Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

M.K BIOLOGI MOLEKULER


‘’RFLP’’
(RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM)

Oleh :
KELOMPOK IV
ARYATI TELLENG
CLAUDI KONDOY
FRANGKLIN BARAPA
NADIA UMBAS

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena oleh
pertolongan-Nya sehingga makalah bisa diselesaikan dengan baik. Tentunya untuk dapat
berhasil dalam suatu hal diperlukan kerja keras dan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
sesuatu yang jika di rencanakan dapat berjalan dan terlaksana dengan baik.

Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari beberapa pihak yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membantu. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga laporan ini dapat diselesaikan sesuai
dengan waktunya.

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah hendak memenuhi tugas mata kuliah
Biologi Molekular tentang RFLP yang telah diberikan guru pembimbing. Sebelumnya kami
menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, untuk itu
kami meminta maaf.

Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih dan mengharapkan kritik dan saran yang
dapat membangun laporan kami demi penyempurnaan dan perbaikan makalah ini
selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Tondano, 13 November 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1

B. Rumusan….. ..................................................................................................................... 1

C. Tujuan ............................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian RFLP.. ........................................................................................................... 2

B. Tahapan RFLP ................................................................................................................. 4

1. Isolasi DNA .............................................................................................................. 4

2. Pemotongan Dengan Enzim Restriksi ....................................................................... 6

3. Elektroforensis Gel .................................................................................................... 7

4. Hibridisasi.................................................................................................................. 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 12

B. Saran ............................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 14


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
RFLP adalah ukuran fragmen DNA yang diperoleh oleh pemotongan sequence
VNTRs sampai 30 urutan dengan enzim restriksi di situs spesifik. VNTRs bervariasi
antara spesies tanaman, seperti melakukan nomor dan lokasi antara enzim restriksi dan
situs pengenalan.Prinsip dasar dari analisa RFLP ini adalah enzim restriksi akan
memotong DNA pada sekuens yang spesifik dimana hasil pemotongan tersebut kemudian
dianalisa dengan elektoforesis gel agarosa. Sekuens RFLP ini berbeda pada setiap
individu sehingga enzim restriksi akan memotong pada daerah yang berbeda untuk setiap
individu. Ukuran fragmen yang dihasilkan bergantung pada alel yang dimiliki individu
tersebut dan panjang sekuens VNTR sehingga analisa menggunakan RFLP ini dapat
digunakan untuk analisa genetik. Pada sebuah gel agarose, RFLPs dapat terlihat
menggunakan radiolabel yang komplemen dengan sequenceDNA. Tidak memerlukan
teknik PCR untuk amplifikasi DNA dalam metode ini
B. Rumusan
1. Apa Pengertian RFLP?
2. Macam macam tahapan dalam RFLP?
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan RFLP?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi RFLP
2. Untuk mengetahui macam macam tahapan RFLP
3. Untuk mengetahui Kelebihan dan Kekurangan RFLP
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN RFLP
Meskipun gen dalam keadaan normal bersifat stabil, akan tetapi dalam menghadapi
perubahan lingkungan, gen dapat bersifat sensitif atau rentan sehingga dapat menimbulkan
mutasi pada urutan basa nukleotidanya. Apabila sistem proffreading dari DNA untuk
memperbaiki diri tidak berjalan dengan baik, maka hal ini akan berakibat pembacaan yang
keliru dari cetakan DNA pada saat replikasi maupun sintesis protein. Protein yang dihasilkan
menjadi berubah fungsi atau menjadi protein yang tidak berfungsi yang akan didegradasi
oleh sistem di dalam sel itu (Fatchiyah, Arumingtyas, Widyarti dan Rahayu, 2011).
Marka molekuler RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) merupakan
marka molekuler yang menggunakan enzim restriksi dalam mengidentifikasi sekuensi-
sekuensi DNA. Analisis RFLP yang merupakan marker kodominan telah banyak digunakan
untuk mencapai berbagai tujuan. Mengingat situs restriksi mempunyai sekuensi DNA
tertentu, berarti variasi keberadaan situs restriksi mencerminkan adanya variasi sekuensi
DNA. Dengan kata lain, RFLP dapat berfungsi sebagai penduga variasi DNA. Variasi
dideteksi dalam bentuk pemotongan rangkaian panjang polimorfik (ganda) yang mana waktu
penilaian dari rangkaian variasi memungkinkan dari data fragmen itu sendiri, rangkaian
variasi yang panjang dalam suatu bagian dapat dinilai dari subtitusi nukleotida (Fatchiyah
dkk, 2011).
Analisis restriction fragment length polymorphism (RFLP) adalah salah satu teknik
pertama yang secara luas digunakan untuk mendeteksi variasi pada tingkat sekuens DNA.
Deteksi RFLP didasarkan pada adanya kemungkinan untuk membandingkan profil pita-pita
yang dihasilkan setelah dilakukan pemotongan oleh enzim restriksi terhadap DNA target atau
individu yang berbeda. Berbagai mutasi yang terjadi pada suatu organisme mempengaruhi
molekul DNA dengan berbagai cara serta menghasilkan fragmen-fragmen dengan panjang
yang berbeda-beda. Perbedaan panjang fragmen ini dapat dilihat setelah dilakukan
elektroforesis pada gel, hibridisasi, dan visualisasi (Fatchiyah dkk, 2011).
RFLP merupakan metode yang mempunyai akurasi yang tinggi dan mudah ditransfer
antar laboratorium. Selain itu, RFLP bersifat kodominan sehingga dapat mendeteksi adanya
heterozigositas dan tidak diperlukan informasi sekuens target. Karena didasarkan pada
homologi sekuens, maka RFLP ini sering direkomendasikan untuk analisis filogenetik
antarspesies yang berkerabat. RFLP cocok untuk membuat linkage map yaitu peta untuk
mengidentifikasi lokus gen yang spesifik dan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
mengidentifikasi perbedaan pada tingkat populasi, spesies, atau individu. RLFP merupakan
teknik yang sederhana namun akan lebih sensitif bila menggunakan penanda spesifik untuk
menganalisis kesamaan maupun menggunakan variabilitas gen-gen (Fatchiyah dkk, 2011).
Kekurangan RFLP adalah:
1. Dibutuhkannya DNA dengan kemurnian yang tinggi dalam jumlah banyak;
2. Tidak mungkin dilakukan otomatisasi
3. Pada beberapa spesies mempunyai level polimorfisme yang rendah
4. Sedikit lokus yang terdeteksi
5. Memerlukan pustaka probe yang sesuai
6. Membutuhkan waktu yang banyak
7. Membutuhkan biaya yang besar
Berbagai kelebihan penerapan marker RFLP antara lain :
1. Menduga hubungan kekerabatan dari beberapa individu yang dianalisis,
2. Menduga ada tidaknya variasi genetik dari koleksi plama nutfah
3. Memonitor proses seleksi (melalui linkage) berbagai karakter
4. Memilah-milah komponen genetik dari karakter kuantitatif
5. Menganalisis gen yang berasal dari proses transformasi genetik
6. Bersifat kodominan sehinggan dapat mendeteksi adanya heterozigositas
8. Memiliki kemampuan memisahkan yang tinggi pada tingkat spesies, populasi.
Aplikasi teknik RFLP biasanya digunakan untuk mendeteksi diversitas genetik,
hubungan kekerabatan, sejarah domestifikasi, asal dan evolusi suatu spesies, aliran gen dan
seleksi, pemetaan seluruh genom, pengamanan gen-gen target yang akan diekspresikan,
mengisolasi gen-gen yang berguna dari spesies liar serta mengkonstruksi pustaka DNA
(Fatchiyah dkk, 2011).
B. TAHAPAN RFLP
1. Isolasi DNA

Isolasi DNA/RNA merupakan langkah awal yang harus dikerjakan dalam rekayasa
genetika sebelum melangkah ke proses selanjutnya. Isolasi DNA adalah metode untuk
mendapatkan asam deoksiribonukleat dari suatu makhluk hidup. Menurut Wilson dan John
(2010), isolasi DNA merupakan kegunaan DNA untuk dianalisa atau dimanipulasi yang
harus diisolasi terlebih dahulu dan murni kandungannya. Prinsip dasar isolasi total
DNA/RNA dari jaringan adalah dengan memecah dan mengekstraksi jaringan tersebut
sehingga akan terbentuk ekstrak sel yang terdiri atas sel-sel jaringan, DNA, dan RNA.
Isolasi DNA memiliki beberapa tahapan, yaitu:
a. Tahap Pelisisan
Pemecahan sel (lisis) merupakan proses perusakan atau penghancuran membran dan dinding
sel dan tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel (Holme
dan Hazel, 1998). Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni
dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle dalam
nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi (Giacomazzi
et al., 2005).
Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun enzimatik. Penghancuran
dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan detergen yang dapat melarutkan lipid
pada membran sel sehingga terjadi destabilisasi membran sel (Surzycki, 2000). Sementara
cara enzimatik seperti menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan membran pada
sel darah (Khosravinia et al., 2007) serta mendegradasi protein globular maupun rantai
polipeptida dalam komponen sel (Brown, 2010; Surzycki , 2000).
Pada proses lisis dengan menggunakan detergen, sering digunakan sodium dodecyl
sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan membran sel. Detergen tersebut selain berperan dalam
melisiskan membran sel juga dapat berperan dalam mengurangi aktivitas enzim nuklease
yang merupakan enzim pendegradasi DNA (Switzer, 1999). Selain digunakan SDS, detergen
yang lain seperti cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) juga sering dipakai untuk
melisiskan membran sel pada isolasi DNA tumbuhan.
b. Tahap Sentrifugasi
Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis
molekul dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan
berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas. Teknik
sentrifugasi tersebut dilakukan di dalam sebuah mesin yang bernama mesin sentrifugasi
dengan kecepatan yang bervariasi. Setelah dilakukan tahap pelisisan, disentrifugasi selama
15 menit, tube dikeluarkan dari centrifuge. Akan terlihat 3 lapisan dari hasil centrifuge.
Karena DNA bersifat ringan, maka DNA berada di lapisan paling atas (supernatant). Lapisan
kedua berbentuk padatan, berisi material padat hasil lisis sel (debris). Misalnya serpihan
dinding sel yang rusak. Supernatant yang terbentuk dibuang (Fatchiyah dkk, 2011).
c. Tahap Ekstraksi
Tahap ekstraksi bertujuan agar didapat ekstrak nukleus sel. Pada tahapan ekstraksi
DNA, seringkali digunakan chelating agent seperti ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA)
yang berperan menginaktivasi enzim DNase yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi,
EDTA menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium dan kalsium
yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse dengan cara dikocok berulang kali (Corkill
dan Rapley, 2008).
d. Tahap Purifikasi
Tahap purifikasi bertujuan untuk membersihkan nukleus sel dari kontaminan seperti
senyawa sekunder (fenol) dan polisakarida, RNA dan juga protein. Pemurnian dari
kontaminan protein dan RNA dilakukan menggunakan senyawa kloroform isoamilalkohol,
asam asetat, dan enzim RNAse. Senyawa kloroform isoamilalkohol dan asam asetat
berfungsi mendenaturasi protein sedangkan enzim RNAse berfungsi melisiskan RNA dari
ekstrak DNA tersebut (Fatchiyah dkk, 2011).
e. Tahap Sentrifugasi
Berfungsi untuk memisahkan senyawa DNA dari campuran material dan komponen
intraceluler yang mengandung larutan kompleks berupa RNA, protein, lemak dan
karbohidrat. Tahap selanjutnya yaitu tabung di sentrifugasi kembali pada kecepatan 6.000
rpm selama 15 menit. Hasil yang didapat yaitu berupa supernatan yang bening dan pelet
(endapan DNA murni) yang berwarna putih terdapat pada dasar tabung dan penambahan
senyawa etanol.. Kemudian supernatan tersebut dibuang karena DNA berada pada bagian
natan. DNA murni yang dihasilkan adalah DNA yang terbebas dari komponen lainnya
(Fatchiyah dkk, 2011).
f. Tahap Presipitasi
Presipitasi bertujuan untuk mengendapkan protein, sehingga untai-untai DNA tidak
lagi menggulung (coiling), yang menyebabkan DNA menjadi terlihat. Presipitasi
(pemekatan) DNA dilakukan menggunakan isopropanol dingin yang bertujuan agar DNA
tersebut mengendap/mengumpul sekaligus memisahkannya dari garam-garam mineral sisa
CTAB. Pelet hasil presipitasi oleh isopropanol ini dibersihkan menggunakan alkohol 70 %.
Pemurnian ini merupakan tahapan paling penting dalam Isolasi DNA. Karena bila ada
kontaminan selain DNA maka hasil isolasi DNA yang dilakukan diangap gagal (Fatchiyah
dkk, 2011).

2. Pemotongan Dengan Enzim Restriksi

Setelah didapatkan DNA murni hasil isolasi, DNA akan dipotong dengan enzim
restriksi endonuclease yang akan membentuk potongan DNA spesifik. Enzim Restriksi
Endonuklease merupakan enzim yang memotong bagian internal DNA yang bekerja secara
spesifik (urutan tertentu). Enzim Restriksi Endonuklease memotong DNA tepat pada ikatan
fosfodiester. Enzim-enzim ini bekerja dengan memotong DNA pada lokasi-lokasi spesifik
yang mampu mengenali 4 – 8 urutan nukleotida (Fatchiyah dkk, 2011).
Enzim restriksi diisolasi dari bakteri. Enzim restriksi biasanya terdapat dalam
kombinasi dengan enzim pemodifikasi lain yang melindungi DNA-nya sendiri dari
pemotongan, yaitu DNA-metil transferase. Pemotongan enzim restriksi akan menghasilkan
potongan yaitu ujung kohesif (sticky end) dan ujung rata (blunt end).
Enzim restriksi endonuklease membutuhkan beberapa kondisi tertentu untuk
menghasilkan pemotongan yang optimum. Parameter-parameter tersebut adalah:
 Suhu
Sebagian besar enzim endonuklease restriksi memiliki suhu optimum sekitar 37°C.
Beberapa enzim restriksi yang diperoleh dari bakteri thermofilik memiliki aktivitas
pemotongan optimum pada suhu tinggi
 pH
Hampir semua enzim restriksi bekerja dengan baik pada kisaran pH 7.2-8.0
 Kekuatan ionik
Hampir semua enzim restriksi dapat menerima kekuatan ionik dari NaCl (50-
150 mM) maupun KCl (10-150 mM), namun beberapa enzim restriksi hanya
aktif pada kekuatan ionik yang diberikan oleh KCl, seperti enzim SmaI
 Pengaruh kation
Ion Mg2+ diduga berperan sebagai aktivator molekul air untuk membentuk
nukleofil yang dibutuhkan atau untuk menyebabkan polarisasi ikatan
fosfodiester yang akan dipotong
 Waktu reaksi
Lamanya waktu reaksi enzim ditentukan oleh unit aktivitas enzim. Enzim yang
memiliki unit aktivitas tinggi tidak membutuhkan waktu reaksi yang terlalu lama.
 Komposisi Buffer
Enzim restriksi yang berbeda membutuhkan ionic strength (konsentrsi garam) dan
kation yang berbeda pula. Beberapa enzim tidak dapat bekerja bila komposisi
buffernya tidak sesuai. Penggunaan buffer yang berbeda akan menyebabkan kerja
enzim dalam memotong menjadi tidak optimal.
 Lama Inkubasi
Bila inkubasinya terlalu lama, maka enzim akan memotong sisi lain selain sisi
spesifiknya, sehinga fragmen yang terbentuk menjadi kecil – kecil. Sehingga ketika
divisualisasi menyebabkanband yang terlihat smear (Fatchiyah dkk, 2011).

3. Elektroforensis Gel
Elektroforensis adalah suatu proses migrasi molekul bermuatan di dalam suatu media
yang bermuatan listrik, dimana kecepatan migrasinya tergantung pada muatan, ukuran dan
bentuk setiap molekul yang terlibat. Salah satu gel yang dapat digunakan pada elektroforesis
adalah gel agarosa. Agarosa digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi, dan
memurnikan fragmen-fragmen DNA (Sambrook et al., 1989).
Mobilitas fragmen DNA pada gel elektroforesis sangat dipengaruhi oleh komposisi
dan kelarutan ion buffer elektroforesis. Jika konsentrasi ion-ion sangat sedikit maka
konduktifitas listrik sangat kecil dan migrasi DNA menjadi lambat. Konsentrasi ion yang
berlebih akan mengakibatkan gel mencair dan DNA terdenaturasi. Selain buffer
elektroforesis, teknik elektroforesis DNA juga memerlukan loading buffer. Buffer ini
berfungsi meningkatkan densitas sampel sehingga fragmen tersebut berada di dasar well dan
tidak menyebar. Fungsi lainnya adalah memberi warna pada fragmen DNA sehingga
mempermudah pengamatan proses elektroforesis. Buffer ini dapat juga membantu
pergerakan sampel ke anoda. Ukuran fragmen DNA hasil pemotongan dengan endonuclease
restriksi dapat ditentukan dengan memakai penanda DNA (marker). Penanda DNA adalah
fragmen DNA yang telah diketahui ukurannya (Sambrook et al.,1989).
Prinsip dasarnya ialah pada saat elektroforesis berlangsung, protein akan bergerak
dari elektroda negatif menuju elektroda positif sampai pada jarak tertentu pada gel tergantung
pada berat molekulnya. Semakin rendah berat molekulnya maka semakin jauh pula protein
bergerak dengan kata lain mobilitisnya tinggi. Sebaliknya, protein dengan berat molekul
lebih besar akan bergerak pada jarak yang lebih pendek dengan kata lain mobilitisnya rendah
(Fatchiyah dkk, 2011).

4. Hibridisasi
Hibridisasi merupakan proses identifikasi gen-gen hasil analisis RFLP dengan
restriksi enzim yang sesuai dan diidentifikasi dengan fragmen gen target yang spefisifik yang
telah diberi label baik dengan radioaktif maupun non radioaktif. Proses hibridisasi dan
visualisasi diawali dengan transfer DNA dari gel agrosa ke nilom berpori atau membran
nitroselulosa, pada tahap ini sangat disarankan menggunakan nilon karena DNA akan
berikatan lebih kuat dibandingkan dengan membran nitroselulosa(Fatchiyah dkk, 2011).
Transfer DNA disebut juga ‘Southern blotting’ mengacu pada nama penemu teknik
tersebut yaitu E.M. Shoutern (1975). Southern tranfer dan hibridisasi DNA digunakan untuk
mempelajari bagaimana peran gen dalam genom dengan pemetaan titik-titik restriksi dan
segmen DNA genomik. Pada protokol dijelaskan pertama DNA genomik dipotong dengan
enzim restriksi dengan teknik RFLP, hasil pemotongan dengan teknik RFLP ini dipisahkan
dengan gel elektroforesis, dan transfer kapiler ke membran yang telah didenaturasi. Semua
fragmen hasil pemotongan dengan enzim restriksi yang pada awalnya berada pada gel akan
ditranfer secara kapiler ke membran tersebut dalam bentuk untai tunggal. Pola fragmen akan
sama dengan yang berada pada gel (Fatchiyah dkk, 2011).
Teknik hibridisasi meliputi dua proses, yaitu; (1) proses denaturasi atau pemisahan
dua rantai asam nikleat yang komplementer, dan (2) proses denaturasi atau perpaduan
kembali dua rantai asam nukleat. Proses denaturasi biasanya dilakukan dengan cara
pemanasan DNA untuk memecah ikatan hidrogen yang terdapat diantara pasangan basa,
sehingga rantai asam nukleat akan terpisah. Proses ini kemudian diikuti dengan proses
denaturasi secara pendinginan. Kondisi yang dapat mempengaruhi apakah dua rantai asam
nukleat akan berhibridisasi dengan daya ikat yang kuat. Kondisi ikatan yang kuat akan
mendukung perpaduan dua basa dari dua rantai yang berkomplemen secara tepat, sedangkan
kondisi ikatan yang lemah akan menyebabkan banyaknya perpaduan dua basa yang tidak
sesuai dengan dua rantai asam nukleat DNA yang ditransfer pada nilon berpori atau membran
nitroselulosa (Fatchiyah dkk, 2011).
Proses selanjutnya adalah hibridisasi dengan probe. DNA probe yang telah diberi
label akan berkomplementasi dengan target melalui hibridisasi, sehingga dapat mendeteksi
keberadaan gen tertentu. Pada prosedur hibridisasi, beberapa hal yang perlu diperhatikan
yaitu memaksimalkan reaksi probe dengan sekuens target, serta meminimalkan interaksi
nonspesifik ntara nukleotida dengan komponen selular yang lain. Tujuan ini dapat dicapai
bergantung pada komponen larutan hibridisasi, suhu, dan lama hibridisasi. Bila
menggunakan probe berupa DNA atau untuk mendeteksi DNA, diperlukan tahapan
denaturasi menggunakan dry heat dalam larutan hibridisasi. Suhu denaturasi (melt
temperature) tergantung pada persentase G+C dalam sekuens target. Salah satu kondisi yang
mempengaruhi hibridisasi adalah tipe asam nukleat yang akan dihibridisasi. Perpaduan dua
basa antara rantai DNA tidak sekuat pasangan basa antara DNA dan RNA. Rantai asam
nukleat yang lebih panjang dengan jumlah pasangan basa yang berkomplementer lebih
banyak, akan berhibridisasi kuat daripada rantai yang pendek. Komposisi asam basa nukleat
juga akan mempengruhi hibridisasi, karena pasangan G-C lebih kuat daripada pasangan A-
T. Selain itu, suhu dan kekuatan ionik bufer yang digunakan juga akan mempengaruhi reaksi
hibridisasi (Fatchiyah dkk, 2011).
DNA yang ditransfer pada nilon berpori atau membrane nitroselulosa selanjutnya
dihibridisasi dengan probe. Membran diinkubasi bersama probe DNA. Bila antara probe dan
DNA target merupakan komplemen maka akan terjadi hibridisasi. Bila probe yang digunakan
dilabeli maka selanjutnya dupleks yang terjadi dapat dideteksi. Bila kondisi hibridisasi yang
digunakan mempunyai stringency yang tinggi (highly stringent), maka tidak akan terjadi
hibridisasi dengan DNA yang mempunyai kekerabatan yang jauh atau non homolog. Jadi
probe DNA akan mengenali hanya sekuen yang komplemen dan secara ideal homolog
diantara beribu-ribu atau bahakan berjuta-juta fragmen yang bermigrasi sepanjang gel.
Fragmen yang diinginkan dapat dideteksi setelah dilakukan pemaparan membrane yang telah
mengalami hibridisasi pada film (Fatchiyah dkk, 2011).
Langkah kerja Hibridisasi
a. Transfer DNA
Prinsip transfer DNA dalah proses fisika sederhana dengan sistem kapiler. Fragmen-
fragmen DNA hasil pemisahan pada gel elekrtoforesis kemudian didenaturasi dengan
larutan bufer denaturan. Biarkan pada kondisi suhu ruang. Siapkan wadah dan baki,
penyangga, pembatas, batangan kaca, beberapa lembar membran filter seperti membran
3M dengan ukuran yang telah ditentukan, membran nilon, setumpuk kertas tisu yang
punya daya serap rendah, untuk memaksimalkan hasil transfer dari larutan bufer, dan
larutan bufer transfer. Proses DNA transfer akan berlangsung dari bawah ke atas, bufer
akan diserap secara perlahan sehingga DNA akan berpindah ke membran secara
sempurna. Setelah proses transfer DNA berlangsung semalaman, maka buang kertas tisu
dan untuk melekatkan DNA secara kuat lakukan cross-link dengan UV linker atau sinar
UV panjang gelombang 240 nm sekitar 2 menit. Setelah langkah ini, membran siap untuk
dilakukan prehibridisasi dan hibridisasi (Fatchiyah dkk, 2011).
b. Eksperimen hibridisasi
Prinsip metode hibridisasi DNA sederhana. DNA adalah pita ganda yang hanya diikat
oleh ikatan hidrogen antara basa-basa nukleotidanya, sehingga di kondisi tertentu pita
ganda DNA, akan mudah menjadi pita tunggal. Oleh karena, ketika pita tunggal DNA
dihibridisasi dengan pita tunggal, DNA probe akan langsung berikatan secara kuat secara
komplemen pada kondisi yang optimal, atau hibridisasi dengan apapun molukul DNA
yang komplemen dengan urutan basa pita tunggal DNA tunggal (Fatchiyah dkk, 2011).
Pada kondisi dimana pita ganda DNA telah terikat di membran nilon hasil transfer
kapiler, DNA tidak tampak oleh mata kita dan membran tetap warna putih. Sebelum
hibridisasi, dilakukan prehibridisasi dengan larutan denaturan. Membran didenaturasi di
bufer denaturasi, sehingga kita mempunyai membran dengan pita tunggal DNA dan proses
prehibridisasi. Lakukan inkubasi pada suhu 60°C semalaman, kemudian masukkan ke
kantong plastik yang sesuai ukuran membran dan berisi cairan probe spesifik yang juga
merupakan pita tunggal DNAA. Plastik ditutup rapat, hindari adanya gelembung di
dalamnya karena akan menghambat kerja probe. Bila ada gelembung, keluarkan hati-hati
secara vakum. Untuk penggunaan probe radioaktif, gunakan wadah khusus untuk proses
hibridisasi ini, letakkan membran di wadah tersebut dan masukkan larutan probe sesedikit
mungkin. Inkubasi pada suhu 60°C sampai waktu yang telah ditetapkan (Fatchiyah dkk,
2011).
DNA probe akan menghibridisasi urutan basa nukleotida yang komplemen saja,
sedangkan urutan basa lainnya tidak. Kemudian, cuci membran sampai bersih dari sisa
larutan probe. Bila menggunakan probe radioaktif, perhatikan pembuangan sisa larutan
probe maupun larutan pencuci yang harus dibuang di tempat khusus yang terlabel
rdioaktif, karena pembuangan akhir akan ditangani oleh lembaga khusus yang
bertanggung jawab terhadap keamanan zat-zat radioaktif. Visualisasi hasil hibridisasi
dilakukan di ruang gelap (Fatchiyah dkk, 2011).
Membran diekspos dengan sinar-X pada film khusus, kemudian, film dicuci seperti
mencuci film pada umumnya. Setelah film dicuci, kemudian dikeringanginkan. Hasil bisa
diidentifikasi di atas boks lampu. Mutasi akan menghasilkan sisi pengenalan enzim
restriksi yang baru pada suatu sekuens DNA. Teknologi RFLP secara ideal akan
menghasilkan suatu seri pita pada gel, yang dapat diberi penilaian berdasarkan ada atau
tidaknya pita tertentu atau sebagai marker kodominan. Perbedaan antar genotipe biasanya
divisualisasikan sebagai pola fragmen restriksi yang berbeda(Fatchiyah dkk, 2011).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Marka molekuler RFLP
(Restriction Fragment Length Polymorphism) merupakan marka molekuler yang
menggunakan enzim restriksi dalam mengidentifikasi sekuensi-sekuensi DNA. Analisis
RFLP yang merupakan marker kodominan telah banyak digunakan untuk mencapai
berbagai tujuan. Mengingat situs restriksi mempunyai sekuensi DNA tertentu, berarti
variasi keberadaan situs restriksi mencerminkan adanya variasi sekuensi DNA. Dengan
kata lain, RFLP dapat berfungsi sebagai penduga variasi DNA.
Aplikasi teknik RFLP biasanya digunakan untuk mendeteksi diversitas genetik,
hubungan kekerabatan, sejarah domestifikasi, asal dan evolusi suatu spesies, aliran gen
dan seleksi, pemetaan seluruh genom, pengamanan gen-gen target yang akan
diekspresikan, mengisolasi gen-gen yang berguna dari spesies liar serta mengkonstruksi
pustaka DNA
 Tahapan RFLP
a. Isolasi DNA
b. Pemotongan Dengan Enzim Restriksi
c. Elektroforensis Gel
d. Hibridisasi
 Kekurangan RFLP adalah:
1. Dibutuhkannya DNA dengan kemurnian yang tinggi dalam jumlah banyak;
2. Tidak mungkin dilakukan otomatisasi
3. Pada beberapa spesies mempunyai level polimorfisme yang rendah
4. Sedikit lokus yang terdeteksi
5. Memerlukan pustaka probe yang sesuai
6. Membutuhkan waktu yang banyak
7. Membutuhkan biaya yang besar
 Berbagai kelebihan penerapan marker RFLP antara lain :
1. Menduga hubungan kekerabatan dari beberapa individu yang dianalisis,
2. Menduga ada tidaknya variasi genetik dari koleksi plama nutfah
3. Memonitor proses seleksi (melalui linkage) berbagai karakter
4. Memilah-milah komponen genetik dari karakter kuantitatif
5. Menganalisis gen yang berasal dari proses transformasi genetik
6. Bersifat kodominan sehinggan dapat mendeteksi adanya heterozigositas
8. Memiliki kemampuan memisahkan yang tinggi pada tingkat spesies, populasi.

A. SARAN

Dari makalah ini tentang RFLP , penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan dapat digunakan sebagai literatur selanjutnya. Untuk penulis makalah
selanjutnya semoga ada perbaikan dari makalah sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Corkill, G dan Rapley, R. 2008. The Manipulation of Nucleic Acids: Basic Tools and
Techniques in Molecular Biomethods Handbook Second Edition. Humana Press. New
Jersey, USA.

Fatchiyah, Arumingtyas, E. L., Widyarti, S., Rahayu, S. 2011. Biologi Molekular, Prinsip
Dasar Analisis. Erlangga. Jakarta.

Giacomazzi, S., Lerol, F., dan Joffraud, J. J. 2005. Comparison of Three Methods of DNA
Extraction from Cold-Smoked Salmon and Impact of Physical Treatments. Journal
of Applied Microbiology. 98: 1230-1238.

Holme, D. J dan Hazel, P. 1998. Analytical Biochemistry. Pearson Education Limited.


Inggris.

Khosravinia, H dan Ramesha, K. P. 2007. Influence od EDTA and Magnesium On DNA


Extraction From Blood Samples and Specificity of Polymerase Chain Reaction.
African Journal and Biotechnology. 6(3): 184-187

Sambrook, J., Fritsch, E. F dan Maniati, T. 1989. Molecular Cloning A Laboratory Manual.
Cold Spring Harbor Lab Press. USA.

Surzcki, S. 2000. Basic Techniques in Molecular Biology. Springer-Verlag Berlin


Heidelberg. Jerman.

Switzer. 1999. Experimental Biochemistry. Blackwell Scientific Pub. Oxford.

Wilson, K dan John, M. W. 1994. Principles and Techniques od Practical Biochemistry.


Cambridge University Press. United Kingdom.

Anda mungkin juga menyukai