Anda di halaman 1dari 14

METAMORFOSIS PADA KATAK

Oleh : Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten : Adi Supriyadi : B1J010097 : VI :2 : Arfian Hananta Ferghany

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2011

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Semua anggota kelas Amphibi mengalami metamorfosis. Metamorfosis pada semua anggota amphibi tidak sama prosesnya. Ada yang mengalami fase larva dan ada yang tidak mengalami fase larva. Metamorfosis pada ordo Anura merupakan perkembangan yang merubah secara keseluruhan bentuk, fisiologis maupun biokimiawi individu. Katak termasuk kelas amphibi yang belum mempunyai pusat pengatur suhu tubuh. Suhu tubuh dipengaruhi oleh keadaan sekelilingnya (poikilotermis). Katak bersifat ovipar dengan pembuahan yang terjadi di luar tubuh. Katak mengalami metamorfosis dan hidup di air saat berbentuk larva (kecebong) dengan insang sebagai alat pernafasannya. Katak dewasa bernafas dengan menggunakan paru-paru dan kulit. Metamorfosis merupakan perkembangan dari bentuk larva ke bentuk dewasanya. Beberapa hewan yang sediaan makanannya di dalam telur tidak mencukupi untuk mengalami perkembangan, hewan tersebut harus melewati stadium untuk makan dan untuk menghimpun energi untuk menyelesaikan perkembangannya. Stadium larva berbeda dengan bentuk dewasanya, atau masih belum lengkap sehingga harus melengkapinya kemudian.

B. Tujuan Tujuan dari praktikum ini yaitu dapat mengenali struktur tubuh larva/ berudu (hewan akuatik) dan perubahan-perubahan yang terjadi selama metamorfosis larva Amphibi, untuk menjadi katak dewasa (hewan teresterial).

II. TINJAUAN PUSTAKA Katak dalam daur hidupnya mengalami metamorfosis atau perubahan bentuk. Saat muda berupa kecebong yang hidup di air dan setelah dewasa hidup di darat. Mula-mula kecebong bernafas dengan insang luar yang terdapat di bagian belakang

kepala. Insang luar ini berupa lembaran-lembaran kulit halus yang banyak mengandung pembuluh kapiler darah, semuanya berjumlah tiga pasang. Insang tersebut selalu bergetar yang mengakibatkan air di sekitar insang selalu berganti. Oksigen yang terlarut dalam air berdifusi di dalam pembuluh kapiler darah yang terdapat di dalam insang. Karena air di sekitar insang selalu berganti maka kebutuhan akan oksigen, selalu terpenuhi. Setelah beberapa waktu insang luar ini akan berubah menjadi insang dalam dengan cara terbentuknya lipatan kulit dari arah depan ke belakang sehingga menutupi insang luar. Selanjutnya lipatan kulit tersebut berfungsi sebagai tutup insang seperti pada ikan (Goto, 2006). Struktur tubuh kecebong atau larva (hewan akuatik) memiliki insang, ekor pipih yang panjang, mata tanpa kelopak, bersifat herbivora, memiliki gigi ampelas menanduk, usus yang relatif panjang, dan belum mempunyai membra nictitans. Kecebong akan tumbuh sampai ia bermetamorfosis. Metamorfosis dimulai dari perkembangan kaki belakang, kemudian kaki depan. Paru-paru berkembang dan kecebong mulai berenang di permukaan air untuk bernapas. Usus memendek untuk memenuhi diet karnivora. Pada kodok, ekor terserap oleh tubuh, sebagai fase akhir dari metamorfosis (Snell, 1983). Kecebong mempunyai usus panjang yang melingkar, tetapi Amphibia dewasa mempunyai saluran pencernaan yang relatif pendek dan sederhana, panjangnya antara setengah sampai tiga setengah kali panjang tubuhnya. Anura mempunyai paruparu pendek tapi besar. Bagian dalam paru-paru merupakan kantung terbuka tetapi dindingnya sudah terbagi dalam orde pertama, kedua dan ketiga. Menyediakan permukaan respirasi total sekitar 1 cm2 /gr berat badan (15-20 cm2 untuk katak yang besarnya sedang). Trakhea yang sangat pendek terbagi menjadi dua bronkus yang pendek, satu menuju ke arah ujungdari setiap paru-paru. Epithelium dari saluran itu

bersilia sehingga dapat menjaga supaya sistem pernafasan tetap bersih. Anura memompakan udara ke dalam paru-paru dari rongga bukho fonngedi. Nares interna mulai berfungsi untuk pertama kalinya dalam sejarah vertebrata. Urodela pada umumnya mempunyai banyak pasangan jantung limfa yang kecil-kecil, tersusun segmental (dengan otot intrisiknya sendiri) dan sepasang yang dekat dengan setiap pangkal kakinya. Anura mempunyai lebih sedikit jantung limfa yang kecil-kecil, tetapi tetap mempunyai dua pasang yang besar (Djuhanda, 1984).

III. MATERI DAN METODE

A. Materi Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah baskom untuk medium inkubasi, saringan, millimeter block, loop (kaca pembesar), dan kertas label.

Bahan-bahan yang digunakan adalah berudu katak stadium tunas ekor, medium air sumur, dan daun bayam muda.

B. Metode 1. Berudu tunas ekor disediakan 2. Dipilih berudu yang berukuran sama dan pada stadium yang sama 3. Berudu dipelihara pada baskom plastik yang sudah diisi air 4. Berudu diamati hingga ekornya dapat digunakan untuk berenang 5. Medium dibersihkan setiap dua hari sekali setelah pemberian pakan

dengan cara disipon. 6. Setiap empat hari sekali, diukur panjang tubuh, panjang ekor dan

lebar kepala berudu. 7. Diamati dan dicatat awal pertunasan membra depan 8. Diamati dan dicatat awal pertunasan membra belakang 9. Dibuat data hasil pengamatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Pengukuran hari ke-1

Pengukuran hari ke-7

Pengukuran hari ke-7

Pengukuran hari ke-15

TABEL 1. PENGAMATAN BERUDU BERUDU KE1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 PT 17 15 17 14 15 19 15 18 16 12 1 PE 12 9 10 9 8 12 9 10 10 7 PENGUKURAN PADA HARI KE7 LR PT PE LT PT 4 19 11 5 22 5 20 13 4 30 7 25 7 5 19 6 13 8 4 18 7 21 13 4 17 7 24 15 6 23 6 20 17 5 8 19 13 4 6 22 14 5 5 22 17 5 15 PE 15 19 15 12 12 14 MATI

LT 4 7 5 4 3 4

Keterangan: PT PE LK : Panjang Total : Panjang Ekor : Lebar Kepala

Tabel 2. Perkembangan Metamorfosis PARAMETER YANG DIAMATI Bergerak Dengan sirip Lokomosi dengan sirip ekor ekor Perut Transparan, transparan, Usus dan usus Perut melingkar panjang Pertunasan panjang Belum Belum melingkar usus belakang bagian Ada kaki 1 PENGAMATAN HARI KE7 15

Membra terbentuk Depan Pertunasan Belum Membra terbentuk Belakang terbentuk tumbuh Belum Sudah mulai terbentuk

B. Pembahasan

Metamorfosis adalah suatu proses biologi dimana hewan secara fisik mengalami perkembangan biologis setelah dilahirkan atau menetas. Proses ini melibatkan perubahan bentuk atau struktur melalui pertumbuhan sel dan diferensiasi sel. Beberapa serangga, amfibi, mollusca, crustacea, echinodermata, dan tunicata mengalami proses metamorfosis, yang biasanya (tapi tidak selalu) disertai perubahan habitat atau kelakuan (Anonimous, 2007). Siklus awal metamorfosis dimulai dari katak betina dewasa yang bertelur, kemudian telur tersebut akan menetas setelah 10 hari. Telur katak tersebut menetas menjadi berudu. Berudu mempunyai insang luar yang berbulu untuk bernapas, setelah berumur 2 hari. Insang berudu akan tertutup oleh kulit setelah berumur 3 minggu. Kaki belakang berudu akan terbentuk, kemudian membesar ketika kaki depan mulai muncul menjelang umur 8 minggu. Umur 12 minggu, kaki depannya

mulai berbentuk, sedangkan ekornya menjadi pendek serta bernapas dengan paruparu. Katak tersebut akan berubah menjadi katak dewasa setelah pertumbuhan anggota badannya sempurna (Balinsky, 1983).

Suhu merupakan faktor yang sangat penting dalam metamorfosis amphibi. Perubahan-perubahan tidak terjadi pada anura dan urodela pada suhu dibawah 50C. Berudu Rana pipiens memperoleh ukuran tubuh yang lebih apabila dipelihara dalam air dingin daripada dalam air hangat. Apabila tiroksin diberikan kepada berudu yang diambil hipofisisnya, berudu yang dipelihari dalam suhu yang tinggi. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh suhu terhadap metamorfosis tidak tergantung pada fungsi tiroid (Turner and Bagnara, 1976). Awal metamorfosis, diduga tiga peristiwa yang mendorong peningkatan produksi hormon tiroid yaitu (1) THR yang selalu ada dalam sel-sel hipotalamus, menjadi lebih dipersiapkan untuk pituitaria. Ini kemungkinan tejadi ketika sistem aliran darah lebih sempurna menghubungkan hipotalamus dengan pituitaria anterior. Tentu saja, perkembangan hubungan ini dari epithelium dua lapis sederhana sendiri dikontrol tiroksin. Ini tidak terdiferensiasi pada hewan yang ditiroidektomi, tetapi dengan meredam larva yang ditiroidektomi pada larutan tiroksin yang bertahap

dinakkan konsentrasinya, terbentuk struktur sirkulasi yang komlikated. (2) Penambahan hari dan temperatur yang lebih hangat, rupa-rupanya meningkatkan pembebasan TRH. (3) Dikarenakan hipotalamus dan pitiutaria menyalakan keresponanmya pada peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah, untuk sewaktuwaktu tiroksin lebih memacu produksi TRH dan TSH dibanding penghambatnya (Brotowidjoyo, 1990). Menurut Kimball (1992), metamorfosis pada Amphibi mengalami perubahan metamorfik yang terjadi melalui tiga tahapan, antara lain: I. II. Premetamorfosis yaitu pertumbuhan larva sangat dominan Prometamorfosis, pertumbuhan berlanjut dan beberapa perkembangan berubah seperti mulai munculnya membra belakang III. Metamorfik klimaks, dimulainya perkembangan membra depan dan merupakan suatu periode perubahan morfologi dan fisiologi yang luas dan dramatik. Perubahan-perubahan ini disertai regresi ekor katak dan penyusunan kembali cara makan, sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem ekskresi, sistem gerak dan sistem syaraf pada katak. Tiga kategori perubahan ini selama metamorfosis meliputi hilangnya struktur dan jaringan larva (misalnya ekor dan insang), modifikasi struktur larva yang telah ada sebelumnya (misalnya mulut dan perut) pemrograman ulang aktivitas metabolik tingkat sel (misalnya hati) dan munculnya struktur dewasa paruparu. Struktur baru katak sebagian besar terbentuk selama periode premetamorfosis yang panjang sedangkan regresi jaringan terjadi selama periode metamorfik klimak yang pendek (Robert, 1976).

V.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Struktur tubuh kecebong atau larva (hewan akuatik) memiliki insang, ekor pipih yang panjang, mata tanpa kelopak, bersifat herbivora, memiliki gigi ampelas menanduk, usus yang relatif panjang, dan belum mempunyai membra nictitans. 2. Metamorfosis pada Amphibi mengalami perubahan metamorfik yang terjadi melalui tiga tahapan yaitu, premetamorfosis, prometamorfosis, dan metamorfik klimaks. B. Saran Praktikan harus lebih rajin dalam menguras bak tempat berudu diletakkan serta praktikan juga harus lebih rajin dalam memberi makan berudu agar berudu tidak cepat mati.

DAFTAR REFERENSI Balinsky, B.I. 1983. An Introduction to Embriology. W.B Sunders Company, London. Brotowidjoyo, M. D. 1990. Zoologi Dasar. Erlangga, Jakarta. Djuhanda, T. 1984. Analisa Struktur Vertebrata 2. Armico, Bandung. Goto, Y., Kitamura, S., Kashiwagi, K., Oofusa, K., Tooi, O., Yoshizato, K., Sato, J., Ohta, S, and Kashiwagi, A. Suppression of Amphibian Metamorphosis by Bisphenol A and Related Chemical Subtances. Dikutip dari www.nutrition.org. Diakses pada tanggal 19 November 2008. Kimball, T.W. 1992. Biologi Jilid II. Erlangga, Jakarta. Robert, T. Orr. 1976. Vertebrate Biology Fourth Edition, W.B. Sounders Company, USA. Snell, R. S. 1983. Clinical Embriology. Little Brown and Co, Buston. Turner, C. D. Adn J. T. Bagnara. 1976. Endrokrinologi Umum. UNAIR Press, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai