Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI HEWAN

Kisaran toleransi dan faktor pembatas,terapan kisaran toleransi dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi hewan

Oleh:

Oleh: Kelompok 3 Bio 6 B

Hendry Kurniawan (0910211108)


Nimas Roro S (0910211113)
Sinta Septiana (0910211064)
Rury Ayu (0910211072)
Aini Maskuro (0910211107)
Arizal Irawan P (0910211082)
Dimas Perkasa P (081211061)
Halimatus Sa’diyah (0910211066)
Eka Fitria (0910211091)
M. Mahfud (0910211063)
Dian Nuriyanti (0910211075)
Faik Nika’atul (0910211104)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2012
BAB I

PENDAHULUAN

1.1Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah:

1. Mengetahui perubahan gerakan operculum Ikan Mas Komet (Carassius auratus) terhadap
perubahan suhu air.

2. Mengetahui respon tingkah laku Ikan Mas Komet (Carassius auratus) akibat perubahan
suhu air.

1.2 Dasar Teori

Ekologi Hewan, bahasannya memerlukan pemahaman mengenai aspek-aspek biologi


lainnya juga menyangkut matematika dan statistika. Sebenarnya konsep, asas ataupun
generalisasi dalam ekologi hewan telah banyak memberikan nilai-nilai terapan yang cukup
dalam kehidupan manusia sehari-hari, terutama dalam bidang-bidang pertanian, perkebunan,
peternakan, perikanan, kesehatan dan pengolahan maupun konservasi satwa liar. Penerapan
ekologi makin penting dengan semakin diperlukannya upaya-upaya manusia dalam
memelihara ketersediaan sumberdaya serta kualitas lingkungan hidup yang
berkesinambungan. Pertumbuhan organisme yang baik dapat tercapai bila faktor lingkungan
yang mempengaruhi pertumbuhan berimbang dan menguntungkan. Bila salah satu faktor
lingkungan tidak seimbang dengan faktor lingkungan lain, faktor ini dapat menekan atau
kadang-kadang menghentikan pertumbuhan organisme.
Di dalam hukum toleransi Shelford dikatakan bahwa besar populasi dan penyebaran
suatu jenis makhluk hidup dapat dikendalikan dengan faktor yang melampaui batas toleransi
maksimum atau minimum dan mendekati batas toleransi maka populasi atau makhluk hidup
itu akan berada dalam keadaan tertekan (stress), sehingga apabila melampaui batas itu yaitu
lebih rendah dari batas toleransi minimum atau lebih tinggi dari batas toleransi maksimum,
maka makhluk hidup itu akan mati dan populasinya akan punah dari sistem tersebut.
 Faktor Lingkungan Yang Berpengaruh Pada Hewan
Beberapa faktor fisik yang berpengaruh pada kehidupan hewan adalah:
 Air Dan Kelembapan
Air sangat menentukan kondisi lingkungan fisik dan biologis hewan. Perwujudan air
dapat berpengaruh terahadap hewan. Misalnya jika air dalam tubuh hewan akan berubah
menjadi dingin atau membeku karena penurunan suhu lingkungan, menyebabkan sel dan
jaringan tubuh akan rusak dan metabolosme tidak akan bejalan normal, sebaliknya penguapan
air yang berlebihan dari dalam tubuh hewan menyebabkan tubuh kekeurangan air.
 Cahaya
Pada umumnya kehidupan tumbuhan sangat tergantung pada adanya cahaya matahari,
karena energi cahaya matahari atau foton sangat mutlah untuk fotosentesis. Tidak demikian
halnya dengan hewan, yang seolah-olah tidak selalu membutuhkan cahaya secara langsung.
Namun sebenarnya cahaya matahari mempunyai peranan yang penting khususnya bagi
hewan-hewan diurnal, yang mencari makan dan melakukan interaksi biotik lainnya secara
visual atau mempergunakan rangsang cahaya untuk melihat benda. Untuk mengetahui efek
ekologis dari cahaya matahari, yang perlu deperhatikan ialah aspek intensitasnya, kalitasnya
serta lamanya penyinaran.
 Salinitas Dan Garam
Salinitas adalah kondisi lingkungan yang menyangkut konsentrasi garam di
lingkungan perairan dan air yang terkandung di dalam tanah. Di lingkungan perairan tawar,
air cenderung meresap ke dalam tubuh hewan karena salinitasi air lebih rendah daripada
cairan tubuh. Hewan yang hidup di shabitat laut umumnya bersifat isotonic terhadap salinitas
air laut sehingga tidak ada peresapan air ke dalam tubuh hewan.
 Temperatur
Temperatur merupakan faktor lingkungan yang dapt menembus dan menyebar ke
berbagai tempat. Temperatur dapat berpengaruh terhadap hewan dalam proses reproduksi,
metabolisme serta aktivitas hidup lainnya. Suhu optimum adalah batas suhu yang dapat
ditolerir oleh hewan, lewat atau kurang dari suhu tersebut menyebabkan hewan terganggu
bahkan menuju kematian karena tidk tahan terhadap suhu.
Adaptasi Organisme
      Adaptasi diartikan merupakan kemampuan individu untuk mengatasi keadaan lingkungan
dan menggunakan sumber-sumber alam lebih banyak untuk mempertahankan hidupnya
dalam relung yang diduduki. Ini bahwa setiap organisme mempunyai sifat adaptasi untuk
hidup pada berbagai macam keadaan lingkungan (Djamal. 1992; 58).
        Djamal menambahkan bahwa bahwa ada beberapa jenis adaptasi yakni; adaptasi
morfologis, adaptasi fisiologis dan adaptasi tingkah laku.

Biologi Ikan
      Pisces (Ikan) merupakan superkelas dari subfilum Vertebrata yang memiliki
keanekaragaman sangat besar (Sukiya. 2005; 33). Ikan adalah anggota vertebrata
poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan
merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih
dari 27,000 di seluruh dunia (Fujaya,1999 dalam Dhamadi. 2009).
       Secara keseluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air suhu air, seperti
vertebrata poikiloterm lain suhu tubuhnya bersifat ektotermik, artinya suhu tubuh sangat
tergantung atas suhu lingkungan (Sukiya.2005;9-10). Selanjutnya Sukiya menambahkan
bahwa beberapa ikan mempunyai perilaku istimewa seperti ikan Glodok yang dapat berjalan
di atas daratan dan memanjat pohon.

Fisiologi Respirasi Ikan


      Sebagai biota perairan, Ikan merupakan mendapatkan Oksigen terlarut dalam air. Pada
hampir semua Ikan, insang merupakan komponen penting dalam pertukaran gas, insang
terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras, dengan beberapa filamen insang di
dalamnya (Fujaya. 1999; 103).
Menurut Sukiya (2005; 16), Setiap kali mulut dibuka, maka air dari luar akan masuk menuju
farink kemudian keluar lagi melalui melewati celah insang, peristiwa ini melibatkan kartilago
sebagai penyokong filamen ikan. Selanjutnya Sukiya menambahkan bahwa lamella insang
berupa lempengan tipis yang diselubungi epitel pernafasan menutup jaringan vaskuler dan
busur aorta, sehingga karbondioksida darah dapat bertukar dengan oksigen terlarut di dalam
air.
     Organ insang pada ikan ditutupi oleh bagian khusus yang berfungsi untuk mengeluarkan
air dari insang yang disebut operculum yang membentuk ruang operkulum di sebelah sisi
lateral insang (Sugiri. 1984; 1966). Laju gerakan operculum ikan mempunyai korelasi positif
terhadap laju respirasi ikan.
BAB II
METODELOGI

2.1 Alat dan Bahan:

2.1.1 Alat-alat

1. Beaker glass 4 buah

2. Thermometer Celcius 4 buah

3. Timer atau Stopwatch 1 buah

4. Panci 1 buah

5. Akuarium sedang

2.1.2 Bahan-bahan

1. Ikan Mas Komet (Carassius auratus) 8 buah

2. Air secukupnya

3. Es batu

4. Kertas dan alat tulis

5. Stopwatch

2.2 Langkah Kerja

1. Dipanaskan air dalam water bath/ panci hingga hangat suam-suam kuku. Kemudian
kedalam akuarium hingga 1/5 volume akuarium. Ukur suhu kontrol awal.
2. Masukkan ikan yang sebelumnya diletakkan di beaker glas kedalam akuarium. Amati
tingkah laku. Hitung jumlah gerakan operkulum ikan selama 1 menit
3. Ambil ikan dan dimasukkan kembali kedalam beaker glass semula. Tambahkan air
hangat kedalam akuarium sampai suhu air menjadi ±500 C dari suhu semula. Masukkan
ikan kedalam akuarium kembali. Amati tingkah laku selama 1 menit.
4. Lakukan langkah seperti diatas dengan modifikasi perlakuan pada keadaan suhu air
yang berbeda yakni +100C, -50C, dan -100C.
5. Catat hasil pengamatan.
BAB III

HASIL PENGAMATAN

3.1 Hasil Pengamatan


Berikut ini adalah tabel Hasil Pengamatan Pengaruh Suhu Terhadap Gerakan Operkulum
Ikan.
No. Suhu Jumlah kali gerakan operkulum dalam 15 menit, dengan interval pengamatan 5
menit selama 3 kali
WAKTU dan JUMLAH OPERKULUM TINGKAH LAKU IKAN
KELOMPOK
Kelompok1
5 menit 340 Lambat
10 menit 355 Lambat
15 menit 364 Koleps
Kelompok 2
5 menit 320 Aktif
10 menit 336 Stres
15 menit 283 Koleps
Kelompok 3
5 menit 341 Aktif
10 menit 366 Stres
15 menit 283 Koleps
Kelompok 4
5 menit 310 Aktif
10 menit 116 Stres
15 menit 90 Koleps

Keterangan:Kelompok 1 dan 2 Percobaan ikan dengan air dingin

Kelompok 3 dan 4 Percobaan ikan dengan air panas


3.2 Gambar Pengamatan

Gambar ikan dengan air es

Gambar Ikan dengan air panas

BAB IV

PEMBEHASAN

Pengaruh Suhu Air terhadap Ekosistem Perairan


     Salah satu faktor fisik lingkungan perairan adalah suhu. Permukaan air peka terhadap
perubahan suhu, perubahan suhu dipengaruhi oleh letak geografisnya, ketinggian tempat,
lama paparan terhadap matahari dan kedalaman badan air (Tunas. 2005;16, 18).
      Kenaikan suhu air akan dapat menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut (Kanisius.
2005; 22-23):
a. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.
b. Kecepatan reaksi kimia meningkat
c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.
d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan
mati.
     Selanjutnya menurut Munro (1978 dalam Tunas 2005; 18), Peningkatan suhu air dapat
menyebabkan penurunan kelarutan gas-gas, tetapi meningkatkan solubilitas senyawa-
senyawa toksik seperti polutan minyak mentah dan pestisida, serta meningkatkan toksisitas
logam berat, sebagai contoh bahwa pada air tawar (salinitas 0%) peningkatan suhu dari 25
menjadi 300C menyebabkan penurunan kelarutan oksigen dari 8,4 menjadi 7,6 mg/liter.

Pengaruh Suhu Air terhadap Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Ikan
     Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang sangat
berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi terhadap penyakit
(Tunas. 2005;16). Selanjutkan Tunas menambahkan bahwa ikan akan mengalami stres
manakala terpapar pada suhu di luar kisaran yang dapat ditoleransi.
     Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status
kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh lemah, kurus, dan
tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap
infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun (Tunas. 2005;16-17). Pada
dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tingi, tetapi suhu rendah
menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa penurunan laju respirasi dan denyut jantung
sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen.
     Penelitihan oleh Kuz’mina et al. (1996 dalam Tunas. 2005) menunjukkan bahwa suhu
perairan sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme dan proses-proses biologis ikan.
Ditunjukkan bahwa aktivitas enzim pencernaan karbohidrase sangat dipengaruhi oleh suhu,
aktivitas protease tertinggi dijumpai pada musim panas, adapun aktivitas amilase tertinggi
dijumpai pada musim gugur (Hofer, 1979a ; 1979b dalam Tunas. 2005; 18).
      Menurut Kanisius (1992; 23) suhu air yang relatif tinggi dapat ditandai antara lain dengan
munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen.

Ikan menggunakan ingsan yang terletak di kepalanya untuk bernafas. Cara ikan bernafas
adalah sebagai berikut, air masuk melalui rongga mulut kemudian masuk dalam insang, saat
air ada di dalam insang, oksigen ang terlarut dalam air diserap oleh pembuluh- pembuluh
darah kecil yang terdapat pada insang dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan ke air.
Air kelur dari rongga insang ketika tutup insang membuka dan begitu terus-menerus. Ikan
juga mempunyai gelembung renang yang terletak diantara tulang belakang dan perut,
berhubungan dengan kerongkongan. Darah pada dinding gelembung dapat memasukkan
udara kedalam gelembung dan mengeluarkan udara dari gelembung itu sehingga berat ikan
dapat berkurang atau bertambah sehingga ikan dapat naik dan turun di dalam air.
Dari masing-masing karakteristik yang dimiliki ikan, ditemukan satu pemikiran bahwa suhu
juga berpengaruh dalam proses hidup ikan. Biasanya suhu berperan penting terhadap adaptasi
fisiologi. Penyesuaian fungsi alat-alat tubuh terhadap keadaan lingkungan ini yang kemudian
menyangkutkan operkulum sebagai salah satu organ tubuh yang ikut andil dalam adaptasi
fisiologi. Operkulum ikan yang membuka dan menutup sangat bergantung terhadap suhu air
sebagai media hidup ikan.
         Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami
kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius. 1992; 23). Hal tersebut dapat diamati dari perubahan
gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan satu dengan lainnya
berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu terendah yang dapat menyebabkan kematian
berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis
ikan (Tunas. 2005; 16-17). Sedangkan kisaran toleransi pada Ikan Mas Komet dalam
praktikum kali ini sulit ditentukan dengan pasti. Namun dapat diketahui bahwa suhu tinggi
menyebabkan gerakan operkulum semakin naik dan suhu rendah menurunkan gerakan
operkulum. 

           Gerakan operkulum sebenarnya merupakan indikator laju respirasi Ikan. Sedangkan
suhu merupakan faktor pembatas bagi kehidupan ikan. Telah diketahui bahwa suhu tinggi
akan menyebabkan berkurangnya gas oksigen terlarut, akibatnya ikan akan mempercepat
gerakan operkulum untuk mendapatkan gas oksigen dengan cepat sesuai kebutuhan
respirasinya. Menurut Fujaya (1999;106) rendahnya jumlah oksigen dalam air menyebabkan
ikan atau hewan air harus memompa sejumlah besar air ke permukaan alat respirasinya untuk
mengambil Oksigen. Fujaya menambahkan bahwa tidak hanya volume besar yang
dibutuhkan tetapi juga energi pemompaan juga semakin besar. Menurut Nolan dan Collin
(1996;4) suhu air dalam akuarium dalam percobaaan menggunakan bak plastik yang tinggi
tidak hanya mempengaruhi kelarutan oksigen tetapi juga mepengaruhi laju metabolisme
respirasi ikan.   

Dari hasil pengamatan di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

Pada pengamatan kelompok 1 Semakin tinggi suhu maka semakin tinggi jumlah gerakan
operkulum karena untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang banyak hal ini disesuaikan
dengan kisaran toleransi yang mencapai batas kritis terbukti dengan pengamatan di 5 menit
ke tiga ikan menjadi koleps

Pada pengamatan kelompok 2 Semakin tinggi suhu maka semakin tinggi jumlah gerakan
operkulum karena untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang banyak hal ini disesuaikan
dengan kisaran toleransi yang mencapai batas kritis terbukti dengan pengamatan di 5 menit
ke tiga ikan menjadi koleps.Namun terjadi ketidak konstanan dengan pengamatan kelompok
1 karena pada 5 menit ketiga jumlah operkulum bukan meningkat malah menurun hal ini
dimungkinkan kesalahan praktikan saat mengamati dan menghitung jumlah operkulum.

Pada pengamatan kelompok 3 dan 4 diperoleh hasil yang relatif sama yaitu semakin rendah
suhu air maka semakin menurun jumlah operkulum. Hal ini disebabkan ikan mengalami batas
stres minimum denagan penurunan suhu terbukti pada 5 menit ke tiga dengan kondisi suhu
yang turu secara ekstrim menyebabkan ikan koleps.

Dari hasil analisis pengamatan diatas diketahui bahwa kedua perlakuan pada ikan
menunjukkan respon yang berbeda terhadap pengaruh perubahan suhu. Hal ini menunjukkan
bahwa kebutuhan Oksigen dan Kisaran toleransi ikan berbeda meski dalam satu spesies.
Menurut Fujaya (1999;115) kebutuhan oksigen ikan sangat dipengaruhi umur, aktivitas, serta
kondisi perairan. Semakin tua umur ikan, laju metabolisme semakin rendah. Fujaya
menambahkan bahwa perbedaan aktivitas juga menyebabkan perbedaan kebutuhan oksigen.
Pada praktikum kali ini dapat dirumuskan beberapa kemungkinan yang menyebabkan
gerakan operkulum ikan berbeda pada beberapa perlakuan, kemungkinan tersebut antara lain
yakni, ikan Mas Komet yang digunakan dalam praktikum kali ini memiliki umur, aktivitas
dan ukuran tubuh yang berbeda. 
BAB V

KESIMPULAN

Semakin tinggi suhu air maka jumlah operkulum semakin meningkat begitu pula sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Darmadi. 2009. Laporan Praktikum Fisiologi Hewan (Operkulum Ikan). Bandung.
Universitas Padjajaran. http://dharmadharma.wordpress.com/ diakses pada Senin, 11 Juni
2012 pukul 19.30 WIB 
Tim praktikum kelompok 2.Buku Petunjuk Praktikum Kisaran toleransi dan faktor
pembatas,terapan kisaran toleransi dan faktor lingkungan yang mempengaruhi
hewan.Jember :Unmuh Jember

http://herisantoso89.blogspot.com/2011/04/laporan-pengaruh-lingkungan-terhadap.html

http://dhamadharma.wordpress.com/2009/11/21/laporan-praktikum-fisiologi-hewan-air-
operculum-ikan-mas/

Anda mungkin juga menyukai