Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM MANDIRI FISIOLOGI HEWAN TAHUN AJARAN GANJIL 2021/2022

OSMOREGULASI HEWAN AKUATIK

Oleh:

Kelompok : Kelompok B
Semester/Kelas :5/B
Anggota: 1. Husnun Mufidah (1910421006)
2. Restu Lestari (1910421010)
3. Nur Fadhilah (1910421016)
4. Harry Sumartin (1910421020)
5. Vivian Ramadhani (1910421024)
6. Ranny Syafitri (1910422024)

LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2021
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air sebagai media internal
maupun eksternal. Sel-sel organ tubuh ikan dapat berfungsi dengan baik jika sel-sel tersebut harus
berada dalam cairan media dengan komposisi dan konsentrasi ionik yang sesuai dengan
kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan pengaturan (osmoregulasi) agar tercipta komposisi dan
konsentrasi ionik cairan dalam sel (intraseluler) dengan cairan luar sel (ekstraseluler) yang hampir
sama. (Susilo, 2010). Mekanisme pengaturan air dan ion dalam tubuh dengan sejumlah mekanisme
yang dilakukan untuk mengatasi problem osmotik dan mengatur perbedaan antara intrasel dan
ekstra sel dan diantara ekstra sel dengan lingkungan secara kolektif, mekanisme osmoregulasi
meliputi volume air, kandungan zat terlarut dan distribusi zat terlarut (Evans, 1988).
Osmoregulasi adalah upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara
tubuh dan lingkungannya, atau suatu proses pengaturan tekanan osmose. Hal ini penting dilakukan,
terutama oleh organisme perairan karena harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan
lingkungannya, membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang
bergerak cepat, dan adanya perbedaan tekanan osmotik antara cairan tubuh dan lingkungan. Proses
inti dalam osmoregulasi yaitu osmosis atau pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan
air lebih tinggi menuju ke yang lebih rendah (Fujaya, 2004).
Regulasi ion dan air pada ikan terjadi hipertonik atau isotonik tergantung pada perbedaan
(lebih tinggi, lebih rendah atau sama) konsentrasi cairan tubuh dengan konsentrasi media hidupnya.
Perbedaan tersebut dapat dijadikan sebagai strategi dalam menangani komposisi cairan ekstraseluler
dalam tubuh ikan. Untuk ikan-ikan oseanodrom yang bersifat hipoosmotik terhadap lingkungannya,
air mengalir secara osmose dari dalam tubuhnya melalui ginjal, insang dan kulit ke lingkungan,
sedangkan ion-ion masuk ke dalam tubuhnya secara difusi. Sedangkan untuk ikan-ikan eurihalin,
memiliki kemampuan untuk dengan cepat menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuhnya
dengan media (isoosmotik), namun karena kondisi lingkungan perairan tidak selalu tetap, maka
proses osmoregulasi seperti halnya ikan potadrom dan oseanodrom tetap terjadi (Palallo, 2010).
Ikan memerlukan osmoregulasi karena harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh
dan lingkungan, membran selnya yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi
yang bergerak cepat dan adanya perbedaan tekanan osmotik yang berbeda. Konsep tekanan osmotik
dapat menimbulkan kebingungan sehingga lebih sering menggunakan istilah konsentrasi osmotik.
Jika suatu larutan memiliki konsentrasi osmotik lebih tinggi tekanan osmotiknya juga tinggi.
Larutan yang mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dibanding larutan yang lain disebut
hiperosmotik. Larutan yang memiliki konsentrasi osmotik lebih rendah daripada larutan lainnya
disebut hipoosmotik. Apabila konsentrasi osmotiknya sama dengan larutan lainnya disebut isotonik
atau isoosmotik (Fujaya, 2004).
Penurunan salinitas dari air laut menjadi air tawar dapat mempengaruhi keseimbangan
antara konsentrasi air dan ion dalam tubuh ikan yang berkaitan dengan proses osmoregulasi. Hewan
pada dasarnya memiliki toleransi terbatas terhadap lingkungan artinya bila dipindahkan ke suatu
habitat akan beradaptasi dan bila tidak mampu beradaptasi akan mati. Proses pengaturan regulasi
pada tubuh hewan berbeda-beda, misalnya saja pada ikan air tawar, karena tubuhnya hipertonik
terhadap medium maka ikan air tawar akan mengeluarkan urin yang encer karena kelebihan air di
dalam tubuhnya. Kelebihan air ini disebabkan karena adanya air lingkungan masuk ke dalam tubuh
melalui difusi. Ikan air tawar bila dipindahkan ke air laut maka keadaan tubuhnya akan menjadi
hipotonik terhadap lingkungan. Keadaan ini menyebabkan air keluar dari tubuh sehingga kadar
garam di dalam tubuh akan meningkat. Seiring meningkatnya kadar garam dalam tubuh, ikan yang
melakukan mekanisme ini disebut euryhaline, sedangkan yang tidak melakukan mekanisme ini
disebut stenohalin (Schmidt & Nielsen, 1990).
Peningkatan salinitas air akan mengakibatkan keadaan hipertonik berkurang, sehingga ikan
akan lebih banyak menggunakan energi untuk pertumbuhannya. Selain itu salinitas juga merupakan
fasilitator dari pertukaran ion-ion antara darah (tubuh) ikan dan air (lingkungan) yang dapat
menjaga kestabilan regulasi asam basa dalam tubuh (Wedemeyer, 1996). Salinitas sebagai salah
satu parameter kualitas air berpengaruh secara langsung terhadap metabolisme tubuh ikan, terutama
proses osmoregulasi. Dengan memberikan perlakuan salinitas diharapkan mampu meningkatkan
efisiensi penggunaan energi dalam proses osmoregulasi (Yurisma, dkk, 2013).
Meminum air laut adalah sumber utama air pada ikan air laut untuk mengembalikan air yang
hilang melalui difusi insang, ginjal, dan mungkin pula melalui kulit. Setelah air masuk ke dalam
usus, dinding usus aktif mengambil ion-ion monovalen (Na+, K+, dan Cl-) dan air, sebaliknya
membiarkan lebih banyak ion-ion divalen (Mg+2, Ca+2, SO4-) tetap di dalam usus sebagai cairan
rektal agar osmolaritas usus sama dengan darah. Hal ini penting dilakukan untuk menghindarkan air
yang telah diserap usus kembali ke dalam rektal. Pada ikan air tawar, proses meminum juga tetap
terjadi, meskipun air secara osmosis masuk ke dalam tubuh, namun jumlahnya sedikit. Proses
minum ini dibutuhkan oleh usus untuk mengambil kembali ion-ion yang hilang melalui difusi dan
juga melalui urin (Fujaya, 2004).

1.2. Tujuan
Adapun tujuan praktikum osmoregulasi hewan akuatik ini adalah untuk mengetahui indikator-
indikator perubahan fisiologis hewan akuatis akibat gangguan osmoregulasi dan untuk mengetahui
efek fisiologis beberapa senyawa kimia (garam dan detergen) pada hewan akuatis berupa ikan.

2. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
2.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Osmoregulasi Hewan Akuatik dilaksanakan pada Hari Sabtu, 06 November 2021 Pukul
10.00 WIB yang bertempat di masing-masing rumah praktikan.
2.2. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum osmoregulasi hewan akuatik ini yaitu
wadah ikan (gelas atau toples), gelas ukur, pipet tetes, pinset, stopwatch, timbangan, kertas label, air
ledeng, larutan NaCl atau garam dapur konsentrasi rendah 0,5% dan konsentrasi tinggi 20%, larutan
detergen konsentrasi rendah 0,5% dan konsentrasi tinggi 20% dan ikan air tawar (6-10 cm).
2.3. Metoda Praktikum
a. Efek Salinitas Terhadap Osmoregulasi Ikan
Disediakan alat dan bahan terlebih dahulu. Disediakan larutan garam dengan konsentrasi berbeda
(0.5% dan 20%) dengan volume masing-masing larutan 1000 ml. Selanjutnya dimasukkan seekor
ikan yang masih hidup ke dalam larutan pertama (0,5%) dan dicatat kondisi awal ikan. Dibiarkan
selama 10 menit lalu diamati kembali kondisi ikan tersebut di dalam larutan. Setelah selesai, ikan
diangkat dan ditempatkan di dalam air biasa (tanpa campuran garam) untuk memulihkan
kondisinya. Pemulihan ini berlangsung selama 10 menit. Setelah 10 menit dalam air biasa, ikan
tersebut dipindahkan ke dalam larutan garam konsentrasi tinggi (20%) lalu dicatat kondisi awal ikan
tersebut dan kondisinya setelah 10 menit perlakuan. Terakhir dilakukannya perbandingkan hasil
pengamatan pada kedua perlakuan tersebut.

b. Efek Deterjen Terhadap Osmolaritas Ikan


Disediakan larutan detergen dengan konsentrasi berbeda (0,5% dan 20%) dengan volume masing-
masing larutan 1000 ml. Selanjutnya dimasukkan seekor ikan yang masih hidup ke dalam larutan
pertama (0,5%) dan dicatat kondisi awal ikan lalu dibiarkan selama 10 menit dan diamati kembali
kondisi ikan tersebut di dalam larutan. Setelah selesai, ikan diangkat dan ditempatkan di dalam air
biasa (tanpa campuran deterjen) untuk memulihkan kondisinya selama 10 menit. Setelah 10 menit
dalam air biasa, ikan tersebut dipindahkan ke dalam larutan detergen konsentrasi tinggi (20%) lalu
dicatat kondisi awal ikan tersebut dan kondisinya setelah 10 menit perlakuan. Kemudian melakukan
perbandingan hasil pengamatan pada kedua perlakuan tersebut.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Efek Salinitas Terhadap Osmoregulasi Hewan
Tabel 1. Pengamatan Efek Salinitas Terhadap Osmoregulasi Ikan
No. Parameter Pengamatan Kondisi Ikan
Awal Perlakuan Akhir Perlakuan
0.5% 20% 0.5% 20%
1. Gerakan (normal, pasif, aktif, Sangat Pasif Aktif Pasif
sangat aktif) aktif
2. Kondisi ekor (normal, Normal Pendarahan Normal Pendarahan
pendarahan)
3. Kondisi mata (jika dapat diamati: Normal Pendarahan Normal Pendarahan
pendarahan, normal)
4. Frekuensi buka-tutup overculum 60x 2x 6x Tidak ada
selama 1 menit penghitungan
5. Pengeluaran sekret (lendir, Tidak Kotoran Kotoran Kotoran
urin/kotoran ada atau tidak) ada dan lendir

Berdasarkan hasil pengamatan pada percobaan osmoregulasi dengan sampel ikan air tawar
kedalam larutan yang dicampur dengan garam didapatkan hasil bahwa pada konsentrasi garam
sebesar 0,5 % pada perlakuan awal dimasukan kondisi ikan bergerak sangat aktif, kondisi ekornya
normal, dan kondisi matanya normal sedangkan frekuensi buka-tutup operculum dalam hitungan 1
menit sebanyak 60 kali dan tidak adanya pengeluaran sekret. Pada kondisi garam 0,5% di akhir
perlakuan kondisi ikan berubah menjadi aktif, kondisi ekornya normal, dan kondisi matanya normal
sedangkan frekuensi buka-tutup operculum dalam hitungan 1 menit berubah menjadi sebanyak 6
kali dan terdapatnya sekret berupa kotoran. Pada konsentrasi garam 20%, pada perlakuan awal
sampai akhir gerakan ikan pasif, kondisi mata dan ekornya mengalami pendarahan dari awal sampai
akhir, frekuensi buka-tutup operculum selama 1 menit penghitungan berubah dari 2 kali menjadi
tidak ada pergerakan, dan rata-rata semua ikan mengeluarkan sekret berupa kotoran dan sedikit
lendir.

b. Efek Detergen Terhadap Osmoregulasi Ikan


Tabel 2. Pengamatan Efek Detergen Terhadap Osmoregulasi Ikan
No. Parameter Pengamatan Kondisi Ikan
Awal Perlakuan Akhir Perlakuan
0.5% 20% 0.5% 20%
6. Gerakan (normal, pasif, aktif, Sangat Pasif Pasif Mati
sangat aktif) aktif
7. Kondisi ekor (normal, Normal Pendarahan Pendarahan Pendarahan
pendarahan)
8. Kondisi mata (jika dapat diamati: Normal Pendarahan Pendarahan Pendarahan
pendarahan, normal)
9. Frekuensi buka-tutup overculum 38x 3x 10x Tidak ada
selama 1 menit penghitungan
10. Pengeluaran sekret (lendir, Lendir Lendir Lendir Lendir
urin/kotoran ada atau tidak)

Berdasarkan hasil pengamatan pada percobaan osmoregulasi dengan sampel ikan air tawar kedalam
larutan yang dicampur dengan deterjen didapatkan hasil bahwa pada konsentrasi deterjen sebesar
0,5 % pada perlakuan awal dimasukan kondisi ikan bergerak sangat aktif, kondisi ekornya normal,
dan kondisi matanya normal sedangkan frekuensi buka-tutup operculum dalam hitungan 1 menit
sebanyak 38 kali dan adanya pengeluaran sekret berupa lendir. Pada kondisi garam 0,5% di akhir
perlakuan kondisi ikan berubah menjadi pasif, kondisi ekornya dan kondisi matanya berubah
menjadi pendarahan sedangkan frekuensi buka-tutup operculum dalam hitungan 1 menit berubah
menjadi sebanyak 10 kali dan terdapatnya sekret berupa lendir. Pada konsentrasi garam 20%, pada
perlakuan awal sampai akhir gerakan ikan pasif lalu mati, kondisi mata dan ekornya mengalami
pendarahan dari awal sampai akhir, frekuensi buka tutup operculum selama 1 menit penghitungan
berubah dari 3 kali menjadi tidak ada pergerakan, dan rata-rata semua ikan mengeluarkan sekret
berupa lendir.

3.2. Pembahasan
3.2.1. Efek Salinitas terhadap Osmoregulasi Ikan Air Tawar
Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa kondisi ikan dengan konsentrasi garam 0,5 %
mengalami perubahan dari kondisi normalnya dibandingkan dengan konsentrasi garam 20%
osmoregulasi yang terjadi pada konsentrasi garam 0,5% lebih tinggi (awal dan akhir). Hal ini dapat
dilihat dengan frekuensi pembukaan operkulum per menit sebanyak 66 kali sedangkan pada
konsentrasi garam 1% frekuensi pembukaan operculum sebanyak 2 kali. Perubahan tutup buka
operculum terjadi karena adanya perubahan peningkatan konsentrasi salinitas.
Peningkatan konsentrasi awal salinitas yang rendah memberi waktu kepada ikan untuk
beradaptasi dan bertahan hidup yang mengakibatkan kontrol permeabilitas dan sistem
osmoregulasinya cepat kembali normal dan tidak mengganggu daya tahan dan pertumbuhan ikan.
Hal ini akan berbeda jika peningkatan salinitas dilakukan langsung pada konsentrasi tinggi,
walaupun tersedia cukup waktu untuk beradaptasi terhadap lingkungannya, ikan tidak dapat
bertahan hidup lebih lama yang akibat adanya kejutan konsentrasi salinitas yang mendadak ini akan
membuat, daya tahan tubuh ikan menurun. Ikan air tawar yang dipindahkan ke dalam media
bersalinitas tinggi akan cenderung memasukkan garam-garam ke dalam tubuhnya. Sebaliknya ikan
laut yang dipindahkan ke dalam media yang bersalinitas lebih rendah akan memasukkan air ke
dalam tubuhnya secara terus menerus pada kecepatan yang tidak normal sampai terjadi
keseimbangan setelah 10-48 jam (Black, 1957).
Proses osmoregulasi pada ikan tersebut berjalan dengan normal pada kadar garam tertentu
juga disebabkan karena ikan berusaha menyeimbangkan substansi tubuh dengan lingkungannya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Fujaya (2008) yang menyatakan bahwa ikan air tawar bersifat
hiperosmotik terhadap lingkungannya, menyebabkan air bergerak masuk kedalam tubuh dan ion-ion
keluar ke lingkungan dengan cara difusi. Ikan air tawar harus selalu menjaga tubuh agar garam
tidak larut dan lolos ke dalam air. Garam-garam dari lingkungan akan diserap oleh ikan
menggunakan energi metaboliknya. Ikan mempertahankan keseimbangannya dengan tidak banyak
minum air, kulitnya diliputi mucus, melakukan osmosis lewat insang, produksi urinnya encer,
mengeluarkan kotoran dan memompa garam melalui sel-sel khusus pada insang (Mc Connaughey
& Zottoli, 1983).
Ikan air tawar yang diadaptasikan ke media air bersalinitas lebih tinggi dari tubuhnya
memperlihatkan perubahan konsentrasi garam tubuh secara berangsur-angsur akibat kontrol
permeabilitas oleh hormon dan sistem saraf otomatis terhadap lingkungan baru dan pengaruh
langsung sel-sel tubuhnya (Brown, 1957). Salinitas merupakan salah satu faktor yang ada dalam
sifat kimia air dan keberadaannya di dalam air dapat menjadi faktor penghambat atau pemacu
pertumbuhan ikan. Selain itu, salinitas juga merupakan faktor penting yang menunjang
kelangsungan hidup, konsumsi pakan, laju pertumbuhan, metabolisme, dan distribusi ikan (Kinne,
1964 dalam Lesmono, 2006). Salah satu aspek fisiologis ikan yang dipengaruhi oleh salinitas adalah
tekanan dan konsentrasi osmotik serta konsentrasi ion dalam cairan tubuh. Ikan yang dipelihara
pada kondisi salinitas yang sama dengan konsentrasi ion dalam darah akan lebih banyak
menggunakan energi untuk pertumbuhan (Stickney, 1979).
3.2.2. Efek Detergen terhadap Osmoregulasi Ikan Air Tawar
Berdasarkan Tabel 2. dapat diketahui bahwa kondisi ikan dengan pengaruh detergen pembukaan
dan penutupan operkulum lebih aktif pada konsentrasi 0,5% sedangkan pada konsentrasi 20%
hanya terjadi satu kali pembukaan dan penutupan operkulum pada awal pengamatan dan pada akhir
pengamatan ikan yang dijadikan bahan uji kondisinya tidak pergerakan. Pada pengeluaran sekret
konsentrasi 20% mengeluarkan lendir. Hal ini berarti ikan sudah tidak mampu lagi
mempertahankan cairan internal tubuhnya dengan cairan eksternal tubuh.
Penggunaan deterjen dalam perlakuan dapat menghambat ikan memperoleh oksigen dalam
air. Oksigen digunakan oleh organisme akuatik untuk proses respirasi. Ketersediaan oksigen sangat
berpengaruh terhadap metabolisme dalam tubuh dan untuk kelangsungan hidup suatu organisme.
Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari difusi dengan udara dan adanya proses fotosintesis dari
tanaman air. Kelarutan oksigen di air menurun dengan semakin meningkatnya salinitas, setiap
peningkatan salinitas sebesar 9 mg/l mengurangi kelarutan oksigen sebanyak 5 % dari yang
seharusnya di air tawar (Boyd, 1982).
Kebutuhan organisme akan oksigen sangat bervariasi tergantung pada umur ikan, ukuran ikan,
dan kondisi ikan. Menurut Brett (1979), jika kandungan oksigen terlarut dalam air pada wadah
budidaya kurang dari 3 mg/l dan suhu air berkisar antara 20°C-32°C dapat menyebabkan laju
pertumbuhan, efisiensi pakan, dan jumlah pakan yang diberikan menurun. Penurunan kadar oksigen
terlarut hingga dibawah 5 mg/l dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi,
pertumbuhan, dan kematian organisme budidaya. Meskipun permukaan tubuhnya diselubungi oleh
sisik dan mucus yang relatif impermeabel, namun demikian banyak air yang masuk ke dalam tubuh
dan juga terjadi pengeluaran ion-ion melintasi insang yang bersifat sangat permeabel. Selain itu
insang disini juga merupakan organ ekskresi yang membuang zat buangan bernitrogen dalam
bentuk amonia. Untuk menjaga cairan tubuhnya agar tetap dalam keadaan konstan (keadaan lunak),
ikan air tawar secara terus menerus mengeluarkan sejumlah besar air. Ini dilakukan dengan cara
memproduksi sejumlah besar filtrat glomerulus dan kemudian dilakukan reabsorbsi pilihan zat
terlarut dan tubulus renalis menuju ke dalam darah yang terdapat di kapiler peritubuler. Akibatnya
terbentuklah urin dengan jumlah besar, bersifat encer (hipotonik dibandingkan dengan darh ikan
tersebut), mengandung amonia dan sedikit mengandung zat terlarut. Ion-ion yang hilang dari cairan
tubuh diganti dengan makanan yang dimasukkan kedalam tubuh dari lingkungan nya dengan
perantaraan secara khusus yang terdapat di insang. (Wulangi, 1993).
Gambar 1. Grafik Hubungan antara konsentrasi larutan salinitas dan deterjen terhadap
frekuensi buka- tutup overculum per menit

Berdasarkan Grafik 1. di atas dapat diketahui bahwa kenaikan pembukaan dan penutupan
operkulum tertinggi terjadi pada salinitas konsentrasi 0,5% dan detergen 0,5%. Hal ini disebabkan
karena pekatnya kandungan detergen sehingga ikan memerlukan oksigen yang banyak untuk
menyeimbangkan cairan tubuh dengan cairan luar tubuhnya. Sedangkan pada detergen 20% jumlah
bukan dan menutupnya operculum tidak ada dikarenakan kekurangan oksigen terlarut untuk proses
respirasi sehingga menyebabkan ikan mati dan tidak mampu lagi untuk dilakukan pengujian.
Dekomposisi bahan organik dan respirasi dalam perairan akan menurunkan kandungan
oksigen terlarut dan menaikkan kandungan CO2 yang akan berpengaruh terhadap penurunan nilai
pH. Penurunan nilai pH dapat mengakibatkan terlepasnya logam berat dari tanah sebagai substrat,
peningkatan kandungan amonia, dan CO2 yang bersifat racun (toksik) bagi organisme akuatik.
Kisaran pH yang dapat diterima untuk pemeliharaan ikan dan produktivitas perairan adalah 6,5-8,5
(Boyd, 1982). Pengaruh zat toksik terhadap ikan menyebabkan morfologi insang berubah dan
menyebabkan kematian dalam periode panjang (Kusriani, 2012). Selain itu, zat toksik dapat
merusak fungsi respirasi dari insang sehingga proses metabolisme dalam tubuh terganggu. Deterjen
yang bereaksi dengan air akan menimbulkan busa pada bagian permukaan air sehingga secara
langsung menghambat proses difusi udara bebas ke dalam air. Hal ini berdampak pada menipisnya
persediaan oksigen terlarut dalam air sehingga ikan kesulitan bernapas dan berdampak terhadap
peningkatan frekuensi bukaan operkulum.Deterjen menimbulkan bahaya bukan hanya bagi makhluk
hidup akan tetapi juga terhadap lingkungan perairan.

4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan maka dapat disimpulkan:
1. Efek salinitas terhadap osmoregulasi pada ikan sangat signifikan terjadi dari keadaan normal
pada konsentrasi garam 0,5% dibandingkan 20%.
2. Efek detergen terhadap osmoregulasi pada ikan sangat signifikan terjadi dari keadaan
normal pada konsentrasi 0,5% dibandingkan 20%.
3. Detergen bisa menyebabkan zat toksik masuk ke dalam metabolisme sehingga memicu hati
untuk bekerja lebih keras sehingga menimbulkan peradangan dan pembengkakan.
4. Semakin tinggi kadar garam pada larutan maka akan semakin cepat merusak sistem organ
dan berdampak besar pada osmoregulasi ikan.

4.2. Saran
1. Lebih memperhatikan objek praktikum secara detail dan teliti untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat
2. Diharapkan praktikum ke depannya dapat dilaksanakan di laboratorium sehingga dapat
dilaksanakan dengan maksimal dengan alat yang lebih memadai dan jika ada kendala dapat
bertanya secara langsung.
5. DAFTAR PUSTAKA
Black, V. S. 1957. Excretion and Osmoregulation. In M. E.
Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Co.,
Amsterdam.
Brett JR. 1979. Environmental Factors And Growth, Fish Physiology Vol. VIII. Academic Press,
New York. hlm. 559-679.
Brown, M.E. 1957. Experimental Studies on Growth,p: 361 – 399. In M. E. Brown (Ed). The
Physiology at Fishes.Vol. I. Academi Press. New York.
Evans, D.H. 1998. The Physiology of Fishes Second Edition. CRC Press, New York.
Fujaya, Yushinta. 2004. Fisiologi Ikan. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Fujaya, Y. 2008. Fisiologi Ikan “Dasar Pengembangan Teknik Perikanan”. Rineka Cipta, Jakarta.
Kinne O. 1964. The Effect of Temperature and Salinity on Marine and Brackish Water Animal. II.
Salinity. Oceanography Marine Biology Annual Review, 2: 281-339.
Kusriani, P, Wisjanarko dan Rohmawati,N. 2012. Uji Pengaruh Sublethal Pestisida Diazinon60 EC
terhadap Rasio Konversi Pakan (FCR) dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio L).
Jurnal Penelitian Perikanan 1 (1) (2012) 36-42
Mc Connaughey, B.H. & Zottoli, R. 1983. Introduction to Marine Biology. Moscy Co, London
Rosdiana sari, S., Syakirin, M. B., Komariyah. 2010. Perbedaan Salinitas Media Terhadap
Efisiensi Pemanfaatan Pakan Benih Ikan Nila Gift. Universitas Pekalongan: Pekalongan
Palallo, A. 2010. Osmoregulasi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Schmidt. & Nielsen, K. 1990. Animal Physiology Adaptation and Environment. Cambridge
University Press, London.
Stickney, R. R. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. John Willey and Sons. New York. 375
hal.
Susilo, U dan S. Sukmaningrum. 2010. Osmoregulasi Ikan Sidat Anguilla bicolor Mcclelland Pada
Media Dengan Salinitas Berbeda. Sains Akuatik 10 (2) : 111-119.
Wedemeyer GA. 1996. Fish Hatchery Management. Western Fisheries Research Center, New
York.
Wulangi, S Kartolo. 1993. Prinsip-prinsip fisiologi Hewan. DepDikBud. Bandung.
Yurisma, 2013. Pengaruh Salinitas yang berbeda terhadap Laju Konsumsi oksigen ikan gurame
skala laboratorium. Surabaya.
6. LAMPIRAN
6. 1. Data 1 (Ranny Syafitri, Harry Sumartin dan Vivian Ramadhani)
6.1.1. Pengamatan Efek Salinitas Terhadap Osmoregulasi Ikan
No. Parameter Pengamatan Kondisi Ikan
Awal Perlakuan Akhir Perlakuan
0.5% 20% 0.5% 20%
1. Gerakan (normal, pasif, aktif, Normal Pasif Normal Diam
sangat aktif)
2. Kondisi ekor (normal, Normal Normal Normal Normal
pendarahan)
3. Kondisi mata (jika dapat diamati: Normal Normal Normal Pendarahan
pendarahan, normal)
4. Frekuensi buka-tutup overculum 60x 2x 60x Tidak ada
selama 1 menit penghitungan gerak, berubah
menjadi ungu
5. Pengeluaran sekret (lendir, Tidak Kotoran Normal Sedikit lendir
urin/kotoran ada atau tidak) ada

6.1.2. Pengamatan Efek Detergen Terhadap Osmoregulasi Ikan


No. Parameter Pengamatan Kondisi Ikan
Awal Perlakuan Akhir Perlakuan
0.5% 20% 0.5% 20%
6. Gerakan (normal, pasif, aktif, Sangat Mati Pasif Mati
sangat aktif) aktif
7. Kondisi ekor (normal, Normal - Rusak -
pendarahan)
8. Kondisi mata (jika dapat diamati: Normal - Pendarahan -
pendarahan, normal)
9. Frekuensi buka-tutup overculum 12x - 2x -
selama 1 menit penghitungan
10. Pengeluaran sekret (lendir, Lendir - Lendir -
urin/kotoran ada atau tidak)

Gambar 1. Perlakuan dengan Larutan Gambar 2. Perlakuan dengan Larutan


Garam 0.5% Detergen 0.5%
Gambar 3. Perlakuan dengan Larutan Gambar 4. Perlakuan dengan Larutan

Garam 20% Detergen 20%

6. 2. Data 2 (Husnun Mufidah)


6.2.1. Pengamatan Efek Salinitas Terhadap Osmoregulasi Ikan
No. Parameter Pengamatan Kondisi Ikan
Awal Perlakuan Akhir Perlakuan
0.5% 20% 0.5% 20%
1. Gerakan (normal, pasif, aktif, Sangat Sangat Pasif Pasif, mati pada
sangat aktif) aktif aktif, menit ke-3
kejang
2. Kondisi ekor (normal, Normal Pendarahan Normal Pendarahan
pendarahan)
3. Kondisi mata (jika dapat diamati: Normal Pendarahan Normal Pendarahan,
pendarahan, normal) membesar
4. Frekuensi buka-tutup overculum 40 x 53x 72 x Tidak ada
selama 1 menit penghitungan
5. Pengeluaran sekret (lendir, Kotoran Kotoran Kotoran Kotoran, lendir
urin/kotoran ada atau tidak)

6.2.2. Pengamatan Efek Detergen Terhadap Osmoregulasi Ikan


No. Parameter Pengamatan Kondisi Ikan
Awal Perlakuan Akhir Perlakuan
0.5% 20% 0.5% 20%
6. Gerakan (normal, pasif, aktif, Sangat Pasif, Pasif Pasif, mati
sangat aktif) aktif kejang pada menit ke-
4
7. Kondisi ekor (normal, Normal Normal Pendarahan Pendarahan
pendarahan)
8. Kondisi mata (jika dapat Normal Pendarahan Pendarahan Pendarahan
diamati: pendarahan, normal)
9. Frekuensi buka-tutup overculum 34 x 6x 15x Tidak ada
selama 1 menit penghitungan
10. Pengeluaran sekret (lendir, lendir Banyak Lendir, Banyak lendir,
urin/kotoran ada atau tidak) lendir, darah darah
darah
Gambar 1. Garam 0.5 % (Awal Perlakuan) Gambar 2. Garam 0.5% (Akhir Perlakuan)

Gambar 3. Garam 20 % (Awal Perlakuan) Gambar 4. Garam 20% (Akhir Perlakuan)

Gambar 5. Deterjen 0.5 % (Awal Perlakuan) Gambar 6.Deterjen 0.5% (Akhir Perlakuan)

Gambar 7 Deterjen 20 % (Awal Perlakuan) Gambar 8. Deterjen 20% (Akhir Perlakuan)


6. 3. Data 3 (Restu Lestari)
6.3.1. Pengamatan Efek Salinitas Terhadap Osmoregulasi Ikan
No. Parameter Pengamatan Kondisi Ikan
Awal Perlakuan Akhir Perlakuan
0.5% 20% 0.5% 20%
1. Gerakan (normal, pasif, aktif, Sangat Pasif Aktif Pasif
sangat aktif) aktif
2. Kondisi ekor (normal, Normal Pendarahan Normal Pendarahan
pendarahan)
3. Kondisi mata (jika dapat diamati: Normal Normal Normal Normal
pendarahan, normal)
4. Frekuensi buka-tutup overculum 68x 30x 74x 13x
selama 1 menit penghitungan
5. Pengeluaran sekret (lendir, Tidak Tidak Tidak Tidak
urin/kotoran ada atau tidak)

6.3.2. Pengamatan Efek Detergen Terhadap Osmoregulasi Ikan


No. Parameter Pengamatan Kondisi Ikan
Awal Perlakuan Akhir Perlakuan
0.5% 20% 0.5% 20%
6. Gerakan (normal, pasif, aktif, Aktif Pasif Pasif Mati
sangat aktif)
7. Kondisi ekor (normal, Normal Pendarahan Pendarahan Pendarahan
pendarahan)
8. Kondisi mata (jika dapat Normal Pendarahan Pendarahan Pendarahan
diamati: pendarahan, normal)
9. Frekuensi buka-tutup overculum 40x 7x 20x -
selama 1 menit penghitungan
10. Pengeluaran sekret (lendir, Lendir Lendir Lendir Lendir dan
urin/kotoran ada atau tidak) kotoran

Gambar 1. Perlakuan awal dengan larutan Gambar 2. Perlakuan akhir dengan


garam 0,5% larutan garam 0,5%
Gambar 3. Perlakuan awal dengan larutan Gambar 4. Perlakuan akhir dengan
garam 20% larutan garam 20%

Gambar 5. Perlakuan awal dengan larutan Gambar 6. Perlakuan akhir dengan


deterjen 0,5% larutan deterjen 0,5%

Gambar 7. Perlakuan awal dengan larutan Gambar 8. Perlakuan akhir dengan


deterjen 20% larutan deterjen 20%
6. 4. Data 5 (Nur Fadhilah)
6.4.1. Pengamatan Efek Salinitas Terhadap Osmoregulasi Ikan
No. Parameter Pengamatan Kondisi Ikan
Awal Perlakuan Akhir Perlakuan
0.5% 20% 0.5% 20%
1. Gerakan (normal, pasif, aktif, Sangat Sangat Pasif Pasif, mati pada
sangat aktif) aktif aktif menit ke-6
2. Kondisi ekor (normal, Normal Pendarahan Normal Pendarahan
pendarahan)
3. Kondisi mata (jika dapat diamati: Normal Normal Normal Memutih
pendarahan, normal)
4. Frekuensi buka-tutup overculum 30x 56x 70x -
selama 1 menit penghitungan
5. Pengeluaran sekret (lendir, Kotoran Kotoran Kotoran Kotoran dan
urin/kotoran ada atau tidak) dan lendir lendir

6.4.2. Pengamatan Efek Detergen Terhadap Osmoregulasi Ikan


No. Parameter Pengamatan Kondisi Ikan
Awal Perlakuan Akhir Perlakuan
0.5% 20% 0.5% 20%
6. Gerakan (normal, pasif, aktif, Sangat Pasif Pasif Mati pada
sangat aktif) aktif menit ke-5
7. Kondisi ekor (normal, Normal Pendarahan Pendarahan Pendarahan
pendarahan)
8. Kondisi mata (jika dapat Normal Pendarahan Normal Pendarahan
diamati: pendarahan, normal)
9. Frekuensi buka-tutup overculum 38x 3x 10x Tidak ada
selama 1 menit penghitungan
10. Pengeluaran sekret (lendir, Lendir Lendir Lendir Lendir
urin/kotoran ada atau tidak)

Gambar 1. konsentrasi garam 0,5% Gambar 2. konsentrasi garam 20%

Anda mungkin juga menyukai