Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bahasa terbentuk dari beberapa tataran gramatikal, yaitu dari tataran
terendah sampai tertinggi adalah kata, frase, klausa, kalimat. Ketika anda
menulis dan berbicara, kata adalah kunci pokok dalam membentuk tulisan dan
ucapan. Maka dari itu kata-kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami
dengan baik, supaya ide dan pesan seseorang dapat dimengerti dengan baik.
Kata-kata yang digunakan dalam komunikasi harus dipahami dalam konteks
alinea dan wacana. Tidak dibenarkan menggunakan kata-kata sesuka hati,
tetapi yang harus mengikuti kaidah-kaidah yang benar.
Menulis merupakan kegiatan yang menghasilkan ide secara terus
menerus dalam bentuk tulisan yang teratur yang mengungkapkan gambaran,
maksud, gagasan, perasaan ( ekspresif ). Untuk itu penulis atau pengarang
membutuhkan keterampilan dalam hal struktur bahasa dan kosakata. Yang
terpenting dalam menulis adalah penguasaan kosakata yang merupakan bagian
dari diksi. Ketetapan diksi dalam membuat suatu tulisan atau karangan tidak
dapat diabaikan demi menghasilkan tulisan yang mudah dimengerti.
Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata pengarang dalam
menggambarkan cerita pengarang. Walaupun dapat diartikan begitu, diksi
tidak hanya pilih-memilih kata saja atau mengungkapkan gagasan pengarang,
tetapi juga meliputi gaya bahasa, dan ungkapan-ungkapan.
Tidak dapat disangkal bahwa dalam penggunaan kosa kata adalah
bagian yang sangat penting dalam dunia perguruan tinggi. Prosesnya mungkin
lamban dan sukar, tapi orang akan merasa lega dan puas sebab tidak akan sia-
sia semua jerih payah yang telah diberikan. Manfaat dari kemampuan yang
diperolehnya itu akan lahir dalam bentuk penguasaan terhadap pengertian-
pengertian yang tepat bukan sekedar mempergunakan kata-kata yang hebat

1
tanpa isi. Dengan pengertian-pengertian yang tepat itu, kita dapat pula
menyampaikan pikiran kita secara sederhana dan langsung.
Mereka yang luas kosa katanya akan memiliki pula kemampuan yang
tinggi untuk memilih setepat-tepatnya kata mana yang paling harmonis untuk
mewakili maksud atau gagasannya. Secara populer orang akan mengatakan
bahwa kata meneliti sama artinya dengan kata menyelidiki, mengamati, dan
menyidik. Karena itu, kata-kata turunannya seperti penelitian, penyelidikan,
pengamatan, dan penyidikan adalah kata yang sama artinya atau merupakan
kata yang bersinonim.
Mereka yang luas kosa katanya menolak anggapan itu. Karena tidak
menerima anggapan itu, maka mereka akan berusaha untuk menetapkan secara
cermat kata mana yang harus dipakainya dalam sebuah konteks tertentu.
Sebaliknya yang miskin kosa katanya akan sulit menemukan kata lain yang
lebih tepat, karena ia tidak tahu bahwa ada kata lain yang lebih tepat dan
karena ia tidak tahu bahwa ada perbedaan antara kata-kata yang bersinonim
itu. Maka atas dasar tersebutlah kita sebagai mahasiswa yang baik hendaknya
mengetahui dan memahami bagaimana penggunaan pilihan kata yang tepat
dan cermat dalam konteks yang tepat pula

1.2.Rumusan masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka didapatkan rumusan
masalah yakni :
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian diksi ?
2. Apa fungsi diksi ?
3. Bagaimana pembagian makna kata ?
4. Apa penyebab kesalahan pemakaian gabungan kata dan kata ?
5. Apa syarat-syarat ketepatan diksi ?
6. Apa yang di maksud dengan gaya bahasa dan idiom ?

2
1.3. Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka didapatkan
tujuan penulisan ini adalah :
a. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian diksi.
b. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi diksi.
c. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana pembagian makna kata.
d. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab kesalahan pemakaian
gabungan kata dan kata.
e. Mahasiswa mampu mengetahui syarat-syarat ketepatan diksi.
f. Mahasiswa mampu mengetahui gaya bahasa dan idiom.

1.4. Manfaat penulisan


Dari tujuan penulisan yang telah disampaikan, maka dapat diambilnya
manfaat dari penulisan ini adalah :
a. Dapat menambahkan pengetahuan bagi mahasiswa mengenai
penjelasan diksi atau pemilihan kata
b. Dapat diigunakan sebagai tambahan wawasan dan pengembangan
pembelajaran yang berhubungan dengan materi diksi atau pemilihan
kata.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian diksi (pilihan kata)

Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih
kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana. Pemilihan
kata dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama
atau bermiripan. Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih kata yang tepat,
melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam arti sesuai dengan
konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan
yang nilai rasa masyarakat pemakainya.

Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata


dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan
kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah
kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat
sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau
pendengarnya.

Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia
karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih
kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita dapat lari
dari kamus. Kamus memberikan suatu ketetapan kepada kita tentang
pemakaian kata-kata. Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang
diperlukan.

Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan


tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Disamping
itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dengan situasi dan
tempat penggunaan kata-kata itu. Pemilihan kata akan dapat dilakukan bila
tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan.

4
Ketersediaan kata akan ada apabila seseorang mempunyai bendaharaan kata
yang memadai, seakan-akan ia memiliki senarai (daftar) kata. Senarai kata itu
dipilih satu kata yang paling tepat untuk mengungkapkan suatu pengertian.
Tanpa menguasai sediaan kata yang cukup banyak, tidak mungkin seseorang
dapat melakukan pemilihan atau seleksi kata.

Pemilihan kata bukanlah sekedar kegiatan memilih kata yang tepat,


melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai
dengan konteks dimana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan
dengan nilai rasa masyarakat pemakainya. Untuk itu, dalam memilih kata
diperlukan analisis dan pertimbangan tertentu. Sebagai contoh, kata mati
bersinonim dengan mampus ,wafat, tewas, gugur, berpulang, kembali ke
haribaan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, kata-kata tersebut tidak dapat
bebas digunakan. Mengapa? Ada nilai rasa dan nuansa makna yang
membedakannya.

2.2. Fungsi diksi (pilihan kata)

Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah


konsep, pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah. Adapun
fungsi diksi antara lain :

1) Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.


2) Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat.
3) Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
4) Mencegah perbedaan penafsiran.
5) Mencagah salah pemahaman.
6) Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

5
2.3. Pembagian makna kata

2.3.1 Makna Denotative

Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit.


Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya.
Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung dalam sebuah kata
secara objektif. Makna denotatif (denotasi) lazim disebut:

1) makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil


observasi (pengamatan) menurut penglihatan, penciuman,
pendengaran, atau pengalaman yang berhubungan dengan
informasi (data) faktual dan objektif.
2) makna sebenarnya, umpamanya, kata kursi yaitu tempat duduk
yang berkaki empat (makna sebenarnya).
3) makna lugas yaitu makna apa adanya, lugu, polos, makna
sebenarnya.

Contoh :

Wanita dan perempuan secara konseptual sama ; gadis dan


perawan secara denotatif sama makananya, kumpulan, rombongan,
gerombolan, secara konseptual sama maknanya. Istri dan bini secara
konseptual sama.

2.3.2 Makna Konotatif

Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul


sebagai akibat dari sikap social, dan kriteria tambahan yang dikenakan
pada sebuah makna konseptual. Makna konotatif atau konotasi berarti
makna kias, bukan makna sebenarnya.

Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyakat ke masyarakat lain,


sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut. Makna
konotasi juga dapat berubah dari waktu ke waktu.

6
Contoh :

Prabowo Hatta dan Jokowi Kalla berebut kursi presiden. Kalimat


tersebut tidak menunjukan makna bahwa Prabowo dan Jokowi Kalla
tarik-menarik kursi. Karena kata kursi berarti jabatan presiden.

Makna konotatif dan denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan


pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa
ada suatu makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif
adalah makna yang mempunyai tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain
yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna
konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus, sedangkan denotatif
maknanya umum.

Kalimat dibawah ini menunjukan hal itu.

1) Dia adalah wanita manis (konotatif).


2) Dia adalah wanita cantik (denotatif).

Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan
memberikan gambaran umum seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata
manis terkandung suatu maksud yang bersifat memukau perasaan kita.

Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat
jelek. Kata-kata yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti :

1) kata tolol (lebih jelek daripada bodoh ),


2) mampus (lebih jelek daripada mati), dan
3) gubuk (lebih jelek daripada rumah).

Di pahak lain, kata-kata itu dapat mengandung arti kiasan yang


terjadi dari makna denotative referen lain. Makna yang dikenakan
kepada kata itu dengan sendirinya akan ganda sehingga kontekslah
yang lebih banyak berperan dalam hal ini.

7
Perhatikan contoh dibawah ini:

Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk


memperoleh kepercayaan masyarakat.

Kata membanting tulang (yang mengambil suatu denotatif kata


pekerjaan membanting sebuah tulang) mengandung makna bekerja
keras yang mengandung sebuah kiasan. Kata membanting tulang dapat
kita masukan dalam golongan kata yang bermakna konotatif.

2.3.3 Umum dan khusus

Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang


lingkupnya. Makin luas ruang lingkup suatu kata, makin umum
sifatnya. Sebaliknya, mana kata menjadi sempit ruang lingkupnya
makin khusus sifatnya.

Makin umum suatu kata makin besar kemungkinan terjadi salah


paham atau perbedaan tafsiran. Sebaliknya, makin khusus, makin
sempit ruang lingkupnya, makin sedikt terjadi salah paham. Dengan
kata lain, semakin khusus makna kata yang dipakai, pilihan kata
semakin cepat. Perhatikan contoh berikut :

1. Kata umum : melihat

Kata khusus : melotot, melirik, mengintip, menatap,


memandang,

2. Kata umum : berjalan

Kata khusus : tertatih-tatih, ngesot, terseok-seok, langkah


tegap,

3. Kata umum : jatuh

Kata khusus : terpeleset, terjengkang, tergelincir,


tersungkur, terjerembab, terperosok.

8
2.3.4 Data Konkret dan Abstrak

Kata yang acuannya semakin mudah dicerap pancaindra disebut


kata konkret , seperti meja, rumah, mobil, dan lain-lain. Jika suatu kata
tidak mudah dicerap panca indra maka kata itu disebut kata abstrak ,
seperti gagasan dan saran. Kata abstrak digunakan untuk
mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan
secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi jika
dihambur-hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat
menjadi samar dan tidak cermat.

2.3.5 Sinonim

Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai
makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan . Sinonim ialah
persamaan makna kata . Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda
bentuk ejaan, dan pengucapannya.

Contoh : agung, besar, raya. Mati, mangkat, wafat, meninggal,


dan lain-lain.

2.3.6 Pembentukan Kata


Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan luar
bahasa Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosa kata
baru dengan dasar kata yang sudah ada, sedangkan dari luar terbentuk
kata baru melalui unsur serapan.
Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kata baru, misalnya:
a. tata buku,
b. tata bahasa,
Dari luar bahasa Indonesia terbentuk kata-kata melalui pungutan kata,
misalnya:
a. bank,
b. valuta, dan lain-lain

9
2.3.7 Perubahan Makna
Bahasa berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat
pemakainya, pengembangan diksi tejadi pada kata. Namun, hal ini
berpengaruh pada penyusunan kalimat, paragraf, dan wacana.
Pengembangan tersebut dilakukan memenuhi kebutuhan komunikasi.
Komunikasi kreatif berdampak pada perkembangan diksi, berupa
penambahan atau pengurangan kuantitas maupun kualitasnya. Selain
itu, bahasa berkembang dengan sesuai kualitas pemikiran pemakainya.
Perkembangan dapat menimbulkan perubahan yang mencakup
perluasan, penyempitan, pembatasan, pelemahan, pengaburan, dan
penggeseran makna.
Faktor penyebab perubahan makna :
1. Kebahasaan
Meliputi perubahan intonasi, bentuk kata, dan bentuk kalimat.
a) Perubahan intonasi adalah perubahan makna yang
diakibatkan oleh perubahan nada, irama, dan tekanan.
Contoh dalam kalimat;
Paman teman saya belum nikah
Paman, teman saya belum nikah
Paman, teman, saya belum nikah
Paman, teman, saya, belum nikah
b) Perubahan struktur frasa : kaleng susu (kaleng bekas
tempat susu) susu kaleng (susu yang dikemas dalam
kaleng), dokter anak (dokter spesialis anak), anak dokter
(anak yang dilahirkan oleh orang tua yang menjadi dokter).
c) Perubahan bentuk kata adalah perubahan makna yang
ditimbulkan oleh perubahan bentuk. Contoh; tua (tidak
muda) jika ditambah awalan ke- maka menjadi ketua,
makna berubah menjadi pemimpin.
d) Kalimat akan berubah makna jika struktur kalimatnya
berubah. Perhatikan kalimat berikut:

10
o Karena sudah diketahui sebelumnya, satpam segera
dapat meringkus penjahat itu.

Kalimat diatas, salah kesejajaran bentuk kata diketahui


seharusnya mengetahui.

o Karena mengetahui sebelumnya, satpam segera dapat


meringkus penjahat itu.
o Pencuri itu segera diringkus oleh satpam karena sudah
diketahui sebelumnya
2. Kesejarahan
Kata perempuan pada zaman penjajahan Jepang digunakan
untuk untuk menyebut perempuan penghibur. Orang
menggantinya dengan kata wanita . Kini setelah orang
melupakan peristiwa tersebut menggunakan nya kembali,
dengan pertimbangan, kata perempuan lebih mulia dibanding
kata wanita.
3. Kesosialan
Masalah kesosialan berpengaruh terhadap perubahan
makna. Contoh; petani kaya disebut petani berdasi, militer
disebut baju hijau.
4. Kejiwaan
Perubahan makna Karena faktor kejiwaan ditimbulkan oleh
pertimbangan: rasa takut, kehalusan ekspresi, dan kesopanan.
Perhatikan contoh berikut ini:
a) Tabu:
Pelacur disebut tunasusila
Germo disebut hidung belang
b) Kehalusan:
Bodoh disebut kurang pandai
Malas disebut kurang panadi

11
c) Kesopanan:
Ke kamar mandi disebut kebelakang
Gagal disebut kurang berhasil
5. Bahasa Asing
Perubahan makna karena faktor bahasa asing, misalnya kata
tempat orang terhormat diganti dengan VIP.
6. Kata Baru
Kreativitas pemakai bahasa berkembang terus sesuai
dengan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut, memerlukan bahasa
sebagai alat ekspresi dan komunikasi.
Pethatikan penggunaan kata: jaringan, kinerja, dan
justifikasi.
Jaringan kerja untuk menggantikan network
Justifikasi untuk menggantikan pembenaran
Kinerja untuk menggantikan performance

2.4 Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dan Kata

2.4.1 Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata yang mana, di mana,


daripada.

Perhatikan contoh pemakaian di mana, yang mana, daripada, yang


salah dalam kalimat ini.

1. Dalam rapat yang mana dihadiri oleh para ketua RT dan Rw.
2. Demikian tadi sambutan Pak Lurah di mana beliau telah
menghimbau kita untuk lebih tekun bekerja.
3. Marilah kita perhatikan kebersihan kita daripada lingkungan kita.

Kalimat 1 (satu) kerap kita dengar dalam aktivitas


bermasyarakat kalau kita amati. Terdapat dua kesalahan dalam
pemakain bentuk gabungan itu, kesalahan pertama, dalam sebagian
kalimat itu terdapat kata yang berlebih atau mubazir yang

12
mengakibatkan terjadinya polusi bahasa. Kata mana dalam kalimat
pertama tidak diperlukan, cobalah baca kalimat pertama tanpa kata
mana, jadi bunyinya berubah seperti ini. Dalam rapat yang dihadiri
oleh para ketua RT dan Rw.

Kalimat 2 (dua), pada bagian besar kalimat ini terjadi salah


pakai bentuk gabung di mana tidak boleh dipakai dalam bentuk
kalimat. Fungsi di mana dan yang mana bukan sebagai penghubung
klausa-klausa, baik dalam sebuah kalimat maupun penghubung antar
kalimat. Kalimat ini harus dipecah menjadi dua.

Demikian tadi sambutan pak Lurah


Beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun dan bekerja

Ada pun kalimat terakhir ini sama seperti kalimat pertama.

2.4.2 Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dengan, di, dan ke

Pemakaian kata dengan dalam kalimat terutama ragam lisan,


sering tidak tepat, perhatikan contoh yang salah berikut ini:

1) Sampaikan salam saya dengan Dona


2) Mari kita tanyakan langsung dengan dokter ahlinya.

Kata dengan pada kalimat diatas harus diganti dengan kepada,


jika tidak kepada siapa salam ditujukan. Kata dengan tidak cocok
dipakai untuk kalimat diatas karena dengan dapat berarti bersama.

Senada dengan kekeliruan pemakaian kata sambung dengan,


pemakaian yang keliru juga sering terjadi untuk kata depan di dan ke
yang seharusnya di isi oleh kata pada dan kepada. Kata depan di dan
ke harus diikuti oleh tempat, waktu, sedangkan kepada harus diikuti
nama/jabatan orang atau kata ganti orang. Contoh:

a. Buku agendaku tertinggal di rumah Andi.


b. Jangan menoleh ke kiri.

13
c. Permohonan cuti diajukan kepada direktur.

2.4.3 Kesalahan Pemakaian Kata berbahagia

Dalam pertemuan formal ditengah masyarakat, kita sering


mendengar kata berbahagia dipakai secara keliru oleh pembawa acara
dan juga oleh pembicara lain. Umumnya kata berbahagia itu
dimunculkan pada bagian awal suatu acara ketika pembicara menyapa
hadirin, seperti contoh yang keliru berikut ini:

a. Selamat malam dan selamat datang ditempat yang berbahagia ini.


b. Pada kesempatan yang berbahagia ini, kami mengajak hadirin
untuk.

Mengapa pemakaian dalam kalimat 1 dan 2 dikatakan keliru,


karena berbahagia bukan kata sifat. Jika pada kata berbahagia diganti
kata sifat misalnya, aman ,indah, bersih, tentu saja kalimatnya benar.

2.5 Syarat-syarat Ketepatan Diksi


Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan
gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang
dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis
atau pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya
untuk mencapai maksud tersebut. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah
paham.
Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut
persyaratan yang harus di penuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan
memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.

Adapun syarat-syarat ketepatan pilihan kata adalah :

2.5.1 Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi.


Denotasi ialah kata yang bermakna lugas atau tidak bermakna
ganda. Sedangkan konotasi ialah kata yang dapat menimbulkan
bermacam-macam makna.

14
Contoh :
Bunga eldeweis hanya tumbuh ditempat yang tinggi. (Denotasi)
Sinta adalah bunga desa di kampungnya. (Konotasi)

2.5.2 Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir


bersinonim.
Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu adalah
peubah peraturan yang selama ini memberatkan pengusaha.

2.5.3 Membedakan kata-kata yang mirip ejaannya.


Intensif insensif
Karton kartun
korporasi - koperasi

2.5.4 Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan


pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan.
Contoh :
Modern : canggih (secara subjektif)
Modern : terbaru atau muktahir (menurut kamus)
Canggih : banyak cakap, suka menggangu, banyak
mengetahui, bergaya intelektual (menurut kamus)

2.5.5 Waspada terhadap penggunaan imbuhan asing.


Contoh :
Dilegalisir seharusnya dilegalisasi.
Koordinir seharusnya koordinasi.

15
2.5.6 Membedakan pemakaian kata penghubung yang berpasangan
secara tepat.

Pasangan yang salah Pasangan yang benar


antara ..... dengan .... antara .... dan .....
tidak ..... melainkan ..... tidak ..... tetapi .....
baik ..... ataupun ..... baik ..... maupun .....
bukan ..... tetapi ..... bukan ...... melainkan .....

2.5.7 Membedakan Kata Umum Dan Kata Khusus Secara Cermat.


Kata umum adalah sebuah kata yang mengacu kepada suatu
hal atau kelompok yang luas bidang lingkupnya. Sedangkan kata
khusus adalah kata yang mengacu kepada pengarahan-pengarahan
yang khusus dan kongkret.
Contoh :
Kata umum : melihat
Kata khusus : melotot, membelak, melirik, mengintai,
mengamati, mengawasi, menonton,
memandang, menatap.
2.5.8 Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-
kata yang sudah dikenal.
Contoh :
Isu (berasal dari bahasa Inggris issue) berarti publikasi,
perkara.
Isu (dalam bahasa Indonesia) berarti kabar yang tidak jelas
asal-usulnya, kabar angin, desas-desus.

2.5.9 Menggunakan dengan cermat kata bersinonim, berhomofoni,


dan berhomografi.
a. Sinonim adalah kata-kata yang memiliki arti sama.

16
b. Homofoni adalah kata yang mempunyai pengertian sama
bunyi, berbeda tulisan, dan berbeda makna.
c. Homografi adalah kata yang memiliki kesamaan tulisan,
berbeda bunyi, dan berbeda makna.
Contoh :
Sinonim : Hamil (manusia) Bunting (hewan)
Homofoni : Bank (tempat menyimpan uang) Bang
(panggilan kakak laki-laki)
Homografi : Apel (buah) Apel (upacara)

2.5.10 Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat.

Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep,


sedangkan kata konkret mempunyai referensi objek yang diamati.

Contoh :

Kata abstrak : Kebaikkan seseorang kepada orang lain


merupakan sifat terpuji.
Kata konkret : APBN RI mengalami kenaikkan lima belas
persen.
2.6 Gaya Bahasa dan Idiom

2.6.1 Gaya Bahasa

Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas
adalah cara penutur mengungkapkan maksudnya. Banyak cara yang
dapat dipakai untuk mengungkapkan maksud. Ada cara yang memakai
perlambang (majas metafora, personifikasi) ada cara yang menekankan
kehalusan (majas eufemisme, litotes) dam masih banyak lagi majas
yang lainnya. Semua itu pada prinsipnya merupakan corak seni
berbahasa untuk menimbulkan kesan tertentu bagi mitra komunikasi
kita (pembaca/pendengar).

17
Sebelum menampilkan gaya tertentu ada enam faktor yang
mempengaruhi tampilan bahasa seorang komunikator dalam
berkomunikasi dengan mitranya, yaitu :

a. Media komunikasi : lisan atau tulisan, langsung atau tidak


langsung, media cetak atau media elektronik.
b. Bidang ilmu : filsafat, sastra, hukum, teknik, kedokteran,
dll
c. Situasi : resmi, tidak resmi, setangah resmi.
d. Ruang atau konteks : seminar, kuliah, ceramah, pidato.
e. Khalayak : dibedakan berdasarkan umur (anak-anak,
remaja, dewasa, orang tua); jenis kelamin
(laki-laki, perempuan); tingkat pendidikan dan
status sosial (rendah, menengah, tinggi).
f. Tujuan : membangkitkan emosi, diplomasi, humor,
informasi.

2.6.2 Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata

Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata


mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam
kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan
pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini
mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-
situasi tertentu.

Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan menjadi :

1. Gaya Bahasa Resmi

Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa dalam bentuknya yang


lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan
resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan
mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Gaya bahasa

18
resmi biasa kita jumpai dalam penyampaian amanat kepresidenan,
berita negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-
pidato yang penting, artikel-artikel yang serius atau esai yang
memuat subyek-subyek yang penting, semuanya dibawakan
dengan gaya bahasa resmi.

Contoh dalam pembukaan UUD 1945 :

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ini ialah hak segala bangsa


dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia telah


sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur. ...(selanjutnya)

2. Gaya Bahasa Tak Resmi


Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang
dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-
kesempatan yang tidak formal atau kurang formal. Gaya bahasa ini
biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, buku-buku
pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam
perkuliahan, dan sebagainya. Singkatnya gaya bahasa tak resmi
adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi kaum terpelajar.

Contoh :

Sumpah pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28 Oktober


1928 adalah peristiwa nasional, yang mengandung benih
nasionalisme. Sumpah Pemuda dicetuskan pada zaman
penjajahan. Nasionalisme pada zaman penjajahan mempunyai

19
watak khusus yakni anti penjajahan. Peringatan kepada Sumpah
Pemuda sewajarnya berupa usaha merealisasikan gagasan-
gagasan Sumpah Pemuda.

3. Gaya Bahasa Percakapan


Dalam gaya bahasa percakapan, pilihan katanya adalah kata-
kata populer dan kata-kata percakapan. Kalau dibandingkan
dengan gaya bahasa resmi dan tak resmi, maka gaya bahasa
percakapan ini dapat diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian
sport.
Itu berarti bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan,
dan masih dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan
ini agak longgar bila dibandingkan dengan kebiasaan pada gaya
bahasa resmi dan tak resmi.
Contoh berikut adalah hasil rekaman dari sebuah diskusi
dalam seminar Bahasa Indonesia tahun 1996 di Jakarta :
Pertanyaan yang pertama, di sini memang sengaja saya tidak
membedakan antara istilah jenis kata atau word classes atau parts
of speech. Jadi ketiganya saya artikan sama di sini. Maksud saya
ialah kelas-kelas kata, jadi penggolongan kata, dan hal itu
tergantung kepada dari mana kita melihat dan dasar apa yang
kita pakai untuk menggolongkannya. .......(selanjutnya)

2.6.3 Idiom

Menurut Moeliono, Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya


tidak secara langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsurnya. Sedangkan
menurut Badudu, idiom adalah bahasa yang teradatkan. Oleh karena itu,
setiap kata yang membentuk idiom berarti di dalamnya sudah ada
kesatuan bentuk dan makna. Walaupun dengan prinsip ekonomi bahasa,
salah satu unsurnya tidak boleh dihilangkan. Setiap idiom sudah tepat

20
sedemikian rupa sehingga para pemakai bahasa mau tidak mau harus
tunduk pada aturan pemakaiannya.

Sebagian besar idiom yang berupa kelompok kata, misalnya


gulung tikar, adu domba, muka tembok tidak boleh dipertukarkan
susunannya menjadi *tikar gulung, *domba adu, *tembok muka karena
ketiga kelompok kata yang terakhir itu bukan idiom.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan menjadi
beberapa poin penting yaitu :
a. Diksi atau pilhan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat
nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan
untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai
rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
b. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa
sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata itu.
c. Diksi berfungsi sebagai alat agar tidak terjadi kesalahpahaman antara
pembaca atau penulis terhadap pendengar atau pembaca dalam
berkomunikasi.
d. Diksi memiliki beberapa syarat-syarat ketepatan agar menimbulkan
imajinasi yang sesuai antara pembicara dan pendengar.
e. Fungsi diksi secara umum ialah agar masyarakat dapat berkomunikasi
dengan baik dan benar agar terhindar dari salah penafsiran dan
kesalahpahaman antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca.
f. Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah
cara penutur mengungkapkan maksudnya.
g. Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan menjadi : Gaya
bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan
h. Menurut Moeliono, Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak
secara langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsurnya. Sedangkan
menurut Badudu, idiom adalah bahasa yang teradatkan. Oleh karena itu,
setiap kata yang membentuk idiom berarti di dalamnya sudah ada
kesatuan bentuk dan makna.

22
3.2 Saran
Sebagai seorang mahasiswa, perlu sekali mempelajari dan memahami
bagaimana penggunaan diksi yang tepat dan cermat karena seorang mahasiswa
itu selalu dibebankan dan berkelut dengan karya-karya tulis dalam setiap tugas
perkuliahannya.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dari pembaca sangat kami harapkan
untuk perbaikan makalah kami ke depannya.

23

Anda mungkin juga menyukai