Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Vertebrata merupakan subfilum dari Chordata yang memiliki anggota


yang cukup besar dan paling dikenal. Tubuh dibagi menjadi tiga bagian yang
cukup jelas: kepala, badan, dan ekor. Kepala dengan rangka dalam, cranium, di
dalamnya terdapat otak, karena mempunyai cranium. Vertebrata terbagi menjadi
lima kelas, yaitu kelas Pisces, kelas Amfibi, kelas Reptil, kelas Aves, dan kelas
Mammalia.
Kata Reptil berasal dari kata reptum yang berarti melata. Reptil
merupakan kelompok hewan darat pertama yang sepanjang hidupnya bernapas
dengan paru-paru. Ciri umum kelas ini yang membedakan dengan kelas yang lain
adalah seluruh tubuhnya tertutup oleh kulit kering atau sisik. Kulit ini menutupi
seluruh permukaan tubuhnya dan pada beberapa anggota ordo atau sub-ordo
tertentu dapat mengelupas atau melakukan pergantian kulit baik secara total
maupun sebagain. Pengelupasan secara total misalnya pada anggota sub-ordo
ophidia dan pengelupasan sebagian pada anggota sub-ordo lacertilia. Sedangkan
pada ordo chelonia dan crocodilia sisiknya hampir tidak pernah mengalami
pergantian atau pengelupasan. Kulit pada reptil memiliki sedikit sekali kelenjar
kulit (Zug, 1993).
Reptil termasuk dalam vertebrata yang pada umumnya tetrapoda, akan
tetapi pada beberapa diantaranya tungkainya mengalami reduksi atau hilang sama
sekali seperti pada serpentes dan sebagian lacertilia. Reptil yang tidak mengalami
reduksi tungkai umumnya memiliki 5 jari dan setiap jarinya bercakar. Rangka
pada reptil mengalami osifikasi sempurna dan bernapas dengan paru-paru.
Reptil termasuk dalam hewan berdarah dingin dengan sebaran habitat
yang sangat luas, baik di daratan, maupun diperairan. Kelas reptil ini telah banyak
yang punah, karena hewan ini kebanyakan hidup pada era Mesozoik.
Diperkirakan ada 6 ribu jenis spesies.
Ada sekitar 7900 spesies reptil hidup sampai saat ini yang mendiami
berbagai tipe habitat beriklim sedang dan tropis termasuk padang pasir, hutan,
lahan basah air tawar, hutan bakau dan laut terbuka (Klappenbach, 2013).
Tubuh reptil yang bersisik sebagai ciri utama ini berfungsi untuk
melindungi tubuh. Ukuran tubuh reptil sangat bervariasi mulai dari yang
panjangnya hanya beberapa meter hingga dapat mencapai panjang belasan meter.
Dalam reproduksinya, embrio berkembang dalam cangkang (ovipar).
Reptil adalah salah satu fauna yang banyak terdapat di wilayah Indonesia.
Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki jenis reptil
paling tinggi didunia, yakni lebih dari 600 jenis. Reptil merupakan salah satu

1
vertebrata yang memiliki berbagai macam spesies dengan berbagai karakteristik
dan morfologis yang berbeda. Reptil memiliki beberapa garis keturunan antara
lain memiliki nenek moyang amfibi yaitu Labyrinthodont. Selanjutnya peneliti
menemukan Cotylosaurus sebagai reptile-like amphibian sekitar 300 juta tahun
yang lalu. Setelah Cotylosaurus punah, bersama dengan keturunan dinosaurus
yang lainnya dengan ditunjukkan munculnya Sphenodon dan kadal modern
seperti Anolis. Karakteristik reptil berbeda dengan kelas amfibi dan ikan yaitu
memiliki tiga selaput ekstraembrional (Kent, 1969).
Kelas Reptil dibagai menjadi 4 ordo, yaitu Rhyncocephalia (contohnya:
Tuatara), Chelonia (contohnya: Penyu, Kura-kura, dan Bulus), Squamata
(Contohnya: Serpentes, Lacertilia, dan Amphisbaena) dan Crocodilia (contohnya:
Buaya, Aligator, Senyulong, dan Caiman).

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja yang menjadi ciri dan karakteristik reptil ?


2. Bagaimana asal usul dan evolusi reptil ?
3. Bagaimana sistem organ pada reptil ?
4. Bagaimana pembagian klasifikasi pada reptil ?
5. Bagaimana perilaku, habitat, dan penyebaran dari reptil ?
6. Apa saja peranan dan manfaat reptil ?

C. Tujuan

Agar mahasiswa dapat :

 Menjelaskan ciri dan karakteristik reptil.


 Menjelaskan asal usul dan evolusi reptil.
 Menjelaskan sistem organ pada reptil.
 Menjelaskan klasifikasi pada reptil.
 Menjelaskan perilaku, habitat, dan penyebaran dari reptil.
 Menjelaskan peranan dan manfaat reptil.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ciri dan Karakteristik Reptil

Reptil (dalam bahasa Latin "reptans" artinya 'melata' atau 'merayap') adalah
kelompok hewan vertebrata yang berjalan/bergerak dengan cara merangkak/
merayap/melata. Reptil merupakan kelompok vertebrata pertama yang teradaptasi
untuk kehidupan di darat (terestrial) yang lingkungannya kering.

Ciri-ciri Reptil :

 Tubuh memanjang, ukuran tubuh bervariasi.


 Kerangka tubuh (skeleton) terdiri atas tulang keras. Pada kura-kura
rangkanya mengalami modifikasi menjadi karapaks (perisai punggung)
dan plastron (perisai perut) yang tersusun dari protein keratin.
 Merupakan hewan tetrapoda, memiliki 2 pasang anggota badan, kecuali
ular. Pada reptil yang berkaki, mempunyai empat kaki, berkaki besar dan
cenderung pendek, berjari lima dan pada ujungnya terdapat cakar. Pada
penyu anggota badan menyerupai dayung .

 Tubuh ditutupi kulit kering bertanduk (tidak licin) dan memiliki sisik
(scales) atau lempeng epidermal. Sisik mengandung protein keratin yang
menyebabkan kulit menjadi kedap air dan membantu mencegah dehidrasi
di udara yang kering. Kulit atau sisik tidak berlendir karena sangat sedikit
mempunyai kelenjar pada kulit. Scute adalah cangkang kura-kura dan kulit
buaya yang sangat mirip dengan sisik. Berbeda dengan sisik (scales), scute
adalah struktur tulang dan berkembang pada tingkat kulit yang lebih dalam
daripada sisik. Penandukan atau cornification kulit dan sisik (scales/
squama) atau karapaks (scute/carapace) memberikan perlindungan fisik
dan untuk mencegah hilangnya kelembaban tubuh atau hilanganya air

3
melalui kulit serta membantu hewan untuk hidup di permukaan yang
kasar. Reptil mengalami pergantian kulit (molting), yaitu kulit luar secara
periodik akan terlepas, kecuali pada buaya dan kura-kura.

 Merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm) yang suhu tubuhnya


dipengaruhi oleh lingkungan. Sehingga tergolong pada hewan ektoterm,
yaitu hewan yang sangat bergantung pada suhu di lingkungan luarnya
untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang dihasilkan dari
keseluruhan sistem metabolismenya hanya sedikit. Reptil mengontrol suhu
tubuhnya bukan dengan metabolisme tubuh, melainkan dengan melakukan
adaptasi tingkah laku. Hewan berdarah dingin harus bekerja dengan
lingkungan untuk meningkatkan atau menurunkan suhu tubuh mereka.
Berjemur di bawah sinar matahari bertujuan untuk menaikkan suhu tubuh
mereka, dan mereka bergerak lebih cepat ketika suhu tubuh hangat. Selain
itu hewan berdarah dingin akan ke daerah-daerah yang teduh ketika
mereka panas, untuk menurunkan suhu tubuh mereka.
 Respirasi dengan paru-paru. Pada penyu, dilengkapi dengan respirasi
kloaka.
 Memiliki peredaran darah tertutup ganda. Jantung terdiri dari 4 ruang,
yaitu dua serambi (atrium) dan dua bilik (ventrikel), tetapi sekat dari kedua
bilik tersebut belum sempurna. Pada buaya terdapat lubang pada sekat
yang disebut foramen panizzae.
 Alat eksresi berupa sepasang ginjal berbentuk pipih. Reptil memiliki
kandung kemih, tetapi urine dikeluarkan melalui kloaka bersama tinja.
Hasil eksresi berupa asam urat yang berwarna putih berbentuk pasta
(bubur) dan kelebihan air diserap kembali oleh bagian tabung ginjal.
 Alat pencernaan lengkap mulai dari mulut, faring, esofagus, lambung, usus
halus, usus besar, dan kloaka. Pada mulut terdapat gigi dan lidah. Lidah
kura-kura dan buaya tidak dapat dijulurkan, sedangkan lidah pada ular dan

4
kadal tidak dapat dijulurkan. Kloaka berbentuk celah melintang,
membujur, atau membulat. Kloaka merupakan liang bersama dari tiga
saluran, yaitu saluran pencernaan, saluran urine, dan saluran reproduksi.
Reptil memiliki hati dan pankreas.
 Alat kelamin reptil terpisah. Fertilisasi reptil terjadi secara internal dalam
tubuh betina. Umumnya bersifat ovipar (bertelur), tetapi ada juga yang
ovovivipar, seperti kadal. Alat kelamin jantan (hemipenis) pada ular dan
kadal tersimpan di dasar ekor dan dapat menyembul keluar. Pada ular, di
atas hemipenisnya terdapat duri-duri yang mengembang besar agar tidak
mudah terlepas dari kloaka betina saat terjadi perkawinan. Reptil
menghasilkan telur amniotik (embrio dilindungi oleh membran amnion)
bercangkang yang tersusun atas zat kapur. Adanya cangkang pada telur
dan adanya amnion pada embrio menjamin perlindungan terhadap bahaya
kekeringan pada telur-telur yang diletakkan didarat.
 Sistem saraf berupa otak dengan 12 pasang saraf kranial.
 Indra yang dimiliki oleh reptil adalah indra penglihatan, pendengaran dan
kemoreseptor khusus. Alat indra berupa mata, telinga, dan hidung. Mata
memiliki kelenjar air mata untuk menjaga agar mata selalu basah.
Kemampuan melihat tajam terdapat pada ular, iguana, kadal, bunglon, dan
tokek. Kadal dan kura-kura air mampu membedakan warna. Lubang
telinga pada beberapa reptil ada yang tertutup kulit. Pada telinga bagian
tengah terdapat osikula auditori (tulang pendengaran). Tokek yang aktif
pada malam hari memiliki pendengaran yang cukup baik. Lubang hidung
berfungsi untuk memasukkan udara. Terdapat organ pembau (olfaktori)
pada rongga hidung.
 Reptilia cenderung memiliki umur yang panjang. Penyu atau kura-kura
hidup sekitar 20-100 tahun. Buaya dan ular besar hidup sekitar 25-40
tahun. Ular kecil berumur sekitar 20 tahun.

Ukuran

Fosil reptil ditemukan dalam ukuran yang bervariasi, dari kecil sampai
berukuran besar. Dari reptil yang ada pada masa sekarang, anaconda di Amerika
Serikat dapat tumbuh sampai 990 cm, komodo (varanus komodoensis) memiliki
panjang tubuh 285 cm. Beberapa jenis kura-kura darat dari pulau Galapagos
mencapai panjang 120 cm. Buaya yang ditemukan tahun 1821 di Luzzon Philipina
mencapai panjang 610 cm. Ular Laptotyphlops dari Siria berukuran seperti jarum
renda, dan ada pula kadal Lepidoblepharis dari Panama yang panjangnya 5 cm,
sebagian besar di Amerika Utara berukuran 20 120 cm, dan kadal dengan panjang
di bawah 30 cm.

5
Anaconda 4,6 meter Varanus komodoensis 285 cm

Lepidoblepharis heyerorum 5 cm

Struktur Eksternal

Morfologi reptil meliputi kepala yang terpisah, leher, tubuh, dan ekor,
angggota tubuh berukuran pendek dengan sejumlah jari yang pada bagian
ujungnya dilengkapi cakar dan begitupun ada juga sebagian subordo yang lain
yang tidak memiliki jari. Mulutnya yang panjang dilengkapi dengan gigi. Buaya
misalnya di dekat ujung moncong terdapat dua lubang hidung. Mata berukuran
besar dan terletak lateral, dengan kelopak atas dan bawah, serta membran niktitans
transparan yang dapat bergerak di bawah kelopak mata, telinga berukuran kecil
terletak dibelakang mata. Anus terletak longitudinal dibelakang pangkal kaki
belakang.
Reptil memiliki kulit bersisik tanpa kelenjar, bulu, rambut atau kelenjar
susu seperti pada mamalia (Goin, Goin, dan Zug, 1978). Tidak seperti ikan, sisik
reptil tidak saling terpisah. Warna kulit beragam, dari warna yang menyerupai
lingkungannya sampai warna yang membuat reptil mudah terlihat. Semua reptil
tidak memiliki telinga eksternal (Halliday dan Adler, 2000). Pada sebagian besar
reptil terdapat perbedaan antara jantan dan betina yaitu pada ukuran dan bentuk,
maupun warna tubuh dewasa (Halliday dan Adler, 2000).
Ciri yang membedakan kura-kura dengan satwa lain adalah perisai yang
terdapat pada tubuh kura-kura. Perisai tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu
karapaks yang menutupi punggung kura-kura dan plastron yang menutupi perut
kura-kura. Perisai ini terdiri dari sisik yang merupakan lapisan epidermis yang
termodifikasi. Ukuran kura-kura berkisar dari 11-185 cm (Halliday dan Adler,
2002).
Kadal memiliki beragam bentuk, ukuran dan warna. Sebagian besar
memiliki empat kaki, walaupun terdapat beberapa jenis yang tidak berkaki.

6
Ukuran Snout-Vent Length (SVL) kadal berkisar dari 1,5-145 cm, tetapi sebagian
besar berkisar antara 6-20 cm (Halliday dan Adler, 2000).
Ular adalah reptil yang tidak memiliki kaki, kelopak mata, atau telinga
eksternal. Seluruh tubuhnya tertutup oleh sisik (O’Shea dan Halliday, 2001).
Jumlah, bentuk dan penataan sisik ular dapat digunakan untuk mengidenifikasi
jenis ular (Mattison, 1992). Ukuran tubuh ular berkisar dari 10 mm sampai 10 m.
Ular terpanjang berasal dari famili Pythonidae. Sebagian besar ular berukuran
antara 45-200 cm, dan 10-20% dari panjang tersebut adalah panjang ekor
(Mattison, 1992).
Amphisbaenia yang juga disebut worm lizard adalah satwa dengan tubuh
panjang, silindris dengan ekor yang pendek. Amphisbaenia tidak memiliki kaki,
kecuali pada marga Bipes yang memiliki sepasang kaki depan. Tubuh
Amphisbaenia ditutupi oleh sisik kecil yang teratur dalam cincin yang disebut
annuli (O’Shea dan Halliday, 2001).
Ordo Crocodilia adalah satwa dengan kulit tebal dan bersisik. Buaya
memiliki ekor yang besar dan rahang yang kuat. Mata dan lubang hidung buaya
terletak di bagian atas kepala sehingga mereka dapat melihat mangsa ketika
berada di air. Buaya memiliki jantung dan otak paling modern dibandingkan
dengan reptil lainnya. Ukuran buaya dapat mencapai 7,5 m (O’Shea dan Halliday,
2001; Hallidaydan Adler, 2000).

B. Asal Usul dan Radiasi Evolusi Reptil

Fosil-fosil reptil tertua, ditemukan di bebatuan dari Nova Scotia, berasal


dari akhir Periode Karbon, sekitar 310 juta tahun lalu. Salah satu kelompok utama
reptil pertama yang muncul adalah parareptil (parareptile), yang sebagian besar
merupakan herbivor kuadrupedal besar yang bertubuh kekar. Beberapa parareptil
memiliki lempengan pada kulitnya yang mungkin telah digunakan untuk
mempertahankan diri dari predator. Parareptil musnah sekitar 200 juta tahun lalu,
pada pengujung Periode Trias.
Ketika parareptil mengalami penurunan, klad reptil purba yang lain,
diapsida (diapsid), berdiversifikasi. Salah satu karakter turunan yang paling jelas
pada diapsida adalah sepasang lubang di kedua sisi tengkorak, di belakang rongga
mata. Diapsida terdiri dari dua garis keturunan utama. Satu garis keturunan
memunculkan lepidosaurus (lepidosaur) yang mencakup tuatara, kadal, dan ular.
Garis keturunan ini juga menghasilkan sejumlah reptil laut, termasuk mososaurus
raksasa. Panjang beberapa spesies yang hidup di laut ini menandingi paus masa
kini; semua spesies reptil laut itu telah punah.
Garis keturunan diapsida yang lain, arkosaurus (archosaur),
menghasilkan krokodolia, pterosaurus, dan dinosaurus. Pterosaurus (pterosaur),
yang bermula dari Trias akhir, merupakan tetrapoda pertama yang menunjukkan
kemampuan terbang mengepak-ngepak. Sayap pterosaurus benar-benar berbeda

7
dengan sayap burung dan kelelawar. Sayap reptil tersebut terdiri dari membran
yang diperkuat oleh kolagen yang membentang di antara batang tubuh atau kaki
belakang dan satu jari yang sangat panjang pada kaki depan. Fosil-fosil yang
terawetkan dengan baik menunjukkan bukti otot, pembuluh darah, dan saraf pada
membran sayap, menunjukkan bahwa pterosaurus dapat menyesuaikan membran-
membran sayapnya secara dinamis untuk membantunya terbang.
Pterosaurus terkecil tak lebih besar dari burung gereja, dan yang terbesar
memiliki rentang sayap hampir 11 m. Pterosaurus tampaknya telah
mengonvergensikan banyak peran ekologis yang kemudian dipegang oleh burung;
sebagian merupakan pemakan serangga, yang lain menyambar ikan dari laut,
sementara yang lain lagi menyaring hewan-hewan kecil melalui ribuan gigi-gigi
kecil serupa-jarum. Namun pada pengujung Periode Kreta 65 juta tahun lalu,
pterosaurus telah punah.
Di darat, dinosaurus (dinosaur) berdiverfisikasi menjadi beraneka ragam
bentuk dan ukuran, mulai dari bipeda seukuran burung merpati hingga
kuadrupeda sepanjang 45 m dengan leher yang cukup panjang untuk memakan
dedaunan di puncak pohon. Salah satu garis keturunan dinosaurus, ornistiskia
(ornithischia), merupakan herbivor; mereka mencakup banyak spesies dengan
bentuk pertahanan yang rumit untuk melawan predator, misalnya ekor gada dan
pial bertanduk. Garis keturunan utama dinosaurus yang lain, sauriskia
(saurischia), mencakup raksasa-raksasa berleher panjang dan kelompok yang
disebut teropoda (theropod), yang merupakan karnivor bipedal. Teropoda
termasuk Tyrannosaurus rex yang tenar serta nenek moyang burung.
Terjadi debat yang terus berlangsung tentang metabolisme dinosaurus.
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa iklim Mesozoikum selama sebagian besar
masa hidup dinosaurus relatif hangat dan konsisten. Para peneliti juga menyatakan
bahwa rasio luas permukaan-terhadap- 5 volume yang rendah pada dinosaurus
yang berukuran besar dikombinasikan dengan berbagai adaptasi perilaku seperti
berjemur mungkin cukup bagi ektoterm untuk menjaga suhu tubuh yang sesuai.
Akan tetapi, beberapa bukti anatomis mendukung hipotesis bahwa setidaknya
beberapa dinosaurus bersifat endotermik. Lebih lanjut, para ahli paleontologi telah
menemukan fosil-fosil dinosaurus di Antartika maupun Arktik; walaupun iklim di
wilayah-wilayah ini lebih hangat ketika dinosaurus masih hidup dibandingkan
dengan saat ini, suhu di kedua tempat tersebut cukup dingin sehingga dinosaurus
yang berukuran kecil mungkin menghadapi kesulitan mempertahankan suhu tubuh
yang tinggi melalui ektotermi. Dinosaurus yang berevolusi menjadi burung
pastilah endotermik seperti semua burung masa kini.
Secara tradisional, dinosaurus dianggap sebagai makhluk yang lambat dan
lamban. Akan tetapi, sejak awal tahun 1970-an, berbagaí penemuan fosil dan
penelitian telah mengarah pada kesimpulan bahwa banyak dinosaurus merupakan
hewan yang gesit, bergerak cepat, dan pada beberapa kasus, bersifat sosial. Para
ahli paleontologi juga menemukan bukti bahwa beberapa dinosaurus membangun

8
sarang dan mengerami telur-telurnya, seperti yang dilakukan oleh burung masa
kini (lihat Peraga 26.17)
Semua dinosaurus kecuali burung menjadi punah pada pengujung Periode
Kreta. Kepunahan dinosaurus mungkin sebagian disebabkan oleh tumbukan
asteroid atau komet. Beberapa analisis catatan fosil konsisten dengan gagasan ini
yang menunjukkan penurunan mendadak terhadap keanekaragaman dinosaurus
pada pengujung Periode Kreta. Akan tetapi, analisis-analisis lain mengindikasikan
bahwa jumlah spesies dinosaurus mulai mengalami penurunan beberapa juta
tahun sebelum Periode Kreta berakhir. Penemuan-penemuan fosil lebih lanjut dan
analisis-analisis baru akan diperlukan untuk mengakhiri perdebatan ini.

C. Sistem Organ Reptil

Sistem Rangka dan Otot

Sistem rangka reptil terdiri atas endoskeleton dan eksoskeleton.


Eksoskeleton berasal dari epidermis, berupa sisik yang menanduk yang
menyelubungi seluruh permukaan tubuhnya dan tersusun seperti susunan genting
pada kadal atau karapaks pada kura-kura. Endoskeleton terdiri atas rangka aksial
dan rangka apendikular. Rangka aksial reptil tersusun atas tulang tengkorak,
tulang belakang (columna vertebralis), tulang dada (sternum) kecuali pada ular
ataupun reptil tidak bertungkai, dan tulang rusuk (costa). Sedangkan rangka
apendikular tersusun atas tulang gelang bahu (pectoral), tulang gelang pinggul
(pelvic) serta ekstremitas (anterior dan prosterior). Gelang pectoral dan gelang
pelvic ini dari anggota tubuh tereduksi (pada bangsa kadal) dan tak beranggota
dan hilang sama sekali (pada bangsa ular).

Sistem rangka reptile berupa tulang keras. Columna vertebralis (tulang


belakang) terdiri dari cervix, thorax, lumbar, sacrum, dan caudal. Reptil memiliki
ruas tulang belakang tipe procoelus, yaitu bagian anterior konkaf, bagian posterior
konveks atau datar. Rusuknya selalu terdapat hanya satu pasang, dianggap sama
dengan rusuk ventral, umumnya bicipital, yaitu terdapat tuberculum dan
capitulum (kepala sebenarnya) dan rongga diantaranya dianggap homolog dengan
foramen vertebra anterial. Sternum reptil khas, letaknya medioventral, dan
berhubungan dengan gerak gelang pectoral.

Sistem otot pada reptil, misalnya pada buaya, otot buaya lebih variatif
untuk membantu pergerakkan di darat dan di air. Otot bagian kepala, leher, dan
kaki sudah mengalami diferensiasi sempurna.

9
Sistem Integumen

Tubuh reptil umumnya tertutupi oleh sisik-sisik yang beraneka bentuk,


terkecuali anggota suku Amphisbaenidae yang tak bersisik. Sisik-sisik itu dapat
berukuran amat halus, seperti halnya sisik-sisik yang menutupi tubuh cecak, atau
pun berukuran besar seperti yang dapat kita amati pada tempurung kura-kura.
Sisik-sisik itu berupa modifikasi lapisan kulit luar (epidermis) yang mengeras oleh
zat tanduk (keratin), dan terkadang dilengkapi dengan pelat-pelat tulang di lapisan
bawahnya, yang dikenal sebagai osteoderm.

Beberapa bentuk sisik yang umum pada reptil adalah:


• sikloid (cenderung datar membundar),
• granular (berbingkul-bingkul), dan
• berlunas (memiliki gigir memanjang di tengahnya, seperti lunas perahu).

Perbedaan bentuk dan komposisi sisik-sisik ini pada berbagai bagian tubuh
reptil biasa digunakan untuk mengidentifikasi spesies hewan tersebut.

Integument pada reptil umumnya juga tidak mengandung kelenjar


keringat. Lapisan terluar dari integument yang menanduk tidak mengandung sel-
sel saraf dan pembuluh darah. Bagian ini mati, dan lama-lama akan mengelupas.
Permukaan lapisan epidermal mengalami keratinisasi. Lapisan ini akan ikut
hilang apabila hewan berganti kulit.

Pada calotes (bunglon) integument mengalami modifikasi warna.


Perubahan warna ini dikarenakan adanya granula pigment dalam dermis yang
terkumpul atau menyebar karena pengaruh yang bermacam-macam. Pada calotes

10
(bunglon) perubahan ini relatif cepat, karena selalu dibawah kontrol sistem
nervosum outonomicum.

Sistem Pernapasan

Reptil umumnya memiliki alat pernapasan berupa paru-paru. Tetapi pada


beberapa reptil, seperti kura-kura, pengambilan oksigen dibantu oleh lapisan kulit
tipis dengan banyak kapiler darah yang ada disekitar kloaka. Pada reptil umumnya
udara luar masuk melalui lubang hidung, trakea, bronkus, dan akhirnya ke paru-
paru. Paru-paru Reptil berada dalam rongga dada dan dilindungi oleh tulang
rusuk. Sistem pernapasan pada reptil lebih maju dari Amphibi.

Paru-paru Reptil hanya terdiri dari beberapa lipatan dinding yang


berfungsi memperbesar permukaan pertukaran gas. Paru paru kadal, kura-kura,
dan buaya lebih kompleks, dengan beberapa belahan-belahan yang membuat paru-
parunya bertekstur seperti spon. Paru-paru pada beberapa jenis kadal, misalnya
bunglon Afrika, mempunyai pundi-pundi hawa atau kantung udara cadangan
sehingga memungkinkan hewan tersebut melayang di udara.

Sistem respirasi reptil dimulai dari masuknya udara melalui nares eksterna
terus menembus plat yang keras menuju ke nares interna (di belakang lubang) ini
pada reptil yang hidup di air terdapat vellum dan kemudian melalui glottis sebagai
celah lingua menuju ke larynx. Larynx tersusun atas tulang rawan tiga buah dan
berisi beberapa pasang pita suara (bagi yang bersuara). Selanjutnya berhubungan
dengan trachea yang terdiri atas gelang-gelang rawan. Trachea bercabang menjadi
2 bronchi, yang selanjutnya masing – masing menuju ke paru-paru. Paru-paru
terbagi atas bagian-bagian interior yang lebih kompleks dari pada amphibia yang
mengandung capilair pulmonalis.

Mekanisme respirasi adalah sebagai berikut:

Fase inspirasi: otot tulang rusuk berkontraksi sehingga rongga dada membesar
yang diikuti paru-paru mengembang, akibatnya udara dari luar masuk melalui
lubang hidung, trakea, bronkus, dan paru-paru.

Gas O2 dalam udara masuk melalui hidung → rongga mulut → anak tekak
→ trakea yang panjang → bronkiolus dalam paru-paru → dari paru-paru O2
diangkut darah menuju ke seluruh jaringan tubuh.

Fase ekspirasi: otot tulang rusuk relaksasi sehingga rongga dada dan paru-paru
mengecil, akibatnya udara dari paru-paru keluar melalui paru-paru, bronkus,
trakea, dan lubang hidung.

11
Dari jaringan tubuh gas CO2 → di angkut darah menuju jantung → kemudian
menuju ke paru-paru untuk dikeluarkan → bronkiolus → trakea yang panjang
→ anak tekak → rongga mulut → dan terakhir melalui lubang hidung.

Sistem pernapasan pada reptil berbeda dengan sistem pernapasan pada


serangga, dikarenakan organ pernapasan pada reptil berbeda dengan organ
pernapasan serangga, organ yang digunakan pada pernapasan reptil adalah paru-
paru. Sebab, sebagian besar reptil hidup di daratan atau habitat yang kering.
Untuk mengimbanginya, kulit reptil bersisik dan kering, supaya cairan dalam
tubuhnya tidak mudah hilang. Kulit bersisik pada reptil merupakan suatu
adaptasi hidup dalam udara kering, dan bukan sebagai alat pertukaran gas. Walau
begitu, ada pula mekanisme pernapasan reptil yang dibantu oleh permukaan
epitelium lembab di sekitar kloaka. Reptil demikian misalnya kura-kura dan
penyu. Hal ini dilakukan karena tubuh kura-kura dan penyu terdapat tempurung
yang kaku. Tempurung ini menyebabkan gerak pernapasan kedua hewan
tersebut terbatas. Pada Reptil yang hidup di air, lubang hidung dapat ditutup
ketika menyelam.

Sistem Peredaran Darah

Sistem sirkulasi reptil lebih maju dibandingkan dengan katak. Jantung


terdiri dari empat ruangan yaitu ventrikel kanan, ventrikel kiri, atrium kanan, dan
atrium kiri serta sebuah sinus venosus. Antara ventrikel kanan dan kiri terdapat
sekat yang belum sempurna sehingga terjadi percampuran darah yang kaya O2
dalam ventrikel kiri dengan darah yang kaya CO2 dalam ventrikel kanan.

Peredaran darah pada reptil merupakan peredaran darah tertutup karena


darah yang dialirkan dari dan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah, selain itu
karena darah mengalir melewati jantung sebanyak dua kali maka peredaran darah
reptil disebut sebagai peredaran darah ganda. Darah dari vena yang kaya CO2
masuk ke jantung melalui sinus venosus ke bagian atrium kanan lalu ke ventrikel
kanan. Kemudian, darah dipompa menuju paru-paru. Darah dari paru-paru yang
kaya O2 masuk ke atrium kiri, dilanjutkan ke ventrikel kiri. Darah dari ventrikel
kiri dipompa keluar melalui aorta menuju ke seluruh tubuh.

12
Peredaran darah ganda terdiri atas:

 Peredaran darah panjang/besar/sistemik.


Adalah peredaran darah yang mengalirkan darah yang kaya oksigen dari bilik
(ventrikel) kiri jantung lalu diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Oksigen bertukar
dengan karbondioksida dijaringan tubuh. Lalu darah yang kaya karbondioksida
dibawa melalui vena menuju serambi kanan (atrium) jantung.

 Peredaran darah pendek/kecil/pulmonal.


Adalah peredaran darah yang mengalirkan darah dari jantung ke paru-paru dan
kembali ke jantung. Darah yang kaya karbondioksida dari bilik kanan dialirkan ke
paru-paru melalui arteri pulmonalis, di alveolus paru-paru darah tersebut bertukar
dengan darah yang kaya akan oksigen yang selanjutnya akan dialirkan ke serambi
kiri jantung melalui vena pulmonalis. Proses peredaran darah dipengaruhi juga
oleh kecepatan darah, luas penampang darah, tekanan darah dan kerja otot yang
terdapat pada jantung dan pembuluh darah.

Ada tiga pola sistem sirkulasi pada reptil. Sistem peredaran darah pada
reptil tidak bisa disamaratakan dalam satu model. Ini tidak begitu mengherankan
mengingat keragaman morfologi, fisiologi dan perilaku yang ditemukan didalam
kelas ini.

Model jantung reptil terbagi menjadi tiga pola, yaitu: pola Squamata, pola
Varanid, dan Pola Crocodilian.

 Pola Squamata
Pola ini ditandai dengan tiga ruang jantung (2 atrium dan 1 ventrikel jantung).
Atrium kanan menerima darah miskin oksigen lalu diteruskan ke cavum venosum
ventrikel. Atrium kiri menerima darah kaya oksigen dari paru-paru lalu diteruskan

13
ke cavum arteriosum. Kontraksi ventrikuler pada pola ini adalah tunggal, yang
mana akan berakibat pada tercampurnya darah miskin oksigen dan darah kaya
oksigen.

 Pola Varanid
Kelompok kadal-kadalan/varanida biasanya memiliki tingkat metabolisme yang
lebih tinggi dari Reptil lainnya dan memiliki sedikit perbedaan struktur jantung.
Pola ini memiliki karakteristik barjantung tiga ruang tetapi cavum venosum-nya
lebih kecil dari pada cavum venosum pada pola Squamata. Selain itu peredaran
darahnya ganda. Perbedaan ini mengurangi resiko percampuran darah yang kaya
oksigen dan darah yang miskin oksigen. Namun percampuran masih dapat terjadi
dalam beberapa keadaan.

 Pola Crocodillan
Pola ini merupakan karakteristik dari crocodillan. Jantungnya terdiri dari empat
ruangan (dua atrium dan dua ventrikel), tetapi terdapat saluran sempit, yaitu
forament Panizza, yang menghubungkan dua arteri utama (arteri kanan dan arteri
kiri). Dua sistem arteri ini muncul dari ruang ventrikel yang berbeda (arteri kiri
dari ventrikel kanan, dan arteri kanan dari ventrikel kiri). Ini memberikan
kesempatan bagi paru-paru untuk melakukan anoxia (mengurangi suplai oksigen
pada jaringan tubuh) pada kondisi tertentu, misalnya ketika menyelam dalam air.
Menurut para penyelam sukarelawan, buaya dapat diam dalam air selama 10-15
menit. Ketika buaya sedang bersembunyi dari mangsanya, kemampuan menyelam
ini bisa lebih lama lagi, sekitar 30 menit atau lebih. Eksperiment menunjukkan
bahwa kebanyakan buaya sebenarnya dapat bertahan dibawah air hingga 2 jam
jika dalam keadaan tertekan. Darah miskin oksigen dari tubuh diterima oleh
atrium kanan dan di transfer ke ventrikel kanan. Dari sana darah dipompa ke paru-
paru dan kembali ke atrium kiri. Darah kaya akan oksigen ini kemudian dipompa
oleh ventrikel kiri menuju seluruh tubuh.

Walaupun sistem arteri kiri berasal dari ventrikel kanan, darah ini tersuplai oleh
oksigen dari darah kaya oksigen di ventrikel kiri melalui foramen panizza. Karena
tekanan dalam sistem sirkulasi lebih tinggi dari sirkulasi paru-paru. Katup pada
basal sistem arteri kiri tetap tertutup untuk menjaga darah tetap terpisah. Ketika
buaya menyelam, tekanan udara terbentuk dalam paru-paru, menurunkan aliran
darah pada sistem paru-paru. Ini menurunkan jumlah darah yang mengalir ke
paru-paru dan output dari ventrikel kanan langsung masuk ke sistem arteri kiri.
Dengan cara ini, buaya mampu mencegah aliran darah ke paru-paru jika tidak
diperlukan.

14
Khusus pada jantung buaya, pada sekat antar ventrikel terdapat lubang kecil yang
disebut foramen panizzae yang berfungsi sebagai berikut.
 Memungkinkan distribusi oksigen yang cukup ke alat pencernaan.
 Memelihara keseimbangan tekanan cairan di dalam jantung pada waktu
menyelam.

Sistem Ekskresi

Alat Ekskresi
 Sepasang ginjal metanefros: berfungsi setelah pronefros dan mesonefros yang
merupakan alat ekskresi pada stadium embrional menghilang.
 Vesika Urinaria/kandung kemih: (tidak terdapat pada buaya sehingga asam urat
keluar bersama feses)
 Kloaka: muara vesika urinaria (merupakan satu-satunya lubang untuk
mengeluarkan zat-zat hasil metabolisme).
 Kelenjar Garam (terdapat pada penyu laut) : mengurangi kandungan garam

Reptil yang hidup di darat sisa hasil metabolismenya berupa asam urat
yang dikeluarkan dalam bentuk bahan setengah padat berwarna putih. Reptil
hanya menggunakan sedikit air untuk membilas sampah nitrogen dari darah
karena sebagian besar sisa metabolisme diekskresikan sebagai asam urat yang
tidak beracun. Sisa air direabsorbsi oleh bagian tabung ginjal. Pada buaya dan
penyu air tawar mengekskresikan asam urat dan amonia. Pada penyu laut ekskresi
garam dari sepanjang kelenjar garam di kepala yang bermuara di sudut mata.

Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan pada reptil terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar
pencernaan. Reptil pada umumnya terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar
pencernaan. Pada umumnya reptil adalah karnivora (pemakan daging). Saluran
pencernaannya terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus dan kloaka.
Kelenjar pencernaannya terdiri atas kelenjar ludah, pankreas dan hati.

Rongga Mulut, disokong oleh rahang atas dan rahang bawah. Pada
masing-masing rahang terdapat gigi-gigi yang berbentuk kerucut. Gigi menempel
pada gusi dan sedikit melengkung kearah rongga mulut. Dan khusus pada ular
berbisa akan tumbuh gigi yang dapat menghasilkan racun yang terdapat pada
rongga mulut. Pada buaya giginya bisa mengalami 50 kali pergantian. Pada
umumnya reptil tidak mengunyah makanannya jadi giginya berfungsi sebagai
penangkap mangsa.
Pada rongga mulut terdapat lidah yang melekat pada tulang lidah dengan ujung
bercabang dua. Pada reptilian pemakan insekta memiliki lidah yang dapat

15
dijulurkan, sedangkan pada buaya dan kura-kura lidahnya relative kecil dan tidak
dapat dijulurkan. Lidah ular berbentuk pembuluh yang terbungkus oleh selaput
dan terletak di bagian rahang bawah. Memiliki kelenjar mukoid yang sekretnya
berfungsi agar rongga mulut tetap basah dan dapat dengan mudah menelan
mangsanya. Pada ular kelenjar labia bermodifikasi menjadi kelenjar poison yang
bermuara di kantung yang terletak di daerah gigi taring dan dikeluarkan melalui
gigi tersebut.

Kerongkongan (esophagus) merupakan saluran di belakang rongga mulut


yang menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Di dalam esophagus
tidak terjadi proses pencernaan.

Lambung (ventrikulus) merupakan tempat penampungan makanan dan


pencernaan makanan berupa saluran pencernaan yang membesar dibelakang
esophagus. Disini makanan baru mengalami proses pencernaan. Pada bagian
fundus pylorus makanan dicerna secara mekanik dan kimia.

Intestinum terdiri dari usus halus dan usus tebal yang bermuara pada
anus. Dalam usus halus terjadi proses penyerapan dan sisanya menuju ke rectum,
kemudian diteruskan ke kloaka untuk dibuang. Ukuran usus disesuaikan dengan
bentuk tubuhnya.

Kelenjar pencernaan, terdiri atas hati dan pancreas. Empedu yang


dihasilkan oleh hati ditampung di dalam kantong yang disebut vesica fellea. Hati
tediri dari dua lobus yaitu sinister dan dexter yang berwarna coklat kemerahan.
Kantong empedu terletak pada tepi sebelah kanan hati. Pankreas pada reptil
terletak diantara lambung dan duodenum. Pankreas berbentuk pipih dan berwarna
kekuning-kuningan.

Sistem Reproduksi

Kelompok reptil seperti kadal, ular dan kura-kura merupakan hewan-


hewan yang fertilisasinya terjadi di dalam tubuh (fertilisasi internal). Fertilisasi
internal merupakan penyatuan sperma dan ovum yang terjadi di dalam tubuh
hewan betina. Hal ini dapat terjadi karena adanya peristiwa kopulasi, yaitu
masuknya alat kelamin jantan ke dalam alat kelamin betina. Fertilisasi internal
terjadi pada hewan yang hidup di darat (terestrial), misalnya hewan dari kelompok
reptil. Umumnya reptil bersifat ovipar, Ovipar merupakan embrio yang
berkembang dalam telur dan dilindungi oleh cangkang. Embrio mendapat
makanan dari cadangan makanan yang ada di dalam telur. Telur dikeluarkan dari
tubuh induk betina lalu dierami hingga menetas menjadi anak. Ovipar terjadi pada
burung dan beberapa jenis reptil. namun ada juga reptil yang bersifat ovovivipar,

16
seperti ular dan kadal. Ovovivipar merupakan embrio yang berkembang di dalam
telur, tetapi telur tersebut masih tersimpan di dalam tubuh induk betina. Embrio
mendapat makanan dari cadangan makanan yang berada di dalam telur. Setelah
cukup umur, telur akan pecah di dalam tubuh induknya dan anak (individu baru)
akan keluar dari vagina induk betinanya. Contoh hewan ovovivipar adalah
kelompok reptil (kadal) dan ikan hiu.

Reptil betina menghasilkan ovum di dalam ovarium. Ovum kemudian


bergerak di sepanjang oviduk menuju kloaka. Reptil jantan menghasilkan sperma
di dalam testis. Sperma bergerak di sepanjang saluran yang langsung berhubungan
dengan testis, yaitu epididimis. Dari epididimis sperma bergerak menuju vas
deferens dan berakhir di hemipenis. Hemipenis merupakan dua penis yang
dihubungkan oleh satu testis yang dapat dibolak-balik seperti jari-jari pada sarung
tangan karet. Pada saat kelompok hewan reptil mengadakan kopulasi, hanya satu
hemipenis saja yang dimasukkan ke dalam saluran kelamin betina.

Ovum reptil betina yang telah dibuahi sperma akan melalui oviduk dan
pada saat melalui oviduk, ovum yang telah dibuahi akan dikelilingi oleh cangkang
yang tahan air. Hal ini akan mengatasi persoalan setelah telur diletakkan dalam
lingkungan basah. Pada kebanyakan jenis reptil, telur ditanam dalam tempat yang
hangat dan ditinggalkan oleh induknya. Dalam telur terdapat persediaan kuning
telur yang berlimpah. Reptil betina meninggalkan telurnya untuk menetas dalam
lubang buatan atau di bawah lapisan tanah atau serasah. Betina dari beberapa jenis
tertentu diketahui untuk menjaga telurnya, seperti pada kadal Eumeces sp. dan
ular python (Goin, Goin dan Zug, 1978).

Pada kura-kura dan buaya, suhu inkubasi menentukan laju perkembangan


telur dan juga jenis kelamin. Semakin tinggi suhu inkubasi maka bayi yang
menetas akan berkelamin betina, dan berkelamin jantan pada suhu yang lebih
rendah. Suhu inkubasi berbeda pada setiap jenis (Halliday dan Adler, 2000).

Hewan reptil seperti kadal, iguana laut, beberapa ular dan kura-kura serta
berbagai jenis buaya melewatkan sebagian besar hidupnya di dalam air. Namun
mereka akan kembali ke daratan ketika meletakkan telurnya.

Genitalia Jantan

 Memiliki alat kelamin khusus : hemipenis


 Sepasang testis
 Memiliki epididimis
 Memiliki vas deferens

17
a. Testis berbentuk oval, relatif kecil, berwarna keputih-putihan, berjumlah
sepasang, dan terletak di dorsal rongga abdomen. Pada kadal dan ular, salah satu
testis terletak lebih ke depan dari pada yang lain. Testis akan membesar saat
musim kawin.

b. Saluran reproduksi, duktus mesonefrus berfungsi sebagai saluran reproduksi,


dan saluran ini akan menuju kloaka. Sebagian duktus wolf dekat testis bergelung
membentuk epididimis. Tubulus mesonefrus membentuk duktus aferen yang
menghubungkan tubulus seminiferus testis dengan epididimis. Duktus wolf
bagian posterior menjadi duktus deferen. Pada kebanyakan reptil, duktus deferen
bersatu dengan ureter dan memasuki kloaka melalui satu lubang, yaitu sinus
urogenital yang pendek.

Genitalia Betina

 Memiliki sepasang ovarium


 Memiliki saluran telur (oviduk)
 Berakhir pada saluran kloaka

a. Ovarium berjumlah sepasang, berbentuk oval dengan bagian permukaannya


benjol-benjol. Letaknya tepat di bagian ventral kolumna vertebralis.

b. Saluran reproduksi, oviduk panjang dan bergelung. Bagian anterior terbuka ke


rongga selom sebagai ostium, sedang bagian posterior bermuara di kloaka.
Dinding bersifat glanduler, bagian anterior menghasilkan albumin yang berfungsi
untuk membungkus sel telur, kecuali pada ular dan kadal. Bagian posterior
sebagai shell gland akan menghasilkan cangkang kapur.

Pada reptil, organ genitalia masculine terdiri atas testis yang berbentuk
oval, relatif kecil, berwarna keputih-putihan, berjumlah sepasang, terletak di
dorsal rongga abdomen yang di gantung oleh mesorchium. Pada kadal dan ular,
salah satu testis terletak lebih ke depan dari pada yang lain. Testis akan membesar
saat musim kawin. Saluran reproduksi, duktus mesonefrus berfungsi sebagai
saluran reproduksi, dan saluran ini akan menuju kloaka. Sebagian duktus wolf
dekat testis bergelung membentuk epididimis. Epididimis sebagai saluran yang
sangat berkelok-kelok keluar dari testes di sebelah lateral testes. Tubulus
mesonefrus membentuk duktus aferen yang menghubungkan tubulus seminiferus
testis dengan epididimis. Duktus wolf bagian posterior menjadi duktus deferen.
Pada kebanyakan reptil, duktus deferen bersatu dengan ureter dan memasuki
kloaka melalui satu lubang, yaitu sinus urogenital yang pendek. Hemipenis
merupakan sepasang alat capulatio yang berupa tonjolan di dinding cloaka.
Hemipenis ini jika dalam keadaan istirahat akan melipat masuk ke dalam pangkal

18
cauda dengan dinding ototnya di bagian luar, kemudian jika akan mengadakan
copulatio di tonjolkan keluar. Semua reptil selain spenodon memiliki organ
kopulatoris, ular dan kadal mempunyai hemipenis, sedangkan pada buaya penis.

Sistem Saraf

Pada reptil otak besar berkembang dengan baik, sebagai pusat saraf
pembau. Otak besar ini meluas sehingga menutupi otak tengah. Bagian lainnya
kurang berkembang. Otak reptil terdiri atas dua lobus olfaktorius yang panjang,
hemisfer serebral, 2 lobus optikus, serebellum, medulla oblongata yang melanjut
ke korda saraf. Reptil memiliki penciuman yang tajam. Lobus optikulus yang
berada ditengah menyebabkan lobus optikulus terdesak oleh otak besar sehingga
reptil kurang baik dalam penglihatan. Di bawah hemisfer serebral terdapat traktus
optikus dan syaraf optikus, infundibulum, dan hipofisis. Terdapat 12 pasang saraf
kranial. Pasangan-pasangan saraf spinal menuju ke somit-somit tubuh. Pada lidah
terdapat kuncup-kuncup perasa, dan terdapat organ pembau pada rongga hidung.
Mata dengan kelenjar air mata. Telinganya seperti telinga vertebrata rendah.
Saluran auditori eksternal tertutup kulit, dengan membran tympani. Telinga dalam
dengan tiga saluran semi sirkular untuk mendengar. Dari ruang tympani ada
saluran eustachius dan bermuara dalam faring di belakang hidung dalam.

Fungsi saraf reptil yaitu mengatur dan mengendalikan kerja alat-alat


tubuh, mengetahui perubahan yang terjadi pada lingkungannya, dan mengatur dan
mengendalikan tanggapan terhadap rangsangan yang datang dari lingkungan.

Sistem saraf pada reptil terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
Sistem saraf pusat pusat meliputi otak dan sumsum tulang belakang.

Sistem Indra

Reptil memiliki alat indra dengan kepekaan yang berbeda-beda,


bergantung pada spesiesnya. Beberapa reptil juga memiliki indea khas yang tidak
dimiliki oleh reptil lainnya. Namun, secara umum indra yang dimiliki oleh reptil
adalah indra penglihatan, pendengaran dan kemoreseptor khusus.

 Indra Penglihatan

Secara umum, reptil memiliki struktur mata yang sama dengan vertebrata
lainnya. Ada yang memiliki kelopak mata, ada pula yang tidak. Akomodasi pada
semua reptil kecuali ular diatur oleh lensa yang dikelilingi dengan cincin otot
sehingga lensa dapat memipih dan membesar. Sementara pada ular, untuk
akomodasi lensa mata dapat diarahkan maju-mundur.

19
Mata pada ular tidak memiliki kelopak mata, tapi dilindungi oleh selaput
transparan. Penglihatan ular tidak sejelas penglihatan manusia. Sensor yang
ditangkap adalah bayangan dan sensitif terhadap cahaya dan panas.

Sebagian besar ular juga memiliki mata median yang berada di atas
kepalanya. Mata median merupakan hasil envaginasi dari dienchephalon. Mata
median ini tidak membentuk gambaran retina. Fungsinya adalah untuk mengamati
durasi dari fotoperiodisme lingkungan dan memasukkan pengaruhnya terhadap
ritme biologis. Mata median ini diduga juga berguna untuk menakar kadar radiasi
sinar matahari yang memapar tubuh ular.

Pada bunglon, mata lateralnya dapat berputar 360o. Selain itu, kedua mata
lateralnya dapat bergerak ke arah yang berbeda. Sehingga, hewan ini dapat
melihat ke dua arah sekaligus.

 Indra Pendengaran

Reptil tidak memiliki daun telinga. Pada kadal, gendang telinganya


nampak jelas terlihat dari luar, berada tepat di belakang rahang. Buaya memiliki
gendang telinga yang berada di dalam lubang telinga, tepatnya berada di ujung
saluran telinga. Gendang telinga ini berfungsi untuk menggetarkan tulang-tulang
pendengaran. Akan tetapi, hampir semua jenis ular tidak memiliki gendang
telinga. Sehingga, sinyal-sinyal getaran diterima dari lingkungan melalui rahang
bawah.

 Kemoreseptor Khusus

1) Organ Vomeronasal
Organ ini fungsinya ekuivalen dengan indera pembau pada manusia. Karena
hidung ular hanya memiliki epitel respirasi, maka fungsi penciumannya
digantikan oleh organ ini. Organ vomeronasal atau organ Jacobson berhubungan
dengan bulbus olfaktorius dan berfungsi sebagai pendeteksi kimia adanya mangsa
maupun pemangsa. Lidah berfungsi sebagai pembawa sinyal kimia berupa gas
dari lingkungan ke dalam organ ini.

2) Organ Perasa
Lidah pada reptil memiliki sedikit kuncup kecap. Sehingga, ia bisa merasakan
mangsanya.

20
3) Pit Organ
Pit organ merupakan detektor panas pada ular. Pit organ ini berupa lubang- lubang
di depan wajah ular yang di dalamnya terdapat membran thermoreseptor. Pada
gambar berikut, organ pit ditunjukkan dengan panah warna merah. Sementara,
panah berwarna hitam menunjukkan lubang hidungnya.

D. Klasifikasi Reptil

Menurut Savage (1998), reptil memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Reptilia
Sub Kelas : Eureptilia
Super Ordo : Lepidosauria,
Testudines,
Archosauria
Ordo : Testudines, yaitu kura-kura;
Squamata, yaitu kadal, ular, dan amphisbaenia;
Rhynchocephalia, yaitu Tuatara, dan
Crocodylia, yaitu buaya.

1. Ordo Testudinata (Chelonia)

Testudinata (Chelonia) merupakan ordo reptil yang memiliki


cangkang sebagai tempat berlindung maupun menjadi bagian tubuhnya. Cangkang
tersebut terbagi menjadi 2 yaitu karapaks pada bagian atas dan plastron sebagai
perisai dada. Cangkang ini menjadi tameng (perisai) yang melindungi hewan ini
dari pemangsa dan juga dari sengatan matahari. Yang termasuk ke dalam ordo ini
adalah segala jenis kura-kura dan penyu. Beberapa contoh reptil yang termasuk
ordo testudines yang dapat kita jumpai di Indonesia meliputi kura-kura hutan
sulawesi (Leucocephalon yuwonoi), berbagai jenis kura-kura berleher ular, penyu
belimbing (Dermochelys coriacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata),
tuntong (Batagur baska), dan tuntong laut (B. borneoensis).

Ciri-ciri :

• Memiliki tubuh yang ditutupi oleh cangkang yang terdiri dari sebuah
karapaks pada bagian dorsal dan plastron pada bagian dermal.
• Memiliki rahang tanpa gigi tapi dilengkapi paruh tapi dilengkapi paruh
dari zat tanduk.

21
• Mempunyai tengkorak yang tidak mempunyai lubang temporal.
• Hanya memiliki satu lubang hidung.
• Lubang kloaka memanjang dan penis tunggal.

Penyu merupakan hewan reptil yang termasuk ordo testudinata. Pada fase
berkembang biak, Penyu menuju tepi pantai untuk bertelur. Penyu laut mempunyai
cangkang yang ringan dan datar sehingga dapat bergerk dengan lebih mudah di dalam
air. Penyu dan kura-kura adalah anggota kuno dari dunia reptil dan mampu bertahan
hidup hingga 150 tahun. Habitat kura-kura adalah gurun, padang rumput, hutan, rawa,
sungai dan laut. Sedangkan habitat penyu yaitu di laut dan tepi laut. Makanannya adalah
tumbuhan yang hidup di dalam air.

Spesies pada ordo ini memiliki tubuh bulat pipih dan umumnya relative besar,
terbungkus oleh perisai. Perisai sebelah dorsal cembung yang disebut karapaks, dan
perisai sebelah ventral datar yang disebut plastron. Kedua bagian perisai itu
digabungkan pada bagian lateral bawah, dibungkus oleh kulit dengan lapisan zat tanduk
tebal. Tidak mempunyai gigi, tetapi rahang berkulit tanduk sebagai gantinya. Tulang
kuadrat pada cranium mempunyai hubungan bebas dengan rahang bawah, sehingga
rahang bawah mudah digerakkan. Tulang belakang toraks dan tulang costae (rusuk)
biasanya menjadi satu dengan perisai. Termasuk hewan ovipar. Telurnya diletakkan
dalam lubang pasir atau tanah. Ekstremitas sebagai alat gerak baik di darat maupun di
air.

Berdasarkan perbedaan pada cara “menyembunyikan kepala”, testudinata


dibedakan menjadi 2, yaitu :
 Pleurodira, kepala “dilipat” ke sisi lateral.
 Cryptodira, kepala dimasukkan dalam tempurung.

22
Ordo Testudinata terbagi atas dua famili, yaitu:
 Famili Testudinidae (kura-kura)
Kura-kura adalah hewan bersisik berkaki empat yang termasuk golongan reptil.
Bangsa hewan yang di sebut ordo Testudinata ini khas dan mudah dikenali adanya
rumah atau batok (bony shell) yang keras dan kaku. Batok kura-kura ini terdiri
dari dua bagian. Bagian atas yang menutupi punggung di sebut karapaks dan
bagian bawah di sebut plastron. Kemudian dari setiap bagiannya terdiri dari dua
lapis. Lapisan luar umunya berupa sisik besar dan keras, dan tersusun seperti
genting, sementara lapisan bagian dalam berupa lempeng tulang yang tersusun
rapat seperti tempurung (Chin Kwok, 2009).
Kura-kura hidup di berbagai tempat, mulai daerah gurun, padang rumput, hutan,
rawa dan laut. Sebagian jenisnya hidup sepenuhnya akuatik, baik di air tawar
maupun di lautan. Kura-kura ada yang bersifat pemakan tumbuhan, daging dan
campuran. Kura-kura tidak memiliki gigi akan tetapi perkerasan tulang di
moncong kura-kura sanggup memotong apa saja yang menjadi makanannya.
Ukuran tubuh kura-kura bermacam-macam, ada yang kecil ada yang besar (Chin
Kwok, 2009).

Macam Kura-Kura
 Heosemys spinosa di sebut kura-kura matahari, banyak ditemukan di hutan
hujan tropis dataran rendah samapai ketinggian sedang. Kura-kura matahari
mempunyai bentuk karapaks yang unik, bagian sisinya runcing panjang dan
menyerupai pancaran sinar matahari. Warna karapaks kuning, hitam dan
coklat yang cerah, terutama pada usia muda. Status kura-kura matahari

23
terancam punah, karena jenis ini banyak disukai sehingga sering di cari di
alam untuk dijadikan hewan peliharaan. Habitatnya adalah wilayah hutan
yang lembab, terkadang berada di sungai kecil dan dangkal. Persebaran alami
jenis ini adalah di Sumatera. Dan pakan alami berupa tumbuhan dan hewan
(Susandarini Ratna, 2012).
Gambar Heosemys spinosa

 Notochelys platynota merupakan kelompok kura-kura semi akuatik, dengan


habitat alami di badan air yang dangkal dengan dominasi macrophyta
termasuk rawa dan sungai dalam hutan. Pakan alami adalah marchophyta.
Status hidup kura-kura ini belum dilindungi tetapi rawan punah di alam
(Susandarini Ratna, 2012).
Gambar Notochelys platynota

 Dogania subplana disebut sebagai labi-labi hutan, banyak ditemukan di


sungai daerah dataran tinggi yang berbatu, jernih, dangkal dengan dasar
sungai berpasir. Jenis ini memiliki karakteristik kepala lebar yang
teradaptasi untuk memecah cangkang gastropoda air. Pakan alami berupa
gastropoda, ikan, kepiting dan udang. Status hidup belum dilindungi tetapi
terancam punah (Susandarini Ratna, 2012).

24
Gambar Dogania subplana

 Famili Cheloniidae (penyu)

Chelonian atau penyu adalah salah satu plasma nutfah dan kekayaan hayati
bernilai tak terkira dari Indonesia dimana terdapat nilai-nilai simbolik yang
merefleksikan peran ekologi, sosial, dan ekonomi yang bisa ditemukan di
berbagai kelompok masyarakat pesisir Indonesia. Penyu sangat perlu dilindungi
karena mereka membawa zat-zat hara penyubur perairan dari satu tempat ke
tempat yang lain, sehingga laut akan terus memiliki kehidupan ikan yang berguna
sebagai mata pencaharian bagi nelayan (Adnyana W, 2009).

Macam-macam Penyu

Perairan Indonesia dihuni oleh enam spesies penyu dari tujuh spesies yang tersisa
di bumi, kecuali Lepidochelys kempi yang hanya ada di perairan Amerika Latin.
Adapun keenam jenis penyu tersebut adalah penyu belimbing (Dermochelys
coriacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta
caretta), penyu pipih (Natator depressus), penyu lekang (Lepidochelys olivacea)
dan penyu hijau (Chelonia mydas). Jenis penyu hijau (Chelonia mydas L.)
mengalami eksploitasi yang paling intensif dan tergolong dalam kategori
terancam punah (Hatasura, 2003).

 Penyu hijau (Chelonia mydas L) memiliki ciri-ciri umum karapaks


(punggung) yang berbentuk oval dengan rahang bawah yang bergerigi dan
memiliki warna bervariasi, memiliki karakteristik habitat pantai peneluran
dengan jenis pasir mineral Quartz (pasir kuarsa), waktu peneluran mulai dari
matahari tenggelam hingga dini hari. Ciri morfologi penyu hijau (Chelonia
mydas L) terdapat pada karapaks, kepala dan flippernya. Kerangka ditutupi
sisik zat tanduk. Pada bagian karapas terdapat sisik coastal sebanyak 4
(empat) pasang, 5 (lima) buah sisik vertebral yang membujur dari anterior ke
posterior, dan 12 (dua belas) sisik marginal. Susunan sisik pada karapas tidak
tumpang tindih seperti genteng. Pada bagian kepala terdapat sepasang sisik

25
prefrontal yang berbentuk lonjong. Sisik-sisik pada flipper penyu ini
umumnya besar-besar dan terdapat sebuah kuku kecil di sisi bagian depan
flippernya. Warna karapas coklat terang sampai coklat tua dengan bintik-
bintik berwarna gelap (Pritchard dan Mortimer 1999)

Gambar Chelonia mydas L

Seluruh spesies penyu memiliki siklus hidup yang sama dengan penyu
lainnya. Secara umum siklus hidup penyu terbagi atas pantai peneluran, ruaya
pakan dan ruaya kawin. Dalam mencapai dewasa kelamin penyu mempunyai
pertumbuhan yang sangat lambat dan memerlukan waktu berpuluh-puluh tahun
untuk mencapai usia produktifnya. Penyu dewasa hidup bertahun-tahun di satu

26
tempat sebelum bermigrasi untuk kawin dengan menempuh jarak yang jauh,
yaitu bisa mencapai hingga 3000 km. Pada umur sekitar 20-50 tahun, penyu
jantan dan betina bermigrasi ke daerah peneluran di sekitar daerah kelahirannya.
Perkawinan penyu dewasa terjadi di lepas pantai satu atau dua bulan sebelum
peneluran pertama di musim tersebut (Pedoman Teknis Konservasi Penyu,
2009).

Oviposisi berlangsung mulai dari sekali hingga beberapa kali dalam


periode setahun. Hal ini bergantung pada beberapa faktor seperti letak lintang
(latitude), jenis umur (besar) dan sumber serta kualitas makanan yang
dimakannya. Pada umumnya penyu hijau bertelur lebih dari satu kali dalam satu
musim bertelur (3-4 kali), dengan interval internesting kira-kira 2 minggu.
Setelah selesai bertelur, penyu dewasa akan meninggalkan sarang dan telur-
telurnya untuk kembali beruaya mencari makanan untuk kemudian
melangsungkan kembali siklus hidupnya di laut 10.

Tukik yang baru menetas dan keluar dari sarangnya akan langsung
bergerak menuju kelaut, karena proses alaminya yang ada berkaitan dengan
medan magnet cahaya. Setelah mencapai laut, tukik-tukik itu menuju ke laut
lepas hingga mencapai arus samudra dengan cadangan makanan kuning telur
yang ada ditubuhnya. Fase awal berkelana ini sering disebut sebagai “tahun yang
hilang”, yang lamanya bervariasi sesuai dengan jenis dan populasinya (Pedoman
tekhnis Konservasi Penyu, 2009).

 Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) memiliki ciri-ciri umum karapas


berbentuk jantung atau susunan genteng yang runcing dan berwarna coklat
kemerahan, memiliki karakteristik habitat pantai peneluran berupa pasir
koral hasil hempasan ombak dengan warna pasir yang agak putih atau
kekuningan, waktu peneluran yang tidak dapat diduga kadang malam hari,
bisa juga pada siang hari (Pritchard dan Mortimer 1999)

Gambar Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)

 Penyu lekang (Lepidochelys olivacea) memiliki ciri-ciri fisik hampir sama


dengan penyu hijau, namun bentuk kepalanya komparatif lebih besar dan
bentuk karapasnya lebih langsing dan bersudut. Tubuhnya berwarna hijau

27
pudar, mempunyai lima buah atau lebih sisik lateral di sisi sampingnya dan
merupakan penyu terkecil di antara semua jenis penyu yang ada saat ini.
Penyu lekang merupakan jenis karnivora, mereka memakan kepiting,
kerang, udang dan kerang remis (Pritchard dan Mortimer 1999).

Gambar Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea)

 Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) memiliki bentuk karapas yang


agak sedikit unik, berbentuk seperti buah belimbing, berwarna gelap
dengan bintik putih. Ukuran penyu belimbing dapat mencapai 180 cm dan
berat mencapai 500 kg. Penyu belimbing dapat ditemukan dari perairan
tropis hingga ke lautan kawasan sub kutub dan biasa bertelur di pantai-
pantai di kawasan tropis. Spesies ini menghabiskan sebagian besar
hidupnya di lautan terbuka dan hanya muncul ke daratan pada saat bertelur.
Penyu belimbing betina dapat bertelur empat sampai lima kali per musim,
setiap kali sebanyak 60 sampai 129 telur.

Gambar Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)

2. Ordo Squamata

Ordo Squamata memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Tuti Kurniati,dkk. 2009) :

 Kulit mempunyai sisik-sisik epidermis bertanduk


 Tulang quadrate dapat bergerak
 Organ kopulasi (hemipenis) dobel
 Lubang anus transversal

28
 Dibawah sisik terdapat keeping tulang (osteoderm) pada beberapa jenis
squamata
 Gigi terdapat pada rahang, kadang pada langit-langit
 Kepala diapsid (mempunyai dua lubang temporal)
 Organ Jacobson berkembang dengan baik dan terpisah dari rongga hidung
(untuk merasakan rangsang bau)
 Ovovipivar (pada beberapa jenis)
 Rahang bawahnya yang bersatu pada rahang atas

Ordo ini memiliki tubuh yang ditutupi sisik epidermis bertanduk yang secara
periodik mengelupas sebagian-sebagian atau keseluruhan. Osteoderm biasanya
tidak ada tapi pada beberapa jenis Squamata terdapat pada kepala dan tempat lain.
Kepala pada dasarnya tipe diapsid, arkade bawah tidak sempurna atau tidak ada
dan arkade atas juga sering demikian. Tidak memiliki tulang kuadratojugal
(penghubung tulang kuadrat dan jugal) sehingga memungkinkan terjadinya
gerakan kinesis (pergerakkan tengkorak akibat posisi tulang kuadrat). Lubang
hidung berpasangan. Sering memiliki mata pineal pada kelompok kadal tapi pada
kelompok ular tidak ditemukan. Memiliki lubang kloaka transversal dan pada
yang jantan terdapat dua hemipenis. Organ Jacobson berkembang baik dan
terpisah sempurna dari rongga hidung.

Squamata sendiri diklasifikasikan menjadi tiga subordo, yaitu Lacertilia/Sauria


(contohnya kadal, iguana, dsb), Serpentes/Ophidia (bangsa ular-ularan), dan
Amphisbaenia (Squamata tak bertungkai, sisik tersusun seperti cincin-cincin.

a) Sub Ordo Lacertilia/Sauria

Sub ordo ini memiliki tubuh berbentuk silindris, mempunyai dua pasang
extremitas. Cingulum anterior (pectoral girdle) dan cingulum posterior (pelvic
girdle) tumbuh baik. Makanannya berupa insekta atau invertebrata lainnya, ada
yang herbivora. Terdapat di daerah tropis. Sub ordo Lacertilia umumnya adalah
hewan pentadactylus dan bercakar, dengan sisik yang bervariasi. Sisik tersebut
terbuat dari bahan tanduk namun ada pula yang sisiknya termodifikasi membentuk
tuberkulum. Dan sebagian lagi menjadi spina. Sisik-sisik ini dapat mengelupas.
Pengelupasannya berlangsung sebagian dalam artian tidak semua sisik
mengelupas pada saat yang bersamaan (Zug, 1993).

Ciri lain yang membedakan dari Sub ordo Ophidia adalah rahang bawahnya yang
bersatu pada rahang atas pada bagian yang disebut satura. Selain itu pada
Lacertilia mereka memiliki kelopak mata dan lubang telinga. Selain itu pada
beberapa anggota Subordo Lacertilia, ada yang dapat melepaskan ekornya.
Contohnya pada Mabouya sp (Zug, 1993). Lidah Lacertilia panjang dan adapula

29
yang bercabang. Pada beberapa spesies lidah ini dapat ditembakkan untuk
menangkap mangsa seperti pada Chameleon sp.

Ciri-ciri :
 Tubuh panjang
 Mandibula bersatu di bagian anterior.
 Tulang kuadrat berkontrak dengan pterigoid.
 Kelopak mata biasa dapat digerakkan.
 Sabuk pectoral tumbuh baik atau tinggal sebagai sisa (vastigum).
 Bentuk lidah bercabang.
 Mempunyai kandung kemih.

Struktur tubuh Kadal

Untuk famili dari sub ordo lacertilian ini banyak ada 16 famili. Dari kesemua
famili anggota lacertilia, terdapat 4 famili yang ada di Indonesia, yaitu Agamidae,
Gekkonidae, Scincidae, Varanidae.

 Famili Agamidae

Famili ini memiliki ciri badan pipih, tubuhnya ditutup sisik bentuk bintil atau
yang tersusun seperti genting, demikian pula dengan kepalanya penuh tertutup
sisik. Lidahnya pendek, tebal, sedikit berlekuk di ujung serta bervilli. Jari-jarinya
kadang bergerigi atau berlunas. Tipe gigi acrodont. Pada Draco volans memiliki
pelebaran tulang rusuk dengan lipatan kulit. Habitatnya di pohon dan semak.

30
Draco volans Bronchocela jubata

 Famili Scincidae

Ciri umum dari famili ini adalah badannya tertutup oleh sisik sikloid yang sama
besar, demikian pula dengan kepalanya yang tertutup oleh sisik yang besar dan
simetris. Lidahnya tipis dengan papilla yang berbentuk seperti belah ketupat dan
tersusun seperti genting. Tipe giginya pleurodont. Matanya memiliki pupil yang
membulat dengan kelopak mata yang jelas. Ekornya panjang dan rapuh. Contoh
spesies famili ini adalah Mabouya multifasciata.

Mabouya multifasciata

 Famili Varanidae

Ciri dari famili ini adalah badannya yang besar dengan sisik yang bulat di bagian
dorsalnya sedang di bagian ventral sisik melintang dan terkadang terdapat lipatan
kulit di bagian leher dan badannnya. Lehernya panjang dengan kepala yang tertutup
oleh sisik yang berbentuk polygonal. Lidahnya panjang bercabang dan tipe giginya
pleurodont. Pupil matanya bulat dengan kelopak dan lubang telinga yang nyata (Zug,
1993).

Anggota famili ini yang terbesar adalah komodo ( Varanus komodoensis ) yang
panjangnya dapat lebih dari 3 meter. Komodo persebarannya terbatas di beberapa
pulau kecil di Nusa Tenggara. Suku varanidae terdiri dari dua kelompok yang
sedikit berbeda, yaitu marga Varanus yang besar ( lebih dari 35 spesies di seluruh
dunia) dan marga Lanthanous yang sejauh ini berisi spesies tunggal L. Borneensis
yang bersalah dari kalimantan. Marga Lanthanous ini merupakan biawak yang
bertubuh kecil dan tanpa lubang telinga.

31
Varanus komodoensis

 Famili Gekkonidae

Gekkonidae banyak ditemukan di iklim yang hangat. Memiliki keunikan yang


berbeda dengan famili yang lain dari vokalisasinya, ketika bersosialisasi dengan
gecko yang lain. Kebanyakan gecko tidak mempunyai kelopak mata, melainkan
matanya dilapisi membran transparan yang dibersihkan dengan cara dijilat.
Banyak spesies anggota gekkonidae yang memiliki jari khusus yang
termodifikasi untuk memudahkannya memanjat permukaan vertikal maupun
melewati langit-langit dengan mudah.

Kebanyakan gecko berwarna gelap namun ada pula yang berwarna terang.
Beberapa spesies dapat mengubah warna kulitnya untuk membaur dengan
lingkungannya ataupun dengan temperatur lingkungannya. Beberapa spesies
dapat melakukan parthenogenesis dan juga beberapa spesies betina dapat
berkembang biak tanpa pembuahan

Gekko vittatus Hemidactylus frenatus

b) Sub Ordo Serpentes/Ophidia

Sub ordo serpentes dikenal dengan keunikannya yaitu merupakan reptil yang
seluruh anggotanya tidak berkaki (kaki mereduksi) dari ciri-ciri ini dapat
diketahui bahwa semua jenis ular termasuk dalam sub ordo ini. Ciri lain dari sub
ordo ini adalah seluruh anggotanya tidak memiliki kelopak mata. Sedangkan

32
fungsi pelindung mata digantikan oleh sisik yang transparan yang menutupinya.
Berbeda dengan anggota Ordo Squamata yang lain, pertemuan tulang rahang
bawahnya dihubungkan dengan ligament elastis (Zug, 1993).

Keunikan lain yang dimiliki oleh sub ordo ini adalah seluruh organ tubuhnya
termodifikasi memanjang. Dengan paru-paru yang asimetris, paru-paru kiri
umumnya vestigial atau mereduksi. Memiliki organ perasa sentuhan (tactile
organ) dan reseptor yang disebut Organ Jacobson ada pula pada beberapa jenis
yang dilengkapi dengan Thermosensor. Ada sebagian famili yang memiliki gigi
bisa yang fungsinya utamanya untuk melumpuhkan mangsa dengan jalan
mengalirkan bisa ke dalam aliran darah mangsa (Zug, 1993).

Tubuh tidak memiliki extremitas, walaupun sisanya ditemukan pada spesies


tertentu. Mandibula (rahang bawah) terikat seluruhnya dengan ligament; gigi bulat
panjang. Diantara spesies yang berbisa memiliki gigi taring, taring atas berfungsi
alat penyuntik bisa. Anggota sub ordo kurang lebih 2500 spesies.

Struktur tubuh Ular

Organ Jacobson pada Ular

33
Ular mengenali bau mangsa atau bau benda yang lain dengan cara menjulurkan
lidahnya. Pada saat lidahnya menjulur kemudian ditarik kembali ke dalam mulut,
terdapat pertikel-pertikel yang menempel dipermukaan lidahnya. Kemudian
partikel bau tersebut dilewatkan melalui dua rongga kecil yang mengarah ke organ
Jacobson. Rongga yang mengarah ke organ Jacobson dilapisi dengan jaringan
sensitif yang membantu dalam proses keseluruhan proses penciuman ular. Setelah
partikel dilewatkan ke rongga dan organ Jacobson, komposisi partikel dipecah dan
dikirim ke otak melalui serangkaian struktur saraf yang kompleks. Otak kemudian
menerjemahkan partikel-partikel ini dan mengidentifikasi apakah partikel tersebut
milik mangsa, feromon dari ular yang lain atau bersumber dari benda-benda yang
dikenal atau tidak dikenal. Lidah pada ular bercabang karena disesuaikan dengan
fungsinya yaitu untuk menyalurkan partikel ke kedua lubang yang mengarah ke
organ Jacobson. Adanya dua lubang itulah yang mengharuskan ular untuk
melewatkan partikel secara bersamaan ke dalam lubang tersebut (Crawford,
2006).

Ciri umum:
 Tidak mempunyai kaki ( tidak mempunyai telapak kaki ).
 Lubang telinga, tulang dada (sternum), dan kandung kemih tidak ada.
 Mandibula dihubungkan di bagian anterior oleh sebuah ligamentum.
 Bola mata tidak dapat digerakkan, tertutup oleh sisi transparan.
 Tidak mempunyai kelopak mata.
 Lidah panjang, bercabang dua dapat dijulurkan keluar

Beberapa famili dari sub ordo serpentes/ophidia :

 Famili Typhlopidae

Typhlopidae atau banyak dikenal dengan sebutan ular buta karena memiliki mata
yang vestigial. Kepalanya bulat, dengan ekor yang pendek dan pada ujungnya
terdapat sisik yang mengalami penandukan. Secara keseluruhan badannya pun
berbentuk bulat dan panjangnya hanya mencapai kurang lebih 30cm. Hidupnya di
bawah tanah, di dalam serasah, atau meliang. Genusnya yang paling dikenal
adalah dari Genus Typhlops sedangkan yang lainnya adalah Xenotyphlops,
Acutotyphlops, dan lain-lain. Terdiri dari 6 genus dengan 240 spesies. Umumya
ditemukan di daerah tropis di Asia, Afrika, dan Amerika.

34
Typhlops sp.

 Famili Boidae

Boidae dikenal sebagai famili ular pembelit, habitatnya biasanya arboreal. Dengan
persebaran di Columbia, Suriname, Bolivia, Argentina, dan Asia. Pembuluh darah
dan organ pernapasannya masih primitive, memiliki sisa tungkai belakang yang
vestigial. Moncongnya dapat digerakkan. Tipe giginya aglypha. Famili ini
memiliki genus diantaranya: Acrantophis, Boa, Candoia, Corallus, Epicrates,
Eryx, Eunectes, Gongylophis, dan Sanzinia.

Corallus sp.

 Famili Hydrophiidae

Hydrophiidae merupakan famili dari ular akuatik yang memiliki bisa yang tinggi.
Tipe gigi bisa yang dimiliki anggota famili ini kebanyakan Proteroglypha dengan
tipe bisa neurotoxin. Biasanya warnanya belang-belang dan sangat mencolok.
Bagian ekor termodifikasi menjadi bentuk pipih seperti dayung yang berfungsi
untuk membantu pergerakan di air. Persebaran anggota famili ini di perairan
tropis yaitu kebanyakan di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik bagian barat.
Untuk spesies Pelamis platurus persebarannya hingga Samudra Pasifik Timur dan
untuk Aipysurus laevis cenderung untuk hidup di daerah terumbu karang.
Kebanyakan hidup di dasar laut dengan sesekali naik ke permukaan untuk
bernapas

35
Pelamis platurus

 Famili Elapidae

Elapidae merupakan famili yang anggotanya kebanyakan ular berbisa yang


banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Terdiri dari 61 genus dengan
231 spesies yang telah diketahui. Biasanya memiliki gigi bisa tipe Solenoglypha
dan ketika menutup gigi bisanya akan berada pada cekungan di dasar bucal. Bisa
tipe neurotoxin. Dekat kekerabatannya dengan Famili Hydrophiidae. Pupil mata
membulat karena kebanyakan merupakan hewan diurnal. Famili ini dapat
mencapai ukuran 6 m (Ophiophagus hannah) dan biasanya ovipar namun ada pula
yang ovovivipar (Hemachatus).

Ophiophagus hannah

 Famili Colubridae

Famili ini memiliki ciri yang dapat membedakan dengan famili yang lain
diantaranya sisik ventralnya sangat berkembang dengan baik, melebar sesuai
dengan lebar perutnya. Kepalanya biasanya berbentuk oval dengan sisik-sisik
yang tersusun dengan sistematis. Ekor umumnya silindris dan meruncing. Famili
ini meliputi hampir setengah dari spesies ular di dunia. Kebanyakan anggota
famili Colubridae tidak berbisa atau kalaupun berbisa tidak terlalu mematikan
bagi manusia. Gigi bisanya tipe proteroglypha dengan bisa haemotoxin. Genusnya
antara lain: Homalopsis, Natrix, Ptyas, dan Elaphe.

36
Diadophis punctatus

 Famili Viperidae

Famili ini memiliki gigi bisa solenoglypha dengan bisa jenis haemotoxin. Famili ini
kebanyakan merupakan ular terran yang hidup di gurun. Namun ada pula yang hidup
di daerah tropis. Tersebar hampir di seluruh dunia. Sisiknya biasanya termodifikasi
menjadi lapisan tanduk tebal dengan pergerakan menyamping. Memiliki facial pit
sebagai thermosensor. Kebanyakan anggota familinya merupakan hewan yang
ovovivipar dan beberapa ada yang bertelur. Subfamili yang ada di Indonesia adalah
Crotalinae yang terdiri dari 18 genus dan 151 spesies.

Vipers sp.

 Famili Pythonidae

Python merupakan famili dari ular tidak berbisa. Beberapa mengelompokkannya


sebagai subfamili dari Boidae yaitu Pythoninae. Pythonidae dibedakan dari
Boidae karena mereka punya gigi di bagian premaxila, semacam tulang kecil di
bagian paling depan dan tengah dari rahang atas. Kebanyakan hidup di daerah
hutan hujan tropis. Merupakan ular yang tercatat mampu mencapai ukuran paling
besar, 10m (Python reticulatus). Beberapa spesies menunjukkan adanya tulang
pelvis dan tungkai belakang yang vestigial berupa taji di kanan dan kiri kloaka.
Taji ini lebih besar pada yang jantan dan berguna untu merangsang pasangannya
pada saat kopulasi.

37
Phyton reticulatus

 Famili Xenopeltidae

Xenopeltidae atau biasa dikenal dengan ular pelangi karena sisiknya berkilau bila
terkena cahaya. Famili ini mempunyai lapisan pigmen yang gelap di bagian
bawah permukaan tiap sisiknya yang menambah terang kilauannya. Salah satu
spesiesnya Xenopeltis unicolor merupakan binatang peliang yang menghabiskan
waktunya di dalam tanah. Banyak ditemukan di Cina Selatan sampai Asia
Tenggara (Zug, 1993).

Xenopeltis unicolor

c) Sub Ordo Amphisbaenia

Subordo Amphisbaenia tidak berkaki namun memiliki kenampakan seperti cacing


karena warnanya yang agak merah muda dan sisiknya yang tersusun seperti
cincin. Karena kerap menghabiskan waktu di bawah tanah, sehingga sedikit sekali
informasi yang bisa di dapat dari hewan reptil ini.

Kepalanya bersatu dengan lehernya, tengkorak terbuat dari tulang keras, memiliki
gigi median di bagian rahang atasnya tidak memiliki telinga luar dan matanya

38
tersembunyi oleh sisik dan kulit. Tubuhnya memanjang dan bagian ekornya
hampir menyerupai kepalanya, contoh dari hewan ini yaitu worm lizards.

Ciri-ciri :

 Tidak berkaki
 Memiliki kenampakan seperti cacing karena warna yang semu merah
muda dan sisik yang tersusun seperti cincin.
 Kepala tidak memisah dari leher
 Tengkorak terbuat dari tulang keras
 Memiliki gigi median di bagian rahang atas tidak memiliki telinga luar dan
mata tersembunyi oleh sisik dan kulit.
 Tubuh memanjang dan bagian ekor hampir menyerupai kepala.

Amphisbaenia sp. (worm lizards)

3. Ordo Rhynchocephalia

Ordo ini telah diketahui sejak dahulu melalui catatn fosil pada Era Triasik
Akhir yaitu antara 210 sampai 220 juta tahun yang lalu. Ordo Rhynchocephalia
memiliki jenis tengkorak diapsid dan bentuk tubuhnya ketika dewasa memiliki
panjang sekitar 30 cm. Bentuk morfologinya juga mirip dengan anggota
Lacertilia. Semua jenis reptil yang masuk ke dalam ordo ini adalah hewan
karnivora dan akan mencari makan saat malam hari.

Reptil jenis ini biasanya melakukan reproduksi secara internal dan


berkembang biak dengan cara bertelur (ovipar). Seperti halnya jenis reptil yang
lain, telur yang dikeluarkan oleh tubuh akan disimpan di dalam lubang di tanah
dan akan menetas setelah satu tahun. Untuk habitatnya, reptil pada ordo ini dapat
hidup di air dan juga di daratan.

Yang masih hidup sampai sekarang mempunyai bentuk serupa kadal,


berkulit tanduk dan bersisik, bergranula, punggungnya berduri pendek. Tulang
rahang mudah digerakkan.

39
Sphenodon punctatus

Sphenodon guntheri
Ciri-ciri :

• Memiliki tipe tengkorak diapsid.


• Panjang dewasanya mencapai 30 cm.
• Anggota ordo ini semuanya karnivora dan mencari makan di malam hari.
• Habitat hidupnya di air atau di daratan.
• Reproduksi secara ovipar dengan fertilisasi internal.

Ordo Rhynchocephalia memiliki satu famili dan satu genus yaitu famili
Sphenodontidae dan genus Sphenodon. Yang termasuk ke dalam genus tersebut
hanya ada dua spesies yaitu Sphenodon punctatus dan Sphenodon guntheri
(Tuatara), keduanya merupakan spesies endemik dari Selandia Baru. Contoh yang
masih hidup di Australia : Sphenodon punctatum (Tuatara).

4. Ordo Crocodilia

Crocodila merupakan ordo yang mencakup reptil yang berukuran paling


besar diantara yang lain. Kulitnya ditutupi oleh sisik sisik dari bahan tanduk yang
termodifikasi bentuknya menjadi seperti perisai. Buaya memiliki jantung yang
terbagi menjadi 4 ruang. Pola perilakunya yang paling mencolok adalah ordo ini
sangat suka berjemur di siang hari untuk menaikkan suhu tubuhnya. Crocodilian
termasuk hewan nokturnal, tapi tidak menutup kemungkinan bangsa ini berburu di
siang hari. Di habitatnya, buaya dewasa memiliki daerah kekuasaan untuk dirinya
sendiri maupun untuk kelompoknya.

40
Ordo ini memiliki ciri, yaitu bentuk badan memanjang dan kuat, tengkorak
yang kuat, memanjang (moncong) dan otot-otot rahang yang masif yang tersusun
untuk dapat menganga dengan lebar dan dapat ditutup dengan kuat. Giginya
tersusun dalam socket dan tipe giginya disebut thecodon yang khas dari semua
archosaurus. Terdapat langit-langit sekunder yang sempurna, sehingga buaya
dapat bernapas ketika mulut diisi dengan air atau makanan, maupun keduanya.
Memiliki 4 ruang jantung dengan foramen panizzae. Dibagian punggung sisik-
sisik itu tersusun teratur berderet ke arah tranversal dan mengalami penulangan
membentuk perisai dermal. Sisik pada bagian dorsal berlunas, pada bagian lateral
bulat dan pada bagian ventral berbentuk segi empat. Kepala berbentuk piramida,
keras dan kuat. Mata kecil terletak di bagian kepala yang menonjol ke dorso-
lateral. Pupil vertikal dilengkapi selaput mata, tertutup oleh lipatan kulit yang
membungkus tulang sehingga lubang tersebut hanya nampak seperti celah.
Lubang hidung terletak pada sisi dorsal ujung moncong dan dilengkapi dengan
suatu penutup dari otot yang dapat berkontraksi secara otomatis pada saat buaya
menyelam. Ekor panjang dan kuat serta memipih. Tungkai relatif pendek tetapi
cukup kuat. Tungkai belakang lebih panjang, berjari 4 dan berselaput. Tungkai
depan berjari 5 tanpa selaput. Memiliki habitat di perairan tawar, asin, dan air
payau (Hickman et al., 2008).

Ciri Umum :
 Tubuh menjadi kepala, leher, badan, ekor.
 Kaki dengan jari yang bercakar kuat.
 Mulut panjang.
 Dua lubang hidung pada moncong.
 Mata besar lateral, mempunyai kelopak mata atas dan bawah.
 Membrane niktitans tembus cahaya.
 Lubang telinga tetutup oleh lipatan kulit.
 Anus merupakan celah longitudinal dibelakang pangkal kaki belakang.
 Kulit dengan lempeng-lempeng berzat tanduk, tersusun membujur tubuh.

Struktur tubuh buaya

41
Ordo ini dibagi menjadi tiga famili, antara lain famili alligatoridae, famili
crocodylidae, famili gavialidae.

 Famili Crocodilydae

Secara umum famili ini memiliki karakteristik, yaitu moncong meruncing dengan
bentuk yang hampir segitiga, saat mengatup kedua deret gigi terlihat jelas. Kedua
tulang rusuk pada ruas tulang belakang pertama bagian leher terbuka lebar.
Terdapat baris tunggal sisik belakang kepala yang melintang dibagian tengkuk.
Subfamili Mekosuchinae.

Merupakan nenek moyang dari buaya air asin, dan hidup di masa Eosen-
Pleistosen, berasal dari Australia dan Pasifik Selatan (Nesbitt, 2013)

Mekosuchus inexpectatus

 Subfamili Crocodylinae

Merupakan buaya sesungguhnya dengan karakteristik utama memiliki moncong


yang sempit, ketika mulutnya tertutup gigi keempat dari rahang bawah nampak
terlihat. Memiliki empat genus yaitu genus euthecodont, dan rimasuchus yang
sudah punah, serta ostaelaemus, merupakan buaya kerdil, dan crocodylus, buaya
yang sesungguhnya.

Contoh dari spesies genus dari subfamili crocodylinae


yang masih hidup :

42
 Subfamili Tomistominae

Hanya satu genus yang tersisa dan masih hidup dari enam genus. Moncongnya
menyempit seperti buaya gavial.

Spesies Tomistoma.

 Famili Alligatoridae

Karakteristik secara umum dari famili ini, yaitu bentuk moncong tumpul. Deretan
gigi pada rahang bawah tepat menancap pada gigi yang terdapat pada rongga pada
deretan rahang atas. Pada saat mengatup, hanya deretan gigi rahang atas yang
terlihat. Tahan terhadap suhu rendah. Memiliki lempeng tulang punggung dan
bagian perut bawah memiliki sisik dari bahan tanduk yang lebar berjumlah 6 sisik.

 Genus Alligator

Genus ini kurang agresif bila dibandingkan dengan buaya. Habitat di perairan
yang bersih. Aligator besar dan sangat kuat, kepala lebih pendek dan lebih lebar
dari pada buaya, moncongnya tumpul, gigi yang lebih besar. Aligator mampu
mengeluarkan suara tertentu, biasanya digunakan pada saat musim kawin pada
hewan dewasa. Pada hewan yang baru menetas, suara digunakan untuk memberi
tahu induknya bahwa dia menetas sehingga induk akan membuka sarangnya
(Hickman et al., 2008). Ketika mulutnya ditutup gigi keempat yang ada pada
rahang bawah tidak tampak, memiliki lempeng tulang pada punggung dan bagian
perut bawah memiliki sisik dari bahan tanduk yang lebar yang berjumlah 6 sisik
atau lebih.

Alligator mississippiensis

43
 Genus Caiman

Tidak memiliki tulang sekat antara lubang hidung dan adanya sisik yang tumpang
tindih dan menebal. Caiman lebih lincah dari pada alligator, cara bergerak mirip
dengan buaya, giginya lebih panjang dan lebih tajam dari pada gigi alligator. Pada
saat menutup, gigi yang terlihat hanya gigi bagian atas. Memiliki hidung bulat dan
daerah kepala yang pipih, datar dan luas. Garis punggung lebih jelas. Habitatnya
adalah lingkungan terestrial, danau, sungai, hutan bakau, rawa. Lebih toleran
terhadap kondisi yang lebih dingin.

Caiman latirostris

 Famili Gavialidiae

Karakteristik dari famili ini, yaitu merupakan hewan semi-akuatik. Memiliki


moncong yang sangat sempit dan memanjang, namun ujungnya melebar. Pada
hewan jantan dewasa, terdapat ghara di ujung moncongnya. Pada saat moncong
menutup, deretan gigi pada rahang atas dan bawah tersusun berseling. Pemangsa
utama ikan. Habitat aslinya ada di anak benua india, hidup di tepi sungai, dan
deplesi sumber daya ikan.

Gavialis gangeticus.

Aligator termasuk keluarga buaya. Buaya dan aligator memiliki perbedaan dari moncongnya.
Buaya memiliki moncong yang lebih memanjang menyerupai huruf V. Sedangkan Aligator
memiliki moncong yang relatif pendek dan menyerupai huruf U.

44
E. Perilaku, Habitat, dan Penyebaran Reptil

 Perilaku Reptil

Reptil adalah satwa ektotermal, yaitu mereka memerlukan sumber panas


eksternal untuk melakukan kegiatan metabolismenya. Reptil membutuhkan
sumber panas dari luar tubuhnya untuk meningkatkan suhu tubuh agar dapat
beraktivitas secara normal. Untuk meningkatkan suhu tubuh hingga mencapai
suhu yang sesuai, biasanya reptil berjemur di bawah sinar matahari atau menyerap
panas dari permukaan batu atau tanah yang hangat. Karena itu reptil sering
dijumpai berjemur di daerah terbuka, khususnya pada pagi hari. Reptil akan
berjemur sampai mencapai suhu badan yang dibutuhkan dan kemudian
bersembunyi atau melanjutkan kegiatannya (Halliday dan Adler, 2000).
Sebaliknya untuk menurunkan suhu tubuhnya atau mengatur suhu
tubuhnya agar tetap optimum, reptil biasanya berlindung di bawah naungan atau
mengubah bentuk tubuhnya untuk mengurangi penguapan. Regulasi suhu tubuh
tersebut sangat ideal bagi reptil yang hidup di daerah tropik namun sangat tidak
menguntungkan bagi reptil di daerah dingin (Ario, 2010).
Reptil memiliki berbagai perilaku pertahanan hidup. Ada beberapa jenis
ular yang berpura-pura mati jika merasa terancam. Beberapa jenis ular dan dua
jenis kadal dari genus Heloderma juga memiliki bisa untuk mempertahankan diri.
Beberapa jenis kadal, seperti Mabuya spp., melepaskan ekornya dalam perilaku
yang disebut caudal autotomy (O’Shea dan Halliday, 2001). Walaupun kura-kura
dikenal sebagai hewan yang lambat, penyu dapat berenang dengan kecepatan 32
km/jam (Goin, Goin dan Zug, 1978).
Sebagian besar reptil adalah karnivora, dengan pakan beragam dari
serangga sampai mamalia. Kura-kura air tawar cenderung bersifat omnivora, dan
kura-kura darat merupakan herbivora (O’Shea dan Halliday, 2001). Semua ular
adalah karnivora. Mereka mencari mangsa menggunakan lidahnya yang dapat
mendeteksi partikel-partikel kimia di udara. Beberapa jenis memiliki sensor panas
untuk mendeteksi keberadaan mangsa. Sebagian besar jenis ular membunuh
mangsa dengan melilitnya, dan jenis ular lainnya dengan bisanya. Ular berbisa
memiliki taring untuk mengeluarkan bisa pada mangsanya. Taring tersebut
terletak pada bagian belakang rahang atas atau pada bagian depan rahang (O’Shea
dan Halliday, 2001; Mattison, 1992).

 Habitat Reptil

Sebagai satwa ektotermal, reptil tersebar pada berbagai macam habitat.


Jenis-jenis reptil dapat hidup di laut, perairan tawar, gurun, bahkan pegunungan.
(Halliday dan Adler, 2000).

45
Reptil menempati macam-macam habitat. Phyton misalnya terdapat di
daerah-daerah tropis, hanya terdapat di rawa-rawa, sungai atau sepanjang pantai.
Penyu terbesar teradapat dilaut dan kura-kura darat raksasa terdapat di kepulauan.
Kadal dan ular umumnya terrestrial, tetapi ada yang menempati karang-karang
atau pohon.
Reptil dapat hidup di dalam dan di permukaan tanah, celah-celah batu, di
bawah puing-puing, tajuk pohon, padang rumput, gurun pasir, rawa, danau, sungai
dan laut (Duellman dan Heatwole, 1998).
Satwa Testudines dibedakan menurut habitatnya. Penyu hidup di laut dan
hanya naik ke pantai untuk bertelur. Kura-kura dan labi-labi terdiri dari jenis
akuatik dan semi-akuatik yang hidup pada daerah perairan tawar. Baning atau
kura-kura darat hidup sepenuhnya di darat (Halliday dan Adler, 2000).
Kadal hidup pada berbagai habitat. Jenis terestrial hidup di pepohonan
maupun di dalam tanah. Jenis-jenis lain merupakan semi-akuatik (Halliday dan
Adler, 2000). Dengan kulit mereka yang impermeabel dan kemampuan untuk
menyimpan air, kadal juga dapat hidup di daerah gurun (Mattison, 1992).
Sebagian besar ular merupakan jenis terestrial, tetapi terdapat beberapa
jenis yang hidup di tanah. Jenis ular yang paling berbisa merupakan ular air yang
hidup di laut. Selain itu ada juga jenis ular yang hidup di air perairan tawar dan
pada pepohonan (Halliday dan Adler, 2000). Hutan tropis memiliki
keanekaragaman jenis ular yang lebih banyak dibandingkan dengan hutan
temperat karena penetrasi cahaya matahari dan suhu yang lebih rendah pada hutan
temperat. Daerah pegunungan dengan temperatur yang ekstrim bukan merupakan
habitat yang ideal untuk ular, tetapi seekor ular jenis Agkistrodon himalayanus
pernah ditemukan pada ketinggian 4.900 m dpl (Mattison, 1992).

 Penyebaran Reptil

Reptil tersebar baik di daerah tropis maupun daerah subtropis. Pada


daerah-daerah yang mendekati kutub dan tempat-tempat yang lebih tinggi jumlah
dan jenisnya makin sedikit.
Penyebaran reptil di dunia dipengaruhi jumlah cahaya matahari pada
daerah tersebut. Jenis reptil yang terdapat di Indonesia berasal dari Ordo
Testudinata, Squamata (kadal dan ular), dan Crocodylia (Halliday dan Adler,
2000).
Testudinata tersebar di seluruh dunia di daerah tropis dan sub tropis. Kura-
kura terdapat di semua wilayah perairan laut (Halliday dan Adler, 2000). Di
Indonesia terdapat sekitar 39 jenis kura-kura, yang terdiri dari enam jenis penyu,
enam jenis labi-labi, dua jenis baning atau kura-kura darat, dan 25 jenis kura-kura
air tawar (Iskandar, 2000).
Ordo Sauria tersebar di Kanada Selatan sampai Tierra del Fuego, dari
Norwegia Utara sampai Selandia Baru, dan juga kepulauan di Laut Atlantik,
Pasifik dan Indian (Halliday dan Adler, 2000).

46
Ular tersebar di seluruh dunia kecuali daerah kutub, Islandia, Irlandia, dan
Selandia Baru. Ular tersebar di seluruh Indonesia, termasuk daerah lautan
(Halliday dan Adler, 2000). Ular laut tersebar pada bagian tropis Laut Pasific, laut
India, Indonesia sampai Australia Utara, dan Amerika Selatan (Mattison, 1992).
Buaya tersebar di benua Asia, Australia, Amerika dan Afrika.
Penyebarannya di Asia mencakup Indonesia sampai Cina dan India. Buaya juga
terdapat di bagian Utara Australia. Di Afrika buaya terdapat di bagian Tengah dan
Selatan, dan juga Amerika Selatan, Tengah, dan bagian Tenggara Amerika Serikat
(Halliday danAdler, 2000). Di Indonesia terdapat 6 jenis buaya yang terdiri dari 2
genus yaitu Crocodylus dan Tomistoma (Iskandar, 2000).

F. Peranan dan Manfaat Reptil

Reptil merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki


peranan sangat penting, baik secara ekologis maupun ekonomis.

Secara ekologis, reptil adalah komponen penting dari jaring makanan di sebagian
besar ekosistem, yang menjaga populasi hewan kecil di bawah terkendali. Mereka
mengisi peran penting baik sebagai predator dan spesies mangsa. Spesies
herbivora juga bisa menjadi penyebar biji yang penting, terutama pada habitat
pulau. Mereka juga dikenal untuk bertindak sebagai penyerbuk, dan tokek
(Phelsuma cepediana) kini hanya penyerbuk untuk tanaman langka Trochetia
blackburniana di pulau Mauritius, karena hilangnya tanaman kunci penyerbuk,
olive white-eye.

Penghapusan spesies dari ekosistem yang drastis dapat mengubah populasi


organisme lain, tetapi mereka yang memiliki peran yang sangat berpengaruh
dalam suatu ekosistem dikenal sebagai spesies kunci. Predator puncak, seperti
buaya, sering sebagai jenis kunci, meskipun mereka juga berkontribusi pada rantai
makanan sebagai mangsa saat mereka masih muda.

Beberapa spesies dianggap penting untuk cara mereka memodifikasi habitat


mereka. Buaya Amerika (Alligator mississippiensis) yang hidup di everglades
menggali “lubang buaya”, yang sering satu-satunya habitat air yang tersisa pada
musim kemarau, memberikan perlindungan penting bagi banyak spesies ikan,
kura-kura dan spesies air lainnya, serta sumber air untuk burung, hewan darat dan
tumbuhan.

Spesies reptil juga dapat memiliki peran antropogenik berguna dalam ekosistem.
Di beberapa daerah, mereka membantu mengendalikan jumlah hama pertanian
yang serius dengan mengkonsumsi tikus dan serangga hama.

47
Peranan reptil dari segi ekonomis dapat ditinjau dari pemanfaatan reptil untuk
kepentingan konsumsi, yaitu sebagai sumber protein atau dapat dijual sebagai
makanan mewah (seperti daging ular, daging kura-kura,dan telur penyu), bahan
obat-obatan,kulit buaya, ular, biawak serta penyu diperdagangkan sebagai bahan
baku untuk membuat kerajinan tangan, tas, sepatu, dan ikat pinggang, perhiasan
dan dekorasi, serta reptil dijadikan sebagai hewan peliharaan.

Di dunia Barat, beberapa ular, terutama spesies kurang agresif, seperti python atau
ular jagung, disimpan sebagai hewan peliharaan. Penyu dan kura-kura juga
menjadi hewan peliharaan yang umum. Di antara yang paling populer adalah
kura-kura Rusia, kura-kura Yunani, dan terrapins

48
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

49
DAFTAR PUSTAKA

50

Anda mungkin juga menyukai