Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

KOSAKATA DAN DIKSI

A. Pengantar
Pada bahasan ini, mahasiswa akan mempelajari konsep kata, kosakata dan diksi, sumber
kosakata, kriteria pemilihan kata, dan klasifikasi kata. Materi-materi tersebut dipelajari agar
mahasiswa mengetahui konsep kata dengan baik, kosakata dan diksi, memahami apasaja kriteria
dalam pemilihan kata, dan dapat mengklasifikasikan kata.
B. Materi Pembelajaran
1. Konsep Kata
Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan
kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Secara linguistik, kata
adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (misalnya batu,
rumah, datang) atau gabungan morfem (misalnya pejuang, pancasila, mahakuasa). Kata dapat
juga diartikan sebagai morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai
satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas.
Dalam bahasa Indonesia secara umum, kata terdiri atas dua macam, yaitu kata dasar dan
kata bentukan. Kata dasar merupakan suatu kata yang utuh dan belum mendapat imbuhan apa
pun. Dalam proses pembentukan kata, kata dasar dapat diaertikan sebagai kata yang menjadi kata
dasar bagi bentukan kata lain yang lebih luas. Kata dasar lazim juga disebut sebagai bentuk
dasar, kata asal, dan ada pula yang menyebutnya sebagai kata dasar. Berbeda dengan itu, kata
bentukan merupakan kata yang sudah dibentuk dari kata dasar dengan menambahkan imbuhan
tertentu. Kata bentukan seperti ini lazim pula disebut dengan beberapa istilah yang berbeda-beda,
misalnya mengubah. Kata dasar ubah diberi imbuhan meng- bentukannya menjadi mengubah.
2. Kosakata dan Diksi
Kosakata disebut juga dengan perbendaharaan kata, sedangkan diksi disebut juga dengan
pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan
sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan) oleh penutur atau penulis. Kosakata
dan diksi dipakai dalam kalimat. Kata-kata yang digunakan dalam kalimat tersebut perlu dipilih
secara tepat, sehingga dapat mengungkapkan maksud secara tepat pula. Hal itu dikarenakan
dapat memudahkan pembaca memahami maksud penulis. Oleh karena itu, ketika membuat
kalimat bahasa Indonesia ragam formal, Anda harus memilih, menimbang, dan menggunakan
kata secara tepat atau disebut dengan istilah diksi (Ermanto dan Emidar, 2018: 83).
Keterbatasan kosakata yang dimiliki seseorang dalam kehidupan sehari-hari dapat
membuat seseorang tersebut mengalami kesulitan mengungkapkan maksudnya kepada orang
lain. Sebaliknya, jika seseorang terlalu berlebihan dalam menggunakan kosa kata, dapat
mempersulit diterima dan dipahaminya maksud dari isi pesan yang hendak disampaikan. Oleh
karena itu, agar tidak terjadi hal demikian, seseorang harus mengetahui dan memahami
bagaimana pemakaian kata dalam komunikasi. Salah satu yang harus dikuasai adalah diksi atau
pilihan kata. Menurut Enre (1988: 101) diksi atau pilihan kata adalah penggunaan kata-kata
secara tepat untuk mewakili pikiran dan perasaan yang ingin dinyatakan dalam pola suatu
kalimat.
Diksi atau pilihan kata merupakan aspek penting dalam kejelasan kalimat, karena kata
yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin
disampaikannya baik lisan maupun tulisan. Jika pilihan kata tidak tepat, selain dapat
menyebabkan komunikasi terputus, juga dapat mengganggu kejelasan informasi yang
disampaikan.
Menurut Arifin dan Tasai (1995:141), Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya kita memilih
kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Ketepatan memilih kata dapat mengungkapkan
gagasan secara tepat, sehingga pendengar atau pembaca dengan mudah menangkap dan mengerti
pesan atau ide yang hendak akan disampaikan. Parera menambahkan (1991:66), Diksi adalah
pilihan kata atau penggunaan kata. Pilihan atau penggunaan kata yang dimaksudkan adalah
kemampuan memilih dan menentukan kata yang tepat dalam menyampaikan gagasan. Jadi, diksi
erat hubungannya dengan kemampuan menulis atau berbicara dalam hal menyampaikan gagasan
kepada pembaca atau pendengar.
Pendapat lain dikemukakan oleh Widyamartaya (1990: 45) yang menjelaskan bahwa
diksi atau pilihan kata adalah kemampuan seseorang membedakan secara tepat nuansa-nuansa
makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikannya, dan kemampuan tersebut hendaknya
disesuaikan dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki sekelompok masyarakat dan pendengar
atau pembaca. Diksi atau pilihan kata selalu mengandung ketepatan makna dan kesesuaian
situasi dan nilai rasa yang ada pada pembaca atau pendengar.

Pendapat lain dikemukakan oleh Keraf (1996: 24) yang menurunkan tiga kesimpulan
utama mengenai diksi, antara lain sebagai berikut.
a. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk
menyampaikan gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat.
b. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa
makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai
atau cocok dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
c. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan penguasaan sejumlah besar kosa
kata atau perbendaharaan kata bahasa.
d. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pemilihan dan
pemakaian kata oleh pengarang dengan mempertimbangkan aspek makna kata yaitu makna
denotatif dan makna konotatif sebab sebuah kata dapat menimbulkan berbagai pengertian.
3. Syarat Ketepatan Diksi
Setiap kata terdiri atas dua aspek, yaitu bentuk dan makna (Sofyan dalam Ermanto, 2007:
30). Bentuk merupakan sesuatu yang dapat diinderai, dilihat, atau didengar. Makna merupakan
sesuatu yang dapat menimbulkan reaksi dalam pikiran karena rangsangan bentuk. Misalnya,
apabila ada seseorang berteriak banjir dalam pikiran kita timbul reaksi karena kita mengetahui
arti kata tersebut. Seseorang yang mengetahui bentuk atau rupa suatu benda belum tentu
mengetahui namanya; demikian pula, seseorang yang mengetahui namanya belum tentu
mengetahui bentuk atau rupa benda itu. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap bentuk dan makna
kata merupakan syarat bagi pemahaman terhadap kata (Sofyan, 2007: 30).
a. Ketepatan Pilihan Kata
Bahasa sebagai alat komunikasi berfungsi menyampaikan gagasan atau ide kepada
pendengar atau pembaca. Pendengar atau pembaca akan menerima gagasan atau ide tersebut
dengan mudah apabila pilihan katanya tepat. Sebaliknya, jika pilihan kata pembicara/penulis
tidak tepat, dapat terjadi hambatan dalam proses penerimaan gagasan atau ide tersebut.
Sehubungan dengan itu, perlu dipelajari hal-hal sebagai berikut. Pertama, kata bermakna
denotatif dan konotatif. Kedua, kata bersinonim. Ketiga, kata umum dan kata khusus. Keempat,
kata yang mengalami perubahan makna.
1) Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Kata-kata bermakna denotatif adalah kata-kata yang disebut juga bermakna konseptual,
bermakna kognitif, dan bermankna referensial (Ermanto dan Emidar, 2018: 84). Kata bermakna
denotatif adalah kata yang bermakna sesuai dnegan hasil observasi, penglihatan, penciuman,
pendengaran, perabaan, dan pengecapan. Artinya, kata-kata bermakna denotatif adalah kata-kata
yang maknanya menyangkut informasi-informasi faktual objektif (Chaer dalam Ermanto dan
Emidar, 2018: 84). Makna denotatif juga dapat diartikan sebagai makna yang didasarkan atas
hubungan lugas antara satuan kata dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu
secara tepat (Pateda, 2001: 98). Makna denotatif adalah makna yang menunjukkan adanya
hubungan konsep dengan kenyataan. Makna ini merupakan makna yang lugas, makna apa
adanya. Makna ini bukan makna kiasan atau perumpamaan. Sebaliknya, makna konotatif atau
asosiatif muncul akibat asosiasi perasaan atau pengalaman seseorang terhadap apa yang
diucapkan atau apa yang didengar.
Kata-kata bermakna konotatif adalah kata-kata yang memiliki makna asosiatif dan timbul
sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada
sebuah makna konseptual atau denotatif (Arifin dan Tasai, 2004: 26). Menurut Pateda (dalam
Ermanto dan Emidar, 2018: 84), makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan
pemakai bahasa terhadap kata yang didengar atau kata yang dibaca. Harus dipahami bahwa
makna konotatif terdapat pada kata yang bermakna denotatif. Artinya, dapat dipahami bahwa
pada umumnya semua kata mempunyai makna denotatif, tetapi tidak semua kata itu memiliki
makna konotatif (Chaer dalam dalam Ermanto dan Emidar, 2018: 84). Seperti pada tabel berikut
ini.
Kata Denotatif Kata Konotatif
Membicarakan membahas, mengkaji
Memerhatikan menelaah, meneliti, menyelidiki
Penonton pemirsa, pemerhati
Rumah gedung, wisma, graha
Membuat merakit, menyulap
Sesuai harmonis, serasi,
Tukang juru, ahli
Pekerja tengah pegawai, karyawan
tengah media
mati meninggal, wafat

Makna denotatif dan makna konotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakaian
bahasa (Arifin dan Tasai, 2004: 26). Artinya, kata bermakna denotatif adalah kata yang memiliki
artiharfiah tidak memiliki makna tambahan yang berkaitan dengan sikap penutur. Demikian pula,
kata bermakna konotatif adalah kata yang memiliki nilai rasa tertentu
2) Kata Bersinonim
Kata bersinonim adalah kata yang memiliki makna yang sama atau hampir sama. Banyak
kata bersinonim yang berdenotasi sama tetapi konotasinya berbeda sehingga kata–kata yang
bersinonim itu dalam pemakaiannya tidak sepenuhnya dapat saling menggantikan. Misalnya:
kata-kata mati, meninggal, wafat, gugur, mangkat, mampus, dan berpulang memiliki makna
denotasi yang sama, yaitu nyawa terlepas dari raga, tetapi makna konotasinya berbeda.
Kata-kata bersinonim adalah kata-kata (bentuknya memang berbeda) yang pada dasarnya
mempunyai makna yang hampir sama serupa atau mirip. Oleh karena itulah, diakui para pakar
bahasa, bahwa kesinoniman kata-kata itu tidaklah bersifat mutlak.
Kata-kata bersinonim perlu dipahami, dipilih, dan digunakan secara tepat dalam kalimat
ragam formal. Oleh sebab itu, walaupun bersinonim pada dasarnya kata-kata itu berbeda konteks
penggunaannya. Dalam ilmu semantik pun, dijelaskan bahwa kata-kata yang bersinonim itu tetap
memiliki perbedaan makna. Artinya, tidak ada kata-kata yang bersinonim secara mutlak. Kata-
kata yang berbeda bentuknya, diyakini berbeda pula maknanya (Ermanto dan Emidar, 2018: 86).
Dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang bersinonim adalah sebagai berikut.
cerdas = cerdik, hebat, pintar
besar = agung, raya
mati = mangkat, wafat, meninggal
ilmu = pengetahuan
penelitian = penyelidikan
3) Kata Bermakna Umum dan Bermakna Khusus
Kata bermakna umum mencakup kata bermakna khusus. Kata bermakna umum dapat
menjadi kata bermakna khusus jika dibatasi. Kata bermakna umum digunakan mengungkapkan
gagasan yang bersifat umum, sedangkan kata bermakna khusus digunakan menyatakan gagasan
yang bersifat khusus atau terbatas. Dalam bahasa Indonesia, kata umum adalah kata yang
memiliki acuan yang lebih luas daripada kata khusus (Ermanto dan Emidar, 2018: 86).
Perhatikan contoh berikut ini.
Kata umum Kata khusus
Ikan gurame, lele, sepat, tuna, nila, koki mas
Bunga mawar, ros, melati, dahlia, anggrek
Hewan mamalia sapi, kerbau, kuda, keledai, kambing
Buruang merpati, beo, balam, perkutut, ketitiran
Contoh: kata-kata kendaraan, mobil, dan sedan memiliki kedudukan yang berbeda. Kata
sedan lebih khusus daripada kata mobil; kata mobil lebih khusus daripada kata kendaraan.
Demikian pula halnya dalam rangkaian kata berikut ini: hewan, hewan peliharaan, kucing.
4) Kata yang Mengalami Perubahan Makna
Dalam bahasa Indonesia, juga dalam bahasa lain, terdapat kata yang mengalami
penyempitan makna maupun perluasan makna. Hal ini terjadi seiring dengan perkembangan
kehidupan manusia.
Contoh kata Indonesia yang mengalami penyempitan makna adalah sarjana dan pendeta.
Kata sarjana semula digunakan untuk menyebut semua cendekiawan; kini kata tersebut
digunakan untuk menyebut cendekiawan lulusan perguruan tinggi saja. Kata pendeta semula
memiliki arti orang yang berilmu, kini hanya digunakan untuk menyebut guru atau pemuka
agama Kristen.
Contoh kata yang mengalami peluasan makna adalah kata berlayar, bapak, ibu, saudara,
dan putra–putri. Kata berlayar semula digunakan dengan makna ‘bergerak di laut menggunakan
perahu layar’. Kini maknanya meluas, yaitu ‘bepergian lewat laut, baik memakai perahu layar
maupun alat transportasi jenis lain’. Kata bapak, ibu, dan saudara semula digunakan hanya
dalam hubungan kekerabatan; kini ketiga kata tersebut digunakan juga untuk menyebut orang
yang bukan anggota keluarga. Kata putra dan putri semula digunakan hanya untuk menyebut
anak raja; kini anak siapa pun disebut putra dan putri.
b. Kesesuaian Pilihan Kata
Kesesuaian pilihan kata berkaitan dengan situasi bicara dan kondisi pendengar atau
pembaca (Sofyan, 2007:33). Misalnya, dalam pembicaraan bersifat resmi atau formal hendaknya
digunakan kata–kata baku; sebaliknya, dalam pembicaraan tidak resmi atau santai tidak ada
keharusan itu.
Faktor kepada siapa kita berbicara atau kita menulis perlu diperhatikan agar kata–kata
yang digunakan benar-benar tepat dan dapat dipahami. Pada saat berkomunikasi dengan
masyarakat dari golongan awam, misalnya, sebaiknya digunakan kata–kata umum atau populer.
Sehubungan dengan itu, dalam berbicara atau menulis perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam situasi resmi digunakan kata-kata baku.
2. Dalam situasi umum digunakan kata-kata umum.
3. Dalam situasi khusus digunakan kata-kata khusus.
1. Kata Baku dan Nonbaku
Berdasarkan situasi pemakainya, ragam bahasa Indonesia dibedakan menjadi ragam
formal dan ragam tidak formal (percakapan). Dalam bahasa Indonesia ragam formal digunakan
kata baku, sedangkan dalam ragam tidak formal, boleh saja digunakan kata non baku. Kata baku
adalah kata yang tidak bercirikan bahasa daerah atau bahasa asing. Baik dalam hal penulisan
maupun dalam pengucapan kata baku bercirikan bahasa Indonesia. kata baku dan kata nonbaku
dapat dilihat berdasarkan beberapa ranah, seperti ranah fonologis, ranah morfologis, dan ranah
leksikon.
Pertama, kata baku dan nonbaku dapat dilihat berdasarkan ranah fonologis. Maksudnya,
sebuah kata baku kadang-kadang memiliki kata nonbaku karena penambahan fonem,
pengurangan fonem, atau pengubahan fonem. Ketiga hal itu dapat dilihat pada contoh di bawah
ini.
Pasangan kata baku dan kata nonbaku karena penambahan fonem dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Kata Baku Kata Nonbaku
imbau himbau
andal handal
utang hutang
rapi rapih
ubah rubah

Pasangan kata baku dan kata nonbaku karena pengurangan fonem adalah seperti di bawah
ini.
Kata Baku Kata Nonbaku
terap trap
terampil trampil
tetapi tapi
tidak tak

Pasangan kata baku dan kata nonbaku karena pengubahan fonem adalah seperti di bawah
ini.
Kata Baku Kata Nonbaku
telur telor
ubah obah
tampak nampak
lubang lobang
roboh rubuh
lafal lapal
rezeki rezeki
ijazah ijasah

Kedua, kata baku dan kata nonbaku dapat pula dilihat berdasarkan ranah morfologis.
Maksudnya, sebuah kata baku kadang-kadang memiliki kata nonbaku karena pada hasil proses
morfologis terjadi pengurangan fonem atau pengubahan fonem, terjadi penggantian afiks, dan
terjadi kelebihan fonem. Kedua hal itu dapat dilihat pada contoh di bawah ini.
Pasangan kata baku dan kata nonbaku karena pada hasil morfologis terjadi pengurangan
fonem adalah seperti di bawah ini.
Kata Baku Kata Nonbaku
memfokuskan memokuskan
memprotes memrotes
memfitnah memitnah
memfotokopi memotokopi
mempromosikan memromosikan
memproduksi memroduksi
memproses memroses
memprakarsai memrakarsai

Pasangan kata baku dan kata nonbaku karena pada hasil morfologis terjadi pengubahan
fonem adalah seperti di bawah ini.
Kata Baku Kata Nonbaku
menangkap nangkap
menatap natap
menari nari
menolak nolak
menolong nolong
menahan nahan
menonton nonton
menutupi nutupi
mengambil ngambil
mengutuk ngutuk
mengarang ngarang
mengirim ngirim
mengajar ngajar
mengubah ngubah
mengetik ngetik

Pasangan kata baku dan kata nonbaku karena pada hasil morfologis terjadi kelebihan
fonem seperti di bawah ini.
Kata Baku Kata Nonbaku
beracun berracun
berakit berrakit
beragam berragam
beriak berriak
berebut berrebut
beribu berribu
beruas berruas
bereaksi berreaksi
beroda berroda
becermin bercermin
beterbangan berterbangan
bekerja berkerja
bekerlip berkerlip
beternak berternak
pekerja perkerja
peterjun perterjun
peternakan perternakan
peserta perserta
teperdaya terperdaya

Ketiga, kata (frasa) baku dan kata (frasa) nonbaku dapat dilihat berdasarkan ranah
leksikon. Dalam kalimat ragam formal, Anda jangan menggunakan kata (frasa) ragam
percakapan. Pasangan kata (frasa) baku dan kata (frasa) ragam percakapan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Frasa Baku Frasa Nonbaku
tidak terlalu tidak begitu
tidak seperti ini tidak begini
belum masak belum matang
tidak sabar tidak sabaran
sedang tidur pada tidur
tidak mau enggak mau
tidak pergi tak pergi
memang cantik emang cantik
hanya nasi nasi tok
hanya teh teh tok
hanya nasi nasi doang
hanya air air doang
sangat malas malas banget
ingin main pengen main
nakal sekali nakal tak ketulungan

Selain itu, dalam kalimat ragam formal, jangan menggunakan frasa ragam percakapan
karena salah susunannya. Pasangan kata (frasa) baku dan kata (frasa) ragam percakapan adalah
sebagai berikut.
Frasa Baku Frasa Nonbaku
waktu lain lain waktu
daerah lain lain daerah
malam ini ini malam
hari ini ini hari
amat besar besar amat
amat mahal mahal amat
sudah usai usai sudah
sudah selesai selesai sudah
siang nanti nanti siang
sore nanti nanti sore
malam nanti nanti malam
pertama kali kali pertama
kedua kali kali kedua
ketiga kali kali ketiga

Dalam kalimat ragam formal, Anda mungkin membuat kata-kata yang maknanya
redudan. Artinya, kata-kata yang gunakan sudah berlebihan maknanya. Pasangan frasa dan frasa
yang bermakna redudan (nonbaku) itu adalah sebagai berikut.
Frasa Baku Frasa Nonbaku
sangat pedih, amat pedih amat sangat pedih
sangat banyak, banyak sekali sangat banyak sekali
sangat malas, malas sekali sangat malas sekali
sangat pemalu, pemalu sekali sangat pemalu sekali
paling pandai, terpandai paling terpandai
paling muda, termuda paling termuda
paling kaya, terkaya paling terkaya
berpandang-pandangan, saling pandang saling berpandang-pandangan
saling tolak, tolak-menolak saling tolak-menolak
para ibu, ibu-ibu para ibu-ibu
banyak rumah, rumah-rumah banyak rumah-rumah
adalah, merupakan adalah merupakan
agar, supaya agar supaya
oleh sebab itu, oleh karena itu, oleh sebab karena itu,
sejak, dari sejak dari

Dalam bahasa Indonesia karena adanya penyerapan bahasa asing atau bahasa daerah
(Sansekerta) terdapat pasangan kata baku dan nonbaku. Anda harus memilih dan menggunakan
kata serapan yang sudah dibakukan itu. Pasangan kata baku dan kata nonbaku itu seperti berikut
ini.
Kata Baku Kata Nonbaku
pikir, paham fikir, faham
nasihat nasehat
ijazah ijasah
jadwal jadual
kualitas, kuantitas kwalitas, kwantitas
karier karir
pasien pasen
imbau himbau
utang, isap hutang, hisap
hakikat hakekat
lewat liwat
mengapa kenapa
asas azas
energi enerji
hipotesis hipotesa
kategori katagori
sistem sistim
metode metoda
teknik tehnik
tim team
subunit sub unit
pascapanen pasca panen
antarbagian antar bagian
semifinal semi final
asusila a susila
caturbidang catur bidang
ekabahasa eka bahasa
monoloyalitas mono loyalitas
supranatural supra natural
ekstrakurikuler ekstra kurikuler

2) Kata Ilmiah dan Kata Populer


Kata ilmiah adalah kata yang biasa digunakan dalam lingkungan ilmuwan atau institusi
pendidikan; kata populer banyak digunakan oleh masyarakat umum. Sehubungan dengan itu,
dalam pembicaraan di depan umum sebaiknya digunakan kata-kata populer agar pesan atau
gagasan dapat dipahami dengan baik dan mudah. Seperti contoh berikut ini.

Kata Ilmiah Kata Populer


dampak akibat
koma sekarat
kendala hambatan
formasi susunan
frustasi kecewa
volume isi
pasien orang sakit
3) Kata Percakapan
Kata percakapan biasanya digunakan dalam bahasa lisan. Pada umumnya, kata jenis ini
memiliki kaidah sendiri yang berbeda dengan bahasa ragam tulis. Beberapa ciri kata–kata
percakapan, yaitu (a) memiliki corak kedaerahan, (b) tidak menggunakan kaidah bentukan kata,
(c) sering menyingkat kata. Contoh: kata nggak, ngerti, dapet, sikon, gini, dan gitu. Kata–kata
percakapan sebaiknya dihindari dalam tulisan atau pembicaraan resmi.

Anda mungkin juga menyukai