Tuli kongenital merupakan salah satu masalah pada anak yang akan berdampak pada
perkembangan bicara, sosial, kognitif dan akademik. Masalah makin bertambah bila tidak
Di negara maju, angka tuli kongenital berkisar antara 0,1 - 0,3 % kelahiran hidup,
sedangkan di Indonesia berdasarkan survei yang dilakukan oleh Dep. Kes di 7 Provinsi
Tuli kongenital di Indonesia diperkirakan sebanyak 214.100 orang bila jumlah penduduk
sebesar 214.100.000 juta (Profil Kesehatan 2005). Jumlah ini akan bertambah setiap tahun
dengan adanya pertambahan penduduk akibat tingginya angka kelahiran sebesar 0,22%.
Hal ini tentu saja berdampak pada penyediaan sarana pendidikan dan lapangan pekerjaan
di masa mendatang.
WHO memperkirakan setiap tahun terdapat 38.000 anak tuli lahir di Asia Tenggara.
Pertemuan WHO di Colombo pada tahun 2000 menetapkan tuli kongenital sebagai salah
satu penyebab ketulian yang harus diturunkan prevalensinya. Ini tentu saja memerlukan
kerjasama dengan disiplin ilmu lain dan masyarakat selain tenaga kesehatan .
Apakah yang dimaksud dengan tuli kongenital? Tuli kongenital merupakan ketulian yang
Ketulian ini dapat berupa tuli sebagian (hearing impaired) atau tuli total (deaf). Tuli
tuli total adalah keadaan fungsi pendengaran yang sedemikian terganggunya sehingga
Tuli kongenital dibagi menjadi genetik herediter (ada faktor keturunan) dan non genetik.
keluarga / sedarah.
Kehamilan trimester I merupakan periode penting karena infeksi bakteri maupun virus
Beberapa jenis obat ototoksik dan teratogenik seperti salisilat, kina, gentamisin,
pembentukan organ dan sel rambut pada rumah siput (koklea). Gangguan struktur
anatomi telinga juga dapat menyebabkan terjadinya ketulian antara lain aplasia koklea
Penyebab ketulian pada saat lahir antara lain : lahir prematur, berat badan lahir rendah
(< 1500 gram), tindakan dengan alat pada proses kelahiran (ekstraksi vakum, forcep),
hiperbilirubinemia (bayi kuning), asfiksia (lahir tidak langsung menangis), dan hipoksia
usia 0-28 hari bila ditemukan beberapa faktor berikut ini harus dicurigai, karena
Meningitis bakterialis
Asfiksia berat
Menggunakan alat bantu pernapasan/ ventilasi mekanik lebih dari 5 hari (ICU)
Ketulian yang terjadi biasanya merupakan tuli saraf ( sensorineural) derajat berat sampai
Gejala awal sulit diketahui karena ketulian tidak terlihat. Biasanya orang tua baru
menyadari adanya gangguan pendengaran pada anak bila tidak ada respons terhadap
suara keras atau belum / terlambat berbicara. Oleh karena itu informasi dari orang tua
sangat bermanfaat untuk mengetahui respons anak terhadap suara dl lingkungan rumah,
Usia 0-4 bulan : kemampuan respons auditorik masih terbatas dan bersifat refleks
Dapat ditanya apakah bayi kaget mendengar suara keras atau terbangun ketika sedang
walaupun belum konsisten. Pada usia 7 bulan otot leher cukup kuat sehingga kepala dapat
Usia 7-9 bulan dapat mengidentifikasi dengan tepat asal sumber bunyi dan bayi dapat
Usia 9-13 bulan bayi sudah mempunyai keinginan yang besar untuk mencari sumber bunyi
dari sebelah atas, dan pada usia 13 bulan mampu melokalisir bunyi dari segala arah
dengan cepat.
Pada usia 2 tahun pemeriksa harus lebih teliti karena anak tidak akan memberi reaksi
setelah beberapa kali mendapat stimulus yang sama. Hal ini disebabkan karena anak
Perkembangan bicara erat kaitannya dengan tahap perkembangan mendengar pada bayi,
Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran maka diagnosis dini perlu dilakukan.
Cara mudah untuk melakukan pemeriksaan pendengaran apabila tidak ada sarana yaitu
Suara menggesek dengan sendok pada tepi cangkir (frekwensi 4000 Hz)
Saat ini OAE (Otoacoustic emission) dan AABR (Automated Audiometry Brainstem
Response) merupakan tehnik pemeriksaan baku emas (gold standard) dengan prinsip
Hal yang penting untuk diperhatikan sebelum melakukan pemeriksaan ini adalah liang
telinga harus bersih dan tidak ada kelainan pada telinga tengah. Yang menjadi kendala
adalah bahwa sarana ini tidak dimiliki oleh semua Rumah Sakit Provinsi.
Pemeriksaan lain yang tak kalah penting adalah BOA (Behavioral observation audiometry),
yaitu dengan melihat perilaku anak terhadap stimulus suara yang diberikan. Faktor yang
mempengaruhi pemeriksaan ini antara lain usia, kondisi mental, kemauan melakukan tes,
rasa takut, kondisi neurologik yang berhubungan dengan perkembangan motorik dan
persepsi.
Diharapkan pada usia 3 bulan pemeriksaaan sudah selesai dilakukan dan intervensi dapat
dimulai pada usia 6 bulan. Pemberian Alat Bantu Dengar membantu anak dalam proses
habilitasi suara dan belajar berbicara. Selanjutnya pada usia 1,5-2 tahun mulai dilatih di
sarana pendidikan (Taman Latihan Khusus). Sebagai pilihan lain di Jakarta sejak tahun
ANALISIS SITUASI
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi tuli kongenital di Indonesia diperkirakan 0,1 % dan akan bertambah setiap
tahunnya dengan 4710 orang, jika melihat angka kelahiran sebesar 2,2 % pada penduduk
yang berjumlah 214.100.000 orang. Angka ini akan terus bertambah mengingat faktor
risiko yang mengakibatkan tuli kongenital pada masa kehamilan dan kelahiran masih
tinggi.
Mengingat tuli kongenital mempunyai dampak yang cukup luas maka sejak awal
sebaiknya sudah ada sosialisasi/ penyuluhan kepada masyarakat dan petugas kesehatan
Untuk melakukan diagnosis dini maupun habilitasi diperlukan sarana pemeriksaan, SDM
DEMOGRAFI
Gambaran populasi berdasarkan kelompok umur penderita, status sosial dan pendidikan
orang tua. Agar dapat secara efektif mengatasi tuli kongenital, ada beberapa pertanyaan
Untuk menurunkan prevalensi tuli kongenital, perlu diketahui sarana dan SDM yang
tersedia.
INFRASTRUKTUR
1. Sumber Daya :
Jumlah dokter umum, ahli madya audiologi yang membantu melakukan pemeriksaan
Jumlah ahli madya terapi wicara
TARGET
INDIKATOR
ALTERNATIF PENANGGULANGAN
Program akan berhasil apabila tersosialisasi dengan baik, sehingga setiap orang yang
Melakukan penyuluhan kepada kader, tokoh masyarakat serta masyarakat itu sendiri
penatalaksanaan.
saling bekerja sama dalam menanggulangi masalah yang dihadapi penderita kurang
mampu.
Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan kader untuk deteksi dini dan
rujukan
DAFTAR PUSTAKA
and Wilkins
and Wilkins
11. Expert panel. Genetics Evaluation Guidelines for Etiologic Diagnosis of Congenital
12. Sirlan F,Suwento R (eds). Hasil survei kesehatan Indera Penglihatan dan