EKOLOGI HEWAN
Kisaran toleransi dan faktor pembatas,terapan kisaran toleransi dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi hewan
Oleh:
PENDAHULUAN
1.1Tujuan
1. Mengetahui perubahan gerakan operculum Ikan Mas Komet (Carassius auratus) terhadap
perubahan suhu air.
2. Mengetahui respon tingkah laku Ikan Mas Komet (Carassius auratus) akibat perubahan
suhu air.
Biologi Ikan
Pisces (Ikan) merupakan superkelas dari subfilum Vertebrata yang memiliki
keanekaragaman sangat besar (Sukiya. 2005; 33). Ikan adalah anggota vertebrata
poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan
merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih
dari 27,000 di seluruh dunia (Fujaya,1999 dalam Dhamadi. 2009).
Secara keseluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air suhu air, seperti
vertebrata poikiloterm lain suhu tubuhnya bersifat ektotermik, artinya suhu tubuh sangat
tergantung atas suhu lingkungan (Sukiya.2005;9-10). Selanjutnya Sukiya menambahkan
bahwa beberapa ikan mempunyai perilaku istimewa seperti ikan Glodok yang dapat berjalan
di atas daratan dan memanjat pohon.
2.1.1 Alat-alat
4. Panci 1 buah
5. Akuarium sedang
2.1.2 Bahan-bahan
2. Air secukupnya
3. Es batu
5. Stopwatch
1. Dipanaskan air dalam water bath/ panci hingga hangat suam-suam kuku. Kemudian
kedalam akuarium hingga 1/5 volume akuarium. Ukur suhu kontrol awal.
2. Masukkan ikan yang sebelumnya diletakkan di beaker glas kedalam akuarium. Amati
tingkah laku. Hitung jumlah gerakan operkulum ikan selama 1 menit
3. Ambil ikan dan dimasukkan kembali kedalam beaker glass semula. Tambahkan air
hangat kedalam akuarium sampai suhu air menjadi ±500 C dari suhu semula. Masukkan
ikan kedalam akuarium kembali. Amati tingkah laku selama 1 menit.
4. Lakukan langkah seperti diatas dengan modifikasi perlakuan pada keadaan suhu air
yang berbeda yakni +100C, -50C, dan -100C.
5. Catat hasil pengamatan.
BAB III
HASIL PENGAMATAN
BAB IV
PEMBEHASAN
Pengaruh Suhu Air terhadap Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Ikan
Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang sangat
berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi terhadap penyakit
(Tunas. 2005;16). Selanjutkan Tunas menambahkan bahwa ikan akan mengalami stres
manakala terpapar pada suhu di luar kisaran yang dapat ditoleransi.
Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status
kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh lemah, kurus, dan
tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap
infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun (Tunas. 2005;16-17). Pada
dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tingi, tetapi suhu rendah
menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa penurunan laju respirasi dan denyut jantung
sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen.
Penelitihan oleh Kuz’mina et al. (1996 dalam Tunas. 2005) menunjukkan bahwa suhu
perairan sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme dan proses-proses biologis ikan.
Ditunjukkan bahwa aktivitas enzim pencernaan karbohidrase sangat dipengaruhi oleh suhu,
aktivitas protease tertinggi dijumpai pada musim panas, adapun aktivitas amilase tertinggi
dijumpai pada musim gugur (Hofer, 1979a ; 1979b dalam Tunas. 2005; 18).
Menurut Kanisius (1992; 23) suhu air yang relatif tinggi dapat ditandai antara lain dengan
munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen.
Ikan menggunakan ingsan yang terletak di kepalanya untuk bernafas. Cara ikan bernafas
adalah sebagai berikut, air masuk melalui rongga mulut kemudian masuk dalam insang, saat
air ada di dalam insang, oksigen ang terlarut dalam air diserap oleh pembuluh- pembuluh
darah kecil yang terdapat pada insang dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan ke air.
Air kelur dari rongga insang ketika tutup insang membuka dan begitu terus-menerus. Ikan
juga mempunyai gelembung renang yang terletak diantara tulang belakang dan perut,
berhubungan dengan kerongkongan. Darah pada dinding gelembung dapat memasukkan
udara kedalam gelembung dan mengeluarkan udara dari gelembung itu sehingga berat ikan
dapat berkurang atau bertambah sehingga ikan dapat naik dan turun di dalam air.
Dari masing-masing karakteristik yang dimiliki ikan, ditemukan satu pemikiran bahwa suhu
juga berpengaruh dalam proses hidup ikan. Biasanya suhu berperan penting terhadap adaptasi
fisiologi. Penyesuaian fungsi alat-alat tubuh terhadap keadaan lingkungan ini yang kemudian
menyangkutkan operkulum sebagai salah satu organ tubuh yang ikut andil dalam adaptasi
fisiologi. Operkulum ikan yang membuka dan menutup sangat bergantung terhadap suhu air
sebagai media hidup ikan.
Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami
kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius. 1992; 23). Hal tersebut dapat diamati dari perubahan
gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan satu dengan lainnya
berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu terendah yang dapat menyebabkan kematian
berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis
ikan (Tunas. 2005; 16-17). Sedangkan kisaran toleransi pada Ikan Mas Komet dalam
praktikum kali ini sulit ditentukan dengan pasti. Namun dapat diketahui bahwa suhu tinggi
menyebabkan gerakan operkulum semakin naik dan suhu rendah menurunkan gerakan
operkulum.
Gerakan operkulum sebenarnya merupakan indikator laju respirasi Ikan. Sedangkan
suhu merupakan faktor pembatas bagi kehidupan ikan. Telah diketahui bahwa suhu tinggi
akan menyebabkan berkurangnya gas oksigen terlarut, akibatnya ikan akan mempercepat
gerakan operkulum untuk mendapatkan gas oksigen dengan cepat sesuai kebutuhan
respirasinya. Menurut Fujaya (1999;106) rendahnya jumlah oksigen dalam air menyebabkan
ikan atau hewan air harus memompa sejumlah besar air ke permukaan alat respirasinya untuk
mengambil Oksigen. Fujaya menambahkan bahwa tidak hanya volume besar yang
dibutuhkan tetapi juga energi pemompaan juga semakin besar. Menurut Nolan dan Collin
(1996;4) suhu air dalam akuarium dalam percobaaan menggunakan bak plastik yang tinggi
tidak hanya mempengaruhi kelarutan oksigen tetapi juga mepengaruhi laju metabolisme
respirasi ikan.
Pada pengamatan kelompok 1 Semakin tinggi suhu maka semakin tinggi jumlah gerakan
operkulum karena untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang banyak hal ini disesuaikan
dengan kisaran toleransi yang mencapai batas kritis terbukti dengan pengamatan di 5 menit
ke tiga ikan menjadi koleps
Pada pengamatan kelompok 2 Semakin tinggi suhu maka semakin tinggi jumlah gerakan
operkulum karena untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang banyak hal ini disesuaikan
dengan kisaran toleransi yang mencapai batas kritis terbukti dengan pengamatan di 5 menit
ke tiga ikan menjadi koleps.Namun terjadi ketidak konstanan dengan pengamatan kelompok
1 karena pada 5 menit ketiga jumlah operkulum bukan meningkat malah menurun hal ini
dimungkinkan kesalahan praktikan saat mengamati dan menghitung jumlah operkulum.
Pada pengamatan kelompok 3 dan 4 diperoleh hasil yang relatif sama yaitu semakin rendah
suhu air maka semakin menurun jumlah operkulum. Hal ini disebabkan ikan mengalami batas
stres minimum denagan penurunan suhu terbukti pada 5 menit ke tiga dengan kondisi suhu
yang turu secara ekstrim menyebabkan ikan koleps.
Dari hasil analisis pengamatan diatas diketahui bahwa kedua perlakuan pada ikan
menunjukkan respon yang berbeda terhadap pengaruh perubahan suhu. Hal ini menunjukkan
bahwa kebutuhan Oksigen dan Kisaran toleransi ikan berbeda meski dalam satu spesies.
Menurut Fujaya (1999;115) kebutuhan oksigen ikan sangat dipengaruhi umur, aktivitas, serta
kondisi perairan. Semakin tua umur ikan, laju metabolisme semakin rendah. Fujaya
menambahkan bahwa perbedaan aktivitas juga menyebabkan perbedaan kebutuhan oksigen.
Pada praktikum kali ini dapat dirumuskan beberapa kemungkinan yang menyebabkan
gerakan operkulum ikan berbeda pada beberapa perlakuan, kemungkinan tersebut antara lain
yakni, ikan Mas Komet yang digunakan dalam praktikum kali ini memiliki umur, aktivitas
dan ukuran tubuh yang berbeda.
BAB V
KESIMPULAN
Semakin tinggi suhu air maka jumlah operkulum semakin meningkat begitu pula sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Darmadi. 2009. Laporan Praktikum Fisiologi Hewan (Operkulum Ikan). Bandung.
Universitas Padjajaran. http://dharmadharma.wordpress.com/ diakses pada Senin, 11 Juni
2012 pukul 19.30 WIB
Tim praktikum kelompok 2.Buku Petunjuk Praktikum Kisaran toleransi dan faktor
pembatas,terapan kisaran toleransi dan faktor lingkungan yang mempengaruhi
hewan.Jember :Unmuh Jember
http://herisantoso89.blogspot.com/2011/04/laporan-pengaruh-lingkungan-terhadap.html
http://dhamadharma.wordpress.com/2009/11/21/laporan-praktikum-fisiologi-hewan-air-
operculum-ikan-mas/