Anda di halaman 1dari 11

A.

Konsep Ejaan Bahasa Indonesia


Dalam buku Konsep Dasar Bahasa Indonesia (2019) karya Yunus Abidin,
ejaan merupakan aturan yang melambangkan bunyi bahasa menjadi bentuk huruf,
kata serta kalimat. Ejaan juga bisa diartikan sebagai kumpulan peraturan penulisan
huruf, kata serta penggunaan tanda baca. Mengutip dari buku Esai Penerapan
Ejaan Bahasa Indonesia (2020) karya Widya Fitriantiwi, yang dimaksud ejaan
adalah kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa supaya keteraturan dan
keseragaman dalam penulisan bahasa dapat tercapai.
Ejaan memiliki sejumlah fungsi penting, yaitu:
1. Landasan pembakuan tata bahasa Penggunaan ejaan dalam penulisan
bahasa akan membuat tata bahasa yang digunakan semakin baku.
2. Landasan pembakuan kosa kata serta istilah Tidak hanya membuat tata
bahasa semakin baku, ejaan juga membuat pemilihan kosa kata dan istilah
mennadi lebih baku.
3. Penyaring masuknya unsur bahasa lain ke bahasa Indonesia Ejaan juga
memiliki fungsi penting sebagai penyaring bahasa lain ke bahasa
Indonesia. Sehingga dalam penulisannya tidak akan menghilangkan makna
aslinya.
4. Membantu pemahaman pembaca dalam mencerna informasi Penggunaan
ejaan akan membuat penulisan bahasa lebih teratur. Hal ini membuat
pembaca semakin mudah dalam memahami informasi yang disampaikan
secara tertulis.

B. Sejarah dan Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia


Ejaan bahasa Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan dan
perkembangan. Saat ini ejaan bahasa Indonesia yang kita gunakan adalah Ejaan
yang Disempurnakan (EYD). Namun sebelum itu telah digunakan beberapa ejaan
yang lain.
1. Ejaan Van Ophuysen (1901-1947)
Ejaan ini merupakan pengembangan ejaan bahasa Melayu dengan
menggunakan huruf latin yang dilakukan oleh Prof. Charles van Ophuijsen ahli
bahasa berkebangsaan Belanda dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur
dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Ejaan ini menjadi panduan bagi pemakai bahasa
Melayu di Indonesia.
Ciri-ciri Ejaan Van Ophuysen:
1. Huruf “I” untuk membedakan antara huruf I sebagai akhiran dan
karenanya harus dengan diftong seperti mulai dengan ramai, juga
digunakan untuk huruf “y” soerabaia.
2. Huruf “j” untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang dan sebagainya.
Huruf “oe” untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe,oemoer, dan
sebagainya.
3. Tanda diakritik seperti koma, ain dan tanda , untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dan sebagainya.
2. Ejaan Republik 1947-1972
Ejaan Republik diresmikan pada tanggal 19 maret 1947 menggantikan
ejaan sebelum yaitu ejaan Van Ophuysen. Ejaan ini dikenal juga dengan nama
Ejaan Soewandi yang menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu.
Ciri-ciri ejaan Republik:
1. Huruf “oe” diganti dengan “u” pada kata-kata guru, itu, umur, dan
sebagainya.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan “k” pada kata-kata tak, pak,
rakjat, dan sebagainya.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti kanak2, ber-jalan2, ke-
barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mendampinginya.
3. Ejaan Pembaharuan (1957)
Ejaan pembaharuan direncanakan untuk memperbaharui Ejaan Republik.
Penyusunan itu dilakukan oleh Panitia Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia pada
tahun 1957 oleh Profesor Prijono dan E. Katoppo. Namun, hasil kerja panitia itu
tidak pernah diumumkan secara resmi sehingga ejaan itu pun belum pernah
diberlakukan.
Ciri-ciri ejaan Pembaharuan
1. Gabungan konsonan dj diubah menjadi j
2. Gabungan konsonan tj diubah menjadi ts
3. Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ
4. Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń
5. Gabungan konsonan sj diubah menjadi š
6. gabungan vokal (diftong) ai, au, dan oi, ditulis berdasarkan pelafalannya
yaitu menjadi ay, aw, dan oy.
4. Ejaan Melindo -Melayu Indonesia (1959)
Ejaan Melindo sebagai hasil usaha penyatuan sistem ejaan dengan huruf
Latin di Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1959. Akan tetapi
karena terjadi masalah politik antara Indonesia dan Malaysia selama bertahun-
tahun akhirnya peresmian ejaan ini tidak dilaksanakan.
Ciri-ciri Ejaan Melindo
1. gabungan konsonan tj, seperti pada kata tjinta, diganti dengan c menjadi
cinta
2. juga gabungan konsonan nj seperti njonja, diganti dengan huruf nc, yang
sama sekali masih baru
5. Ejaan Baru atau Ejaan LBK
Pada tahun 1967 Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang bernama
Pusat Bahasa) mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK) sebagai pengembangan
ejaan Melindo yang tidak ada kepastian. Pada ejaan ini sudah banyak perubahan
ejaan yang disempurnakan, hampir tidak ada perbedaan antara ejaan Baru dengan
EYD, kecuali pada rincian kaidah-kaidahnya.
6. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan – EYD (1972 – 2015)
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1972 berdasarkan putusan
presiden No. 57 tahun 1972 oleh presiden Republik Indonesia Suharto, untuk
menggantikan ejaan Republik (ejaan Suwandi). Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 menyusun buku
Pedoman Umum yang berisi pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas.
Pada tahun 1988 Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (PUEYD)
edisi kedua diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0543a/U/1987 pada tanggal 9 September
1987. Setelah itu, edisi ketiga diterbitkan pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46.
7. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) 2015
Ejaan Bahasa Indonesia dipergunakan untuk mengganti Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan – EYD. Meskipun belum ada keputusan Presiden
tentang adanya penggunaan ejaan baru untuk bahasa Indonesia, namun Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, telah menerbitkan edisi keempat tentang Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia (PUEBI) di Jakarta, Maret 2016.
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) ini disusun berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50
Tahun 2015 yang diterbitkan pada tanggal 26 November 2015 tentang Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia, serta untuk menyempurnakan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD) edisi ketiga. Pedoman ini
diharapkan dapat mengakomodasi perkembangan bahasa Indonesia yang makin
pesat.
C. Penulisan dan Pemakaian Huruf dan Kata
1. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam bahasa Indonesia terdiri dari huruf berikut :
A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M,N,O, P ,Q, R,S,T,U,V,W,X,Y,Z
B. Huruf Vokal
Huruf vokal adalah huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia
terdiri atas huruf a, e, I, o, dan u.

C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas
huruf-huruf b, c, d, f, h, j, k, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au
dan oi. Misalnya : pandai, saudara dan amboi.

E. Gabungan Huruf Konsonan


Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang
melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing
melambangkan satu bunyi konsonan. Misalnya : khusus, ngilu, nyata dan
syarat.

F. Pemenggalan Kata
Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut :
1. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di
antara kedua huruf vokal itu. Misalnya : ma-in, sa-at
2. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf
konsonan, diantara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum
huruf konsonan. Misalnya : ba-pak, ba-rang, su-lit.
3. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan
dilakukan antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan
tidak pernah diceraikan. Misalnya : man-di, som-bong, swas-ta.
4. Jika ditengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan
dilakukan antar huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang
kedua. Misalnya : in-stru-men, ul-tra, bang-krut.
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami
perubahan bentuk serta partikel yang biasanyaa ditulis serangkai dengan kata
dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.

Misalnya : makan-an, me- rasa-kan, mem-bantu.

2. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu
dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakuakan (1) di
antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan
kaidah 1a, 1b, 1c dan 1d di atas. Misalnya :
foto-grafi, fo-to-gr-afi,
kilo-meter,ki-lo-me-ter
pasca-panen,pas-ca-pa-nen
2. Penulisan Huruf
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar

1. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Contoh : Saya membaca buku.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Contoh :
Adik bertanya, “ Kenapa kita pulang ?”
3. Huruf kapital dipakai sebagi huruf pertama dalam ungkapan yang
berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti
untuk Tuhan. Contoh : Tuhan merahmati hamba- Nya.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf nama gelar kehormatan, keturunan,
dan keagamaan yang di ikuti nama orang. Contoh : Sultan Hasanuddin,
Haji Agus Salim, Nabi Sulaiman, Dia baru saja diangkat menjadi
Sultan.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang. Contoh : Presiden Soekarno, Wakil Presiden Adam
Malik.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama sebagi nama orang. Contoh
: Muhammad Maulana Rizki, Syarifah Masitoh
7. Huruf kapital yang dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa, dan bahasa. Contoh : bangsa Indonesia, suku Melayu, bahasa
Arab.
8. Huruf kapital yang dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan,
hari raya dan peristiwa sejarah. Contoh : tahun Masehi, bulan Januari,
hari Selasa, hari Lebaran, Proklamasi Kemerdekaan.
9. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama khas dalam Geografi.
Contoh ; Peta Sumatra, Danau Toba, Sungai Musi.
10. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama badan resmi, lembaga
pemerintahan dan ketatanegaraan serta nama dokumen resmi Contoh:
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Departemen Luar Negeri, Undang –
Undang Dasar Republik Indonesia.
11. Huruf Kapital dipakai sebagai Huruf pertama nama semua kata didalam
nama buku,majalah,surat kabar , kecuali kata partikel , seperti
di,ke,dari,untuk,dan,yang untuk,yang tidak terletak pada posisi awal.
Contoh: Dari Gajah Mada ke Jalan Gatot Subroto, Gaul, Analisa
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam singkatan nama
gelar,pangkat, dan sapaan. Contoh: a.di depan nama : – Dr. Doktor
Prof. Profesor b.di belakang nama: -M.A. Master of Arts
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan seperti bapak,ibu,saudara,kakak,adik dan paman yang
dipakai sebagai ganti sapaan. Contoh : Apakah Ibu jadi ke Belawan
besok?
B. Huruf Miring
1. Huruf Miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama
buku,majalah,dan surat kabar yang dikutip dalam karangan. Contoh :
Majalah Bahasa dan Kesusastraan
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf,bagian kata atau kelompok kata. Contoh: Huruf
pertama kata ajeg ialah a
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah
atau ungkapan asing , kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya. Dalam
tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring
diberi garis dibawahnya. Contoh: Weltarschauung diterjemahkan menjadi
“ pandangan hidup”.
D. Pemakaian Tanda Baca
Tanda baca adalah simbol dalam bahasa Indonesia yang memiliki banyak
bentuk. Selain tersedia dalam berbagai bentuk, fungsi tanda baca juga berbeda-
beda. Dalam membuat sebuah karya tulis seperti naskah, laporan, hingga novel,
tanda baca adalah pelengkap yang harus digunakan. Tanda baca yang dapat
mempermudah pembaca dalam memaknai karya tulis yang dibuat tersebut. Tanda
baca tidak memiliki keterikatan dengan suara atau fenom dan frasa. Peranan tanda
baca dapat menunjukkan struktur tulisan, intonasi, dan jeda sewaktu dibacakan.
Berikut adalah contoh penggunaan beberapa tanda baca yang umum
terdapat dalam berbagai karya tulis;
1. Tanda Titik (.)
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Contoh: Ayahku tinggal di Solo.
2. Tanda Koma (,)
Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilang.
Contoh: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
3. Tanda Titik Koma (;)
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara. Contoh: Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
4. Tanda Titik Dua (:)
Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pertanyaan lengkap jika diikuti
rangkaian atau pemerian. Contoh: Kita sekarang memerlukan perabot rumah
tangga: kursi, meja, dan lemari.
5. Tanda Hubung (-)
Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian
baris. Contoh: Di samping cara-cara lama itu ada juga yang baru.

6. Tanda Pisah (―)


Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di
luar bangun kalimat. Contoh: Kemerdekaan bangsa itu―yakin akan
tercapai―diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.

7. Tanda Elipsis (...)


Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Contoh: Kalau begitu ...
ya, marilah kita bergerak.

8. Tanda Tanya (?)


Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Contoh: Kapan kita berangkat?

9. Tanda Seru (!)


Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupaun rasa
emosi yang kuat. Contoh: Alangkah seramnya peristiwa itu!

10. Tanda Kurung ((...))


Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Contoh: Bagian
Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.

11. Tanda Kurung Siku ([ ])


Tanda kurung siku mengapit huruf, kata atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu
menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam
naskah asli. Contoh: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gerimis.

12. Tanda Petik (“...”)


Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah
atau bahan tertulis lain. Contoh: “Saya belum siap ,” kata Mira, ”tunggu
sebentar!”.

13. Tanda Petik Tunggal („...‟)


Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Contoh: Tanya Basri, ”Kau dengar bunyi „kring-kring‟ tadi?

14. Tanda Garis Miring (/)


Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Contoh: No.
7/PK/1973 Jalan Kramat III/10 Tahun anggaran 1985/1986

15. Tanda Penyingkat atau apostrof ( „)


Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka
tahun. Contoh: Ali „kan kusurati. („kan = akan ) 1 Januari ‟88 ( ‟88 = 1988)

E. Penulisan Unsur Serapan


Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa selain Bahasa Indonesia
(bahasa daerah atau bahasa luar negeri), yang kemudian ejaan, ucapan, dan
penulisannya disesuaikan dengan penuturan masyarakat Indonesia untuk
menambah kosa kata. Tata cara penulisan kata serapan ini ada panduannya
tersendiri yang telah diatur oleh Badan Bahasa.
Ada beberapa cara masuk atau serapan bahasa asing ke dalam Bahasa
Indonesia, yaitu:
1. Adopsi, yaitu penyerapan bahasa asing secara menyeluruh, contoh:
supermarket, bus, radio, film.
2. Adaptasi, yaitu penyerapan bahasa asing dimana ejaan dan cara penulisan
disesuaikan dengan aturan Bahasa Indonesia, contoh: organisasi, abstrak,
diskon, foto.
3. Pungutan, yaitu penyerapan bahasa asing dengan mengambil konsep dasar
yang kemudian dicari padanan katanya (diterjemahkan), contoh:
background, whiteboard, reschedule.
Kata-kata serapan ini biasanya diambil dari berbagai bahasa, seperti
diantaranya:
 Bahasa Inggris, seperti book = buku atau coffee = kopi
 Bahasa Jawa Kuno atau Sansekerta, seperti duraka = durhaka atau sahaya
= saya
 Bahasa Arab, seperti abad = abad atau halal = halal
 Bahasa Belanda, seperti akte = akte atau kaartjes = karcis
 Bahasa Latin, seperti eror = eror atau familia = keluarga
 Bahasa China, seperti cincau = cincau atau encing = tante
 Bahasa Portugis, seperti banco = bangku atau armada = armada
Kata serapan kadang disebut sebagai kata pungutan atau kata pinjam
karena berasal dari bahasa lain yang dipungut atau dipinjam dan dijadikan
kosakata dalam Bahasa Indonesia. Penggunaan kata-kata serapan biasanya
merupakan hasil konsensus yang kemudian tata penulisannya didasarkan pada
panduan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai