Anda di halaman 1dari 6

Alih fungsi perbukitan

dan lereng gunung


menjadi lahan pertanian

Disusun oleh:
Kelompok 10
Moch. Wildan indrawan (29)
Nur nihayati (35)
Putri binazir amalia (37)
Tahun ajaran 2014 2015
Fakta

Lereng Gunung Batur Jadi Lahan Pertanian

Bangli (Bali Post) - Maraknya alih fungsi lahan tidak hanya terjadi pada lahan

sawah. Di kawasan Kintamani, alih fungsi lahan juga terjadi pada kawasan hutan.

Bahkan, lereng Gunung Batur yang seharusnya dikonservasi justru berubah fungsi

menjadi lahan petanian hortikultura. Meski sudah berlangsung sejak lama, namun

pemerintah Bangli terkesan tutup mata tanpa memberikan penanganan yang jelas.

Berdasarkan pantauan Bali Post, alih fungsi lahan terjadi di sepanjang jalur

pendakian ke Gunung Batur. Lahan hutan banyak disulap warga sekitar menjadi

lahan pertanain tomat, cabai dan tanaman hortikultura lainnya. Sementara untuk

menyiramnya, warga setempat memanfaatkan air Danau Batur yang diangkat

dengan menggunakan pipa.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Bali, Ketut Catur Marbawa, Minggu

(29/9) kemarin, tidak menampik hal tersebut. Menurut Catur, kondisi alih fungsi

lahan seperti itu sejatinya sudah terjadi sangat lama, sebelum kawasan taman

wisata alam Gunung Batur Bukit Payang itu dikelola oleh KSDA. Pihak KSDA

baru mulai mengelola kawasan itu sejak 2010.

Menyikapi maraknya alih fungsi lahan yang terjadi, pihaknya telah berusaha

mencarikan solusi bersama Dinas Kehutanan. Sebab, permasalahan alih fungsi

hutan di kawasan itu tidak hanya terjadi di kawasan hutan konservasi yang

dikelola oleh KSDA, tetapi juga hutan produksi yang dikelola oleh Dinas
Kehutanan Kabupaten Bangli. Bahkan, tambah Catur, pihaknya juga telah

memberikan imbauan kepada Pemkab Bangli, maupun pemangku kepentingan

lainnya agar tidak menjadikan kawasan itu sebagai objek politik dengan

memberikan sejumlah fasilitas-fasilitas pertanian. Sebab, keberadaan petani yang

membuka kawasan perkebunan tersebut termasuk illegal

( Dikutip dari Bali post )

ALIHFUNGSI LAHAN HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN JAGUNG

DI DESA MELAYA KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA

Penelitian ini dilakukan di Desa Melaya Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana.

Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui proses perubahan lahan hutan

menjadi lahan pertanian jagung di Desa Melaya Kecamatan Melaya dan Untuk

mengetahui usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi dampak negatif yang

ditimbulkan akibat hutan yang dijadikan lahan pertanian jagung di Desa Melaya

Kecamatan Melaya. Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Populasi

penelitian adalah petani jagung sebanyak 76 KK yang seluruhnya dijadikan

sebagai subjek dan objek penelitian ini adalah lahan hutan yang dialihfungsikan

menjadi lahan pertanian jagung. Pengumpulan data menggunakan metode

observasi, metode wawancara, kuesioner, dan pencatatan dokumen yang

selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil

penelitian menunjukkan. Proses alihfungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian

jagung dilakukan secara bertahap yang memerlukan waktu lebih dari 10 tahun,

pada awalnya tidak ada persetujuan dari Dinas Kehutanan tetapi setelah
mengalami proses yang cukup panjang Dinas Kehutanan memberikan persetujuan,

dan Usaha-usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi dampak negatif akibat

alihfungsi lahan hutan, usaha konservasi mencapai 50%, menjaga kesuburan tanah

mecapai 64,48%, penggunaan mulsa mencapai 51,30%, tanaman penutup mecapai

81,60%, penggunaan serasah mencapai 42,10%, cara penggunaan serasah

mencapai 34,22%, dan membuat sangkedan mencapai 34,60%. dengan kriteria

penskoran 51-75% (Tinggi), 26-50% (Sedang), dan 1-25% (Rendah)

(Dikutip dari : http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPG/article/view/4233)

Dampak Positif

Dampak positif akibat alihfungsi lahan hutan yaitu memperluas lahan garapan

petani dan meningkatkan keadaan sosial ekonomi petani.

(Dikutip dari : http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPG/article/view/4233)

Dampak Negatif

1. Hilangnya spesies

Spesies makhluk hidup yang ada di dalam hutan menjadi hilang atau bahkan

punah karena hutan sebagai habitatnya mengalami kerusakan. Sebagian hewan

bermigrasi ke wilayah lain yang kondisi hutannya lebih baik atau terpaksa

masuk ke pemukiman penduduk, merusak kebun atau mengganggu aktifitas

manusia.
2. Terjadinya erosi

Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di

kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata

guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan,

perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak

tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk

menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih

besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang

pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat

mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang lebih

lemah. Bagaimanapun, praktik tata guna lahan yang maju dapat membatasi

erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktik konservasi ladang

dan penanaman pohon.

Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas,

yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan).

Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan

air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan

tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan

banjir di sungai.

3. Banjir
Banjir akan semakin sering terjadi karena berkurangnya infiltrasi dan

meningkatnya limpasan permukaan.

4. Hutan semakin gundul dan erosi terus terjadi

akibatnya sumber air tanah semakin berkurang karena infiltrasi air tidak terjadi

lagi. Selanjutnya, air limpasan semakin banyak dagn mengakibatkan bahaya

banjir di bagian hilir.

5. Perubahan kondisi iklim

Tumbuhan berfungsi untuk meningkatkan penguapan melalui dedaunan

(transpirasi) dan menyerap panas. Jika tumbuhan itu banyak ditebang maka

suhu udara akan berkurang dan penguapan semakin berkurang.

6. Kerugian ekonomi

Kehilangan berbagai jenis spesies makhluk hidup karena rusaknya lahan

menimbulkan kerugian yang tak ternilai harganya.

7. Hilangnya nilai estetika

Nilai estetika dari keanekaragam tumbuhan dan hewan yang hidup pada suatu

lahan menjadi hilang.

(dikutip dari agustinus yohanes)

Anda mungkin juga menyukai