Anda di halaman 1dari 23

DIKSI BAHASA KAMPANYE DALAM KONTEKS

SOSIOLINGUISTIK
Diampu Oleh: Yayuk Eni Rahayu M.Hum.

DISUSUN OLEH:

1. Lisda Amalia Wahyuningtyas (19210141001)

2. Shelsa Amartya (19210141005)

3. Paramita Kusuma Mulya Dewi (19210141014)

4. Noor Oktavia Dhea Puspitasari (19210141022)

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

PRODI SASTRA INDONESIA

KELAS A

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Sosiolinguistik yang
berjudul “Diksi Bahasa Kampanye Dalam Konteks Sosiolinguistik”. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada penyedia referensi sehingga dapat penunjang kami dalam
menyelesaikan pembuatan makalah tanpa hambatan apapun.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, penulisan makalah
ini bertujuan untuk memahami tentang bagaimana pemerolehan bahasa pertama anak. Kami
harap setelah membaca makalah ini pembaca lebih paham dan mampu menjelaskan tentang
pemerolehan bahasa pertama

Kami menyadari bahwa dalam membuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami selaku penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
membaca, sehingga kami dapat memperbaiki kekurangan yang ada. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

1
Daftar Isi

Kata Pengantar/ 1

Daftar Isi/ 2

BAB I PENDAHULUAN/ 3

BAB II ISI/ 5

BAB III PENUTUP/ 21

Daftar Pustaka/ 22

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan
seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan,
informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dalam benaknya. Perasaan bisa berupa
keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan
sebagainya yang timbul dari lubuk hatinya (Uchjana, 1984:11). Dalam proses penyampaian
pikiran atau perasaan itu diperlukan lambang atau simbol sebagai media. Lambang sebagai
media primer dalam proses komunikasi yang paling sering digunakan adalah bahasa karena
mampu menerjemahkan dengan baik pikiran seseorang kepada orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai orang-orang yang sulit mengungkapkan
maksudnya dan miskin variasi bahasanya. Namun, ada juga orang-orang yang sangat boros
dan mewah mengobral perbendaharaan katanya, tetapi tidak ada isi yang tersirat di balik
kata-kata itu. Tidak semua orang pandai memilih kata-kata yang tepat, lengkap, dan sesuai
yang dapat mencerminkan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya. Selain itu, sebuah
perkataan belum tentu memiliki makna yang sama bagi semua orang.
Oleh karena itu, dalam komunikasi diperlukan pilihan kata atau diksi yang tepat agar
pesan atau informasi yang ingin disampaikan dapat diterima secara benar dan efektif. Secara
umum diksi adalah suatu pilihan kata yang tepat dan selaras dalam menyampaikan sebuah
gagasan atau cerita. Dalam makalah ini kita akan mempelajari lebih mendalam tentang diksi
dalam konsep sosiolinguistik khususnya yang terdapat pada diksi pada bahasa kampanye.

3
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan diksi?


2. Apakah fungsi diksi dalam berkomunikasi?
3. Apa saja macam-macam diksi?
4. Apa hubungan diksi jika ditinjau dari sudut pandang sosiolinguistik?
5. Bagaimana contoh diksi dalam bahasa kampanye?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan diksi.


2. Untuk mengetahui fungsi diksi dalam berkomunikasi.
3. Untuk mengetahui apa saja macam-macam diksi.
4. Mengetahui hubungan diksi dengan sudut pandang sosiolinguistik.
5. Untuk mengetahui bagaimana contoh diksi dalam bahasa kampanye.

1.4 Mafaat

Makalah ini dibuat agar kami dapat mendalami tentang diksi pada bahasa kampanye dan juga
penerapan dalam kehidupan nyata dalam upaya pemilihan kata dalam berbagai situasi.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Diksi
Diksi mengacu pada pemilihan kata dan gaya seorang penulis dalam menerapkan
gagasan/ide. Sederhananya, diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras dalam
penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti
yang diharapkan. Ketepatan dalam pemilihan dan penempatan kata dalam kalimat sangat
menentukan keberhasilan sebuah tulisan. Penulis yang mampu menuangkan gagasannya
dengan nuansa kata yang berbeda dari penulis lain adalah penulis yang berhasil. Seorang
penulis yang mumpuni akan dapat memadukan kata umum dan kata khusus, abstrak dan
konkret, panjang pendek kata, kata populer dan ilmiah, makna konotatif dan denotatif
dalam tulisan mereka. Kemampuan ini menjadikan kata yang sedikit, tetapi menakjubkan
maknanya. Agar lebih memahami apa arti diksi, maka kita bisa merujuk kepada pendapat
beberapa ahli. Berikut ini adalah pengertian diksi menurut para ahli:
1. Harimurti
Menurut Harimurti pengertian diksi adalah pilihan kata dan kejelasan lafal untuk
memperoleh efek tertentu dalam berbicara di depan umum atau dalam mengarang.
2. Gorys Keraf
Menurut Gorys Keraf definisi diksi dapat dibagi menjadi dua. Yang pertama yaitu
diksi adalah pilihan kata atau mengenai pengertian kata-kata mana yang
digunakan untuk menyampaikan suatu gagasan, penggungkapan yang tepat, dan
gaya penyampaian kata yang lebih baik sesuai situasi. Pengertiannya yaitu Diksi
merupakan kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari
gagasan yang disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang
sesuai dengan situasi, serta nilai dari suatu rasa yang dimiliki kelompok
masyarakat, pendengar, dan pembaca.

5
3. Susilo Mansurudin
Menurut Susilo Mansurudin pengertian diksi adalah pilihan kata. Pemakaian diksi
yang tepat, cermat, dan benar dapat membantu memberi nilai pada suatu kata.
Pilihan kata yang sesuai dalam kata lain adalah tepat untuk mencegah kesalahan
penafsiran yang berbeda.
4. Widyamartaya
Menurut Widyamartaya definisi diksi adalah kemampuan seseorang dalam
membedakan secara tepat suatu nuansa-nuansa makna yang tepat dengan gagasan
yang disampaikannya, dan kemampuan tersebut yang sesuai dengan kehendak
dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat dan pendengar
atau pembaca.
5. Enre
Menurut Enre, pengertian diksi adalah penggunaan kata yang sesuai dalam
mewakili pikiran dan juga perasaan yang ingin dinyatakan dalam suatu pola untuk
kalimat.

2.2 Fungsi Diksi


Mengacu pada pengertian diksi di atas, fungsi diksi adalah agar pemilihan kata
dan cara penyampaiannya dapat dilakukan dengan tepat sehingga orang lain mengerti
maksud yang disampaikan. Diksi juga berfungsi untuk memperindah suatu kalimat.
Misalnya diksi dalam suatu cerita, dengan diksi yang baik maka penyampaian cerita
dapat dilakukan secara runtut, menjelaskan tokoh-tokoh, mendeskripsikan latar dan
waktu, dan lain sebagainya. Secara umum, berikut ini adalah beberapa fungsi diksi:
 Membantu audiens/ pembaca mengerti apa yang disampaikan penulis atau
pembicara.
 Menciptakan aktivitas komunikasi yang lebih efektif dan efisien.
 Menjadi lambang ekspresi yang ada pada suatu gagasan.

6
 Diksi yang bagus dan sesuai dapat digunakan untuk memperindah kalimat
sehingga cerita yang dibuat bisa lebih runtut dengan mendeskripsikan karakter
tokoh, latar dan waktu, serta alur cerita

 Mengantisipasi terjadinya interpretasi atau tafsiran yang berbeda antara


penyampai kalimat dengan penerimanya

2.3 Jenis-jenis diksi


Secara umum diksi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu diksi berdasarkan maknanya dan
diksi berdasarkan leksikal. Berikut penjelasannya:
a) Diksi Berdasarkan Maknanya
1. Makna Denotatif
Yang dimaksud dengan denotatif adalah makna yang sebenarnya dari suatu kata
atau kalimat.
2. Makna Konotatfi
Konotatif adalah kata atau kalimat yang memiliki arti bukan sebenarnya.
b) Diksi Berdasarkan Leksikal
1. Sinonim
Sinonim adalah kata yang mempunyai arti yang sama dengan kata lain. Contoh
kalimat yang menggunakan sinonim:
- Dini menjadi anak yang paling pandai di kelas karena rajin belajar.
- Dini menjadi anak yang paling pintar di kelas karena giat belajar
2. Antonim
Antonim adalah kata yang memiliki arti berlawanan dengan kata lain. Contoh
kalimat yang menggunakan antonim:
- Dini malas belajar sehingga dia menjadi anak yang bodoh.
- Dini rajin belajar sehingga dia menjadi anak yang pintar.
3. Homonim
Homonim adalah kata yang memiliki lafal dan ejaan yang sama namun artinya
berbeda satu sama lain. Contoh kalimat penerapannya adalah sebagai berikut:

7
- Kalimat 1: Genting rumah bocor sehingga air masuk ke dalam rumah ketika
hujan turun.
- Kalimat 2: Keadaan di sekolah sedang sangat genting karena murid sekolah
lain tawuran menyerbu sekolah.

Kata “genting” pada kalimat pertama mengandung makna yang menunjukkan


kata benda berupa atap atau genting. Sedangkan kata “genting” pada kalimat
kedua mengandung makna gawat atau mendesak.
4. Homofon
Homofon adalah kata yang memiliki ejaan dan makna yang berbeda, namun lafal
sama. Contoh kalimat penerapannya adalah sebagai berikut:
- Kalimat 1: Aku rindu masa remaja saat masih sekolah dulu.
- Kalimat 2: Massa demo yang merapat ke gedung DPR semakin banyak.
Kedua kalimat tersebut menggunakan kata “massa dan masa” yang memiliki
pelafalan yang sama namun ejaan dan artinya berbeda. Kata “masa” pada
kalimat pertama memiliki makna saat atau waktu. Sedangkan kata “massa”
pada kalimat yang kedua memiliki makna kumpulan orang dalam jumlah yang
banyak.
5. Homograf
Homograf adalah kata yang memiliki lafal dan arti yang berbeda, namun ejaannya
sama. Contoh kalimat penerapannya adalah sebagai berikut:
- Kalimat 1: Pagi hari tadi aku sarapan buah apel.
- Kalimat 2: Setiap pagi sebelum masuk kelas anak-anak harus apel terlebih
dahulu.
Kata “apel” pada kalimat pertama diucapkan dengan lafal yang sama seperti
kata me pada kata memukul dan memiliki arti nama buah apel. Sedangkan,
kata “apel” pada kalimat kedua dilafalkan seperti melafalkan ejaan huruf L
(el) dan memiliki arti kumpul.
6. Polisemi
Polisemi adalah kata yang memiliki lebih dari satu arti. Contoh kalimat
penerapannya adalah sebagai berikut:

8
- Kalimat 1: Risna menanam bunga melati yang sangat harum baunya.
- Kalimat 2: Risna memiliki paras yang sangat cantik sehingga menjadi bunga
desa di kampungnya.

- Kalimat 3: Bank konvensional memberikan bunga sebesar 10% setiap


bulannya.
Kata “bunga” tersebut memiliki ejaan dan lafal yang sama namun memiliki
arti yang banyak dan berbeda-beda. Kalimat pertama mengandung arti nama
bunga atau tanaman. Kalimat kedua mengandung makna kiasan sebagai gadis
yang paling cantik. Kaimat ketiga mengandung makna keuntungan.
7. Hipernim dan Hiponim
Hipernim adalah kata yang dapat mewakili banyak kata lainnya. Sedangkan
hiponim adalah kata yang dapat terwakili oleh kata hipernim. Contoh penerapan
kalimatnya adalah sebagai berikut:
- Pak Tono memelihara banyak sekali burung di rumahnya seperti merpati, beo,
perkutut, dan lain sebagainya.
Hipernim dalam kalimat tersebut adalah “burung” yang mewakili hiponimnya
yaitu “merpati, beo, dan perkutut”.

2.4 Diksi ditinjau dari sudut pandang sosiolinguistik

Kata merupakan salah satu unsur bahasa yang sangat penting. Setiap orang yang
berkomunikasi dengan bahasa selalu mengungkapkannya lewat kata-kata yang dirangkai
dan menjadi suatu bahasa yang utuh dan dapat dimengerti oleh lawan bicara. Hal ini
sesuai dengan pendapat Mustakim (1994: 41) bahwa kegiatan berbahasa, pilihan kata
merupakan aspek yang sangat penting karena pilihan kata yang tidak tepat selain dapat
menyebabkan ketidakefektifan bahasa yang digunakan, juga dapat mengganggu kejelasan
informasi yang disampaikan. Kecuali itu, kesalahpahaman informasi dan rusaknya situasi
komunikasi juga sering disebabkan oleh penggunaan pilihan kata yang tidak tepat.
Perbedaan pemilihan kata dapat menimbulkan kesan dan efek komunikasi yang berbeda.

9
Berkaitan dengan hal tersebut, Mustakim (1994: 42) mengungkapkan bahwa masalah
pilihan kata hendaknya bahasa benar-benar diperhatikan oleh pemakai bahasa agar
bahasa yang digunakan menjadi efektif dan mudah dipahami sebagaimana yang kita
maksudkan.Oleh karena itu, kata-kata yang dipilih selalu disesuaikan dengan maksud
atau tujuan penggunaan bahasa tersebut

2.5 Contoh Diksi dalam kampanye

 Contoh diksi yang kami gunakan yaitu dalam Retorika Agus Harimurti
Yudhoyono Sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta. Berikut beberapa diksi yang
digunakan:

1. Diksi denotasi

AHY menggunakan diksi denotasi untuk menghindari interpretasi lain


yang mungkin timbul atas gagasan yang disampaikan. Oleh karena itu ia memilih
diksi dan konteks yang relatif bebas interpretasi, seperti petikan: “Namun, kita
harus jujur masih banyak permasalahan serius yang harus diatasi serta masih
banyak pula kekurangan dan ketertinggalan yang harus kita kejar dan penuhi 5
hingga10 tahun mendatang”. “Saya dan Ibu Sylvi berpendapat, Jakarta yang ingin
kita wujudkan adalah Jakarta yang makin maju, makin aman, makin adil, makin
bermartabat, dan makin sejahtera”. “Saya juga menginginkan berdirinya SMA
unggulan, Boarding School, sekolah asrama yang gratis untuk siswa keluarga
miskin”. Diksi permasalahan merupakan diksi denotatif karena kata tersebut tidak
mengandung makna kias sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh pendengar
dan tidak menimbulkan kerancuan makna.

Pendengar memahami dengan baik bahwa permasalahan juga dapat berarti


persoalan. Diksi berpendapat pada petikan di atas juga dapat dengan mudah
dipahami oleh pendengar karena tidak menimbulkan makna ganda sehingga kata
ini tergolong dalam diksi denotatif. Makna kata berpendapat adalah beranggapan.

10
Adapun kata menginginkan pada petikan di atas dapat dengan mudah dipahami
oleh pendengar karena juga tidak menimbulkan makna ganda sehingga kata ini
tergolong dalam diksi denotatif. Kata menginginkan dalam kalimat tersebut,
ketika berdiri sendiri, tetap memiliki arti yang sama dengan ketika ia berada
dalam satu kalimat. Makna kata menginginkan adalah menghendaki dan
mengharapkan berdirinya SMA Unggulan tersebut.

2. Diksi konotasi

Diksi konotasi yang digunakan dalam pidato AHY ini bukan untuk
membingungkan pemahaman pendengar karena timbul makna kias, melainkan
untuk menarik perhatian dan lebih mengarah pada pemahaman yang utuh. Hal itu
tampak pada petikan berikut, “Bahkan, saya melihat banyak “bom waktu”, yang
kalau dibiarkan akan berbahaya bagi kehidupan masyarakat Jakarta yang kita
cintai bersama ini. Oleh karena itu, keadaan yang belum baik itu, masalah yang
bisa membikin Jakarta makin buruk itu, bahkan “bombom waktu” itu, tidak boleh
kita biarkan, dan harus kita atasi, dan carikan jalan keluarnya”.

Diksi bom waktu menimbulkan interpretasi yang berbeda dari makna kata
yang sebenarnya. Frasa bom waktu pada kalimat di atas mempunyai makna
masalah yang terjadi dalam masyarakat dan belum dapat diselesaikan oleh

pemerintah akan dapat memicu terjadinya konflik karena sudah


menumpuk dan membuat masyarakat menjadi apatis kepada pemerintah. Jika
sudah menggunung, sewaktu-sewaktu jika ada sedikit saja pemicunya, masalah
itu dapat dipastikan akan meledak seperti bom waktu. Diksi tersebut memiliki
daya retoris karena mampu menggiring pendengar untuk meyakini apa yang
dituturkan oleh pembicara. Ketika diksi tersebut berdiri sendiri, dia memiliki arti
yang berbeda dengan ketika diksi tersebut berada dalam satu kalimat.

11
3. Diksi Abstrak

Penggunaan diksi abstrak oleh AHY didasarkan pada anggapan bahwa


pendengar sudah cukup memiliki pengetahuan sebelumnya untuk memaknai apa
yang disampaikan. Data berikut ini menunjukkan penggunaan diksi abstrak dalam
pidato AHY. “Hari ini kita bersatu dalam doa, harapan, dan cita-cita, untuk
menyongsong hari esok yang lebih baik. Ya, kita hadir di sini, karena kita ingin
bersama-sama melakukan perubahan”. “Kini, sebagian masyarakat menempatkan
Luar Batang sebagai salah satu titik perlawanan terhadap ketidakadilan dan
kesenjangan sosial”. “Benar bahwa Jakarta harus terus berkembang, tetapi pada
saat yang sama kita wajib memastikan agar warganya bisa hidup aman, adil,
sejahtera, dan makmur. Tidak boleh lagi ada warga Jakarta yang takut terhadap
pemerintahnya sendiri atau khawatir diperlakukan dengan tidak adil.
Pembangunan Jakarta haruslah untuk rakyat, bukan untuk segelintir golongan
saja.” “Jakarta masa depan, harus anti terhadap semua bentuk penindasan dan
kekerasan. Jakarta harus menjadi kota yang berciri keadilan, kebebasan, dan
kesetaraan Jakarta harus menjadi kota yang penuh toleransi dan harmoni”. “…
agar anak cucu kita dan juga dunia, tahu kepahlawanan dan perjuangan besar
bangsa Indonesia di masa silam”. “Program 2 adalah pengurangan pengangguran
dan penciptaan lapangan kerja”.

Diksi abstrak yang muncul pada petikan di atas adalah kata doa, harapan,
cita-cita, perubahan, perlawanan, ketidakadilan, kesenjangan sosial, aman, adil,
sejahtera, makmur. Seluruh kata tersebut tergolong diksi abstrak karena sama-
sama mempunyai referen berupa konsep, bukan objek yang dapat diamati.
Dengan menggunakan diksi abstrak penutur mengganggap bahwa pendengar
sudah cukup memiliki pengetahuan sebelumnya untuk memaknai apa yang
disampaikan.

4. Diksi Konkret

12
Penggunaan diksi konkret dalam pidato AHY bertujuan untuk
menghindari kesulitan yang mungkin dialami oleh pendengar untuk memahami
gagasan yang disampaikan. Berikut ini petikan diksi konkret dalam pidato AHY.
“Saya yakin, untuk rakyat dan Jakarta yang lebih baik, pihak eksekutif dan
legislatif memiliki komitmen yang sama”.

Petikan di atas mengandung diksi konkret berupa kata eksekutif dan


legislatif. Dikatakan diksi konkret karena rujukan yang dimiliki kata tersebut
berupa objek yang dapat diamati atau diserap oleh pancaindra manusia. Sebagai
diksi konkret, kata tersebut menyajikan informasi dengan tepat kepada pendengar
sehingga tidak mungkin menimbulkan salah paham. Ketika penutur mengucapkan
kata eksekutif sudah pasti merujuk kepada Gubernur DKI, tidak ada kemungkinan
para pendengar akan membayangkan atau memikirkan gubernur daerah lain.

Demikian juga halnya ketika penutur mengucapkan kata legislatif, sudah


dapat dipastikan merujuk kepada DPRD DKI, tidak ada kemungkinan para
pendengar akan membayangkan atau memikirkan DPRD daerah lain. Dengan
menggunakan diksi konkret tersebut, penutur mampu menghindari timbulnya
salah paham atau kebingungan pendengar dalam memaknainya.

5. Diksi Umum

Penggunaan diksi umum oleh AHY dalam pidato penyampaian program


dan visi-misinya bukan untuk mempersulit tercapainya titik temu antara
pembicara dan pendengar karena diksi umum yang digunakan adalah sebagai
pengantar untuk gagasan-gagasan yang dijelaskan pada kalimat atau paragraf
selanjutnya. “Program ini meliputi penambahan transportasi publik dan
manajemen lalu lintas untuk mengurangi kemacetan. Bagi saya ada sejumlah hal

13
yang dapat kita lakukan dengan serius untuk mengurangi kemacetan. Yang
pertama kita kurangi atau batasi penggunaan kendaraan pribadi di lalu lintas jalan
raya, secara bersamaan kita tingkatkan jumlah dan kualitas public transportation,
transportasi publik di jalan raya. Yang ketiga kita harus tambah ruas-ruas jalan
baik di atas maupun di bawah permukaan tanah.” “Berikutnya pelayanan publik
yang cepat, berkualitas, dan murah”. “Yang berikutnya Bapak Ibu sekalian,
pengembangan wisata kota, zona PKL dan kesenian, kerajinan dan kuliner
Betawi, termasuk batik Betawi”.

Frasa yang dicetak miring pada petikan di atas merupakan diksi umum
karena kata-kata tersebut memiliki ruang lingkup yang luas dan dapat mencakup
banyak hal. Frasa transportasi publik memiliki makna luas tentang semua jenis
transportasi umum yang ada, begitu juga halnya dengan frasa pelayanan publik
yang memiliki makna luas tentang semua jenis pelayanan umum yang ada di
masyarakat. Dengan menggunakan diksi umum yang memiliki beberapa
kemungkinan makna, penutur mengajak pendengar untuk lebih mencerna lagi apa
yang dituturkannya. Diksi umum berupa kata kuliner Betawi memiliki beberapa
kemungkinan makna karena memiliki ruang lingkup yang luas. Beberapa
kemungkinan makna yang dimiliki kata tersebut adalah Kuliner Betawi yang
mana? Jenisnya apa?Makanan atau minuman

6. Diksi Khusus

Penggunaan diksi khusus pada pidato AHY dimaksudkan untuk


menghindari kemungkinan timbulnya salah paham dan untuk memberi sugesti
yang jauh lebih tajam dan mendalam, seperti petikan berikut. “Satu hal lagi yang
penting adalah pengurangan dana operasional gubernur hingga 30 %”. “Sifat adil
bagi pemimpin Jakarta juga harus tercermin dalam semangat dan kepekaannya
untuk menghormati semua golongan dan semua etnis, serta menaungi dan
mengayomi semua umat beragama”.

14
Diksi umum untuk kata dana tersebut adalah anggaran dan bujet. Kata
dana tersebut dianggap lebih spesifik untuk menyampaikan pesan yang berarti
pemasukan dan pengeluaran uang. Kata dana mengandung penekanan yang
berbeda dan lebih tajam jika dibandingkan dengan kata bujet. Kata mengayomi
pada petikan di atas merupakan diksi khusus memiliki daya retoris. Kata
mengayomi mampu memperdalam pesan yang disampaikan. Kata mengayomi
berarti melindungi. Dengan menggunakan diksi khusus, pesan yang ingin
disampaikan kepada pendengar dapat terwakili dengan tepat. Kata mengayomi
juga memberi sugesti yang jauh lebih kuat dan meyakinkan.

“Saya mengunjungi kawasan Luar Batang di Kecamatan Penjaringan


Jakarta Utara”. Diksi mengunjungi dianggap lebih spesifik untuk menyatakan
makna menyaksikan secara langsung. Tuturan tersebut akan menjadi umum jika
penutur menggunakan kata lawatan. Kata mengunjungi mempunyai nilai emotif
yang berbeda, spesifik, dan lebih tajam jika dibandingkan dengan kata lawatan.

7. Diksi Ilmiah

Penggunaan diksi ilmiah pada pidato AHY didasarkan pada konteks dan
suasana tempat pidato tersebut disampaikan. Pidato penyampaian visi misi dan
program-program unggulan sebagai calon Gubernur DKI dilaksanakan di
Ballroom Djakarta Theater, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat sehingga AHY
banyak menggunakan diksi ilmiah dalam tuturannya, seperti pada petikan berikut:
“Untuk itu, saya hadir di sini untuk mengawali kerja lapangan, memenangkan
pemilihan Gubernur DKI Jakarta, agar kelak tidak ada lagi warga Jakarta yang
termarginalkan meski pembangunan fisik dan infrastruktur dilakukan.”

“Kedua, Gubernur mendatang bisa mengubah paradigma pembangunan


Jakarta yang berlaku saat ini, menjadi paradigma Jakarta sebagai ruang kehidupan
yang bermartabat, dimana pembangunan dilaksanakan secara adil, berimbang dan
inklusif”. “Program yang terakhir, program ke-10 adalah Peningkatan Kualitas
Pemerintahan dan Birokrasi. Program ini meliputi pembangunan good governance

15
dan birokrasi yang responsif, pencegahan dan penyalahgunaan makna diskresi
oleh pemimpin, penjagaan hubungan yang sehat dan produktif antara gubernur
dan DPRD”.

Pada contoh tersebut terdapat penggunaan kata-kata ilmiah, yaitu kata


termarginalkan, paradigma, inklusif, birokrasi, responsif, dan diskresi. Kata-kata
tersebut bukan termasuk kata populer yang umum dipakai oleh semua lapisan
masyarakat. Penutur menggunakan kata tersebut dengan memperhatikan sasaran
atau pendengar pidatonya, yakni kalangan media, pemerhati politik, akademisi,
serta pejabat. Kata-kata tersebut barangkali akan dihindari jika pendengar
pidatonya adalah masyarakat awam. Penggunaan kata-kata ilmiah tersebut
memiliki daya retoris, yakni mampu meninggikan status sosial, baik penutur
maupun petuturnya.

8. Diksi Populer

Penggunaan diksi populer pada pidato AHY dimaksudkan agar informasi


dan gagasan yang disampaikannya dapat dipahami oleh para pendengarnya yang
berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Data berikut ini menunjukkan
penggunaan diksi populer. “Apakah pemimpinnya taat hukum dan
undangundang?” “Tadi, sudah saya jelaskan keadaan Jakarta dewasa ini termasuk
tantangan dan permasalahannya”. Diksi taat pada petikan tersebut merupakan
diksi populer dan memiliki daya retoris. Kata taat merupakan kata yang sudah
dikenal dan biasa digunakan oleh masyarakat umum karena itu tergolong dalam
diksi populer. Kata taat mempunyai makna patuh, tunduk.

Selanjutnya, diksi dewasa ini juga termasuk kata yang sudah umum
digunakan dalam masyarakat yang memiliki makna lain, yaitu saat ini atau
sekarang. “Jika rakyat memberikan mandat kepada saya sebagai gubernur, saya
akan menjalankan 3 hal tersebut”. Kata mandat termasuk diksi populer, dikenal

16
luas, dan digunakan masyarakat umum dalam komunikasi sehari-hari yang
memiliki makna kuasa, wewenang, instruksi, dan perintah. Dengan menggunakan
kata yang sudah dikenal oleh semua lapisan masyarakat, diharapkan pesan yang
ingin disampaikan kepada pendengar tepat seperti yang diinginkan oleh penutur
ketika menggunakan diksi populer berupa kata mandat.

“Kalau penduduk Jakarta mau bekerja keras, dan dipimpin oleh pemimpin
yang visioner, Jakarta yang maju, modern, dan ramah lingkungan itu insyaallah
akan bisa kita wujudkan”. “Memori ke detik-detik peristiwa pengambilan
keputusan untuk ikut dalam Pilkada DKI ini hadir kembali”. Selanjutnya, diksi
modern memiliki makna lain, yaitu terbaru, mutakhir, canggih, dan kekinian yang
penggunaannya sudah dikenal luas oleh semua lapisan masyarakat. Demikian juga
diksi memori memiliki makna lain, yaitu kenangan dan ingatan yang populer dan
penggunaannya sudah dikenal luas dan umum di masyarakat.

9. Diksi Jargon

Penggunaan diksi jargon pada pidato AHY didasarkan pada anggapan


bahwa pendengar sebelumnya sudah cukup memiliki pengetahuan umum bidang
hukum untuk memaknai apa yang disampaikan. Data berikut ini menunjukkan
penggunaan diksi jargon dalam pidato AHY. “Kepada masyarakat sering
dipertontonkan penegakan hukum yang tebang pilih. Tajam ke bawah, tumpul ke
atas”. Kalimat tajam ke bawah, tumpul ke atas tersebut mengandung makna
penegakan hukum yang terjadi sekarang ini tidak adil dan tidak berimbang.
Hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil saja, tetapi hukum untuk pejabat, orang
kaya, terpandang, dan berpengaruh tidak akan sama dengan rakyat biasa. Bisa jadi
mereka kebal hukum karena pengaruh kekuasaan tersebut. Sebagai contoh
seorang ibu yang mencuri setandan pisang untuk makan anak-anaknya yang
kelaparan bisa dijerat dengan hukuman satu tahun penjara, sedangkan pejabat
yang korupsi miliaran rupiah juga dituntut satu tahun penjara.

17
 Contoh Analisis diksi dan gaya bahasa pada baliho kampanye Pemilu di
Kabupaten Magetan tahun 2018

Penelitian ini dilakukann untuk memperoleh data yang berupa diksi dan gaya
bahasa yang terdapat pada baliho kampanye pemilu di kabupaten magetan tahun
2018. Berikut beberapa diksi yang dipakai.
- Penggunaan diksi yang digunakan dalam tulisan pada baliho kampanye
pemilu yang dapat ditemukan yaitu pemakaian kata bersinonimi dan
berhomofon, pemakaian kata denotasi dan konotasi, kata umum dan kata
khusus, pemakaian istilah asing, kata abstrak dan konkret, kata populer dan
kata kajian, jargon, kata percakapan dan slang, dan prokem. Data 13. “Akses
Internet Desa/ Kelurahan” Pada kalimat tersebut terdapat pemakaian kata
bersinonimi yaitu kata “desa” dan kata “kelurahan”. Kedua kata tersebut
merupakan kata bersinonimi karena kedua kata tersebut sejenis. Kata “Desa”
dan kata “Kelurahan” merupakan pembagian wilayah diwilayah Kabupaten,
setelah Kecamatan. Namun pada wilayah “Desa” memiliki pembagian yang
lebih luas, sedangkan “Kelurahan” biasanya terdapat pada daerah kota.
Penulis menggunakan kata “Desa/Kelurahan” mempunyai maksud agar semua
wilayah dapat bagian dari programnya, tidak hanya sebatas “kelurahan” tetapi
juga “desa”. Dengan begitu masyarakat akan tertarik dengan adanya
pemerataan program tersebut.
- Penggunaan gaya bahasa pada baliho kampanye pemilu yang dapat ditemukan
yaitu gaya bahasa perbandingan. Pada gaya bahasa perbandingan terdapat
personifikasi, pleonasme, dan antisipasi. Pada jenis gaya bahasa pertentangan
ditemukan hiperbola, litotes, ironi, dan paronomasia. Penggunaan jenis gaya
bahasa pertautan ditemukan metonimia, eufemisme, asindenton, dan
polisindenton. Pada jenis gaya bahasa perulangan ditemukan aliterasi,
asonansi, epizeukis, dan anafora. Data 9. “Yang Penting Negara Adil Rakyat
Sejahtera” Pada kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa personifikasi.
Dikatakan personifikasi karena menggunakan kiasan benda-benda mati atau
barang seolah-olah memiliki sifat manusia. Dapat diketahui dari hal yang
tidak bernyawa yang seolaholah bernyawa, yaitu dijelaskan pada “Negara

18
Adil”. Negara tersebut seolah-olah dapat berbuat adil. Data 12. “Partai
Demokrat Nasionalis Religius”. Kalimat tersebut merupakan kalimat yang
menggunakan gaya bahasa personifikasi. Kata “partai” merupakan sebuah
perkumpulan. Partai tersebut seolah-oleh memiliki jiwa seperti manusia, yaitu
nasionalis dan religious. Jiwa nasionalis dan religious merupakan sifat yang
dapat menarik masyarakat untuk memilih partai tersebut. Data 13. “Desa
Pintar, Akses Internet Desa/ Kelurahan” Pada kalimat tersebut merupakan
gaya bahasa personifikasi. Personifikasi terdapat pada kata “Desa Pintar”, kata
“Desa” seolah-olah memiliki sifat manusia yaitu pintar. Dengan menggunakan
personifikasi tersebut, program tersebut dibuat untuk menarik perhatian
masyarakat.

 Perbedaan penggunaan diksi pada kedua contoh diatas.

Pada kedua contoh diatas dapat kita lihat yaitu yang pertama yaitu diksi dalam
Retorika Agus Harimurti Yudhoyono Sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta
sedangkan yang kedua yaitu analisis diksi dan gaya bahasa pada baliho kampanye
Pemilu di Kabupaten Magetan tahun 2018. Dari contoh yang pertam kita dapat
melihat bahwa diksi yang digunakan oleh AHY cukup bervariasi dibandingkan
dengan diksi yang digunakan pada baliho kampanye di Kabupaten Magetan.
Berikut beberapa perbedaan penggunaan diksi dari kedua contoh berikut:
- Agus Harimurti Yudhoyono lebih banyak menggunakan diksi abstrak
daripada diksi konkret dalam pidatonya. Hal ini menandakan bahwa Agus
Harimurti Yudhoyono lebih memilih kata yang mempunyai referen berupa
konsep daripada kata yang mem punyai referen berupa objek yang dapat
diamati. Agus Harimurti Yudhoyono menganggap bahwa pendengar
sebelumnya sudah cukup memiliki pengetahuan untuk memaknai apa yang
disampaikannya. Dengan menggunakan diksi abstrak, beliau berharap
pidatonya lebih menarik sehingga dapat menimbulkan keinginan pendengar
untuk tetap mendengarkan.

19
- Dalam segi penggunaan diksi khusus dan diksi umum, Agus Harimurti
Yudhoyono lebih banyak menggunakan diksi khusus daripada diksi umum.
Hal ini berarti Agus Harimurti Yudhoyono lebih memilih kata yang memiliki
ruang lingkup yang sempit agar gagasan yang ingin disampaikannya lebih
spesifik. Dengan menggunakan diksi khusus daripada diksi umum, diharapkan
tujuan tuturan dapat lebih terarah dalam penyampaiannya kepada pendengar.
- Agus Harimurti Yudhoyono terbukti lebih banyak menggunakan diksi
denotatif dalam pidatonya. Agus Harimurti Yudhoyono lebih banyak memilih
untuk menggunakan diksi yang di dalamnya hanya mengandung suatu konsep
dasar, tanpa ada tambahan nilai rasa dengan tujuan agar pembaca dapat
menerima pesan yang disampaikan dengan tepat seperti yang diinginkannya.
Namun, Agus Harimurti Yudhoyono juga membumbui pidatonya dengan
beberapa diksi konotatif untuk membuat tuturannya lebih menarik dan tidak
menjemukan.
- Agus Harimurti Yudhoyono menyeimbangkan menggunakan diksi ilmiah dan
diksi populer dalam pidatonya. Penutur memperhatikan sasaran atau
pendengar pidatonya, yakni kalangan media, politikus, pemerhati politik,
akademisi, serta pejabat.
- Agus Harimurti Yudhoyono juga menggunakan diksi jargon menjadikan
pidatonya lebih menarik dengan asumsi pendengar sebagai penerima pesan
dapat mencernanya karena termasuk jargon yang sering dipakai dalam
masyarakat.

Sedangkan untuk pada penelitian ini, penggunaan diksi yang ditemukan yaitu
pemakaian kata bersinonimi dan berhomofon, pemakaian kata bermakna denotasi
dan konotasi, pemakaian kata umum dan kata khusus, pemakaian istilah asing,
pemakaian kata abstrak dan konkret, pemakaian kata populer dan kata kajian,
pemakaian jargon, kata percakapan dan slang, dan pemakaian bahasa prokem.
Pada penggunaan gaya bahasa, terdapat jenis gaya bahasa perbandingan, yang
ditemukan adalah personifikasi, pleonasme, dan antisipasi. Pada jenis gaya bahasa
pertentangan ditemukan hiperbola, litotes, ironi, dan paronomasia. Penggunaan
jenis gaya bahasa pertautan ditemukan metonimia, eufemisme, asindenton, dan

20
polisindenton. Berikutnya yaitu jenis gaya bahasa perulangan ditemukan aliterasi,
asonansi, epizeukis, dan anafora. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
dapat memberikan informasi penggunaan diksi dan gaya bahasa pada baliho
kampanye pemilu. Peneliti menyarankan kepada pembaca sebaiknya memahami
penggunaan diksi dan gaya bahasa tersebut agar pemabaca dapat menambah
wawasan mengenai diksi dan gaya bahasa sehingga dapat dijadikan penelitian
lebih lanjut.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari yang telah kita bahas di atas kita dapat menyimpulkan bahwa diksi sangat
penting dalam kehidupan sosial masyarakat, karena diksi merupakan salah satu variasi
bahasa yang digunakan agar dapat dipahami masyarakat sekitar, khususnya pada bahasa
kampanye dimana setiap tahunnya akan terdapat pemilu yang dilaksanakan di tiap-tiap
daerah, tentunya dengan berbagai variasi bahasa yang dapat diterima oleh masyarakat
setempat maupun pada konteks nasional.

Dalam konteks bahasa kampanye diksi berfungsi untuk dapat menyampaikan


informasi bagi para pendengar dan juga sebagai ajang untuk promosi para calon yang
akan menjabat agar para warga masyarakat dapat mempercayai apa yang disampaikan
oleh calon, maka para calon juga harus memilih dan menggunakan bahasa atau diksi yang
sesuai dan tidak menyinggung pihak lain.

21
Jadi, diksi di sini sangatlah penting untuk menyampaikan informasi agar dapat
dipercayai dan diterima oleh masyarakat luas. Apabila penggunaan diksi yang tidak tepat
maka akan berakibat fatal bagi jalannya kampanye. Karena pada dasarnya dalam situasi
apapun kita juga harus mampu mengolah, memilih, dan menggunakan bahasa atau diksi
sesuai dengan situasi yang sedang kita hadapi. Semoga dengan makalah ini kita dapat
lebih memahami apa itu diksi dan juga dapat menggunakannya sesuai dengan situasi
tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Diakses dari https://mamikos.com/info/diksi-pengertian-fungsi-jenis-dan-contohnya/


Diakses dari https://www.maxmanroe.com
Irfariati. 2017. Diksi dalam Retorika Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Calon Gubernur
Dki Jakarta. Metalingua, Vol. 15 No. 1, Juni 2017: 41–52.
Prasetyo, Dwi Nur dkk. 2018. Analisis Diksi dan Gaya Bahasa pada Baliho
KampanyePemilu di Kabupaten Magetan Tahun 2018. Widyabastra, Volume 06, Nomor 1,
Jun 2018

22

Anda mungkin juga menyukai