubahan mereka yang adaptif karena mereka menanggapinya pada saat
hibernasi.

Gambar: Perubahan sel-sel pada saluran pencernaan buaya pada masa hibernasi

6. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bhaskara Canan, Wallace Silva do


Nascimento, Naisandra Bezerra da Silva, and Sathyabama Chellappa dengan
judul “Morphohistology of the Digestive Tract of the Damsel Fish Stegastes
fuscus (Osteichthyes: Pomacentridae)”, dimana pada penelitian ini mereka
bermaksud untuk menyelidiki morfohistologi saluran pencernaan dan
koefisien rata-rata usus ikan dam Stegastes fuscus yang ditangkap dari kolam
pasang surut di Brasil Timur Laut. Karakterisasi morfohistologi dari saluran
pencernaan ikan adalah dasar untuk memahami fisiologi makan ikan tersebut.
Lebihlagi, hal ini dapat membantu dalam mengetahui kebiasaan makan dari
setiap spesies yang berbeda. Adapun hasil ini menunjukkan bahwa: Dinding
saluran pencernaan S. fuscus terdiri dari tunika mukosa, tunica muscularis,
dan tunica serosa. Kerongkongan ini pendek dengan sfingter dan dinding
tebal yang dapat difus dengan mukosa yang terlipat memanjang. Kelenjar
lendir dominan, dan lapisan otot esofagus disajikan serat lur sepanjang
ekstensi. Daerah transisi dekat perut menunjukkan serat otot polos dan lurik.
Antara perut dan usus, ada tiga pileca pilorus. Usus panjang dan tipis dengan
empat lipatan di sekitar perut. Usus anterior menyajikan lipatan yang mirip
dengan caeca pilorus. Perkiraan koefisien usus rata-rata dan karakteristik
sistem pencernaan S. fuscus menunjukkan kecukupan morfologis untuk
kebiasaan makan herbivora dan omnivora.

Gambar 3: Kerongkongan S. fuscus. (A) Gambar : Struktur saluran


Mukosa dengan lipatan yang terdiri dari pencernaan S. fuscus: (a)
(a) epitel kubik dan (b) kelenjar lendir; kerongkongan, (b) lambung, (b1)
(B) mukosa dengan tubular kelenjar lambung jantung, (b2) lambung
sekretori mukosa (panah) dan (c) lapisan fundus, (b3) lambung pilorus, (c)
otot yang terdiri dari otot rangka lurik; pileca pileca, (d) usus anterior, (e)
(C) sfingter esofagus; (D) esofagus- usus tengah, dan (f) usus posterior.
lambung daerah yang menunjukkan
epitel kubik esofagus (d) dan epitel
silinder perut (e).
7. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Åshild Krogdahl, Anne Sundby, Halvor
Holm dengan judul “Characteristics of digestive processes in Atlantic salmon
(Salmo salar). Enzyme pH optima, chyme pH, and enzyme activities”, yang
mana pada penelitian ini mereka menemukan bahwa Gejala yang
menunjukkan kerusakan pencernaan telah diamati pada salmon yang
dibudidayakan selama 10-15 tahun terakhir, setidaknya sebagian sebagai
konsekuensi dari penggunaan bahan pakan yang baru. Pengetahuan saat ini
tentang banyak aspek fungsi pencernaan dalam ikan sangat terbatas,
khususnya untuk ikan salmon Atlantik. Maka dari itu Diperlukan penguatan
untuk memahami mekanisme yang mendasari tantangan terhadap kesehatan
saluran cerna dan menemukan cara untuk mencegah perkembangannya.
Sehingga dengan penelitian ini antinya dapat menyediakan informasi
mengenai optima dan stabilitas enzim pencernaan, pH chyme dan aktivitas
enzim di sepanjang saluran pencernaan ikan salmon Atlantik. Empat
percobaan terdiri dari salmon dengan berbagai ukuran, disimpan dalam garam
atau air tawar, dan diberi makan makanan ikan dengan rasio protein dan
energi yang berbeda (P / E). Studi-studi ini menunjukkan pH rata-rata di
chyme lambung, yaitu di seluruh percobaan, sebesar 4,8 (SD = 0,7),
sedangkan pH optimum yang diamati untuk pepsin adalah 3,0. Dalam chyme
usus, pH meningkat di seluruh usus dari rata-rata 8,1 (SD = 0,23) di usus
proksimal menjadi 8,4 di usus tengah (SD = 0,27) dan usus distal (SD =
0,29). Aktivitas proteolitik total chyme di proksimal usus, diukur sebagai
jumlah kerja semua enzim proteolitik pada kasein sebagai substrat,
menunjukkan maksimumnya pada pH 8,8, yaitu jelas di atas pH chyme yang
berlaku. Untuk masing-masing enzim proteolitik, pH optimum divariasi dari
7,10 untuk elastase 1 hingga 8,98 untuk trypsin. PH chyme tampaknya tidak
dipengaruhi oleh ukuran ikan, tetapi secara signifikan lebih tinggi pada ikan
yang dibesarkan dalam air tawar daripada yang dibesarkan dalam air garam.
Dalam chyme usus pH menunjukkan regresi negatif yang signifikan pada
perlakuan P/E. Untuk enzim pankreas yang diselidiki di chyme usus, aktivitas
dalam chyme menurun dari proksimal ke daerah distal dan aktivitas tinja
sangat rendah dibandingkan dengan aktivitas di usus proksimal. Namun,
aktivitas leucine aminopeptidase (LAP) cenderung meningkat dari
pertengahan ke usus bagian distal. Aktivitas enzim chyme di sepanjang
saluran usus tidak berbeda jelas antara percobaan dan tidak ada hubungan
yang jelas antara P/E pada aktivitas enzim yang diamati di sepanjang saluran
usus. Stabilitas in vitro yang luar biasa diamati untuk aktivitas enzim
proteolitik.
8. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Alcione Eneida Santos, Marcelo Mattos
Pedreira, Thais Garcia Santos, Guilherme de Souza Moura, José Claudio
Epaminondas dos Santos and Robson Campos Silva” dengan judul
“Development of the digestive system in larvae of the Neotropical fish
Prochilodus argenteus (Characiformes, Prochilodontidae)” yang mana pada
penelitian ini mereka mengemukakan bahwa Pengembangan sistem
pencernaan dalam larva ikan Neotropical P. argenteus dianalisis secara
histologis. Pada hari ke-3 setelah menetas, sistem pencernaan terdiri dari
rongga orofaring, kerongkongan dan tabung sederhana yang tidak
berdiferensiasi. Karena sel yang mensekresi, positif Alcian Blue (AB),
ditemukan di kerongkongan, aktivitas pencernaan pada fase awal telah terjadi.
Pada tanggal 18 dan 28 beberapa hari setelah menetas, esofagus positif untuk
pewarnaan AB dan Periodic Acid Schiff (PAS). Perut sepenuhnya dibedakan,
dengan daerah jantung, fundus dan pilorus. Daerah yang berbeda dari epitel
ditandai oleh sel-sel mensekresi dasar dan asam (AB dan PAS positif). Pada
18 dan 28 hari setelah menetas, usus panjang, melingkar dan dibagi menjadi
segmen proksimal, menengah dan distal dengan pilorus pilorus. Sel-sel yang
mensekresi di berbagai daerah usus positif atau negatif untuk AB dan PAS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva P. argenteus menunjukkan
aktivitas pencernaan pada hari ketiga setelah menetas, dengan perut dan usus
berdiferensiasi penuh pada tanggal 18 dan 28 hari dan wilayah mereka yang
berbeda menampilkan pensekretasian sel.
9. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marcella L. dos Santos, Fábio P.
Arantes, Tiago C. Pessali & José E. dos Santos dengan judul “Morphological,
histological and histochemical analysis of the digestive tract of
Trachelyopterus striatulus (Siluriformes: Auchenipteridae)”, yang mana pada
penelitian ini mereka menemukan bahwa Saluran pencernaan
Trachelyopterus striatulus dipelajari menggunakan teknik morfologis,
histologis, dan histokimia. Barbel, bibir dan lidah telah bertingkat epitel
skuamosa dengan sel-sel lendir, klaviform, dan pengecap. Trachelyopterus
striatulus memiliki plak gigi dengan gigi villiform. Rongga buco faring
dibentuk oleh alat insang dan gigi faring dengan dentikel vilifform.
Kerongkongan memiliki epitel skuamosa bertingkat dengan sel-sel lendir dan
perasa. Perut termasuk daerah jantung, fundus, dan pilorus dan epitel
prismatik sederhana dengan sel prismatik yang bereaksi positif terhadap
Schiff asam periodik (PAS) dan amilase + PAS. Hanya daerah jantung dan
pilorus yang merespon positif terhadap pH biru alcian 2.5 (Ab pH 2.5) dan
alcian blue pH 0.5 (Ab pH 0.5). Daerah jantung dan fundus memperlihatkan
kelenjar lambung tubulus. Ususnya panjang 118,90 ± 22,49 mm dengan
koefisien intestinal (CO) 0,83 ± 0,13. Epitel adalah prismatik sederhana
dengan kuas sel tepi dan piala, dan lebih banyak sel piala ditemukan di daerah
ekor usus. Sel-sel mukosa dan sel piala bereaksi positif terhadap PAS,
amilase + PAS, Ab pH 2,5, dan Ab pH 0,5. Kami menganalisis apakah fungsi
mukosa dan karakteristik morfologis saluran pencernaan T. striatulus sesuai.
dengan kebiasaan makan omnivora.

Gambar: Struktur saluran pencernaan T. striatulus. (1) Lantai rongga mulut (Co),
rongga bucopharyngeal (Cb), menunjukkan: gigi plak (tanda bintang), lidah (T),
aparatus gigi faring (panah), lengkung cabang (I ke V), (bar = 1 cm). (2) Atap
rongga mulut (Co), bucopharyngeal (Cb) menunjukkan: barbels (B), plak gigi
(asterisk), lengkung cabang (I ke IV), peralatan gigi faring (panah), (bar = 1 cm).
Bilah putih menunjukkan batas antara rongga mulut dan bucopharyngeal. (3)
Ventral melihat struktur saluran pencernaan, menunjukkan: esofagus (O), jantung
(C), fundik (F), daerah pilor (P), usus kranial (Icr), midintestine (Im), usus
kaudal(ICD), (bar = 1 cm).
10. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinlapachai Senarat, Jes Kettratad,
Wannee Jiraungoorskul and Niwat Kangwanrangsan dengan judul “Structural
classifications in the digestive tract of short mackerel, Rastrelliger
brachysoma (Bleeker, 1851) from Upper Gulf of Thailand”, yang mana pada
penelitian ini mereka meneliti upaya yang dilakukan pertama sekali untuk
mengklasifikasi anatomi kasar dengan struktur histologis saluran pencernaan
pada Rastrelliger brastysoma. Berdasarkan analisis anatomi kasar yang telah
dilakukan, saluran pencernaan (65,68 ± 7,06 cm, n = 25) secara jelas terdiri
dari empat bagian; masing-masing terdiri dari esofagus, lambung, caeca
pilorus dan usus. Sedangkan berdasarkan analisis histologis saluran
pencernaan, terdiri dari empat lapisan: lapisan mukosa, submukosa,
muskularis dan serosa. Lapisan epitel esofagus anterior merupakan lapisan
epitel skuamosa yang sederhana sedangkan esofagus posterior, lambung dan
usus adalah lapisan epitel kolumnar sederhana. Permukaan epitel ini diwarnai
secara positif dengan Periodic Acid Schiff (PAS) dan alcian blue (AB).
Esofagus posterior secara eksklusif menunjukkan lipatan memanjang yang
tinggi dengan banyak kelenjar lambung pada lapisan mukosa, yang mirip
dengan struktur lambung (cariac dan pylorus). Sejumlah caeca pilorus sekitar
220-225 buah, terdeteksi antara daerah lambung dan usus. Akhirnya,
koefisien intestinal (IC) adalah 3,69 ± 0,47 cm. Usus anterior menyajikan
berbagai lipatan longitudinal atau berbagai sel piala. Lipatan longitudinal
pendek dari posterior usus berada pada jumlah sel piala yang lebih tinggi
daripada bagian sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Åshild Krogdahl., Anne Sundby & Halvor Holm. 2015. Characteristics of


digestive processes in Atlantic salmon (Salmo salar). Enzyme pH
optima, chyme pH, and enzyme activities. Journal Aquaculture

Alcione Eneida Santos., Marcelo Mattos Pedreira., Thais Garcia Santos.,


Guilherme de Souza Moura., José Claudio Epaminondas dos Santos
and Robson Campos Silva. 2016. Development of the digestive
system in larvae of the Neotropical fish Prochilodus argenteus
(Characiformes, Prochilodontidae). Joournal Acta Scientiarum.
Animal Sciences Maringá, v. 38, n. 1, p. 9-16

Bhaskara Canan, Wallace Silva do Nascimento, Naisandra Bezerra da Silva, and


Sathyabama Chellappa. 2012. Morphohistology of the Digestive Tract
of the Damsel Fish Stegastes fuscus (Osteichthyes: Pomacentridae).
The Scientific World Journal

Huan Wang., Shengzhou Zhang., Naizhen Zhou., Chaolin Wang & Xiaobing Wu.
2014, Distribution of endocrine cells in the digestive tract of Alligator
sinensis during the active and hibernating period. Journal Tissue and
Cell

Marcela dos S. Magalhães., Armando J. Barsante Santos., Naisandra B. da Silva


& Carlos E. B. de Moura. 2012. Anatomy of the digestive tube of sea
turtles (Reptilia: Testudines). Journal ZOOLOGIA 29 (1)

Marcella L. dos Santos., Fábio P. Arantes., Tiago C. Pessali & José E. dos Santos.
2015. Morphological, histological and histochemical analysis of the
digestive tract of Trachelyopterus striatulus (Siluriformes:
Auchenipteridae). Journal ZOOLOGIA 32 (4)

Niel A. Campbell. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3, Jakarta: Erlangga

Teresa Ostaszewska., Katarzyna Krajnik., Dobrochna Adamek-Urbanska., Robert


Kasprzak., Malgorzata Rzepkowska., Miroslaw Luczynski., Anna T.
Karczewska & Konrad Dabrowski. 2018, Effect of feeding strategy on
digestive tract morphology and physiology of lake whitefish
(Coregonus lavaretus), Journal Elsevier Aquaculture 497

Sabuj Kanti Nath., Sujan Das., Otan Kar., Khurshida Afrin., Amith Kumar
Dash dan Sharmin Akter. 2016. Topographical and biometrical
anatomy of the digestive tract of White New Zealand Rabbit
(Oryctolagus cuniculus), Journal of Advanced Veterinary and Animal
Research Vol 3 (2).

Sinlapachai Senarat., Jes Kettratad., Wannee Jiraungoorskul and Niwat


Kangwanrangsan. 2015. Structural classifications in the digestive tract
of short mackerel, Rastrelliger brachysoma (Bleeker, 1851) from
Upper Gulf of Thailand. Journal Songklanakarin J. Sci. Technol. 37
(5)

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Malang : IKIP Malang.

Suntoro, Susilo H., & Djalal Tanjung Harminani. 1993. Anatomi dan Fisiologi
Hewan. Universitas Terbuka, Jakarta: Depdikbud.

Yu-Hui Wang., Jia Ji., Hong Weng., Bi-Cheng Wang & Fu-Bing Wang. 2018.
MiR-139 in digestive system tumor diagnosis and detection:
Bioinformatics and meta-analysis, Journal Clinica Chimica Acta

Anda mungkin juga menyukai