Oleh : Kelompok 13
OSMOREGULASI
Oleh : Kelompok 13
yang mempengaruhi fisiologi ikan sebagai organisme yang hidup didalam air.
keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya agar tidak kelebihan atau
kekurangan air.
antara cairan dalam tubuh dengan media (cairan luar tubuh). Proses
osmoregulasi. Ikan air laut kehilangan sepertiga cairan tubuh mereka, sehingga
mereka beradaptasi dengan cara banyak minum dan mengeluarkan sedikit urin
mengeluarkan banyak urin. Insang, ginjal dan usus merupakan organ utama
osmoregulasi dan memiliki peran yang berbeda-beda untuk menjaga cairan
organisme yang hidup di perairan. Upaya organisme air untuk menjaga tekanan
osmotik tidak lepas dari proses osmoregulasi. Hal tersebut menyatakan bahwa
memiliki beberapa organ tubuh seperti insang, kulit dan ginjal yang berperan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengerti dan memahami peranan
dengannya.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan (mahasiswa) dapat mel
pada hari Sabtu, 13 November 2021 melalui video conference Google Meet.
2. TINJAUAN PUSTAKA
mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam dan di luar tubuh melalui
dalam tubuh berjalan normal (Ardi et al., 2016). Osmoregulasi terdapat proses:
1. Transpor Aktif
antaranya. Transpor aktif dibagi menjadi dua yaitu transpor aktif primer dan
transpor aktif sekunder. Transpor aktif primer memperoleh energi dari proses
gradien elektrokimia Na+ atau H+, contohnya pompa Ca2+ pada sel otot dan
pompa Na+ dan K+ pada setiap sel. Pompa Na+ dan K+ bekerja untuk
mempertahankan Na diluar sel tetap lebih tinggi daripada di dalam sel, dan kadar
a. Difusi
b. Osmosis
Pola regulasi ion dan air menurut Fujaya (2008) ada 3 macam, yakni
sebagai berikut:
konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media atau
konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media atau
estuari.
Toleransi ikan atau hewan air terhadap salinitas menurut Ghufran dan
yang cukup luas, contoh ikan bandeng (Chanos chanos), ikan nila
(Oreochromis niloticus), ikan kakap putih (Lates calcarifer) dan ikan mujair
(Oreochromis mossambica).
atau sempit, contoh ikan layang (Decapterus ruselli), ikan queen angelfish
(Holocanthus ciliaris), ikan lele (Clarias sp), ikan mas (Cyprinus carpio),
ikan yakni:
1. Sel Chloride dalam insang berfungsi untuk transport dan memompa ion-
ion seperti Na+, K+, Ca+, Mg2+, Cl- (Martin et al., 2000).
(Burhanuddin, 2014).
bagian ikan teleostei yang terdiri dari glomerulus untuk menyaring, dan
tubulus yang berfungsi untuk menyerap cairan dan diubah menjadi urin
(Robert, 2010).
4. Dinding usus bersifat semipermeabel yang dapat menyerap air dan ion-
a. Faktor internal menurut Fujaya (1999) terdiri dari aktivitas, ukuran, umur,
b. Faktor eksternal menurut Boyd and Tucker (1998) terdiri dari salinitas dan
suhu.
garam-garam cenderung keluar dari tubuh. Air dari lingkungan cenderung masuk
ke dalam tubuh ikan secara osmosis melalui permukaan tubuh yang bersifat
banyak minum air, kulitnya diliputi mucus (mencegah garam masuk atau keluar
urinnya encer, dan memompa garam melalui sel-sel khusus pada insang.
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan garam yang ada di tubuh ikan
(hipoosmotik). Hal ini menyebabkan air banyak keluar dari tubuh dan garam
untuk mengeluarkan kelebihan garam dalam bentuk urin yang pekat. Adaptasi
lain yang dilakukan yaitu ikan air laut akan banyak minum untuk menghindari
terhadap air tawar. Rahardjo et al. (2011) menyatakan bahwa ikan salmon dan
sidat ketika menghuni perairan tawar tidak banyak minum air, tetapi ketika di laut
minum air 4-15% dari bobot tubuhnya. Fungsi ginjal pun juga berubah dengan
laju filtrasi di glomerulus sangat menurun dan penyerapan kembali di tubuli ginjal
meningkat sehingga urin yang dikeluarkan turun menjadi sekitar 10% dari volume
2.8.2 Hagfish
Bone and Moore (2008) menyatakan bahwa volume darah ikan hagfish
hanya terjadi regulasi ion karena komposisi Na+ dan Cl- dalam darah hagfish
menyimpan urea dan trimethilamin oxides (TMAO) di dalam darah agar cairan di
konsentrasi 15 ppt sebanyak 10 liter dibutuhkan berapa liter dari masing- masing
larutan?
………………………………………………………………. (1)
V1 × N1 = V2 × N2
Diketahui:
N larutan I = 2 ppt
N larutan II = 45 ppt
N larutan X = 15 ppt
V larutan X = 10 liter
Jawab : V1 × N1 = V2 x N2
larutan II)
43X = 300
X = 6,97
V larutan I =
6,97 liter V
larutan II =
10 – 6,97
= 3,02 liter
konsentrasi 15 ppt sebanyak 10liter dibutuhkan berapa liter dari masing- masing
larutan?
Larutan I 2 30
Larutan II 45 13 +
43
Larutan I = liter = 6,98 liter
a. Pengamatan Empedu
dinginkan
Penggaris : Untuk mengukur panjangnya benang kasur dan
menghomogenkan NaCl
b. Toleransi Salinitas
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
menghomogenkan NaCl
Akuarium : Untuk wadah ikan sebelum pengamatan
Nampan : Untuk tempat alat dan bahan yang akan
digunakan
a. Pengamatan Empedu
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur
bersalinitas
Tisu : Sebagai pembersih alat yang digunakan
b. Toleransi Salinitas
(Clarias gariepinus)
Ikan Damsel Biru : Sebagai objek yang akan diamati
(Chrysiptera cyanea)
Trash Bag : : Sebagai wadah sisa hasil praktikum
diamati
Garam grasak (NaCl) : Sebagai bahan untuk membuat air
bersalinitas
Kertas label : Sebagai penanda perlakuan
Tisu : Sebagai pembersih alat yang digunakan
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Pengamatan Osmosis pada Kentang
Gelas plastik 14 OZ
NaCl
- Ditimbang sesuai dengan toleransi yang diinginkan
- Dilarutkan ke dalam air
Kentang
Hasil
3.2.2 Pengamatan Difusi pada Teh Celup
Gelas plastik 14 OZ
Air
Teh celup
Toples 3L
NaCl
Hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
2B yaitu pada waktu 13.45 kondisi air keruh dan menguning dengan berat awal
327,67 gram. Waktu 14.05 kondisi air menjadi keruh, empedu memucat, dan
membesar. Waktu 15. 25 kondisi air menjadi keruh, berwarna hijau kekuningan,
dan empedu menjadi pucat dengan beart 343, 79 gram. Hasil pengamatan
empedu meja 1B pada waktu 13.50 kondisi air jernih, ukuran empedu normal
dengan berat 175 gram. Waktu 14.10 kondisi air menguning, empedu sedikit
mengembang. Waktu 14.30 air semakin keruh dan empedu lebih mengembang.
Waktu 14.50 kondisi air lebih menguning dan empedu lebih mengembang. Waktu
mengembang. Waktu 15.30 kondisi air semakin keruh dan empedu semakin
Salah satu proses fisiologis pada empedu mencakup sekresi molekul air
dan penyerapan ion terutama Na . Sekresi molekul air oleh empedu diapicu oleh
+
untuk mengikat ion-ion yang sesuai, sehingga memiliki sifat semi permiabel.
pada perubahan bentuk atau ukuran dan plastisitas dari sel (Wenxia, et al.,
2019).
osmotik yang ada dalam tubuh seimbang dengan lingkungan luar. Empedu
pengambilan dan pengeluaran ion dalam tubuh. Sifat empedu yang semi
permiabel menyerap ion tertentu dari luar. Data yang didapat dari meja 2B
yang lebih besar. Air menjadi lebih cepat keruh dan ukuran empedu membesar
dikarenakan ion dalam perairan yang lebih tinggi akan masuk kedalam empedu,
sehingga pada empedu terjadi sekresi air yang menyebabkan air menjadi keruh.
Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa penyesuaian kadar ion dan tekanan
yang mengamati toleransi salinitas pada ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
didapati hasil dari meja 2 (B) memiliki berat akhir yang berbeda dengan awal
awalnya sebesar 2,47 gr namun pada akhir pengamatan berat akhir 2,94 gr. Dari
hasil ini dapat diartikan berat mengalami peningkatan selama kurang lebih 2 jam
pengamatan. Pukul 13.45, waktu awal pengamatan ikan lele dumbo tidak
menunjukan suatu tingkah laku yang aneh dan masih normal. Pukul 14.05
kondisi ikan lele dumbo masih sama seperti awal yaitu menunjukan tingkah laku
normal. Pukul 14.25 sampai pukul 15.25 atau akhir pengamatan ikan tidak
menunjukan perbedaan dari tingkah laku masih sama seperti awal pengamatan
ikan terlihat normal dan tidak menunjukkan tingkah laku yang aneh. Hasil yang
didapati oleh meja 1 (B), ikan lele memiliki berat akhir 2,13 gr. Berat lele dumbo
waktu awal pengamatan adalah 2,49 gr, yang artinya mengalami penurunan
berat selama kurang lebih 2 jam pengamatan. Pukul 13.48 atau waktu awal
pengamatan ikan lele masih menunjukan tingkah laku yang normal. Pukul 14.28
kondisi ikan lele dumbo masih sama seperti awal yaitu menunjukan tingkah laku
normal. Pukul 14.48 ikan mulai menunjukan perbedaan tingkah laku, yaitu
pergerakan nya mulai pasif. Pukul 15.08 ikan lele terlihat cenderung berenang di
bawah. Pukul 15.28 kondisi ikan mulai memburuk karena ikan sudah mulai
memasuki kondisi sekarat. Pukul 15.48 ikan mati disebabkan tidak bisa
mengurangi pasokan air tawar, air pantai akan menjadi lebih payau dan air
kemampuan ikan lele untuk mentolerir kualitas air yang bervariasi dapat
masa depan. Toleransi salinitas ikan lele saluran berubah dengan tahap
dapat mentolerir salinitas 16 ppt sebagai telur, 8 ppt saat menetas, 10 ppt
setelah penyerapan kuning telur, dan 11 hingga 12 ppt dari 5 hingga 6 bulan
hingga usia yang lebih tua. Pertumbuhan, konsumsi pakan, konversi pakan dan
kelangsungan hidup benih ikan lele (42 hingga 148 hari) yang diaklimatisasi
hingga 5 ppt mirip dengan benih yang dibudidayakan di air tawar (Allen dan
Avault, 1970). Embrio mentolerir salinitas 4-6 ppt ke atas, tetapi benur mati pada
salinitas ini. Perbedaan regangan yang signifikan mungkin ada untuk toleransi
salinitas atau mungkin ada parameter kualitas air lainnya yang dapat
sebagai pembanding adalah ikan lele (Clarias sp) memiliki batas sanilitas yang
sempit atau kecil bahkan saat menginjak usia dewasa. Hasil dari praktikum
memiliki berat awal 2,47 gr dan berat akhir 2,94 gr sedangkan pada meja 1B
memiliki berat awal 2,49 gr dan berat akhir 2,13 gr. Perubahan iklim yang
sedang berlangsung akan mengurangi pasokan air tawar, air pantai akan
menjadi lebih payau dan air payau kemungkinan akan meningkat dalam
Ikan lele dapat mentolerir salinitas 16 ppt sebagai telur, 8 ppt saat menetas, 10
ppt setelah penyerapan kuning telur, dan 11 hingga 12 ppt dari 5 hingga 6 bulan
13 meja 1 jam 13.48 dengan berat awal 11,81 gram tidak ada perubahan. Waktu
15.48 ikan nila pergerakan kembali aktif pada 11,60 gram. Perlakuan meja 2
pada waktu 13.45 tingkah laku ikan nila pergerakan pasif, ikan berubah warna
abu-abu dengan berat awal 12,16 gram. Waktu 15.05 tingkah laku ikan pasif,
ikan berubah warna memudar sedikit pucat dengan berat akhir 9,69 gram.
Perlakuan pada meja 3 pada waktu 13.55 ikan tidak ada perubahan, dengan
berat akhir 7,62 gram. Waktu 15.35 tubuh tidak seimbang atau lemas, dengan
dan sistem kekebalan masih belum diselidiki. Oleh karena itu, gangguan
organ spesifik ikan nila yang terpapar ZnO NP ukuran kecil dan besar. Paparan
kecil dan besar dilakukan pada konsentrasi 1 dan 10 mg/L, dan analisis toksisitas
polutan. Plasma Na dan ion Cl pada ikan memainkan peran kunci dalam tekanan
osmotik.
menunjukkan tidak ada perubahan kelompok 13 meja pada 1 jam 13:48 dengan
berat awal 11,81 gram. Pukul 15.48, pergerakan ikan nila kembali aktif di angka
11,60 gram. Perlakuan pada Tabel 3 pada 13,55 ekor ikan tidak mengalami
perubahan, dengan berat akhir 7,62 gram. Pada pukul 15.35, tubuh tidak
seimbang atau lemah, dengan berat akhir 7,38 gram. Mekanisme osmoregulasi
dan imunoregulasi serta sistem imun masih belum tereksplorasi. Paparan kecil
komparatif dilakukan antara ukuran partikel yang berbeda. Perubahan ion ini
kelompok 13 yaitu pada meja 1 jam 07.59 dengan berat awal 2,14 gram dan
tingkah laku ikan nya pasif serta tubuhnya berwarna hitam. Waktu 09.59 tingkah
laku ikan damsel pasif tetapi warna ikan berubah biru keunguan dengan berat
akhir 2,10 gram. Perlakuan meja 2 pada waktu 08.00 tingkah laku ikan damsel
pasif dan tubuh ikan berubah menjadi biru dengan berat awal 2,13 gram. Waktu
10.00 tingkah laku ikan tenang warna tubuh menjadi gelap dengan berat akhir
2,02 gram. Perlakuan pada meja 3 pada jam 08.10 tingkah laku ikan normal
dari ruang bekonsentrasi lebih tinggi ke ruang yang berkonsentrasi lebih rendah.
dapat meningkatkan kerentanan ikan terhadap parasit dan patogen dan dapat
osmoregulasi bahwa difusi dapat meningkatkan imun atau kerentanan ikan pada
parasit dan patogen. Difusi yang tidak terkontrol dapat merugikan karena dapat
bermain handphone.
seperti, sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi fisiologi ikan sebagai
salah satu organisme yang hidup di air. Osmoregulasi juga memiliki manfaat
ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel
atau organisme hidup. Osmoregulasi sangat penting pada hewan air karena
Berperan aktif dalam menjaga tekanan osmotik tubuh ikan, yaitu suatu hal yang
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
mengalami kendala sinyal. Pada google form bisa di tambah untuk maksimal
jumlah file yang akan di uploadnya. Bagi asisten praktikum yang slowrespon
mungkin bisa lebih aktif lagi, dikarenakan praktikum kita daring maka di butuhkan
Abass, N. Y., Elwakil, H. E., Hemeida, A. A., Abdelsalam, N. R., Ye, Z., Su, B., ...
& Dunham, R. A. (2016). Genotype–environment interactions for survival
at low and sub-zero temperatures at varying salinity for channel catfish,
hybrid catfish and transgenic channel catfish. Aquaculture, 458, 140-148.
Affandi, R. & Usman M. T. (2002). Fisiologi Hewan Air. Unri Press: Pekanbaru.
Ardi, I., Setiadi, E., Kristanto, A. H. & Widiyati, A. (2016). Salinitas optimal untuk
pendederan benih ikan betutu (Oxyeleotris marmorata). Jurnal Riset
Akuakultur, 11(4), 339-347.
Bone, Q. & Moore, R. (2008). Biology of Fishes. Taylor & Francis. 128pp.
https://doi.org/10.1201/9781134186310
Kaya, H., Aydın, F., Gürkan, M., Yılmaz, S., Ates, M., Demir, V., & Arslan, Z.
(2016). A comparative toxicity study between small and large size zinc
oxide nanoparticles in tilapia (Oreochromis niloticus): Organ pathologies,
osmoregulatory responses and immunological parameters.
Chemosphere, 144, 571-582
Kordi K., M. G. H. & A. B. Tancung. (2010). Pengelolaan Lualitas Air Dalam Budi
Daya Perairan. Rineka Cipta: Jakarta. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Lantu, S. (2010). Osmoregulasi pada hewan akuatik. Jurnal Perikanan dan
Kelautan, 4(1), 46-50. https://doi.org/10.35800/jpkt.6.1.2010.117
Martin, D. J., Garske, J.P, & Davis, M. K. (2000). Relation of the therapeutic
alliance with outcome and other variables: a meta-analytic review. J.
Consult Clin Psychl, 68(3), 438-500.
Sheriha, G. M., Waller, G. R., Chan, T., & Tillman, A. D. (1968). Composition of
bile acids in ruminants Waller. Lipids, 3(1), 72-78.
https://doi.org/10.1007/BF02530972
Wenxia, C., Aijun, M., Zhihui, H., Xinan, W., Zhibin, S., Zhifeng, L., Wei, Z.,
Jingkun, Y., Jinsheng, Z., & Jiangbo, Q. (2019). Transcriptomic analysis
reveals putative osmoregulation mechanisms in the kidney of euryhaline
turbot Scophthalmus maximus responded to hypo-saline seawater.
Journal of Oceanology and Lymnology. 38(13):1-13.
Wong, M. Khwok-Shing, Ozaki, H., Suzuki, Y., Iwasaki, W. & Takei, Y. (2014).
Discovery of osmotic sensitive transcription factor in fish intestine via a
tanscriptomic approach. BMC Genomics, 15(1134), 1-13.
https://doi.org/10.1186/1471-2164-15-1134
W0 Wt
Meja Waktu Tingkah Laku (gram)
(gram)
1 07.59 Pasif, berwarna tetap, air keruh. 10,95
08.19 Pasif, berwarna tetap, air keruh.
08.39 Pasif, berwarna pucat, air keruh.
08.59 Pasif, berwarna pucat, air keruh.
09.19 Pasif, berwarna pucat, air keruh.
Pasif, berwarna pucat, lemas, air
09.39
keruh.
Pasif, berwarna pucat, lemas, air
09.59 10,99
keruh.
2 08.00 Abu tua. 8,67
08.20 Memucat, ikan stress.
08.40 Memucat, ikan sangat stress.
09.10 Semakin pucat, lemas.
09.30 Pucat sekali, gerakan melemah.
09.50 Lemas, sirip rusak.
10.10 Sekarat. 2,36
3 08.10 Banyak bergerak. 7,14
Mengambang di atas (sedikit
08.30
bergerak).
08.50 Mengembang di atas (lemas).
Ekor memerah, mata putih, lendir
09.10
terlepas.
09.30 Tubuh pucat.
09.50 Mati.
10.10 Mati. 6,77
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
W0 Wt
Meja Waktu Keterangan
(gram) (gram)
1 07.59 Aktif, warna tetap, air keruh. 11,92
08.19 Aktif, warna tetap, air keruh.
08.39 Aktif, warna tetap, air keruh.
08.59 Aktif, warna tetap, air keruh.
09.19 Aktif, warna tetap, air keruh.
09.39 Aktif, warna tetap, air keruh.
09.59 Aktif, warna tetap, air keruh. 11.95
2 08.00 Abu Tua 12,58
08.20 Semakin Gelap
08.40 Warna Tajam
09.00 Semakin Pucat
09.20 Warna Pudar
09.40 Beradaptasi
10.00 Beradaptasi 12.46
3 08.10 Ikan Normal 10.67
08.30 Ikan Normal
08.50 Ikan Normal
09.10 Ikan Normal
09.30 Ikan Normal
09.50 Ikan Normal
10.10 Ikan Normal 99,9
Ikan Damsel Biru (Chrysiptera cyanea)
W0 Wt
Meja Waktu Tingkah Laku
(gram) (gram)
1 07.59 Pasif, warna tubuh ikan hitam. 2,14
08.19 Aktif, warna tubuh ikan biru.
08.39 Aktif, warna tubuh ikan keunguan.
08.59 Aktif, wrna tubuh ikan biru muda.
09.19 Pasif, warna tubuh ikan biru tua.
09.39 Pasif, warna tubuh ikan biru tua.
09.59 Pasif, warna tubuh ikan biru keunguan. 2,10
2 08.00 Pasif, warna tubuh biru. 2,13
08.20 Pasif, warna tubuh hitam.
08.40 Aktif, warna tubuh biru.
09.00 Tenang, warna tubuh semakin biru.
09.20 Normal, warna tubuh semakin pudar.
09.40 Tenang, warna tubuh biru.
10.00 Tenang, warna tubuh gelap. 2,02
3 08.10 Ikan normal. 1,84
Ikan stress berubah warna menjadi
08.30
hitam.
08.50 Warna tubuh ikan hitam.
09.10 Aktif, warna tubuh ikan hitam.
Ikan stress berubah warna menjadi
09.30
hitam.
Ikan stress berubah warna menjadi
09.50
hitam.
Ikan stress berubah warna menjadi 2,37
10.10 hitam.
Lampiran 1. Data Hasil Praktikum
W0 Wt
Meja Waktu Keterangan
(gram) (gram)
1 13.50 Air jernih, ukuran empedu normal. 175
Air menguning, empedu sedikit
14.10
mengembang.
Air semakin keruh, empedu lebih
14.30
mengembang.
Air lebih menguning, empedu lebih
14.50
mengembang.
Air semakin menguning dan pekat,
15.10
empedu semakin mengembang.
Air semakin keruh, empedu semakin 183,7
15.30
mengembang.
2 13.45 Air keruh dan menguning. 327,67
Air keruh, empedu memucat dan
14.05
membesar.
Air menguning, empedu memucat dan
14.25
membesar.
14.45 Air keruh, empedu membesar.
Bilirubin semakin pekat, empedu semakin
15.05
membesar.
Air keruh dan warna hijau kekuningan, 343,79
15.25
empedu memucat.
3 13.55 Tidak ada perubahan. 269,7
14.15 Air mulai keruh, empedu normal.
14.35 Air semakin keruh, empedu masih normal.
Air keruh, ukuran empedu mulai
14.55
membesar.
15.15 Air lebih keruh, empedu sedikit membesar.
15.35 Air keruh, empedu semakin membesar. 283,5
Toleransi Salinitas (B)
Ti
Siapkan alat dan bahan yang akan mbang garam grasak sesuai
digunakan salinitas yang diinginkan, kemudian
masukkan ke dalam gelas berisi air
M
Larutkan garam pada gelas yang telah asukkan kentang ke dalam gelas
berisi air yang telah diberi perlakuan salinitas
berbeda
A
Amati selama 20 menit selama 1 jam mati perubahan yang terjadi pada
kentang lalu catat hasilnya
b. Difusi pada Teh Celup
C
Siapkan alat dan bahan yang akan elupkan teh ke dalam masing
digunakan masing gelas yang berisi air panas,
dingin, dan biasa.
Ti
Siapkan alat dan bahan yang akan mbang garam grasak sesuai
digunakan dengan salinitas yang diinginkan
Ti
Garam dilarutkan ke dalam air pada toples mbang ikan damsel biru, nila, dan lele
dengan toleransi yang berbeda sebelum diberi perlakuan
Ti
Masukkan ikan ke dalam toples yang mbang kembali semua ikan untuk
telah diberi perlakuan kemudian amati mendapatkan berat akhir, lalu dicatat.
setiap 20 menit selama 1 jam
Lampiran 3. Terminologi
OSMOREGULASI
Absorbsi : Proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan
(sungai).
Bilirubin : Komposisi pada empedu penghasil warna kuning.
Biliverdin : Komposisi pada empedu penghasil warna biru.
Difusi : Perpindahan zat terlarut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi
rendah.
Eurihalin : Organisme yang beradaptasi pada salinitas luas.
Filtrasi : Proses penyaringan.
Hipertonik : Larutan yang mempunyai konsentrasi zat terlarut yang lebih
lingkungannya.
Katadromous : Migrasi dari salinitas rendah (sungai) ke salinitas yang lebih
tinggi (laut).
Kolestrol : Lemak yang terdapat di dalam aliran darah atau sel tubuh yang
keseimbangan.
Sel chloride : Bagian insang yang berperan dalam proses transport aktif dan
insang.
Stenohalin : Kemampuan ikan beradaptasi dengan kisaran salinitas yang
sempit.
Transpor aktif : Proses perpindahan zat dari konsentrasi tinggi menuju
RESPIRASI
Oleh : Kelompok 13
utama yang bekerja dengan mekanisme difusi permukaan dari gas-gas respirasi
(oksigen dan karbondioksida) antara darah dan air. Oksigen yang terlarut dalam
air akan diabsorbsi ke dalam kapiler-kapiler insang dan difiksasi oleh hemoglobin
Proses respirasi ikan terdapat dua fase yaitu fase inspirasi dan fase
karena insang bergerak ke samping akibat udara dalam mulut lebih kecil
daripada tekanan udara luar sehingga menyebabkan mulut terbuka dan air
masuk kedalam mulut. Fase ekspirasi ditandai dengan masuknya air ke rongga
mulut, kemudian celah mulut akan tertutup. Tutup insang akan kembali ke posisi
semula diikuti gerakan selaput ke samping, sehingga celah insang terbuka yang
meyebabkan air keluar serta terjadi pertukaran gas (Murtidjo et al., 2001).
1.2 Maksud dan Tujuan
pada ikan.
pada hari Sabtu, 13 November 2021 melalui video conference Google Meet.
1. TINJAUAN PUSTAKA
hidup organisme. Kebutuhan oksigen dalam air harus tetap terjaga karena
sama lain untuk memenuhi kebutuhan oksigen, sehingga ikan stres bahkan
waktu. Hal ini memungkinkan terjadi karena oksidasi dari bahan makanan
Energi yang dihasilkan dalam proses ini tidak langsung digunakan untuk aktivitas
sel dalam pembentukan ATP dari ADP dan H3PO4 (Akbulut, 2002).
pada ikan. Insang berfungsi dalam pertukaran gas, selain itu insang juga
berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air, serta pengeluaran zat sisa
yang pertama kali mendapat pengaruh apabila lingkungan air tercemar (Solikhah
oksigen dan air ke dalam insang. Mekanisme inspirasi adalah sebagai berikut:
tutup insang menutup, mulut terbuka. Hal itu mengakibatkan tekanan dalam
mulut lebih kecil daripada tekanan udara diluar dan air dari luar masuk ke dalam
rongga mulut.
Fase ekspirasi adalah fase pengeluaran air dan gas karbondioksida. Air
masuk ke dalam rongga mulut, celah mulut menutup, tutup insang membuka,
sehingga tekanan di dalam rongga mulut lebih besar dan menyebabkan air
insang. Hal ini menyebabkan pertukaran gas dimana oksigen berdifusi ke dalam
kapiler darah, kemudian CO2 berdifusi dari darah ke dalam air. Pertukaran O2
dan CO2 pada ikan terjadi pada fase ekspirasi (Murtidjo, 2001).
1. Faktor Internal menurut Coche, et al. (1997), yaitu usia, spesies, sexual
2. Faktor Eksternal menurut Stoss (1983), yaitu suhu, kadar O 2, CO2, pH,
dan kepadatan.
2.4 Alat Pernapasan Tambahan
1. Labirin
(Trichogaster sp.).
2. Arborescent
3 Kulit
fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton, difusi oksigen di atmosfer, dan
arus. Alur pada respirasi pada ikan yakni air masuk melalui mulut dan seterusnya
tubuh oleh nadi. Kondisi darah saat kehilangan oksigen, darah akan berkumpul
Respirasi adalah:
digunakan
Stopwatch : Untuk menghitung waktu pengamatan
respirasi
Handtally counter : Untuk menghitung pembukaan operculum
akuarium
Thermometer Hg : Untuk mengukur suhu pada toples
Kabel roll : Untuk menyambung arus listrik
Aerator set : Untuk menyuplai oksigen pada ikan di
akuarium
Akuarium : Untuk wadah ikan sebelum diamati
Kamera digital : Untuk mendokumentasikan hasil
praktikum
Cool box : Untuk wadah penyimpan es batu
Nampan : Untuk wadah alat dan bahan yang
digunakan
Toples 3 L : Untuk tempat media pengamatan
Respirasi adalah:
yang masuk
tanda ikan
Toples 3L
Konsumsi DO =
Keterangan:
∆ DO = Perubahan DO
DO0 = DO awal
DOt = DO akhir
Hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Akuakultur materi Respirasi pada meja 2B yaitu jumlah bukaan operkulum pada
Jumlah total bukaan operkulum yang terjadi sebanyak 371 kali. Rata-rata dari
bukaan operkulum adalah 123,6 kali. Pengamatan kebutuhan oksigen pada meja
1B didapatkan data dari perlakuan suhu 25 C, dengan nilai DO sebesar 4,7 mg/l,
o
0
DO sebesar 4,1 mg/l, berat tubuh ikan 7 gram, dan ΔDO 0,08 mg/l. Konsumsi
t
DO meja 2B dihitung berdasarkan data dan rumus yang telah disajikan dan
dan 25 kali. Jumlah total bukaan operkulum yang terjadi sebanyak 103 kali. Rata-
rata bukaan operkulum yang terjadi adalah 34,3 kali. Pengamatan kebutuhan
oksigen pada meja 1B didapatkan data dari perlakuan suhu 15 C, dengan nilai
o
DO sebesar 6,8 mg/l, DO sebesar 4,6 mg/l, berat tubuh ikan 4 gram, dan ΔDO
0 t
0,55 mg/l. Konsumsi DO kelompok 11 dihitung berdasarkan data dan rumus yang
oksigen dari luar, yang selanjutnya akan digunakan untuk berbagai proses
seperti suhu, kedalaman, ukuran tubuh, jenis ikan, dan aktivitas. Suhu perairan
memegang peran yang besar bagi organisme yang ada didalamnya untuk
mrlakukan proses biokimia atau metabolisme. Suhu yang tinggi akan membuat
berdampak pada suhu perairan, semakin dalam perairan, maka semakin rendah
besar akan memerlukan oksigen dalam jumlah yang banyak, sehingga ikan yang
bertubuh besar memiliki frekuensi respirasi yang tinggi untuk mendapatkan lebih
memiliki konsumsi oksigen yang lebih besar daripada ikan yang pasif (Benoit, et
al., 2013).
operkulum lebih tinggi daripada meja 1B. Hal ini menunjukkan bahwa ikan meja
2B melakukan respirasi lebih besar daripada meja 1B. Data pada pengamatan
yang rendah dan suhu yang lebih tinggi. Data tersebut sesuai dengan
pernyataan dari literatur yang mana suhu akan berpengaruh terhadap respirasi.
.
4.2 Analisis Grafik
menggunkan suhu yang berbeda – beda, masing – masing dari meja 1,2,3 yakni
15°C, 25°C, dan 35°C. Setelah itu, setiap toples pada meja diisi oleh 1 ikan nila
untuk masing – masing meja 1 – 3 yakni 5 mg/l, 5,1 mg/l, dan 4 mg/l. Dan untuk
pengukuran terakhir sebesar 4,5 mg/l, 4,2 mg/l, dan 3 mg/l. Dari hasil tadi maka
kita bisa mengetahui bahwa konsumsi oksigen untuk tiap – tiap toples berbeda,
karena hal tersebut dipengaruhi oleh laju metabolisme dimana semakin tinggi
suhu maka semakin tinggi pula laju metabolisme dimana kebutuhan oksigen
ini dapat menambah wawasan baru mengenai peran operculum pada ikan dalam
mengetahui kondisi oksigen di perairan. Kita juga dapat mengetahui apa saja
faktor yang mempengaruhi O2 untuk respirasi. Kita juga dapat mengetahui cara
mengontrol suplai oksigen pada proses budidaya. Selain itu juga kita dapat
mengetahui alat pernafasan tambahan pada ikan. Materi respirasi ini juga
besar padat tebar pada kolam dan juga penambahan oksigen pada kolam.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
mengalami kendala sinyal. Pada google form bisa di tambah untuk maksimal
jumlah file yang akan di uploadnya. Bagi asisten praktikum yang slowrespon
mungkin bisa lebih aktif lagi, dikarenakan praktikum kita daring maka di butuhkan
Benoit, H.P., Plante, S., Kroiz, M., & Hurlbut, T. (2013). A comparative analysis of
marine fish species susceptibilities to discard mortality: effects of
environmental factors, individual traits, and phylogeny. Journal of Marine
Science, 70(1), 99 –113. doi:10.1093/icesjms/fss132.
Saputra, H. M., Marusin, N. & Santoso, P. (2013). Struktur histologis insang dan
kadar hemoglobin ikan Asang (Osteochilus hasseltii C.V) di danau
Singkarak dan Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas
Andalas. 2(2), 138- 144.
b. Tabel DO (A)
ULANGAN
MEJA ∑ BUKAAN OPERKULUM RATA-RATA
1 2 3
1 55 65 54 174 58
2 146 137 88 371 123,6
3 131 117 141 389 129
b. Tabel DO (B)
Siapkan alat dan bahan yang digunakan Memberikan es pada toples pertama
yang berisi air ¾ bagian untuk pelakuan
air dingin dan ukur suhu pada toples
dengan thermometer Hg
Memberi air panas pada toples kedua Memasukkan Ikan Nila pada toples
yang berisi air ¾ bagian untuk perlakuan pertama dengan perlakuan air dingin
air hangat dan ukur suhu pada toples dan diadaptasikan selama 5 menit
dengan thermometer Hg
Tutup kedua toples perlakuan dingin dan Hitung bukaan operculum ikan selama
hangat dengan plastik dan karet gelang 10 menit dengan handtally counter
pada kedua toples dan ulangi sebanyak
3 kali
Perhitungan hasil dilakukan dengan
Ukur DO akhir dengan DO meter rumus konsumsi DO
Lampiran 3. Terminologi
yang besar.
Dissolved Oxygen : Jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari
epithelium.
Metabolisme : Pertukaran zat antara suatu sel atau suatu organisme
pernafasan.
BUKU KERJA PRAKTIKUM
FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR
SISTEM PENCERNAAN
Oleh : Kelompok 13
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Sumber materi dan energi dari
2017). Salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan adalah tingkat
kecernaan pakan oleh ikan. Tingkat kecernaan pakan oleh ikan bergantung pada
kemudian masuk ke dalam darah dan diedarkan keseluruh tubuh. Proses ini
dilakukan karena ikan membutuhkan materi (nutrien) dan energi untuk bertahan
hidup. Nutrien yang dibutuhkan dalam hal ini berupa protein, lemak dan
karbohidrat.
bertahan hidup pada hewan. Karakteristik anatomi dari sistem pencernaan ini
Enzim ini dihasilkan oleh kelenjar pencernaan. Sekresi enzim yang dihasilkan
oleh kelenjar pencernaan berasal dari hati, kantung empedu, lambung, dan usus.
Saluran pencernaan pada ikan secara umum dari awal hingga akhir yaitu mulut,
Daya cerna ikan nila (Oreochromis niloticus) atau ikan omnivora selama
5-6 jam. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Wicaksono, et al. (2013). Penelitian
tersebut menyatakan bahwa jumlah feses terbanyak terdapat pada usus setelah
pemberian pakan selama 5-6 jam. Nilai kecernaan suatu bahan makanan atau
suatu makanan sangat penting sebagai dasar dalam menilai mutu makanan.
cerna ikan terhadap makanan dan waktu pengosongan lambung serta faktor-
Google Meet.
2. TINJAUAN PUSTAKA
bahan-bahan makanan agar dapat diserap oleh dinding usus sehingga berguna
karbohidrat, protein dan lemak yang dikonsumsi oleh organisme dari bentuk
terjadi secara mekanis dengan bantuan gigi atau penggantinya dan secara kimia
dengan bantuan enzim pencernaan atau senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme.
1. Lambung
pertumbuhan bakteri.
dan meluas mengelilingi usus. Hati mempunyai saluran empedu yang menuju ke
protein dan lemak serta memproduksi cairan empedu. Kantung empedu (vesica
velea) berfungsi menampung cairan empedu yang disekresikan oleh organ hati
(Burhanuddin, 2014).
3. Pankreas
antara lain:
● Enzim proteolytic berfungsi untuk melanjutkan dan menguraikan protein
menjadi 3:
4. Usus
dari bagian rongga mulut, yaitu dengan berperannya gigi dalam proses
● Pencernaan Karbohidrat
tidak memiliki air liur. Makanan didalam lambung akan bercampur dengan enzim
amilase yang mengubah pati menjadi dekstrin, kemudian dari lambung makanan
akan masuk ke usus. Amilase pada pankreas memecah pati menjadi disakarida.
Enzim laktase dalam usus mengubah disakarida menjadi galaktosa dan fruktosa.
Galaktosa dan fruktosa pada dinding usus diubah menjadi glukosa. Terdapat
● Pencernaan Protein
Pencernaan protein dimulai di lambung ditandai dengan adanya enzim
● Pencernaan Lemak
2.7 Digestibility
banyaknya nutrisi pakan yang mampu dicerna di dalam pencernaan. Daya cerna
makanan yang semakin tinggi menunjukan semakin banyak nutrisi yang diserap.
Pengetahuan tentang gizi bagi daya cerna sangat penting karena dapat
● Faktor Internal: kondisi fisiologis ikan, stadia, umur, jenis kelamin dan
(GET) adalah waktu yang dibutuhkan perut atau lambung untuk mengosongkan
pakan dan komposisi pakan merupakan hal yang berpengaruh pada GET.
Faktor yang mempengaruhi GET menurut Rogge dan Taft (2010), terdiri
merupakan hal yang penting. Hal ini dikarenakan cepat lambatnya GET
sebuah fase dimana sebagian besar makanan dicerna dan kemudian sisa
Evacuation Time dan Digestibility adalah ketika digestibility tinggi, maka GET
akan semakin cepat, sedangkan ketika digestibility rendah maka GET akan
semakin lama.
Pakan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pakan alami, pakan buatan,
● Pakan alami: pakan yang berasal dari alam. Contoh: fitoplankton dan
zooplankton (Setyawan et al., 2014).
● Pakan buatan: pakan yang sengaja dibuat, misal oleh pabrik tertentu
2017).
tambahan nutrisi. Contoh: keong mas, bekicot, daun pepaya (Roy, 2013).
3. METODE PRAKTIKUM
a. Digestibility
diamati
Akuarium : Untuk wadah media hidup ikan nila
feses
Desikator : Untuk menyerap uap air pada kain
Oven : Untuk mengeringkan pakan basah dan
feses
Loyang : Untuk tempat kain saring saat di oven.
Beaker glass Untuk wadah yang berisi ikan nila
stress.
Nampan Untuk wadah alat dan bahan yang
dibutuhkan
Seser Untuk mengambil dan memindahkan ikan
ke dalam toples
Saringan teh Untuk menyaring sisa pakan basah dan
(Oreochromis niloticus).
Pinset Untuk mengeluarkan organ pencernaan
pada ikan
Cutter Untuk membantu membedah ikan nila
(Oreochromis niloticus)
Kalkulator Untuk menghitung digesbility
Selang sifon Untuk menyifon sisa pakan pada toples
niloticus).
Bak : Untuk wadah ikan sementara
niloticus).
Kaca arloji : Untuk alas sisa pakan dan feses saat
penimbangan.
Stopwatch : Untuk mengukur waktu pengamatan.
(oksigen).
Kain Lap : Untuk mengkondisikan ikan agar tidak stress.
dibutuhkan.
Seser : Untuk mengambil dan memindahkan ikan ke
dalam toples
Kamera digital : Untuk mendokumentasikan jalannya
praktikum
Kabel rol : Untuk menghubungkan ke aliran listrik.
a. Digestibility
hewani.
Trash Bag : Sebagai tempat wadah sisa hasil
praktikum
Pelet : Sebagai pakan buatan.
Kertas label : Sebagai penanda tiap perlakuan
Tisu : Sebagai pembersih alat yang
digunakan
Kain saring (15 cm x 15 cm) : Sebagai penyerap air pada feses.
Kertas buram : Sebagai alas untuk menimbang
(Oreochromis niloticus)
diamati.
Lumutjaring (Chaetomorfa sp.) : Sebagai pakan alami bersifat
nabati.
Cacing sutra (Tubifex sp.) : Sebagai pakan alami bersifat
hewani.
Trash Bag :, Sebagai tempat wadah sisa
hasil praktikum.
Pelet : Sebagai pakan buatan.
Kertas label : Sebagai penanda perlakuan.
Tisu : Sebagai pembersih alat dan
bahan
Kertas buram : Sebagai alas untuk
menimbang lambung dan
alas pakan.
Air :, Sebagai media hidup ikan
Toples
Pakan
Kain 15 x 15 cm
Digestibility: ×100%
Keterangan:
BTM = Berat Total Makanan (gram)
= Total pakan diberikan – (sisa pakan
kering+sisa pakan di perairan)
BTF = Berat Total Feses (gram)
Hasil
3.2.2 Waktu Pengosongan Lambung (Gastric Evacuation Time)
Ikan NilaOreochromis
( niloticus
)
Ikan NilaOreochromis
( niloticus
) 1, sebagai ikan kontrol
-Ditimbang erat
b tubuh
-Dibedah
-Ditimbang berat lambung
Ikan NilaOreochromis
( niloticus
) 2, 3, 4 sebagai ikan uji
GET (jam) =
Hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan pakan yang diberi ialah jenis pakan pellet, dengan total pakan
sebanyak 1,8 gr. Berat kain saring sebesar 1,794 gr dan berat pakan kering
sebesar 0,53 gr. Hasil BTM sebesar 1,23 didapatkan dari total pakan yang
diberikan – (sisa pakan kering + sisa pakan di perairan). Hasil berat total feses
atau BTF sebesar 0,0096 dengan hasil persentase digestibility sebesar 99,28%.
berikut. Perlakuan pakan yang diberi ialah jenis pakan Lumut jaring (Chaemorfa
sp.), dengan total pakan sebanyak 0,82 gr. Berat kain saring sebesar 1,7245 gr.
Hasil berat berat pakan kering sebesar 0,68 gr. Hasil BTM sebesar 1,11
didapatkan dari total pakan yang diberikan – (sisa pakan kering + sisa pakan di
perairan). Hasil berat total feses atau BTF sebesar 0,0106 dengan hasil
protein dan mineral dipengaruhi oleh enzim eksogen (Felix & Selvaraj, 2004).
Selain itu, aktivitas enzim endogen seperti tripsin, kimotripsin, lipase dan amilase
protein nabati untuk hewan air. Peningkatan panjang usus ikan nila dapat
protein. Ikan omnivora membutuhkan waktu lebih lama untuk mencerna protein
karbohidrat, protein dan mineral dipengaruhi oleh enzim eksogen. kan omnivora
sebagai berikut. Perlakuan pakan yang diberikan adalah jenis pellet, cacing sutra
(Tubifex sp.), dan lumut jaring (Chaetomorfa sp.). Perlakuan pakan pellet
menghasilkan berat lambung ikan yang tidak mengeluarkan feses adalah 0 gram
dan berat lambung ikan kontrol sebesar 0 gram. Hasil Gastric Evacuation Time
(GET) yang didapatkan pada perlakuan pakan pelet adalah 99 menit. Perlakuan
pakan cacing sutra (Tubifex sp.) menghasilkan berat lambung ikan yang tidak
mengeluarkan feses adalah 0 gram dan berat lambung ikan kontrol sebesar 0
gram. Hasil Gastric Evacuation Time (GET) yang didapatkan pada perlakuan
pakan cacing sutra (Tubifex sp.) adalah 153 menit. Perlakuan pakan lumut jaring
feses adalah 0,3322 gram dan berat lambung ikan kontrol sebesar 0,284 gram.
Hasil Gastric Evacuation Time (GET) yang didapatkan pada perlakuan pakan
Gastric Evacuation Time (GET) pada meja 1B didapatkan hasil sebagai berikut.
Perlakuan pakan yang diberikan adalah lumut jaring (Chaetomorfa sp.), pellet,
cacing sutra (Tubifex sp.), dan lumut jaring (Chaetomorfa sp.). Perlakuan pakan
lumut jaring (Chaetomorfa sp.) menghasilkan berat lambung ikan yang tidak
mengeluarkan feses adalah 0 gram dan berat lambung ikan kontrol sebesar 0
gram. Hasil Gastric Evacuation Time (GET) yang didapatkan pada perlakuan
pakan lumut jaring (Chaetomorfa sp.) adalah 228 menit. Perlakuan pakan pellet
menghasilkan berat lambung ikan yang tidak mengeluarkan feses adalah 0 gram
dan berat lambung ikan kontrol sebesar 0 gram. Hasil Gastric Evacuation Time
(GET) yang didapatkan pada perlakuan pakan pelet adalah 4 menit. Perlakuan
pakan cacing sutra (Tubifex sp.) menghasilkan berat lambung ikan yang tidak
mengeluarkan feses adalah 0 gram dan berat lambung ikan kontrol sebesar 0
gram. Hasil Gastric Evacuation Time (GET) yang didapatkan pada perlakuan
pakan cacing sutra (Tubifex sp.) adalah 228 menit. Perlakuan pakan lumut jaring
feses adalah 0 gram dan berat lambung ikan kontrol sebesar 0 gram. Hasil
Gastric Evacuation Time (GET) yang didapatkan pada perlakuan pakan lumut
Menurut Zidni, et al. (2018), pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan
melalui proses digesti dalam sistem pencernaan sebelum nutrisi dari pakan
lambung, dilanjutkan pada intestine, dan berakhir pada anus. Proses digesti
pada lambung dapat dihitung dengan cara pengosongan lambung ikan terlebih
dahulu. Laju pengosongan lambung dipengaruhi oleh temperatur air dan pakan
berhubungan dengan laju metabolisme ikan. Semakin lama waktu, maka isi
setiap perlakuan dan literatur adalah terdapat perbedaan waktu pada setiap
perlakuan pakan. Hasil Meja 2B pada perlakuan pakan pelet hasil GET nya
adalah 99 menit, perlakuan pakan cacing sutra (Tubifex sp.) hasil GET nya
adalah 153 menit, perlakuan pakan lumut jaring (Chaetomorfa sp.) hasil GET nya
adalah 2491 menit. Hasil perlakuan setiap pakan pada meja 1B yaitu, pada
perlakuan pakan lumut jaring (Chaetomorfa sp.) hasil GET nya adalah 228 dan
105 menit, pada Perlakuan pakan pellet 4 menit, dan pada perlakuan pakan
cacing sutra (Tubifex sp.) hasil GET nya adalah 228 menit. pakan yang
dikonsumsi oleh ikan akan melalui proses digesti dalam sistem pencernaan
sebelum nutrisi dari pakan tersebut dimanfaatkan untuk proses biologis. Semakin
lama waktu, maka isi lambung akan semakin berkurang dan mempengaruhi
bobot ikan.
4.2 Analisis Grafik
4.2.1 Digestibility
Digestibility diperoleh data total pakan (gram), berat kain saring (gram), berat
pakan kering (gram), BTM, BTF, dan digestibility. Grafik disajikan berdasarkan
data meja 2A dan meja 2B. Meja 2A dan 2B masing-masing diberi perlakuan
pakan lumut jaring (Chaetomorfa) dan pelet. Meja 2A dan 2B diperoleh data total
pakan sebanyak 0,82 gram dan 1,82 gram. Berat kain saring pada meja 2A dan
2B adalah 1,74245 gram dan 1,749 gram. Berat pakan pada meja 2A dan 2B
adalah 0,68gram dan 0,53 gram. Berat BTM dari meja 2A dan 2B adalah 1,11
gram dan 1,23 gram. Berat BTF dari meja 2A dan 2B adalah 0,0106 gram dan
0,0096 gram. Berdasarkan data yang didapat, perlakuan pada meja 2A dan 2B
bahwa GET terjadi pada menit ke 10. Pakan diberikan dengan cara diberikan
sedikit demi sedikit lalu ditunggu sampai ikan nila (Oreochromis niloticus)
mengeluarkan feses untuk yang pertama kali. Berat lambung ikan kontrolnya
adalah 0.33 gram. daya cerna pada pakan yang diberikan pada ikan antara lain
- Untuk sistem postest pada google form hanya bisa mengirimkan 1 file,
pada ikan dalam mengetahui kondisi oksigen di perairan. Kita juga dapat
mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi O2 untuk respirasi. Kita juga
Selain itu juga kita dapat mengetahui alat pernafasan tambahan pada ikan.
5.1 Kesimpulan
disimpulkan bahwa :
karbohidrat, protein, lemak dari bentuk kompleks menjadi senyawa yang lebi
GET akan cepat. Begitupun sebaliknya jika digestibility lambat maka nilai
5.2 Saran
Alat section set sebaiknya ditambah jumlahnya agar efisien saat pembedahan
ikan. Sebaiknya ikan yang digunakan di cek kondisinya agar data yang didapat
valid. Ukuran ikan sebaiknya lebih besar agar mudah dalam pembedahan ikan.
Ahmadi, H., Iskandar & Kurniawati, N. (2012). Pemberian probiotik dalam pakan
terhadap pertumbuhan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) pada
pendederan II. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(4), 99-107.
Currie, K., Lange, B., Herbert, E. W., Harris, O. J. & Stone, D. A. J. (2015).
Gastrointestinal evacuation time, but not nutrient digestibility of greenlip
abalone, Haliotis laevigata Donovan, is affected by water temperature
and age. Aquaculture, 448, 219-228.
https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2015.01.037.
Geremew, A. (2015). Digestibility of soybean cake, niger seed cake and linseed
cake in juvenile nile tilapia, Oreochromis niloticus L. Aquaculture
Research and Development, 6(5), 1-5.
Hartono, R., Fenita, Y. & Sulistyowati, E. 2015. Uji in vitro kecernaan bahan
kering, bahan organik dan produksin-nh3 pada kulit buah durian (Duriozi
bethinus) yang difermentasi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
dengan perbedaan waktu inkubasi. Jurnal Sains Perternakan Indonesia,
10(2), 87-94. https://doi.org/10.31186/jspi.id.10.2.87-94
Nawulawa, V. T., Kato, C. D., Rutaisire, J., Beukes, N., Pletschke, B. &
Whiteley, C. (2013). Enzyme activity in the nile perch gut: implications to
nile perch culture. International Journal of Fisheries and Aquaculture,
5(9), 221-228.
Rogge, C.M. & Taft, D. R. (2010). Preclinical Drug Development. CRC Press:
USA. Roy, R. (2013). Budi Daya Sidat. Agro Media Pustaka. Jakarta
Selatan.
Yuniati, D., Utomo, N. B. P., Setiawati, M., & Alimuddin, A. (2018). Growth
Performance and enzyme activities in catfish [Pangasianodon
hypophthalmus] fed with water hyacinth-based diet. BIOTROPIA-The
Southeast Asian Journal of Tropical Biology, 25(2), 140-147.
Zidni, I., Afrianto, E., Mahdiana, I., Herawati, H. & Ibnu, B. S. (2018). Laju
pengosongan lambung ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila
(Oreochoromis niloticus). Jurnal Perikanan dan Kelautan, 9(2), 147-15.
LAMPIRAN
Digestibility A
Lumut Jaring
1 00,82 1,7245 0,68 1,11 0,0106 98,31
(Chaetomorf
a sp.)
2 Pellet 11,82 1,794 0,53 1,23 0,0096 99,28
Cacing Sutra
3 22,33 1,6540 0 1 0,0074 38
Gastric Evacuation Time (GET) (A)
Berat Lambung
Ikan yang tidak Berat Lambung
Meja Perlakuan Pakan mengeluarkan Ikan GET
feses Kontrol (gram) (menit)
(gram)
Lumut jaring
- - 127,5
(Chaetomorfa sp.)
1 Pellet - - 3540
Cacing sutra - - 208,7
(Tubifex sp.)
Lumut jaring
- - 125
(Chaetomorfa sp.)
2 Pellet - - 298
Cacing sutra
- - 336
(Tubifex sp.)
Lumut jaring
- - 134
(Chaetomorfa sp.)
3 Pellet 1,2578 0,2822 295
Cacing sutra
(Tubifex sp.) - - 125
Berat Lambung
Ikan yang tidak Berat Lambung
Meja Perlakuan Pakan mengeluarkan Ikan GET
feses Kontrol (gram) (menit)
(gram)
Lumut jaring
- - 228
(Chaetomorfa sp.)
1 Pellet - - 4
Cacing sutra - - 228
(Tubifex sp.)
Lumut jaring
- - 105
(Chaetomorfa sp.)
2 Pellet - - 99
Cacing sutra
- - 153
(Tubifex sp.)
Lumut jaring
0,3322 0,284 2491
(Chaetomorfa sp.)
3 Pellet - - 146
Cacing sutra
(Tubifex sp.) - - 464
Lampiran 2. Dokumentasi
a. Digestibility
Menyiapkan ikan nila yang sudah Ikan nila ditimbang untuk menentukan
dipuasakan, lalu diberi aerasi pada toples jumlah pakan yang akan diberikan.
berisi air ¾ bagian.
Kemudian, sisa pakan basah dan feses Dilakukan penimbangan terhadap sisa
ikan dikeringkan dengan menggunakan pakan dan feses yang sudah dioven.
oven.
Menyiapkan ikan nila yang sudah Masukkan tiga ikan nila pada setiap toples
dipuasakan, lalu diberi aerasi yang akan diberi perlakuan pakan berbeda.
pada toples berisi air ¾ bagian.
pencernaan
Ester : Senyawa organik yang terbentuk melalui penggantian satu
pertama kali.
Gastrointestin : Sebutan untuk organ lambung dan juga usus baik usus besar
dan anionnya
Lipase : Enzim pengurai lemak menjadi asam lemak
Osmoralitas : Ukuran konsentrasi zat terlarut dalam suatu larutan
Pepsin : Enzim yang mengubah molekul protein menjadi potongan-
dari infeksi
Phospate : Enzim yang berperan penting untuk mengolah protein agar
usus.
Rektum : Bagian dari usus besar yang berada di bagian akhir.
Selulase : Enzim pengurai dekstrin (polisakarida)
Stadia : Penggamabaran umur dalam siklus hidup
Tri peptidase : Enzim pengurai ikatan peptida
Tripsin : Enzim pengurai protein menjadi asam amino