Anda di halaman 1dari 17

Page |1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bahasa terdiri atas beberapa tataran gramatikal antara lain kata, frase, klausa, dan
kalimat. Kata merupakan tataran terendah dan kalimat merupakan tataran tertinggi. Ketika
Anda menulis, kata merupakan kunci utama dalam upaya membentuk tulisan. Oleh karena
itu, sejumlah kata dalam Bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, agar ide dan pesan
seseorang dapat mudah dimengerti.

Menulis merupakan kegiatan yang mampu menghasilkan ide-ide dalam bentuk


tulisan secara terus-menerus dan teratur (produktif) seerta maampu mengungkapkan
gambaran, maksud, gagasan, perasaan (ekspresif). Oleh karena itu, keterampilan
menulis/mengarang membutuhkan grafologi, struktur bahasa dan kosa kata. Kosa kata
merupakan bagian dari diksi. Ketepatan diksi dalam suatu karangan merupakan hal yang
tidak dapat diabaikan karena ketidaktepatan penggunaan diksi pasti akan menimbulkan
ketidakjelasan makna.

Fungsi pilihan kata atau diksi adalah untuk memperoleh keindahan guna menambah
daya ekspresifitas. Maka sebuah kata akan lebih jelas, jika pilihan kata tersebut tepat dan
sesuai. Ketepatan pilihan kata bertujuan agar tidak menimbulkan interpretasi yang
berlainan antara penulis atau pembicara dengan pembaca atau pendengar, sedangkan
kesesuaian kata bertujuan agar tidak merusak suasana. Selain itu berfungsi untuk
menghaluskan kata dan kalimat agar tersa lebih indah. Dan juga dengan adanya diksi oleh
pengarang berfungsi untuk mendukung jalan cerita agar lebih runtut mendeskripsikan
tokoh, lebih jelas mendeskripsikan latar waktu, latar tempat, dan latar sosial dalm cerita
tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Apakah pengertian diksi?


2. Bagaimana diksi yang tepat dan tidak tepat dalam kalimat?
3. Apa perbedaan kata umum dan khusus?
4. Apa perbedaan makna denotatif dan konotatif?
5. Apa yang dinamakan gaya bahasa?
Page |2

C. TUJUAN

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas,
makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan :

1. Untuk mengetahui pengertian diksi.


2. Untuk mengetahui seperti apa kata umum dan khusus.
3. Untuk mengetahui makna denotatif dan konotatif.
4. Untuk memahami bagaimana diksi yang tepat dan tidak tepat dalam kalimat.
5. Untuk mengetahui pengertian gaya bahasa.

D. RUANG LINGKUP

Adapun ruang lingkup dalam pembahasan makalah ini meliputi pengertian diksi
atau pilihan kata, fungsi diksi, pembagian makna kata, pembagian gabungan kata dan kata,
syarat – syarat ketepatan diksi, gaya bahasa dan idiom.
Page |3

BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DIKSI

Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu
untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana. Pemilihan kata dapat dilakukan bila
tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Pemilihan kata
bukanlah sekedar memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok
dalam arti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak
bertentangan dengan yang nilai rasa masyarakat pemakainya.

Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan


kata dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan
mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif
yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya
secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.

Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-
mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang setepat-
tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita dapat lari dari kamus. Kamus memberikan
suatu ketetapan kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini, makna kata yang
tepatlah yang diperlukan.

Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang
ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Disamping itu, pemilihan kata itu harus
pula sesuai dengan situasi dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu. Pemilihan
kata akan dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau
bermiripan. Ketersediaan kata akan ada apabila seseorang mempunyai bendaharaan kata
yang memadai, seakan-akan ia memiliki senarai (daftar) kata. Senarai kata itu dipilih satu
kata yang paling tepat untuk mengungkapkan suatu pengertian. Tanpa menguasai sediaan
kata yang cukup banyak, tidak mungkin seseorang dapat melakukan pemilihan atau seleksi
kata.

Pemilihan kata bukanlah sekedar kegiatan memilih kata yang tepat, melainkan juga
memilih kata yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai dengan konteks dimana kata
itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan nilai rasa masyarakat pemakainya.
Untuk itu, dalam memilih kata diperlukan analisis dan pertimbangan tertentu. Sebagai
contoh, kata mati bersinonim dengan mampus ,wafat, tewas, gugur, berpulang, kembali ke
haribaan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, kata-kata tersebut tidak dapat bebas digunakan.
Mengapa? Ada nilai rasa dan nuansa makna yang membedakannya.
Page |4

B. FUNGSI DIKSI

Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep,


pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah. Adapun fungsi diksi antara
lain :

a) Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.

b) Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat.

c) Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.

d) Mencegah perbedaan penafsiran.

e) Mencagah salah pemahaman.

f) Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

C. PEMBAGIAN MAKNA KATA

1. Makna Denotatif

Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna
wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa – adanya. Denotatif adalah suatu
pengertian yang dikandung dalam sebuah kata secara objektif. Makna denotatif
(denotasi) lazim disebut :

a) Makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi


(pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, atau pengalaman
yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan objektif.
b) Makna sebenarnya, umpamanya kata kursi yaitu tempat duduk yang berkaki
empat (makna sebenarnya).
c) Makna lugas yaitu makna apa adanya, lugu, polos, makna sebenarnya.

Contoh:
Wanita dan perempuan secara konseptual sama; gadis dan perawan secara
denotatif sama makananya, kumpulan, rombongan, gerombolan, secara konseptual
sama maknanya. Istri dan bini secara konseptual sama.

2. Makna Konotatif

Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat
dari sikap social, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna
Page |5

konseptual. Makna konotatif atau konotasi berarti makna kias, bukan makna
sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyakat ke masyarakat lain,
sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut. Makna konotasi
juga dapat berubah dari waktu ke waktu.

Contoh:

“Prabowo Hatta dan Jokowi Kalla berebut kursi presiden.” Kalimat tersebut tidak
menunjukan makna bahwa Prabowo dan Jokowi Kalla tarik – menarik kursi. Karena
kata kursi berarti jabatan presiden.

Makna konotatif dan denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan


pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada suatu
makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna yang
mempunyai tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa
tertentu. Dengan kata lain, makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus,
sedangkan denotatif maknanya umum.

Kalimat dibawah ini menunjukan hal itu.

- Dia adalah wanita manis (konotatif).


- Dia adalah wanita cantik (denotatif).

Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan
gambaran umum seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu
maksud yang bersifat memukau perasaan kita.

Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-kata
yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek daripada
bodoh), mampus (lebih jelek daripada mati), dan gubuk (lebih jelek daripada rumah).
Di pihak lain, kata-kata itu dapat mengandung arti kiasan yang terjadi dari makna
denotative referen lain. Makna yang dikenakan kepada kata itu dengan sendirinya
akan ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal ini.

Perhatikan contoh di bawah ini :

Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh


kepercayaan masyarakat. Kata membanting tulang (yang mengambil suatu denotatif
kata pekerjaan membanting sebuah tulang) mengandung makna “bekerja keras”
yang mengandung sebuah kiasan. Kata membanting tulang dapat kita masukan
dalam golongan kata yang bermakna konotatif.
Page |6

3. Umum dan Khusus


Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya.
Makin luas ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, mana kata
menjadi sempit ruang lingkupnya makin khusus sifatnya.
Makin umum suatu kata makin besar kemungkinan terjadi salah paham atau
perbedaan tafsiran. Sebaliknya, makin khusus, makin sempit ruang lingkupnya,
makin sedikt terjadi salah paham. Dengan kata lain, semakin khusus makna kata
yang dipakai, pilihan kata semakin cepat. Perhatikan contoh berikut:
- Kata umum: melihat,
Kata khusus: melotot, melirik, mengintip, menatap, memandang,
- Kata umum: berjalan,
Kata khusus: tertatih-tatih, ngesot, terseok-seok, langkah tegap,
- Kata umum: jatuh,
Kata khusus: terpeleset, terjengkang, tergelincir, tersungkur, terjerembab,
terperosok, terjungkal.

4. Kata Konkret dan Abstrak


Kata yang acuannya semakin mudah diserap panca indra disebut kata
konkret seperti meja, rumah, mobil, dan lain – lain. Jika suatu kata tidak mudah
diserap panca indra maka kata itu disebut kata abstrak seperti gagasan dan saran.
Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu
membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi jika
dihambur – hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samar
dan tidak cermat.

5. Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna
yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Sinonim ialah persamaan makna kata.
Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda bentuk ejaan, dan pengucapannya.

Contoh: agung, besar, raya, mati, mangkat, wafat, meninggal, dan lain – lain.

6. Pembentukan Kata
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan luar bahasa Indonesia.
Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosa kata baru dengan dasar kata yang
sudah ada, sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan. Dari
dalam bahasa Indonesia terbentuk kata baru, misalnya: tata buku, tata bahasa, daya
tahan, dan lain – lain. Dari luar bahasa Indonesia terbentuk kata – kata melalui
pungutan kata, misalnya: bank, valuta, dan lain – lain.
Page |7

7. Perubahan Makna
Bahasa berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat pemakainya,
pengembang diksi terjadi pada kata. Namun, hal ini berpengaruh pada penyusunan
kalimat, paragraf, dan wacana. Pengembangan tersebut dilakukan memenuhi
kebutuhan komunikasi. Komunikasi kreatif berdampak pada perkembangan diksi
berupa penambahan atau pengurangan kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu,
bahasa berkembang dengan sesuai kualitas pemikiran pemakainya. Perkembangan
dapat menimbulkan perubahan yang mencakup perluasan, penyempitan,
pembatasan, pelemahan, pengaburan, dan penggeseran makna:
1) Kebahasaan, meliputi perubahan intonasi, bentuk kata, dan bentuk kalimat.
a) Perubahan intonasi adalah perubahan makna yang diakibatkan oleh
perubahan nada, irama, dan tekanan. Contoh dalam kalimat:
o Paman teman saya belum nikah
o Paman, teman saya belum nikah
o Paman, teman, saya belum nikah
o Paman, teman, saya, belum nikah
b) Perubahan struktur frasa: kaleng susu (kaleng bekas tempat susu), susu
kaleng (susu yang dikemas dalam kaleng), dokter anak (dokter spesialis
anak), anak dokter (anak yang dilahirkan oleh orang tua yang menjadi
dokter).
c) Perubahan bentuk kata adalah perubahan makna yang ditimbulkan oleh
perubahan bentuk. Contoh; tua (tidak muda) jika ditambah awalan ke- maka
menjadi ketua, makna berubah menjadi pemimpin.
d) Kalimat akan berubah makna jika struktur kalimatnya berubah. Perhatikan
kalimat berikut:
Karena sudah diketahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus penjahat
itu.
Kalimat diatas, salah kesejajaran bentuk kata diketahui seharusnya
mengetahui.
Karena mengetahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus penjahat itu.
Pencuri itu segera diringkus oleh satpam karena sudah diketahui sebelumnya.

2) Kesejarahan
Kata perempuan pada zaman penjajahan Jepang digunakan untuk untuk
menyebut perempuan penghibur. Orang menggantinya dengan kata wanita. Kini
setelah orang melupakan peristiwa tersebut menggunakannya kembali, dengan
pertimbangan, kata perempuan lebih mulia dibanding kata wanita.
Page |8

3) Kesosialan
Masalah kesosialan berpengaruh terhadap perubahan makna. Contoh: petani
kaya disebut petani berdasi, militer disebut baju hijau.
4) Kejiwaan
Perubahan makna karena faktor kejiwaan ditimbulkan oleh pertimbangan: rasa
takut, kehalusan ekspresi, dan kesopanan. Perhatikan contoh berikut ini:
a) Tabu:
 Pelacur disebut tunasusila
 Germo disebut hidung belang
b) Kehalusan:
 Bodoh disebut kurang pandai
 Malas disebut kurang pandai
c) Kesopanan:
 Ke kamar mandi disebut ke belakang
 Gagal disebut kurang berhasil

5) Bahasa Asing
Perubahan makna karena faktor bahasa asing, misalnya kata tempat orang
terhormat diganti dengan VIP.

6) Kata Baru
Kreativitas pemakai bahasa berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya.
Kebutuhan tersebut, memerlukan bahasa sebagai alat ekspresi dan komunikasi.
Perhatikan penggunaan kata: jaringan, kinerja, dan justifikasi.
 Jaringan kerja untuk menggantikan network
 Justifikasi untuk menggantikan pembenaran
 Kinerja untuk menggantikan performance

D. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dan Kata


1. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata yang mana, di mana, daripada. Perhatikan
contoh pemakaian di mana, yang mana, daripada, yang salah dalam kalimat ini.
- Dalam rapat yang mana dihadiri oleh para ketua RT dan RW.
- Demikian tadi sambutan Pak Lurah dimana beliau telah menghimbau kita untuk
lebih tekun bekerja.
- Marilah kita perhatikan kebersihan kita daripada lingkungan kita.

Kalimat pertama kerap kita dengar dalam aktivitas bermasyarakat kalau kita amati.
Terdapat dua kesalahan dalam pemakaian bentuk gabungan itu, kesalahan pertama,
Page |9

dalam sebagian kalimat itu terdapat kata yang berlebih atau mubazir yang
mengakibatkan terjadinya polusi bahasa. Kata mana dalam kalimat pertama tidak
diperlukan, cobalah baca kalimat pertama tanpa kata mana, jadi bunyinya berubah
seperti ini. Dalam rapat yang dihadiri oleh para ketua RT dan RW.

Kalimat kedua pada bagian besar kalimat ini terjadi salah pakai bentuk gabung
dimana tidak boleh dipakai dalam bentuk kalimat. Fungsi dimana dan yang mana
bukan sebagai penghubung klausa – klausa, baik dalam sebuah kalimat maupun
penghubung antar kalimat. Kalimat ini harus dipecah menjadi dua.

- Demikian tadi sambutan Pak Lurah


- Beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun dan bekerja

Adapun kalimat ketiga ini sama seperti kalimat pertama.

2. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dengan, di, dan ke.


Pemakaian kata dengan dalam kalimat terutama ragam lisan, sering tidak tepat.
Perhatikan contoh yang salah berikut ini:
- Sampaikan salam saya dengan Dona
- Mari kita tanyakan langsung dengan dokter ahlinya.

Kata dengan pada kalimat diatas harus diganti dengan kepada, jika tidak kepada
siapa salam ditujukan. Kata dengan tidak cocok dipakai untuk kalimat diatas karena
dengan dapat berarti bersama.

Senada dengan kekeliruan pemakaian kata sambung dengan, pemakaian yang keliru
juga sering terjadi untuk kata depan di dan ke yang seharusnya diisi oleh kata pada
dan kepada. Kata depan di dan ke harus diikuti oleh tempat, waktu, sedangkan
kepada harus diikuti nama/jabatan orang atau kata ganti orang. Contoh:

- Buku agendaku tertinggal di rumah Andi.


- Jangan menoleh ke kiri.
- Permohonan cuti diajukan kepada direktur.

3. Kesalahan Pemakaian Kata berbahagia.


Dalam pertemuan formal ditengah masyarakat, kita sering mendengar kata
berbahagia dipakai secara keliru oleh pembawa acara dan juga oleh pembicara lain.
Umumnya kata berbahagia itu dimunculkan pada bagian awal suatu acara ketika
pembicara menyapa hadirin, seperti contoh yang keliru berikut ini:
- Selamat malam dan selamat datang ditempat yang berbahagia ini.
- Pada kesempatan yang berbahagia ini, kami mengajak hadirin untuk.
P a g e | 10

Mengapa pemakaian dalam kalimat pertama dan kedua dikatakan keliru, karena
berbahagia bukan kata sifat. Jika pada kata berbahagia diganti kata sifat misalnya,
aman ,indah, bersih, tentu saja kalimatnya benar.

E. Syarat-syarat Ketepatan Diksi

Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama
pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh
penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha secermat
mungkin memilih kata – katanya untuk mencapai maksud tersebut. Ketepatan tidak akan
menimbulkan salah paham.

Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut persyaratan yang
harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan
tuntutan komunikasi.

Adapun syarat-syarat ketepatan pilihan kata adalah :

1) Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi.


Denotasi ialah kata yang bermakna lugas atau tidak bermakna ganda. Sedangkan
konotasi ialah kata yang dapat menimbulkan bermacam – macam makna.
Contoh :
- Bunga Eldeweis hanya tumbuh ditempat yang tinggi. (Denotasi)
- Sinta adalah bunga desa di kampungnya. (Konotasi)

2) Membedakan dengan cermat kata – kata yang hampir bersinonim.


- Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
- Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu adalah peubah peraturan
yang selama ini memberatkan pengusaha.

3) Membedakan kata – kata yang mirip ejaannya.


- Intensif – insensif
- Karton – kartun
- Korporasi – koperasi

4) Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika
pemahaman belum dapat dipastikan.
Contoh :
- Modern : canggih (secara subjektif)
- Modern : terbaru atau muktahir (menurut kamus)
P a g e | 11

- Canggih : banyak cakap, suka menggangu, banyak mengetahui, bergaya


intelektual (menurut kamus).

5) Waspada terhadap penggunaan imbuhan asing.


Contoh :
- Dilegalisir seharusnya dilegalisasi.
- Koordinir seharusnya koordinasi.

6) Membedakan pemakaian kata penghubung yang berpasangan secara tepat.


Contoh :

Pasangan yang salah Pasangan yang benar

antara ..... dengan .... antara .... dan .....

tidak ..... melainkan ..... tidak ..... tetapi .....

baik ..... ataupun ..... baik ..... maupun .....

bukan ..... tetapi ..... bukan ...... melainkan .....

7) Membedakan kata umum dan kata khusus secara cermat.


Kata umum adalah sebuah kata yang mengacu kepada suatu hal atau kelompok yang
luas bidang lingkupnya. Sedangkan kata khusus adalah kata yang mengacu kepada
pengarahan – pengarahan yang khusus dan kongkret.
Contoh :
- Kata umum : melihat
- Kata khusus :melotot, membelak, melirik, mengintai, mengamati, mengawasi,
menonton, memandang, menatap.

8) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata – kata yang sudah dikenal.
Contoh :
- Isu (berasal dari bahasa Inggris “issue”) berarti publikasi, perkara.
- Isu (dalam bahasa Indonesia) berarti kabar yang tidak jelas asal – usulnya, kabar
angin, desas – desus.

9) Menggunakan dengan cermat kata bersinonim, berhomofoni, dan berhomografi.


- Sinonim adalah kata-kata yang memiliki arti sama.
Contoh: Hamil (manusia) – Bunting (hewan)
P a g e | 12

- Homofoni adalah kata yang mempunyai pengertian sama bunyi, berbeda tulisan,
dan berbeda makna.
Contoh: Bank (tempat menyimpan uang) – Bang (panggilan kakak laki-laki)
- Homografi adalah kata yang memiliki kesamaan tulisan, berbeda bunyi, dan
berbeda makna.
Contoh: Apel (buah) – Apel (upacara)

10)Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat.


Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep, sedangkan kata konkret
mempunyai referensi objek yang diamati.
Contoh:
- Kata abstrak : Kebaikan seseorang kepada orang lain merupakan sifat terpuji.
- Kata konkret : APBN RI mengalami kenaikkan lima belas persen.

F. Gaya Bahasa dan Idiom


1. Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah cara
penutur mengungkapkan maksudnya. Banyak cara yang dapat dipakai untuk
mengungkapkan maksud. Ada cara yang memakai perlambang (majas metafora,
personifikasi) ada cara yang menekankan kehalusan (majas eufemisme, litotes) dan
masih banyak lagi majas yang lainnya. Semua itu pada prinsipnya merupakan corak
seni berbahasa untuk menimbulkan kesan tertentu bagi mitra komunikasi kita
(pembaca/pendengar).
Sebelum menampilkan gaya tertentu ada enam faktor yang mempengaruhi
tampilan bahasa seorang komunikator dalam berkomunikasi dengan mitranya,
yaitu :
1) Cara dan media komunikasi : lisan atau tulisan, langsung atau tidak langsung,
media cetak atau media elektronik.
2) Bidang ilmu : filsafat, sastra, hukum, teknik, kedokteran, dll.
3) Situasi : resmi, tidak resmi, setangah resmi.
4) Ruang atau konteks : seminar, kuliah, ceramah, pidato.
5) Khalayak : dibedakan berdasarkan umur (anak-anak, remaja, dewasa,
orangtua); jenis kelamin (laki-laki, perempuan); tingkat pendidikan dan
status sosial (rendah, menengah, tinggi).
6) Tujuan : membangkitkan emosi, diplomasi, humor, informasi.

a. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata


Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang
paling tepat dan sesuai untuk posisi – posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat
tidaknya penggunaan kata – kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam
P a g e | 13

masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan
kesesuaian dalam menghadapi situasi – situasi tertentu.

Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan menjadi :

1) Gaya Bahasa Resmi


Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa dalam bentuknya yang lengkap, gaya
yang dipergunakan dalam kesempatan – kesempatan resmi, gaya yang
dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan
baik dan terpelihara. Gaya bahasa resmi biasa kita jumpai dalam
penyampaian amanat kepresidenan, berita negara, khotbah – khotbah
mimbar, tajuk rencana, pidato – pidato yang penting, artikel – artikel yang
serius atau esai yang memuat subyek – subyek yang penting, semuanya
dibawakan dengan gaya bahasa resmi.
Contoh dalam Pembukaan UUD 1945:
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. ... (selanjutnya)

2) Gaya Bahasa Tak Resmi


Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan
dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan – kesempatan yang
tidak formal atau kurang formal. Gaya bahasa ini biasanya dipergunakan
dalam karya – karya tulis, buku – buku pegangan, artikel – artikel mingguan
atau bulanan yang baik, dalam perkuliahan, dan sebagainya. Singkatnya gaya
bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi kaum
terpelajar.
Contoh :
Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28 Oktober 1928 adalah
peristiwa nasional, yang mengandung benih nasionalisme. Sumpah Pemuda
dicetuskan pada zaman penjajahan. Nasionalisme pada zaman penjajahan
mempunyai watak khusus yakni anti penjajahan. Peringatan kepada Sumpah
Pemuda sewajarnya berupa usaha merealisasikan gagasan – gagasan
Sumpah Pemuda.
P a g e | 14

3) Gaya Bahasa Percakapan


Dalam gaya bahasa percakapan, pilihan katanya adalah kata – kata populer
dan kata – kata percakapan. Kalau dibandingkan dengan gaya bahasa resmi
dan tak resmi, maka gaya bahasa percakapan ini dapat diumpamakan
sebagai bahasa dalam pakaian sport. Itu berarti bahasanya masih lengkap
untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut kebiasaan –
kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila dibandingkan dengan
kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi.
Contoh berikut adalah hasil rekaman dari sebuah diskusi dalam seminar
Bahasa Indonesia tahun 1996 di Jakarta :
“Pertanyaan yang pertama, di sini memang sengaja saya tidak membedakan
antara istilah jenis kata atau word classes atau parts of speech. Jadi ketiganya
saya artikan sama di sini. Maksud saya ialah kelas – kelas kata, jadi
penggolongan kata, dan hal itu tergantung kepada dari mana kita melihat
dan dasar apa yang kita pakai untuk menggolongkannya. .......”(selanjutnya)

2. Idiom
Menurut Moeliono, Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak secara
langsung dapat dijabarkan dari unsure – unsurnya. Sedangkan menurut Badudu,
idiom adalah bahasa yang teradatkan. Oleh karena itu, setiap kata yang membentuk
idiom berarti di dalamnya sudah ada kesatuan bentuk dan makna.
Walaupun dengan prinsip ekonomi bahasa, salah satu unsurnya tidak boleh
dihilangkan. Setiap idiom sudah tepat sedemikian rupa sehingga para pemakai
bahasa mau tidak mau harus tunduk pada aturan pemakaiannya. Sebagian besar
idiom yang berupa kelompok kata, misalnya gulung tikar, adu domba, muka tembok
tidak boleh dipertukarkan susunannya menjadi *tikar gulung, *domba adu, *tembok
muka karena ketiga kelompok kata yang terakhir itu bukan idiom.
P a g e | 15

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan menjadi beberapa poin
penting yaitu:

1. Diksi atau pilhan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa makna
dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk
yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok
masyarakat pendengar.
2. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah
besar kosa kata atau perbendaharaan kata itu.
3. Diksi berfungsi sebagai alat agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pembaca atau
penulis terhadap pendengar atau pembaca dalam berkomunikasi.
4. Diksi memiliki beberapa syarat – syarat ketepatan agar menimbulkan imajinasi
yang sesuai antara pembicara dan pendengar.
5. Fungsi diksi secara umum ialah agar masyarakat dapat berkomunikasi dengan baik
dan benar agar terhindar dari salah penafsiran dan kesalahpahaman antara
pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca.
6. Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah cara
penutur mengungkapkan maksudnya.
7. Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan menjadi : Gaya bahasa
resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan

Menurut Moeliono, Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak secara
langsung dapat dijabarkan dari unsur – unsurnya. Sedangkan menurut Badudu, idiom
adalah bahasa yang teradatkan. Oleh karena itu, setiap kata yang membentuk idiom berarti
di dalamnya sudah ada kesatuan bentuk dan makna.

B. Saran

Sebagai seorang mahasiswa, perlu sekali mempelajari dan memahami bagaimana


penggunaan diksi yang tepat dan cermat karena seorang mahasiswa itu selalu dibebankan
dan berkelut dengan karya – karya tulis dalam setiap tugas perkuliahannya.
P a g e | 16

Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah kami ke
depannya.
P a g e | 17

DAFTAR PUSTAKA

1. http://dewijannati208.blogspot.com/2016/04/makalah-diksi-atau-pemilihan-
kata.html?m=1
2. http://tugaskuliahtry.blogspot.com/2015/05/contoh-makalah-diksi-bahasa-
indonesia.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai