NPM : 1806203010008
Kelas : A
1. Pendahuluan
Dampak penebangan liar dan konversi hutan, yang dilakukan oleh manusia dapat
menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati dunia yang sangat besar. Penebangan yang
tidak dikelola dan efek samping yang ditimbulkan seperti Perburuan, pembangunan jalan
dapat menyebabkan degradasi habitat alami dan dapat merusak banyak spesies (Gibson et al.,
2011). Terutama mamalia besar seperti harimau (Panthera tigris sumatrae), badak
(Dicerorhinus sumatrensis) dan gajah (Elephas maximus) beresiko besar karena kepadatan
populasi yang rendah (Kinnaird et al., 2003; Leimgruber et al., 2003; Leimgruber et al., 2003)
al., 2003; Raffaelli, 2004; Wibisono et al., 2011). Mamalia besar lainnya yang mengalami
penurunan jumlah yang besar karena kehilangan dan degradasi habitat termasuk kerabat
terdekat manusia, yaitu kera besar. Dari jumlah tersebut, orangutan Sumatra (Pongo abelli)
merupakan salah satu spesies kera besar pertama yang punah di zaman modern.
Penurunan terjadi pada sejumlah kera besar yang secara bersamaan dapat
menyebabkan hilangnya keragaman genetik (Bergl et al., 2008; Goossens et al., 2006).
Semua spesies kera besar dianggap terancam punah atau hampir punah. Hampir setiap daerah
di mana terdapat kera besar telah dieksploitasi dan dilakukan penebangan yang berkelanjutan.
Oleh karena itu sangat penting bagi konservasi spesies dan ekosistem untuk memahami
bagaimana spesies kunci, seperti kera besar, bereaksi dan berpotensi beradaptasi dengan
habitat dengan berbagai tingkat gangguan yang diakibatkan oleh manusia.
Untuk meningkatkan pemahaman tentang efek penebangan terhadap orangutan, maka
penelitian ini bertujuan untuk memberikan data tentang pengaruh penebangan terhadap
respon perilaku orangutan yaitu dengan membandingkan area yang ditebang dan hutan
primer di daerah Ketambe di Aceh (Sumatra, Indonesia).
2. Metode
2.1. Wilayah studi
Penelitian ini dilakukan di daerah penelitian Ketambe (3 410N, 97 390E) di Taman
Nasional Gunung Leuser, Ekosistem Leuser (Aceh, Sumatra, Indonesia). Sebagian besar
wilayah penelitian ditutupi oleh hutan hujan murni pada ketinggian 350-1000 m dpl. Namun
demikian, hampir satu per lima (83,1 ha) area penelitian (450 ha) telah menjadi sasaran
penebangan selektif dari November 1999 hingga Agustus 2002. Penebangan selektif
menargetkan spesies pohon komersial (mis. Dipterocarpaceae), yang ditebang dan diproses
secara kasar menggunakan gergaji mesin dan diangkut keluar dari hutan dengan kerbau.
2.2. Habitat
Untuk mengukur dampak penebangan terhadap struktur hutan, peneliti
mengidentifikasi spesies tanaman dan mengkuantifikasi tinggi (m) tanaman tersebut,
ukurannya (yaitu: diameter setinggi dada (DBH) pada 1,40 m di atas tanah dalam cm) dan
tutupan kanopi di 10 plot hutan yang dipilih secara acak (25 25 m) yang ditebang antara
November 1999 dan Agustus 2002. Untuk menilai dampak penebangan terhadap orangutan,
kami mengembangkan suatu ukuran, Nilai Diet Absolut, mengingat diet adalah dasar dari
kelangsungan hidup suatu spesies. Ukuran ini menghubungkan pilihan makanan orangutan
dengan jumlah spesies tanaman pangan yang ada di area tertentu, dan ukuran potensi masing-
masing tanaman.
4. Diskusi
4.1. Perbedaan struktur hutan antara hutan primer dan hutan bekas tebangan
Perbedaan utama yang diamati dalam struktur hutan dari studi ini, yaitu penurunan
jumlah spesies tanaman besar, konsisten dengan penelitian. Perbedaan celah kanopi, tidak
lagi terlihat antara hutan yang ditebang dan yang tidak ditebang, kemungkinan besar
disebabkan oleh pertambahan/pertumbuhan tanaman di hutan yang ditebang sejak
penebangan. Hutan bekas tebangan mengandung ADV yang jauh lebih rendah untuk serat
dan liana, sebagian besar karena kurangnya serat besar dan liana besar, sehingga orangutan
memiliki ketersediaan yang lebih rendah dari sumber makanan penting ini. Berkurangnya
kehadiran pohon besar dan liana besar di hutan bekas tebangan merupakan efek tidak
langsung dari penebangan, karena hanya spesies kayu yang bernilai komersial (terutama
Dipterocarppaae; lihat informasi tambahan) yang dipanen, yang tidak dianggap penting
tanaman makanan orangutan. Dampak penebangan terhadap sumber makanan orangutan di
Ketambe sebagian besar disebabkan oleh kerusakan sekunder.
4.2. Respon perilaku orangutan terhadap penebangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu makan orangutan di hutan bekas tebangan
tetap sama dengan di hutan primer, tetapi waktu yang dihabiskan untuk bergerak meningkat
dan waktu yang dihabiskan untuk beristirahat tampaknya berkurang. Peningkatan waktu
bergerak tampaknya menunjukkan bahwa sumber makanan orangutan cenderung lebih
tersebar di area yang ditebang. Karena waktu yang dihabiskan untuk makan tetap sama,
tetapi, bersama dengan waktu bergerak, berkorelasi negatif dengan waktu istirahat di area
yang ditebang, waktu istirahat akibatnya menurun. Pengurangan waktu istirahat juga bisa
menjadi efek dari orangutan menghabiskan lebih banyak waktu di ketinggian yang lebih
rendah di hutan dan karenanya lebih terpapar oleh predator. Untuk sementara, tidak adanya
pohon besar, serat, dan liana juga dapat menawarkan lebih sedikit tempat istirahat yang
cocok. Secara keseluruhan, peningkatan waktu bergerak dan pengurangan waktu istirahat
berpotensi memaksa orangutan menghabiskan lebih banyak energi untuk kegiatan sehari-hari
ketika berada di area yang ditebang.
Penelitian ini menunjukkan bahwa di Ketambe, komposisi makanan orangutan yang
diukur melalui waktu yang dihabiskan untuk memberi makan berbagai jenis makanan (buah,
daun, kulit kayu dan serangga) tidak berbeda secara signifikan antara hutan bekas tebangan
dan hutan primer. Orangutan juga ditemukan pada ketinggian lebih rendah di hutan bekas
tebangan dibandingkan di hutan primer; ini kemungkinan besar dijelaskan oleh penurunan
ketinggian pohon di hutan yang ditebang. Selain itu, satu-satunya perbedaan signifikan yang
ditemukan dalam tipe penggerak adalah jalan kaki empat kali lipat, dengan lebih sedikit jalan
kaki di hutan bekas tebangan.
Dampak penebangan mempengaruhi dinamika populasi dengan mengurangi atau
menggeser kepadatan kera besar di dalam area yang ditargetkan oleh penebangan. Penelitian
ini menunjukkan bahwa penebangan juga berdampak pada aktivitas sehari-hari orangutan
Sumatra yang tetap berada di hutan yang ditebang. Penebangan menurunkan cadangan dan
sumber makanan bagi orangutan yang berasal dari liana dan secara simultan menyebabkan
orangutan berperilaku lebih hemat energi, dengan lebih sedikit istirahat dan lebih banyak
bergerak.
4.3. Pedoman untuk penebangan berdampak rendah
Panduan untuk penebangan berdampak rendah tersedia untuk Sumatra dan
Kalimantan, dengan beberapa tujuan yang khusus ditujukan untuk mengurangi dampak pada
orangutan (Ancrenaz et al., 2010; OCSP, 2010 ). Peneliti menyarankan tiga rekomendasi
tambahan untuk secara spesifik mengurangi dampak penebangan terhadap sumber makanan
orangutan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber makanan orangutan dipengaruhi
secara signifikan melalui kerusakan.
5. Kontribusi
Penelitian ini sangat berkontribusi untuk menambah pengetahuan tentang bahaya
yang ditimbulkan akibat penebangan secara berlebihan yang dilakukan oleh manusia, karena
dampak penebangan tersebut dapat mempengaruhi dinamika populasi dengan mengurangi
atau menggeser kepadatan kera besar di dalam area atau kawasan yang ditebangi. Penelitian
ini menunjukkan bahwa penebangan juga berdampak pada aktivitas sehari-hari orangutan
Sumatra yang tetap berada di hutan yang ditebang. Penebangan menurunkan cadangan dan
sumber makanan bagi orangutan yang berasal dari liana dan secara simultan menyebabkan
orangutan berperilaku lebih hemat energi, dengan lebih sedikit istirahat dan lebih banyak
bergerak, maka dari itu dengan adanya penelitian ini diharapkan kita semua dapat menjaga
hutan dengan sebaik-baiknya dan jangan pernah menebang hutan secara sembarangan, karena
nantinya akan mempengaruhi makhluk hidup yang tinggal di kawasan tersebut.
6. Analisis Jurnal