Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan sarana komunikasi terpenting dalam kehidupan


manusia. Setiap individu dapat berinteraksi dengan individu lain adalah
dikarenakan adanya bahasa. Setiap suku dan setiap negara memiliki bahasa
berbeda-beda yang menjadi ciri khas darinya. Dalam suatu negara, bahasa dapat
menjadi alat pemersatu antar penduduk di dalamnya. Itu semua dikarenakan,
setiap individu dapat mengungkapkan pendapat dan berbicara kepada individu
lain dengan adanya bahasa.

Dalam pengungkapan gagasan atau pendapat melalui bahasa diperlukan


pemilihan kata yang tepat atau diksi. Diksi yang tepat dapat membuat gagasan
komunikator tersampaikan secara tepat kepada penerimanya. Akan tetapi, diksi
tidak hanya sekedar memilih kata yang tepat untuk mengungkapkan bahasa, tetapi
juga menyangkut tentang pemilihan frasa, ungkapan, dan gaya bahasa.

Salah satu medium pembicaraan atau cara pengungkapan dapat berupa


sarana bahasa tulisan. Dan salah satu sarana bahasa tulisan adalah novel. Novel
sendiri merupakan salah satu karya seni berbentuk tulisan. Berbeda dengan
makalah, skripsi dan lain sebagainya yang merupakan karya tulis berbasis ilmiah,
novel biasanya berisikan serangkaian kisah/cerita. Ada diantaranya yang berupa
kisah dari kejadian nyata, ada juga yang berupa kisah yang tidak benar-benar
terjadi atau fiksi.

Dalam sebuah karya tulis novel, pengarang mengekspresikan segala hal


yang ingin disampaikannya kepada pembaca melalui tulisan. Mulai dari sifat
karakter-karakter hingga gagasan dalam cerita, semua diungkapkan dalam bentuk
susunan kata. Oleh karena itu, penguasaan diksi atau pilihan kata merupakan hal
yang mutlak bagi penulis, sehingga karya tulis ini dapat dinikmati dan gagasan-
gagasan yang dimaksudkan penulis dapat tersampaikan dengan tepat kepada
pembacanya.

Novel “Topan Marabunta” merupakan novel serial remaja, yang berarti


bahwa sasaran penulisan novel ini merupakan pembaca dari kalangan remaja.
Novel ini sangatlah menarik dikarenakan kayanya akan diksi yang dipakai dalam
pengungkapan gagasan-gagasan yang diinginkan oleh novel ini. Dari segi ini,
dapat diketahui bahwa penulis mempunyai cukup banyak kosakata dalam bahasa
Indonesia. Setiap diksi dan kosakata di novel ini, digunakan dan ditempatkan pada
tempat yang tepat sehingga novel ini sangat mudah dimengerti terutama oleh
kalangan remaja, yang memang menjadi sasaran penulisan novel ini. Selain itu,

1
novel ini juga dapat dinikmati dengan baik karena pemilihan katanya yang
menarik tetapi mudah dipahami.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep diksi dalam bahasa Indonesia?


2. Bagaimana hasil analisis pemilihan kata atau diksi dalam novel Topan
Marabunta karya Afifah Afra?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui konsep diksi dalam bahasa Indonesia.


2. Mengetahui pemilihan kata atau diksi dalam novel Topan Marabunta
karya Afifah Afra.

D. Manfaat Penulisan

1. Menambah pengetahuan tentang konsep pilihan kata atau diksi.


2. Menambah informasi tentang penggunaan ragam bahasa dan diksi
dalam novel Topan Marabunta karya Afifah Afra.

2
PEMBAHASAN

A. Definisi Tentang Diksi atau Pilihan Kata

Sebelum memasuki pembahasan tentang analisis diksi pada novel, ada


baiknya untuk mengetahui sekilas tentang diksi. Karena itu, penulis bermaksud
untuk mendeskripsikan terlebih dahulu tentang diksi. Disini akan dibahas tentang
pengertian, syarat-syarat, tujuan dan peranti-peranti daripada diksi.

1. Pengertian Diksi

Diksi bermakna pemilihan kata atau memilih kata. Diksi tidak sekedar
memilih kata apa yang paling tepat untuk mengungkapkan gagasan, tetapi
menyangkut juga memilih frasa, ungkapan, dan gaya bahasa. Dan sekaligus diksi
adalah menyangkut pilihan kalimat untuk menyampaikan gagasan kepada orang
lain. Dalam pilihan kata dimaksud pembicara harus betul-betul menguasai makna
kata yang dipilih serta kemungkinan bisa diterima oleh pendengar atau pembaca.
Untuk dapat memilih kata yang tepat, pembicara harus menguasai perbendaharaan
kata.

Dalam melakukan pilihan kata yang dimaksud, jangan sampai terjadi


pembicara sudah memilih kata yang tepat, tetapi gagasan yang disampaikan
kepada pendengar atau pembaca ternyata tidak komunikatif dan tidak efektif.
Maka dalam melakukan pilihan kata ada persyaratan agar terdapat ketepatan
gagasan yang disampaikan gagasan yang disampaikan pembicara dan diterima
secara tepat oleh pendengar (Tamsir, 2002:68)

Kunjana Rahardi (2009:63) mengutarakan, “Dengan memahami peranti-


peranti diksi dengan baik, seorang penyunting bahasa, peneliti, dan penulis akan
dapat menghasilkan tulisan-tulisan yang berdaya guna, efektif, dan bermatabat.”

Maka dapat disimpulkan bahwa diksi merupakan pemilihan kata, frasa,


ungkapan, dan gaya bahasa yang tepat untuk dapat digunakan sebagai sarana
pengungkapan gagasan. Seorang penyunting bahasa, peneliti, dan penulis sangat
perlu untuk menguasai perihal diksi ini secara mutlak. Dan itu semua ditujukan
agar dapat dihasilkannya tulisan-tulisan yang baik.

2. Syarat-syarat Diksi

Dalam pemilihan kata tentu kita harus mengetahui syarat-syaratnya. Dan


berikut adalah syarat-syarat diksi:

Pertama adalah diksi harus sesuai dengan kaedah sintaksis, atau ilmu tata
kalimat. Penempatan kata yang dipilih harus sesuai dengan kelompoknya dalam

3
sintaksis. Kata yang di pilih harus sesuai struktur bahasa Indonesia. Kalimat-
kalimat di bawah ini secara sintaksis betul. Akan tetapi apakah dalam konteks
penggunaan kata tersebut memiliki makna yang tepat. Contoh:

Ia tidak punya malu.

Ia tidak punya kemaluan.

Kedua, diksi harus sesuai dengan kaidah makna, Makna sebuah kata dapat
mengalami perubahan berdasarkan sejarah, pengalaman, dan perasaan pemakai
bahasa yang bersangkutan. Sebuah kata bisa memiliki makna denotasi, asosiasi,
konotasi, kolokasi, refleksi, intrepretasi, dan berbagai macam perubahan mak-na
yang lain.

Ketiga, diksi harus diksi.harus sesuai dengan kaidah sosial. Masyarakat


pemakai bahasa berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa berdasarkan lingkungan
geografis dan tingkat sosial, berdasarkan lingkungan resmi dan tidak resmi,
lingkungan umum dan khusus, serta berbagai lingkungan profesi. Maka munculah
ragam bahasa berdasarkan berbagai lingkungan tersebut. (Tamsir, 2002:68-73)

3. Tujuan Diksi

Dalam memilih kata, kita bertujuan Agar terdapat ketepatan gagasan yang
disampaikan pembicara dan diterima secara tepat oleh pendengar (Tamsir, 2002:
68). Selanjutnya untuk memperoleh keindahan guna menambah daya
ekspresivitas. (Samjar,2013). Lalu Untuk menyatakan gagasan atau meceritakan
peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ugkapan dan
sebagainya. (Samjar,2013).

4. Peranti-peranti Diksi

Diksi juga memiliki peranti-peranti, adapun perantinya antara lain:

a. Makna denotasi

Denotasi adalah kata yang tidak mengandung makna tambahan


atau perasaan tambahan makna tertentu. Maka, makna denotasi
sesungguhnya menunjuk pada yang sebenarnya, bukan yang bersifat
kiasan, dan bukan pula yang bersifat kontekstual. (Rahardi, 2009:63)

b. Makna konotasi..

Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul


sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi dan kriteria tambahan
yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. (Mulyana, 2014)

4
Seperti kata kursi dalam kalimat ‘Para politikus memperebutkan kursi-
kursi parlemen.’ yang berarti kekuasaan

c. Kata bersinonim

Adalah kata sejenis, sepadan, sejajar, serumpun, dan memiliki


arti sama. Yang secara sederhana disebut makna kata, adapun yang
dimaksud adalah dua kata atau lebih yang berbeda bentuknya ,
ejaannya, pengucapan atau lafalnya. Seperti kata melihat yang
bersinonim dengan kata menatap, menonton, melirik dan menyaksikan.
(Rahardi, 2009:65)

d. Kata berantonim

Berantonim berlawanan dengan kata bersinonim. Yang


bermaksud bentuk itu memiliki makna yang tidak sama dengan makna
lainnya. Antonim menunjukkan bentuk-bentuk kebahasaan itu memilik
relasi antar makna yang wujud logisnya berbeda atau bertentangan
antara satu dengan yang lainnya. Terdapat beberapa wujud untuk
antonim:

1) Antonim jenis kembar: menunjuk pada perbedaan antara 2


jenis kebahasaan. Contoh: hidup dan mati
2) Antonim jamak/plural: merupakan penegasan terhadap
anggota tertentu. Contoh: kelas ‘buah-buahan’, kelas
‘tumbuh-tumbuhan’, dan kelas-kelas lainnya.
3) Antonim gradual: merupakan entitas diantara dua
dikotomi. Contoh: antara dikotomi kaya dan miskin
terdapat entitas ‘setengah kaya’.
4) Antonim relasional: bahwa bentuk-bentuk kebahasaan
memiliki relasi yang menjadi kebalikannya. Contoh:
‘guru’ dan ‘murid’. (Rahardi, 2009:66)

e. Kata bernilai rasa

Diksi mengajarkan untuk menggunakan kata bernilai rasa dan


kata-kata baku. Kadang ditemukan bahwa kata baku tertentu tidak
memiliki nilai rasa sama sekali. (Rahardi, 2009: 67)

f. Kata konkret

5
Kata konkret adalah kata yang menunjuk pada objek yang dapat
dipilih, didengar, dirasakan, dirasa, diraba, dan dicium.kata konkret
lebih mudah dipahami dalam deskripsi sebab kata deikian itu
merangsang panca indra. Seperti: komputer, buku. (Rahardi, 2009: 67)

g. Kata abstrak.

Kata abstrak menunjuk pada konsep atau gagasan, kata ini


sering digunakan untuk mengungkapkan gagasan yang cenderung
rumit. Contoh: pendidikan, kekayaan. (Rahardi, 2009: 68)

h. Kata umum

Keumuman adalah kata yang perlu dijabarkan lebih lanjut


dengan katakata yang sifatnya khusus untuk mendapatkan perincian
lebih baik. Kata ini cocok untuk argumentasiatau persuasi. Contoh:
melihat

i. Kata khusus

Kata khusus lebih cenderung digunakan dalam konteks terbatas,


dalam kepentingan tertentu. Merupakan kata yang telah dijabarkan.
Contoh, dari kata umum melihat, kita mendapatkan kata khusus
‘melirik’, ‘menonton’. (Rahardi, 2009: 69)

j. Kata lugas.

Kata yang ringkas, tidak merupakan frasa panjang, tidak


mendayu-dayu, dan sama sekali tidak berbelit-belit. Bersifat tegas,
lurus, dan apa adanya. Contoh: kata ‘pengusuran’ merupakan kata
lugas dari kata ‘relokasi’. (Rahardi, 2009: 69)

k. Penyempitan dan perluasan makna kata.

Penyempitan digunakan untuk symbol dari kematian sebuah


bentuk kebahasaan. Perluasan berkembang bagi sebuah bahasa yang
berdinamika progresif, contohnya kata ‘bapak’ berbeda digunakan baik
dirumah maupun dikantor. (Rahardi, 2010:38)

l. Kata aktif

Adalah kata-kata yang banyak digunakan tokoh masyarakat,


selebritis, para jurnalis, para dosen, para polisi, maka kata-kata yang
semula tidak pernah di gunakan dan itu menjadi semakin banyak

6
digunakan dalam pemakaian pembahasaan. Contoh: ‘wong cilik’, ‘gitu
aja repot’. (Rahardi, 2009: 71)

m. Kata Ameliorasi dan Peyorasi.

Ameliorasi adalah perubahan makna dari lama ke yang baru


dianggap dan dirasakan lebih tinggi dan lebih tepat nilai rasa serta
konotasinya dibandingkan dengan yang lama.

Peyorasi adalah perubahan makna dari yang baru ke yang lama


ketika yang lama di anggap masih tetap lebih tinggi dan lebih tepat
nilai rasa serta konotasinya di bandingkan dengan makna kebahasaan
bisa bolak-balik demikian itu. (Rahardi, 2010: 40)

n. Peranti Kesenyawaan Kata.

Dikatakan demikian, karna sangat erat hubungan satu dengan


hubungan yang lainnya. Kontruksi idiomatic, kata dengan satu dengan
yang lainnya berhubungan erat.(Rahardi, 2010:41)

Kunjana Rahardi (2009:72) membedakannya menjadi 2 yaitu:


bentuk idiomatis dan ungkapan standar. Yang membedakan antara
keduanya adalah ungkapan standar lebih bersifat kiasan. Untuk bentuk
idiomatis dicontohkan seperti: berhubungan dengan, disebabkan oleh,
baik....maupun, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk ungkapan
standar adalah seperti: mengadu lidah, tidak mengambil berat, daan
lain sebagainya.

o. Kebakuan dan Ketidakbakuan Kata.

Bentuk baku hadir karena adanya pembakuaan bentuk-bentuk


kebahasaan. Pembakuan bahasa demikian itu pada gilirannya akan
menjadikan bahasa Indonesia semakin bermartabat. Bahasa yang
bermartabat lazimnya akan banyak digunakan oleh masyarakat, baik
masyarakat dalam penggertian domestik maupun masyarakat dalam
penggertian internasional. (Rahardi, 2010: 42)

B. Analisis Diksi dalam Novel ‘Topan Marabunta’ karya Afifah Afra

Setelah membahas tentang definisi diksi, maka berikut penulis paparkan


hasil analisis yang telah dilakukan. Analisis bahasa ini dilakukan terhadap sebuah
novel remaja berjudul Topan Marabunta. Sisi yang penulis analisis dari novel ini
adalah sisi diksi atau pemilihan kata. Dari analisis ini, berikut adalah jenis-jenis
diksi yang dipakai dalam novel ini:

7
1. Kata denotatif

Kata-kata denotatif merupakan kata yang menunjuk pada makna


sebenarnya. Di novel ini, dapat dilihat dalam kalimat:

a. Kepalanya kini tegak menatap langit cerah. (halaman 12)


b. Warok Dadung mengajarinya silat dan mencopet. (halaman 12)
c. Ia hanya anak yang dipungut dari tempat sampah. (halaman 14)
d. Topan menemukan nama itu di sebuah ensiklopedi kumal yang ia
beli di pasar loak. (halaman 17)

2. Kata konotatif

Kata konotatif merupakan kebalikan dari kata denotatif. Yaitu kata yang
tidak menunjuk pada makna sebenarnya. Dalam novel ini, banyak ditemukan
kata-kata yang bermakna konotatif, diantaranya:

a. Doktrin itu melekat kuat, membuatnya tumbuh menjadi singa yang


siap menerkam sesiapa yang memusuhinya. (halaman 13)

Kata ‘singa’, dalam artian sesungguhnya adalah nama seekor


hewan buas. Akan tetapi dalam kalimat ini, ditujukan kepada
seseorang. Maka kata ‘singa’ disini dapat diartikan sebagai seseorang
yang hebat dalam berkelahi.

b. Tekniknya melejit berkat kuliahnya di hotel prodeo. (halaman 14)

Kata ‘kuliah’ disini memiliki makna yang berbeda dengan


makna yang sebenarnya. Makna ‘kuliah’ di kalimat ini adalah
pengalaman. Ini berarti bahwa kata kuliah merupakan kata konotatif.

c. Ia telah mencicipi penjara sebanyak sebanyak 10 kali. (halaman 14)

Kata yang berarti konotatif dalam kalimat ini, terdapat pada kata
‘mencicipi’. Kata mencicipi dalam artian sesungguhnya adalah
merasakan dengan lidah. Biasa digunakan untuk hal yang berhubungan
dengan makanan atau minuman. Akan tetapi, dalam kalimat ini, kata
‘mencicipi’ dihubungkan dengan kata penjara yang menunjukkan
bahwa kata ini tidak bermakna sesungguhnya. Makna yang tepat untuk
kata mencicipi disini adalah masuk kedalam suatu tempat.

d. Ia telah melahap buku tentang Robin Hood. (halaman 16)

Sama seperti halnya ‘mencicip’, kata ‘melahap’ biasa digunakan


bersama hal yang berhubungan dengan makanan. Kata ‘melahap’
dalam artian sesungguhnya bermakna menghabiskan makanan. Dalam

8
kalimat ini, ‘melahap’ berarti membaca hingga akhir. Maka, kata
‘melahap’ disini marupakan kata konotatif.

e. Topan Segara, penjahat terlicin di kawasan Semarang Utara.


(halaman 14)

Imbuhan ter- dalam kata ‘terlicin’ berartian paling. Akan tetapi


kata licin yang disebut diatas bukanlah kata ‘licin’ dalam artian
sesungguhnya. Kata ‘licin’ dalam kalimat ini berarti lihai dan sulit
untuk ditangkap.

3. Kata bersinonim

Kata yang bersinonim berarti kata yang memiliki makna sejenis, sepadan,
sejajar, serumpun, dan memiliki arti yang sama. Dalam novel ini dapat ditemukan
dalam kaimat berikut:

a. Memang benar, sang bapak angkat adalah raja kecil di Tanjung


Mas dan Terboyo. (halaman 13)
b. Dan barusan, telah menjadi pembunuh ayah angkat sendiri.
(halaman 12)

Kata ‘ayah’ dan ‘bapak’ memiliki artian yang sama atau bersinonim.

c. Kepalanya kini tegak menatap langit yang cerah. (halaman 12)


d. Membuatnya teguh dan memandang jauh ke depan. (halaman 15)
e. Sempat menonton filmnya dan ia sangat terkesan. (halaman 16)

Seperti halnya kata ayah dan bapak, kata ‘menatap’, ‘memandang’


dan ‘menonton’ juga memiliki arti yang sama yaitu melihat. Dengan itu,
kata ‘menatap’ bersinonim dengan kata ‘memandang’ dan ‘menonton’.

4. Kata berantonim

Selain kata bersinonim, dalam novel ini juga terdapat kata-kata yang
berantonim. Apabila sinonim adalah persamaan kata, maka antonim merupakan
kata yang memiliki makna yang berlawan. Kata-kata berantonim, dapat kita lihat
dalam kalimat-kalimat seperti berikut:

a. Masjid besar Kauman tegak, sedikit megah di antara kusam


pelataran yang dipadati kios-kios reot pasar Yaik. (halaman 12)

Kata ‘sedikit megah’ merupakan kata entitas yang ada diantara


dikotomi megah dan sederhana. Kata entitas seperti ini merupakan kata
antonim yang bersifat gradual. Selain kata sedikit megah, terdapat pula
kata ‘tegak’ dan ‘reot’. Kedua kata ini memiliki makna yang

9
berlawanan sehingga kedua kata ini merupakan kata berantonim yang
berjenis kembar.

b. Ia mengancam guru-guru yang menolak pendaftarannya yang


hanya gara-gara ia tak jelas asal-usulnya. (halaman 13)
c. NEM SD-nya sangat tinggi sehingga pihak sekolah menerimanya
dengan senang hati. (halaman 13)

Kata ‘menolak’ berlawan makna dengan kata ‘menerima’. Dan


ini membuktikan bahwa kata ‘menolak’ dan ‘menerima’ merupakan
kata antonim yang bersifat kembar.

d. Ia mengancam guru-guru yang menolak pendaftarannya yang


hanya gara-gara ia tak jelas asal-usulnya. (halaman 13)
e. Iapun terdeteksi sebagai murid terbandel. (halaman 13)

Kata ‘guru’ dan ‘murid’ juga termasuk kata antonim. Kedua


kata ini memiliki relasi yang menjadi kebalikan. Dengan adanya relasi
ini, menjadikan kedua kata ini termasuk dalam jenis kata antonim
relasional.

5. Kata berasa

Kunjana Rahardi (2009:67) menyatakan bahwa bahasa pun sesungguhnya


memiliki citarasa dan seorang penulis yang baik harus benar-benar paham dengan
nilai-nilai rasa yang tidak sama demikian ini. Dalam novel ini, dicontohkan pada
kalimat berikut:

“Topan pun terdepak keluar setelah sukses merampok koleksi buku-buku


pelajaran di perpustakaan.” (halaman 14)

Kata ‘merampok’ sama artinya dengan mencuri atau mengambil tanpa


izin. Akan tetapi, disini penulis ingin menekankan nilai rasa. Sehingga, penulis
lebih memilih untuk menggunakan kata ‘merampok’.

6. Kata konkret

Kata konkret adalah kata yang dapat diindera dengan alat-alat indra
manusia. Kata konkret menunjuk pada objek yang dapat dipilih, didengar,
dirasakan, diraba, atau dicium. Dalam novel ini, dapat ditemui dalam kalimat:

a. Topan pun terdepak keluar setelah sukses merampok koleksi buku-


buku pelajaran di perpustakaan. (halaman 14)
b. Topan menemukan nama itu di sebuah ensiklopedi kumal yang ia
beli di pasar loak. (halaman 17)

10
c. Lantas, Topan meneruskan di sebuah SD swasta kumuh di kawasan
Terboyo. (halaman 13)

Kata-kata ‘buku’, ‘ensiklopedi’, dan ‘SD’ merupakan kata konkret. Hal ini
dikarenakan ketiganya merupakan objek yang dapat diketahui dengan jelas
menggunakan indra manusia.

7. Kata Abstrak

Kata abstrak merupakan kebalikan dari kata konkret. Apabila kata konkret
menunjuk pada objek yang dapat dideteksi oleh indra manusia dan dapat
dipahami dengan mudah dalam deskripsi, sebaliknya, kata abstrak menunjuk pada
konsep atau gagasan, kata ini sering digunakan untuk mengungkapkan gagasan
yang cenderung rumit. Seperti yang tercantum dalam kalimat:

a. Ia adalah sosok yang bergelimang kepekatan. (halaman 12)


b. Kecerdikannya pun berkembang pesat. (halaman 14)

Kata ‘kepekatan’ dan ‘kecerdikan’ merupakan kata yang


menunjuk pada gagasan. Maka, dapat dinyatakan bahwa kedua kata ini
merupakan kata abstrak.

8. Kata Umum dan Khusus

Keumuman adalah kata yang perlu dijabarkan lebih lanjut dengan katakata
yang sifatnya khusus untuk mendapatkan perincian lebih baik. Sedangkan kata
khusus lebih cenderung digunakan dalam konteks terbatas, dalam kepentingan
tertentu.

Contoh kata umum adalah seperti kata melihat, karena kata melihat masih
dapat dijabarkan menjadi kata ‘menonton’, ‘melirik’, ‘memandang’, ‘mengamati’,
dan seterusnya. Dalam novel ini, daripada menggunakan kata umum, penulis lebih
mengedepankan penggunaan kata Khusus yang lebih menjelaskan tentang
keadaan atau karakter tokoh secara detail. Seperti yang terdapat pada kalimat
berikut:

a. Kepalanya kini tegak menatap langit yang cerah. (halaman 12)


b. Membuatnya teguh dan memandang jauh ke depan. (halaman 15)
c. Sempat menonton filmnya dan ia sangat terkesan. (halaman 16)

9. Bentuk idiomatis

Bentuk idiomatis adalah bentuk-bentuk yang sudah merupakan senyawa


dan cenderung merupakan ungkapan baku dan standar. Karena bentuk idiomatis

11
demikian itu bersifat senyawa, baku dan standar, hubungan antara unsur yang satu
dengan unsur lainnya sangat dekat dan lekat. Bentuk idiomatis dapat dilihat pada
kalimat:

“Ia besar sebagai sosok yang sangat ditakuti, baik di jalanan maupun di
sekolah.” (halaman 13)

Tepatnya, bentuk idiomatis kita dapati pada kata ‘baik.....maupun.’

10. Ungkapan Standar

Ungkapan-ungkapan yang dimaksudkan disini mengandung makna


bersifat kiasan. Dalam novel ini, dapat ditemui dalam kalimat:

a. Sejak itu pulalah, ia hidup di atas bara. (halaman 12)

Kata ‘hidup di atas bara’ berartian hidup sulit.

b. Sang bapak angkat adalah raja kecil di Tanjung Mas dan Terboyo.
(halaman 13)

Kata ‘raja kecil’ dimaknai dengan pemimpin

c. Sejak krisis menimpa, banyak orang jatuh miskin. (halaman 16)

Kata ‘jatuh miskin’ berarti menjadi miskin

11. Bentuk serapan asing

Contoh bentuk serapan asing yang terdapat dalam novel ini adalah:

a. Ngelangut , membongkar slide-slide yang bermain semrawut di


otak pekatnya. (halaman 12)

‘Slide-slide’ merupakan kata serapan dari bahasa Inggris dengan


bunyi yang serupa. Kata ini bermakna ingatan.

b. Sisa-sisa rob masih mencetak melangsa. (halaman 12)

‘Rob’ merupakan kata serapan dari bahasa inggris bermakna


genangan air.

c. Doktrin itu melekat kuat. (halaman 13)

‘Doktrin’ juga termasuk kata serapan dari bahasa inggris


bermakna anggapan atau pemikiran.

12
d. Usia 13 tahun, ia telah menjadi penjahat yang sangat profesional.
(halaman 14)

Kata ‘profesional’ adalah kata serapan bahasa inggris berartian


ahli.

e. Ia seorang manusia pembelajar yang seakan menemui kenikmatan


besar saat melahap huruf demi huruf buku bacaan maupun majalah
dan surat kabar. (halaman 14)

Kata majalah adalah kata serapan dari bahasa arab bermakna


sejenis dari buku.

12. Bentuk baku dan tidak baku

Kata baku adalah kata yang digunakan sesuai kaidah Bahasa Indonesia
yang telah ditentukan, sebagai sumber utama bahasa baku yang ditentukan adalah
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kata baku digunakan dalam kalimat resmi, baik
lisan maupun tertulis dengan pengungkapan gagasan secara tepat. Sedangkan kata
tidak baku bukan berasal dari kaidah Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dan
menurut hasil analisis ini, setiap kata disini merupakan kata berbentuk baku.

13
PENUTUP

A. Kesimpulan

Diksi bermakna pemilihan kata atau memilih kata. Diksi tidak sekedar
memilih kata apa yang paling tepat untuk mengungkapkan gagasan, tetapi
menyangkut juga memilih frasa, ungkapan, dan gaya bahasa. Dan sekaligus diksi
adalah menyangkut pilihan kalimat untuk menyampaikan gagasan kepada orang
lain. Dengan memahami peranti-peranti diksi dengan baik, seorang penyunting
bahasa, peneliti, dan penulis akan dapat menghasilkan tulisan-tulisan yang
berdaya guna, efektif, dan bermatabat.

Dalam novel serial ‘Topan Marabunta’, penulis memakai bermacam


peranti diksi, diantaranya: makna konotatif, makna denotatif, kata bersinonim,
kata berantonim, kata berasa, kata abstrak, kata konkret, kata umum dan khusus,
bentuk idiomatis, ungkapan standar, bentuk serapan asing, dan bentuk baku.

Dengan beragamnya peranti diksi yang digunakan, novel ini menjadi


cukup menarik unyuk dibaca serta gagasan-gagasan yang diinginkan penulis
dengan mudah diterima pembaca dengan tepat. Ini juga disebabkan bermacam
kata yang ada, disusun dan digunakan dengan tepat.

B. Saran

Dari segi diksi, novel ini cukup baik dan menarik. Maka alangkah baiknya
jika pembaca novel ini tidak hanya sekedar membaca novel ini saja. Akan tetapi,
juga menganalisis dan mencermati setiap kata dan diksi yang digunakan penulis
dalam novel ini. Dan penulis juga menyarankan bagi pembaca yang menginginkan
acuan referensi dalam menulis karya tulis serupa, untuk membaca dan
mempelajari konsep karya tulis yang dituangkan dalam novel ini, terutama tentang
perihal diksi atau pilihan kata.

14
DAFTAR PUSTAKA

Mulyana, Dedy. 2015. “Diksi Pilihan Kata”. (online)


http://dedimulyana96.blogspot.co.id/2015/03/makalah-diksi-pilihan-
kata.html. diakses pada 23 Juni 2016

Samjar. 2013. “Diksi (Pilihan Kata)”. http://teorikux.blogspot.com/2013/10/diksi-


pilihan-kata.html. diakses pada 23 Juni 2016. 10:44 WIB.

Rahardi, Kunjana. 2009. Penyuntingan Bahasa Indonesia Untuk Karang


Mengarang. Yogyakarta: Erlangga.

Rahardi, Kunjana. 2010. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:


Erlangga.

Tamsir, Sukari. 2002. Bahasa Indonesia. Surakarta: Puri Ilmu.

15
LAMPIRAN

Judul novel : Topan Marabunta (Episode 1)

Nama pengarang : Afifah Afra Amatullah

Tahun terbit : 2003

Kota terbit : Jakarta

Penerbit : Gema Insani Press

16

Anda mungkin juga menyukai