Anda di halaman 1dari 7

KOSAKATA DAN DIKSI

A. INFORMASI UMUM
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Kode/SKS : UNP 1.60.1404/2 SKS
Pokok bahasan : Kosakata dan Diksi
Pertemuan Ke 2
Dosen : Tim Dosen MK Bahasa Indonesia

B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menggunakan kosakata dan diksi
dengan tepat.

C. MATERI
Berikut akan dijelaskan beberapa materi mengenai kosakata dan diksi yang berkaitan
dengan penggunaan kosakata yang tepat dalam kalimat-kalimat yang disusun.

1. Kata, Kosakata dan Diksi


Diksi sering disalahartikan dengan kata. Kata merupakan kumpulan dari beberapa fonem
yang mengandung suatu pengertian. Kata ini sifatnya universal, baik kata yang bersifat umum
maupun yang bersifat khusus yang identik dengan istilah-istilah. Semua bangsa di dunia ini
mempunyai kata. Apabila kata-kata digabungkan menjadi satu kalimat, maka akan membentuk
makna yang utuh. Lain halnya dengan diksi yang merupakan hasil dari proses pilihan kata yang
akan digunakan dalam suatu wacana bahasa Indonesia.
Kosakata juga sering disalahartikan dengan kata. Bagian terbesar kosakata sebuah bahasa
terdiri dari kata-kata umum yang dipakai oleh semua lapisan masyarakat, baik yang terpelajar
maupun oleh rakyat jelata. Kosakata inilah yang menjadi ujung tanduk bahasa yang ada di dunia.
Kosakata berwujud istilah-istilah yang digunakan pada bidang-bidang tertentu. Ada kosakata
bidang politik, bidang pendidikan, bidang kedokteran, bidang ekonomi dan kosakata bidang
lainnya, sehingga sifatnya lebif spesifik.
Istilah diksi disamakan dengan istilah pilihan kata. Menurut Arifin dan Amran (2004:25),
diksi adalah memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Seirama dengan pernyataan
tersebut, Keraf (2005:24) menambahkan tiga hal yang berkenaan dengan konsep diksi. Pertama,
diksi mencakup pengertian kata-kata yang akan dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan,
membentuk pengelompokan kata yang tepat, dan gaya yang sesuai dalam suatu situasi. Kedua,
diksi merupakan kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang
ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan
nilai rasa yang dimiliki pendengar maupun pembaca.
Bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna, sehingga seringkali
terjadi salah penafsiran dan penggunaan dalam wacana bahasa Indonesia. Chaer (2003:44)
menyatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi yang mengacu pada
suatu konsep, ide atau pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu sehingga
membentuk suatu makna.
Misalnya, lambang bahasa yang berwujud bunyi [payung]. Lambang ini mengacu pada konsep
“sejenis benda yang dapat digunakan untuk melindungi bagian tubuh manusia dari panas dan
hujan”. Kemudian, konsep tersebut dihubungankan dengan kenyataan yang ada pada kehidupan
sehari-hari. Berikut ini skema yang menunjukkan hubungan lambang bunyi dengan konsep dan
kenyataan mengenai bunyi [payung].

B “sejenis benda yang dapat digunakan untuk melindungi bagian


tubuh manusia dari teriknyapanas dan hujan”

A C
[payung]

Berdasarkan pengertian tentang diksi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
diksi bertujuan untuk penguasaan terhadap pengertian-pengertian yang tepat dan penafsiran
makna kata, kalimat, maupun wacana dalam bahasa Indonesia yang merupakan hasil dari proses
pemilihan kata yang akan digunakan.

2. Sumber Kosakata
Seperti penjelasan di atas, diketahui bahwa kosakata merupakan kumpulan kata-kata
yang digunakan dalam masyarakat. Kumpulan kata-kata yang ada di masyarakat bersumber dari
kamus (Keraf, 2005). Kamus merupakan sebuah buku referensi yang memuat daftar kosakata
yang terdapat dalam sebuah bahasa, yang disusun secara alfabetis disertai keterangan bagaimana
menggunakan kata-kata tersebut dalam percakapan sehari-hari (Keraf, 2005). Menurut luas
lingkup isinya kamus dibedakan menjadi beberapa, yaitu kamus umum, kamus khusus, kamus
eka bahasa, kamus dwi bahasa, dan kamus multi bahasa. Lebih lanjut, keraf menjelaskan bahwa
kamus umum adalah kamus yang memuat segala macam topik yang ada dalam sebuah bahasa,
sedangkan jika kamus tersebut memuat kata-kata dari suatu bidang tertentu maka disebut dengan
kamus khusus atau kamus istilah. Selain itu, adalagi kamus eka bahasa yang menjelaskan
mengenai sesuatu dalam suatu bahasa sedangkan kamus dwi bahasa dan multi bahasa merupakan
kamus yang berisi penjelasan mengenai suatu kata dalam dua bahasa atau lebih. Sedangkan
kamus yang memuat kosakata dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Kamus Umum Bahasa
Indonesia yang menjadi patokan dalam menggunakan diksi yang baik dan benar dalam
kehidupan sehari-hari.
Inti dari kamus adalah memberikan batasan pengertian dari sebuah kata (Keraf, 2005).
Hal ini perlu dilakukan karena setiap kata mengalami perubahan dan pergeseran. Oleh karena itu,
kamus harus menggunakan sistem yang konsisten dalam mengurutkan makna kata, serta
memberikan tanda-tanda penjelasan arti yang khusus bagi masing-masing penutur. Dengan kata
lain, kamus memberikan penjelasan dan gambaran kepada masyarakat mengenai makna kata
yang sesungguhnya serta memberikan batasan penggunaan kata yang tepat dan tidak tepat
kepada
masyarakat secara tidak langsung. Dengan memahami bahwa kamus adalah sumber kosakata
akan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk berpedoman kepada kamus dalam
memilih dan menggunakan kata yang tepat dalam berkomunikasi sehari-hari.
3. Kriteria Pemilihan Kata
Persoalan kriteria pemilihan kata pada dasarnya berkisar pada prinsip dalam memilih kata
yang akan digunakan dalam suatu wacana bahasa Indonesia. Menurut Keraf (2003:87-110), ada
dua jenis kriteria pemilihan kata yaitu ketepatan dan kesesuaian. Berikut ini dijabarkan lebih
mendetail mengenai kriteria menurut Keraf tersebut.

a. Ketepatan Pilihan Kata


Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan
gagasan-gagasan yang teoat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan
atau dirasakannya. Adapun persyaratan ketepatan diksi yakni sebagai berikut ini.

(1) Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi.


Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain ia harus menetapkan
mana yang akan dipergunakannya untuk menyatakan sesuatu. Apabila pengertian sebenarnya
yang diinginkannya, maka harus memilih denotatif, tetapi apabila menghendaki pengertian yang
melibatkan nilai rasa dan emosional tertentu, maka harus memilih konotatif. Hal ini akan dibahas
lebih lanjut pada bagian klasifikasi berdasarkan diksi.

(2) Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.


Kata-kata yang bersinonim tidaklah sama penggunaannya dalam suatu wacana bahasa
Indonesia. Oleh sebab itu, penggunaannya disesuaikan dengan konteks wacana yang dipakai.
Detailnya akan dibahasa pada bagian klafikasiberdasarkan diksi.
(3) Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya.
Penulis harus dapat membedakan kata-kata yang mirip ejaannnya. Apabila tidak, maka
maknanya tidak akan sesuai dengan yang diinginkannya, seperti: bahwa – bawah – bawa dan
sebagainya.

(4) Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri.


Bahasa selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat.
Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa setiap orang boleh dengan seenaknya menciptakan kata-
kata baru atau mencampuradukkannya dengan bahasa yang lain. Setiap ada kata-kata baru yang
akan masuk ke dalam kosakata bahasa Indonesia, selalu dibicarakan atau didiskusikan terlebih
dahulu oleh Pusat Bahasa di Indonesia agar bida diperkukuhkan secara bersama.

(5) Waspada terhadap penggunaan akhiran asing.


Akhiran asing boleh digunakan oleh penduduk Indonesia apabila sesuai dengan konteks
dan situasinya. Seperti, idiom – idiomatik, kultur – kultural.

(6) Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis.
Kata kerja yang digunakan dalam wacana bahasa Indonesia harus sesuai dengan kaidah.
Seperti: berharap, berharap akan, berbahaya, berbahaya bagi, dan sebagainya.

(7) Membedakan kata umum dan kata khusus.


Kata umum dan kata khusus dalam penggunaan pada wacana bahasa Indonesia berbeda.
Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum. Walaupun demikian, tidak
berarti bahwa kata-kata umum tidak boleh digunakan. Akan tetapi, kata-kata umum diperlukan
untuk pengabstraksian, generalisasi, pengkategorian pengalaman-pengalaman manusia, erutama
dalam tulisan ekspositoris. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian klasifikasi kata
berdasarkan diksi.

(8) Menggunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi khusus.


Kata indria adalah istilah-istilah yang menyatakan pengalaman-pengalaman yang diserap
oleh pancaindera, yaitu serapan indra penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman.
Oleh sebab itu, untuk menunjukkan persepsi khusus lebih baik menggunakan kata indria karena
kata ini menggambarkan pengalaman manusia melalui pancaindra yang khusus, sehingga
terjamin daya gunanya terutama dalam membuat tulisan deskripsi.

(9) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal
Perubahan makna pada sudatu kata sangat perlu diperhatikan oleh penulis maupun
pembicara. Apabila tidak diperhatikan, maka akan terjadi salah tafsir pagi pembaca maupun
pendengar. Perluasan makna adalah suatu proses perubahan makna kata yang dialami sebuah
kata yang sebelumnya mengandung suatu makna yang khusus, tetapi kemudian meluas sehingga
melingkupi sebuah kelas makna yang lebih umum. Kata yang sudah mengalami perubahan
makna salah satu contohnya yakni putra-putri. Dahulu, putra-putri dipakai untuk sebutan anak-
anak raja, tetapi sekarang dipakai untuk melambangkan anak laki-laki dan wanita.

(10)Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.


Kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata yang sedemikian rupa, sehingga
maksud atau pikiran seseorang dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis. Kelangsungan
akan terganggu apabila pembicara atau penulis menggunakan kata atau kalimat yang tidak
efektif serta pernyataan yang dapat menimbulkan makna ganda.

b. Kesesuaian Pilihan Kata


Kesesuaian pilihan kata mempersoalkan ketepatan dalam memilih kata yang dipakai
apakah sudah setepat-tepatnya atau belum, sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang
berlainan antara pembicara dan pendengar, atau antara penulis dan pembaca. Adapun persyaratan
kesesuaian pilihan kata sebagai berikut.

(1) Hindarilah bahasa atau unsur substandar dalam situasi yang formal.
Bahasa standar adalah semacam dialek kelas dan dapat dibatasi sebagai tutur mereka
yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup dalam
masyarakat. Lain halnya dengan bahasa nonstandar yang merupakan bahasa dari mereka yang
tidak memeperoleh kedudukan atau pendidikan yang tinggi, seperti bahasa yang dipakai untuk
pergaulan biasa yang tidak dipakai dalam suatu tulisan. Oleh sebab itu, dalam situasi yang
formal lebih baik menggunakan bahasa standar atau bahasa yang sesuai dengan kaidah yang
berlaku.

(2) Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja.


Pilihan kata dalam hubungan dengan kesempatan yang dihadapi seseorang dapat dibagi
atas beberapa macam kategori sesuai dengan penggunaannya, diantaranya kata-kata ilmiah. Kata
yang biasa dipakai oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah disebut dengan
kata-kata ilmiah. Di samping tulisan-tulisan ilmiah, kata-kata itu juga dipakai dalam pertemuan
resmi, diskusi khusus, dan dalam diskusi ilmiah.
Pada dasarnya kata-kata ilmiah atau khusus dipergunakan oleh kaum terpelajar, berasal
dari bahasa asing. Walaupun demikian, bisa terjadi pergeseran kategori kata ilmiah tersebut
menjadi kata populer. Apabila sebuah kata asing yang mula-mula dipakai oleh kaum terpelajar
dan lambat laun meresap ke lapisan masyarakat bawah, maka status kata tersebut menjadi kata
populer.

(3) Hindarilah jargon dalam tulisan.


Jargon mengandung makna suatu bahasa, dialek, atau tutur yang dianggap kurang sopan
atau aneh. Tetapi istilah itu dipakai untuk mengacu semacam bahasa yang timbul dari
pencampuran-pencampuran bahasa dan sekaligus dianggap sebagai bahasa perhubungan atau
lingua franca. Selain itu, istilah jargon bisa diartikan sebagai kata-kata teknis atau rahasia dalam
suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpyulan rahasia, atau kelompok
khusus lainnya. Oleh karena itu, sejauh mungkin unsur jargon dihilangkan dalam sebuah tulisan
karena tidak akan banyak artinya bila dipakai untuk suatu sasaran yang umum.

4. Klasifikasi Kata Berdasarkan Diksi


Diksi dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis. Pengklasifikasiannya sebagai berikut.
a. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif dan konotatif perbedaanya didasarkan pada ada atau tidak adanya ‘nilai
rasa’ (Slametmulyana, dalam Chaer, 2002:65). Menurut Chaer (2002:65) makna denotatif
didefenisikan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan,
penciuman,
pendengaran, perasaaan atau pengalaman lainnya, sehingga menyangkut informasi-informasi
faktual objektif.

b. Makna Umum dan Khusus


Arifin dan Amran (2004:28) berpendapat bahwa makna umum adalah makna kata yang
memiliki acuan yang lebih luas, sedangkan makna khusus adalah makna kata yang
memilikiacuan yang lebih khusus. Contoh kata bermakna umum salah satunya adalah bunga.
Kata bunga memiliki acuan yang lebih luas daripada kata mawar. Bunga bukan hanya mawar,
tetapi juga melati, anggrek, kembang sepatu dan sebagainya.

c. Kata Konkret dan Abstrak


Menurut Arifin dan Amran (2004:28), kata konkret adalah kata yang acuannya semakin
mudah diserap pancaindra, sedangkan kata abstrak adalah kata yang digunakan untuk
mengungkapkan gagasan yang rumit. Meja, rumah, hangat, wangi, pedih, dan angin merupakan
contoh kata konkret. Gagasan, perdamaian, perselingkuhan merupakan contoh kata abstrak.

d. Sinonim dan Antonim


Ivan (2008:1) berpendapat bahwa sinonim adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang
berbeda namun memiliki arti atau pengertian yang sama atau mirip. Sinomin bisa disebut juga
dengan persamaan kata atau padanan kata. Lain halnya dengan antonim yang merupakan suatu
kata yang artinya berlawanan satu sama lain. Antonim disebut juga dengan lawan kata
Contoh sinonim:
Kata meninggal bersinonim dengan kata gugur.
(1) Pak Budiman telah meninggal pada pukul 12.30 WIB.
(2) Para pahlawan telah gugur di medan
perang. Contoh antonim:
(3) mati >< hidup
(4) keras >< lembut

e. Homonim, Homofon, dan Homograf


Homonim adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda tetapi lafal atau ejaan
sama. Jika lafalnya sama disebut homograf, namun jika yang sama adalah ejaannya maka disebut
homofon (Alvin, 2008:1).
Contoh homonim:
(1) Untuk mengirim surat untuk bapak presiden kita harus menggunakan amplop (amplop
= amplop surat biasa)
(2) Agar bisa diterima menjadi pns ia memberi amplop kepada para pejabat (amplop =
sogokan atau uang pelicin)
Contoh homofon:
(3) Bu kadir bisa memainkan gitar dengan kakinya (bisa = mampu)
(4) Bisa ular itu ditampung ke dalam bejana untuk diteliti (bisa =
racun) Contoh homograf:
(5) Guci itu adalah peninggalan masa kerajaan kutai (masa = waktu)
(6) Kasus tabrakan yang menghebohkan itu dimuat di media massa (massa = masyarakat umum).

f. Polisemi
Polisemi adalah kata-kata yang memiliki makna atau arti lebih dari satu karena adanya
banyak komponen konsep dalam pemaknaan suatu kata. Satu kata seperti kata "kepala" dapat
diartikan bermacam-macam walaupun arti utama kepala adalah bagian tubuh manusia yang ada
di atas leher (Ivan, 2008:2).
Contoh:
(1) Guru yang dulunya pernah menderita cacat mental itu sekarang menjadi kepala sekolah
smp kroto emas. (kepala bermakna pemimpin).
(2) Kepala anak kecil itu besar sekali karena terkena penyakit hidrosepalus. (kepala
berarti bagian tubuh manusia yang ada di atas).
(3) Tiap kepala harus membayar upeti sekodi tiwul kepada ki joko cempreng. (kepala
berarti individu).
(4) Pak Sukatro membuat kepala surat untuk pengumuman di laptop yang baru dibelinya
di mangga satu. (kepala berarti bagian dari surat).

g. Hipernim dan Hiponim


Hipernim adalah kata-kata yang mewakili banyak kata lain. Kata hipernim dapat menjadi
kata umum dari penyebutan kata-kata lainnya. Sedangkan hiponim adalah kata-kata yang
terwakili artinya oleh kata hipernim. Umumnya kata-kata hipernim adalah suatu kategori dan
hiponim merupakan anggota dari kata hipernim. Contoh :
(1) Hipernim : Hantu. Hiponim : Pocong, kantong wewe, sundel bolong, kuntilanak,
pastur buntung, tuyul, genderuwo, suster ngesot, dan lain-lain.
(2) Hipernim : Ikan. Hiponim : Lumba-lumba, tenggiri, hiu, betok, mujaer, sepat, cere,
gapih singapur, teri, sarden, pari, mas, nila, dan sebagainya.
(3) Hipernim : Odol. Hiponim : Pepsodent, ciptadent, siwak f, kodomo, smile up, close up,
maxam, formula, sensodyne, dan lain-lain.
(4) Hipernim : Kue. Hiponim : Bolu, apem, nastar nenas, biskuit, bika ambon, serabi,
tete, cucur, lapis, bolu kukus, bronis, sus, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai