A. Pengantar
Pada bahasan ini, mahasiswa akan mempelajari konsep Ejaan Bahasa Indonesia, sejarah
dan perkembangan EBI, penulisan huruf dan kata, serta penulisan unsur serapan dan tanda baca.
B. Materi Pembelajaran
1. Konsep Ejaan
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan
bagaimana antarhubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggambungannya
dalam suatu bahasa). Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan ialah penulisan huruf,
penulisan kata, dan pemakaian tanda baca (Arifin, 2008: 164). Ejaan adalah sebuah ilmu yang
mempelajari bagaimana ucapan atau apa yang dilisankan oleh seseorang ditulis dengan perantara
lambang-lambang atau gambar-gambar bunyi.
Menurut Suyanto (2011:90) ejaan adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana
ucapan atau apa yang di-lisankan oleh seseorang ditulis dengan perantara lambanglambang atau
gambar-gambar bunyi. Ejaan adalah keseluruhan peraturan dalam melambangkan bunyi-bunyi
ujaran, menempatkan tanda-tanda baca, memotong suku kata, dan menghubungkan kata-kata
(Suryaman dalam Rahayu, 1997:15).
Ejaan tidak menyangkut pelafalan kata saja tetapi juga menyangkut cara penulisan. Ejaan
merupakan cara menuliskan kata atau kalimat dengan memeperhatikan penggunaan tanda baca
dan huruf (Yulianto dalam Kustomo, 2015:59). Sedangkan menurut Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa (2016), ―ejaan adalah kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata,
kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca‖.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, ejaan adalah cara pelafalan dan cara penulisan tanda baca,
kata, dan kalimat dalam bentuk tulis.
2. Sejarah dan Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan merupakan seperangkat aturan yang dibuat untuk dipedomani dalam memindahkan
bahasa lisan suatu masyarakat menjadi bahasa tulis. Dengan demikian, jika ejaan tersebut belum
mapan dan masih memiliki kekurangan-kekurangan dan keterbatan-keterbatasan, ejaan yang
sudah ada itu akan mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan zaman masyarakatnya.
Penataan ejaan suatu bahasa amat pelu berorientasi pada keperluan penggandaan melalui
peralatan atau mesin-mesin tulis percetakan. Hal ini berarti bahwa keberadaan grafem-grafem
atau huruf-huruf dan penanda-penanda yang terdapat dalam mesin tulis perlu memperhitngkan
kemudahan dan ketepatan dalam penulisan, jadi, kesederhanaan ejaan sangat penting menjadi
orientasi utama dalam penataannya.
Ejaan bahasa Indonesia perlu dibakukan untuk meningkatkan ekstensi ragam bahasa
Indonesia baku. Pembakuan ejaan merupakan salah satu aspek yang harus dibakukan selain
pembakuan tata istilah, pembakuan tata bahasa, dan pembakuan ujaran atau ucapan bahasa
Indonesia.
Untuk aspek yang terakhir, Halim (1979:27) menyatakan bahwa pembakuan bahasa
Indonesia sebagai bahasa ujar non-teknis agaknya mendapat prioritas terakhir bukan karena tidak
penting, tetapi karena kenyataan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua bagi
kebanyakan orang Indonesia dan bukan sebagai bahasa Ibu. Oleh karena itu, pembakuan ujaran
lisan bahasa Indonesia masih sulit untuk dilakukan. Penutur bahasa Indonesia yang beragam
bahasa pertamanya (bahasa ibunya) akan berpengaruh negatif dalam penerapan bahasa baku
lisan bahasa Indonesia yang akan dirancang. Namun, sebagai pedoman yang agak jelas untuk
bahasa lisan bahasa Indonesia sudah ada, yakni tuturan bahasa Indonesia yang sudah tidak jelas
lagi asal etnis atau daerah penuturnya.
Ejaan dalam bahasa Indonesia diubah, dikembangkan, dan disempurnakan oleh Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Usaha
tersebut menghasilkan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun
2015 tentang PUEBI.
Pengubahan, pengembangan, dan penyempurnaan ejaan dalam bahasa Indonesia
dilakukan selama 114 tahun, dimulai dari 1901 sampai dengan 2015. Selama itu, berbagai nama
disematkan pada ejaan bahasa kita. Untuk memberikan gambaran perkembangan ejaan di
Indonesia berdasarkan tahun penetapannya, tabel 1 dapat dicermati. Tabel berikut merupakan
intisari dari pengantar yang terdapat pada Buku Pedoman Umum Ejaaan Bahasa Indonesia (Tim
Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, 2016).
Berikut akan disajikan dalam tabel 1 yang menunjukkan tahun-tahun penting perjalanan
ejaan bahasa Indonesia. Penjelasan detil tentang tahun-tahun tersebut dan peristiwa yang terjadi
hingga ciri-ciri setiap ejaan akan dibahas pada bagian berikut ini.
No. Tahun Bentuk Pengesahan
1. 1901 Ejaan bahasa Melayu dengan huruf latin sesuai rancangan Ch. A.
van Ophuijsen
b. Ejaan Republik
Ciri khusus Ejaan Republikmeliputi penggunaan huruf oe, bunyi hamzah, kata ulang
dengan angka 2, awalan di- dan kata depan di, dan penghilangan tanda diakritis (Erikha, 2015).
Berikut kelima ciri khusus tersebut.
1) Huruf oe disederhanakan menjadi u misalnyadulu, aku, republik.
2) Bunyi hamzah (‗) ditulis dengan k sehingga tidak ada lagi kata ra‘yat dan ta‘ tetapi
menjadi rakyat dan tak.
3) Kata ulang ditulis dengan angka 2 seperti pada anak2, ber-dua2-an, ke-laki2-an.
4) Awalan di- dan kata depan di keduanya ditulis serangkai dengan kata yang menyertainya,
misaldijalan, diluar, dijual, diminum.
5) Penghapusan tanda diakritis schwa atau e‗pepet‘ (ẻ) menjadi e sehingga tidak ada lagi
ada tulisankẻnari dan kẻluarga, tetapi keluarga dan kehadiran.
c. Ejaan Pembaharuan
Menurut Padamu (2016) ciri khas Ejaan Pembaharuan ada empat, yaitu perubahan
gabungan konsonan dan gabungan vokal. Berikut keempat ciri khas tersebut.
1) Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ Perubahan penulisan gabungan huruf konsonan
dari gabungan konsonan ng menjadi satu huruf ŋ. Misalnya, mengalah menjadi meŋalah.
2) Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń Perubahan penulisan gabungan huruf konsonan
dari gabungan konsonan njmenjadi satu hurufń. Misalnya, menjanjimenjadimeńańi.
3) Gabungan konsonan sj menjadi š Perubahan penulisan gabungan huruf konsonan dari
gabungan konsonan sjmenjadi satu hurufš. Misalnya, sjarat menjadišarat.
4) Gabungan vokal ai, au, dan oi, menjadi ay, aw, dan oy Perubahan penulisan gabungan
huruf vokal (diftong) dari gabungan vokal ai, au, danoimenjadiay, aw, dan oy. Misalnya,
balai, engkau, dan amboi menjadi balay, engkaw, dan amboy.
d. Ejaan Melindo
Ejaan Melindo dapat dikenali dari enam ciri berikut (Padamu, 2016 dan Erikha, 2015).
1) Gabungan konsonan tj pada kata tjara, diganti dengan csehingga ditulis cara.
2) Gabungan konsonan njpada kata njanji, ditulis dengan huruf nc, sehingga menjadi huruf
yang baru.
3) Kata menyapu akan ditulis meɳapu.
4) Gabungan sypada kata syair ditulis menjadi Ŝyair.
5) Gabungan ng pada kata ngopi ditulis menjadi ɳopi
6) Diftong oi seperti pada kata koboi ditulis menjadi koboy.
e. PUEYD
PUEYD tahun 1972 memiliki tujuh ciri khas yang disarikan dari Pamungkas (tanpa
tahun). Berikut ketujuh ciri khusus EYD tahun 1972.
1) Huruf diftong oi hanya ditemukan di belakang kata, misalnya oi pada kata amboi.
2) Bentuk gabungan konsonan kh, ng, ny, dan sy termasuk kelompok huruf konsonan.
3) Masih menggunakan dua istilah yaitu huruf besar dan huruf kapital.
4) Penulisan huruf hanya mengatur dua macam huruf yaitu huruf besar atau huruf kapital
dan huruf miring.
5) Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang menggunakan spasi antara lambang dengan
angka, misalnya Rp 500,00.
6) Tanda petik dibedakan istilah dan penggunaannya menjadi dua, yaitu tanda petik ganda
dan tanda petik tunggal.
7) Terdapat tanda ulang berupa angka 2 biasa (bukan kecil di kanan atas [2] atau juga bukan
di kanan bawah [2]) yang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan
pengulangan kata dasar, misalnya dua2, mata2, dan hati2.
Terdapat lima ciri khusus dalam PUEYD tahun 1988. Berikut kelima ciri tersebut.
1) Penggunana huruf kapital dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan
terdapat catatan tambahan, yaitu (1) bila terdiri dari kata dasar maka tulisan disambung,
misalnya Tuhan Yang Mahakuasa, (2) bila terdiri dari kata berimbuhan maka penulisan
dipisah, misalnya Tuhan Yang Maha Pengasih.
2) Huruf kapital sebagai huruf pertama nama orang diberi keterangan tambahan, yaitu jika
nama jenis atau satuan ukuran ditulis dengan huruf kecil, misalnya mesin diesel, 10 volt,
dan 5 ampere.
3) Huruf kapital yang digunakan sebagai nama khas geografi diberi catatan tambahan, yaitu
(1) istilah geografi bukan nama diri ditulis dengan huruf kecil, misalnya berlayar ke
teluk, (2) nama geografi sebagai nama jenis ditulis dengan huruf kecil, misalnya, gula
jawa.
4) Huruf kapital yang digunakan sebagai nama resmi badan dan dokumen resmi terdapat
catatan tambahan, yaitu jika tidak diikuti nama maka ditulis dengan huruf kecil, misalnya
sebuah republik dan menurut undang-undang yang berbeda dengan Republik Indonesia
dan Undang-Undang Dasar 1945.
5) Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang menggunakan spasi antara lambang dengan
angka terdapat catatan tambahan, yaitu (1) untuk desimal pada nilai mata uang dolar
dinyatakan dengan titik, misalnya $3.50, (2) angka yang menyatakan jumlah ribuan
dibubuhkan tanda titik, misalnya Buku ini berusia 1.999 tahun.
f. PUEBI
Ciri khusus PUEBI pada Permendikbud Nomor 50 tahun 2015, yaitu pada huruf vokal,
untuk pengucapan (pelafalan) kata yang benar digunakan diakritik yang lebih rinci, yaitu sebagai
berikut.
1) Diakritik (é) dilafalkan [e], misalnya Anak-anak bermain di teras (téras); diakritik (è)
dilafalkan [Ɛ], misalnya Kami menonton film seri (sèri); diakritik (ê) dilafalkan [Ə],
misalnya Pertandingan itu berakhir seri (sêri).
2) Pada huruf konsonan terdapat catatan penggunaan huruf q dan x yang lebih rinci, yaitu:
(a) huruf q dan x khusus digunakan untuk nama diri dan keprluan ilmu; (b) huruf x pada
posisi awal kata diucapkan [s].
3) Pada huruf diftong terdapat tambahan, yaitu diftong ei misalnya pada kata eigendom,
geiser, dan survei.
4) Pada huruf kapital aturan penggunaan lebih diringkas (pada PUEYD terdapat 16 aturan,
sedangkan pada PUEBI terdapat 13 aturan) dengan disertai catatan.
5) Pada huruf tebal terdapat pengurangan aturan sehingga hanya ada dua aturan, yaitu
menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring dan menegaskan bagian karangan
seperti judul buku, bab, atau subbab.
Penulisan huruf juga dijelaskan berikut ini.
a. Huruf Kapital
1) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat.
Misalnya:
Apa maksudnya?
Dia membaca buku.
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam.
2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Halim Perdanakusumah
Wage Rudolf Supratman
Jenderal Kancil
Dewa Pedang
Alessandro Volta
André-Marie Ampère
Mujair
Rudolf Diesel
Catatan:
(1) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang merupakan nama
jenis atau satuan ukuran. Misalnya: ikan mujair, mesin diesel, 5 ampere, dan 10 volt.
(2) Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata yang bermakna
‗anak dari‗, seperti bin, binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas.
Misalnya:
Abdul Rahman bin Zaini
Siti Fatimah binti Salim
Indani boru Sitanggang
Charles Adriaan van Ophuijsen
Ayam Jantan dari Timur
Mutiara dari Selatan
3) Huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Orang itu menasihati anaknya, "Berhati-hatilah, Nak!"
"Mereka berhasil meraih medali emas," katanya.
"Besok pagi," kata dia, "mereka akan berangkat."
4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata nama agama, kitab suci, dan
Tuhan, termasuk sebutan dan kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Islam Alquran
Kristen Alkitab
Hindu Weda
Allah
Tuhan
Allah akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya.
Ya, Tuhan, bimbinglah hamba-Mu ke jalan yang Engkau beri rahmat.
5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar
akademik yang mengikuti nama orang.
Misalnya:
Sultan Hasanuddin
Mahaputra Yamin
Haji Agus Salim
Imam Hambali
Nabi Ibrahim
Raden Ajeng Kartini
Doktor Mohammad Hatta
Agung Permana, Sarjana Hukum
Irwansyah, Magister Humaniora
6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai
sebagai sapaan.
Misalnya:
Selamat datang, Yang Mulia.
Semoga berbahagia, Sultan.
Terima kasih, Kiai.
Selamat pagi, Dokter.
Silakan duduk, Prof.
Mohon izin, Jenderal.
7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama
instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
Proklamator Republik Indonesia (Soekarno-Hatta)
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Gubernur Papua Barat
8) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Dani
bahasa Bali
Catatan:
Nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata
turunan tidak ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
pengindonesiaan kata asing
keinggris-inggrisan
kejawa-jawaan
9) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari besar
atau hari raya.
Misalnya:
tahun Hijriah tarikh Masehi
bulan Agustus bulan Maulid
hari Jumat hari Galungan
hari Lebaran hari Natal
10) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah.
Misalnya:
Konferensi Asia Afrika
Perang Dunia II
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Catatan:
Huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama tidak ditulis
dengan huruf kapital.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Jakarta Asia Tenggara
Pulau Miangas Amerika Serikat
Bukit Barisan Jawa Barat
Dataran Tinggi Dieng Danau Toba
Jalan Sulawesi Gunung Semeru
Ngarai Sianok Jazirah Arab
Selat Lombok Lembah Baliem
Sungai Musi Pegunungan Himalaya
Teluk Benggala Tanjung Harapan
Terusan Suez Kecamatan Cicadas
Gang Kelinci Kelurahan Rawamangun
Catatan:
(1) Huruf pertama nama geografi yang bukan nama diri tidak ditulis dengan huruf
kapital.
Misalnya:
berlayar ke teluk mandi di sungai
menyeberangi selat berenang di danau
(2) Huruf pertama nama diri geografi yang dipakai sebagai nama jenis tidak ditulis
dengan huruf kapital.
Misalnya:
jeruk bali (Citrus maxima)
kacang bogor (Voandzeia subterranea)
nangka belanda (Anona muricata)
petai cina (Leucaena glauca)
(3) Nama yang disertai nama geografi dan merupakan nama jenis dapat dikontraskan
atau disejajarkan dengan nama jenis lain dalam kelompoknya.
Misalnya:
Kita mengenal berbagai macam gula, seperti gula jawa, gula pasir, gula tebu, gula
aren, dan gula anggur.
Kunci inggris, kunci tolak, dan kunci ring mempunyai fungsi yang berbeda.
b. Huruf Miring
1) Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat kabar
yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Saya sudah membaca buku Salah Asuhan karangan Abdoel Moeis.
Majalah Poedjangga Baroe menggelorakan semangat kebangsaan.
Berita itu muncul dalam surat kabar Cakrawala.
Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi Keempat (Cetakan
Kedua). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2) Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata dalam kalimat.
Misalnya:
Huruf terakhir kata abad adalah d.
Dia tidak diantar, tetapi mengantar.
Dalam bab ini tidak dibahas pemakaian tanda baca.
Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan lepas tangan.
3) Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau
bahasa asing.
Misalnya:
Upacara peusijuek (tepung tawar) menarik perhatian wisatawan asing yang berkunjung ke
Aceh.
Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana.
Weltanschauung bermakna 'pandangan dunia'.
Ungkapan bhinneka tunggal ika dijadikan semboyan negara Indonesia.
Catatan:
(1) Nama diri, seperti nama orang, lembaga, atau organisasi, dalam bahasa asing atau bahasa
daerah tidak ditulis dengan huruf miring.
(2) Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer), bagian yang akan dicetak
miring ditandai dengan garis bawah.
(3) Kalimat atau teks berbahasa asing atau berbahasa daerah yang dikutip secara langsung
dalam teks berbahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring.
c. Huruf Tebal
1) Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring.
Misalnya:
Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan, tidak terdapat dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan.
Kata et dalam ungkapan ora et labora berarti ‗dan‗.
2) Huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagian- bagian karangan, seperti judul buku,
bab, atau subbab.
Misalnya:
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Kondisi kebahasaan di Indonesia yang diwarnai oleh satu bahasa standar dan ratusan
bahasa daerah—ditambah beberapa bahasa asing, terutama bahasa Inggris—membutuhkan
penanganan yang tepat dalam perencanaan bahasa. Agar lebih jelas, latar belakang dan
masalah akan diuraikan secara terpisah seperti tampak pada paparan berikut.
h. Partikel
Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik.
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
i. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya karena pun sudah hampir
seperti kata lepas.
Misalnya: Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Akan tetapi, kelompok kata berikut, yang sudah dianggap padu benar, ditulis serangkai.
Jumlah kata seperti itu terbatas, hanya ada dua belas kata, yaitu walaupun, meskipun,
andaipun, biarpun, adapun, ataupun, bagaimanapun, kendatipun, kalaupun, maupun,
sungguhpun dan sekalipun (yang berarti walaupun atau meskipun).
Misalnya: Walaupun miskin, ia tetap bahagia.
Sekalipun sering sakit, satu kali pun ia belum pernah
meminum obat.
j. Partikel per yang berarti ‗mulai‘, ‗demi‘, dan ‗tiap‘ ditulis terpisah dari bagian kalimat
yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya: Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga apel itu Rp2.000,00 per buah.
k. Singkatan dan Akronim
Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
1) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti oleh tanda titik.
Misalnya: A.S. Kramawijaya
Suman Hs.
M.B.A. master of business administration
M.Sc. master of science
2) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi,
serta nama dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf
kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya: DPR dewan perwakilan rakyat
GBHN garis-garis besar haluan negara
3) Singkatan umum yang ditulis dengan huruf kecil dan terdiri atas tiga huruf atau lebih
diikuti oleh satu tanda titik, sedangkan singkatan yang terdiri atas dua huruf diberi dua
buah tanda titik.
Misalnya: dll. dan lain-lain s.d. sampai dengan
dsb. dan sebagainya a.n. atas nama
dkk. dan kawan-kawan u.p. untuk perhatian
4) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti oleh tanda titik.
Misalnya: Cu cuprum
TNT trinitrotulen
Ibu membeli 50 kg beras.
Harga kain itu Rp30,000,00 per meter.
5) Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti oleh tanda titik.
a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya
dengan huruf kapital.
Misalnya: ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
b) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kaptal.
Misalnya: Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
c) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya: pemilu pemilihan umum
radar radio detecting and ranging
l. Angka dan Lambang
1) Angka
a) Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan
lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M
(1000)
e tetap e
effect efek
description deskripsi
ea tetap ea
idealist idealis
habeas baheas
ee (Belanda) menjadi e
stratosfeer stratosfer
systeem sistem
ei tetap ei
eicosane eikosan
eidetic eidetik
eo tetap eo
stereo stereo
geometry geometri
eu tetap eu
neutron neutron
eugenol eugenol
f tetap f
fanatic fanatik
factor factor
gh menjadi g
sorghum sorgum
gue menjadi ge
igue ige
gigue gige
i pada awal suku kata di muka vokal tetap i
iambus iambus
ion ion
ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i
politiek politik
riem rim
q menjadi k
aquarium akuarium
frequency frekuensi
rh menjadi r
rhapsody rapsodi
rhombus rombus
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk
scandium skandium
scoptopia skoptopia
sc di muka e, i, dan y menjadi s
scenography senografi
scintillation sintilasi
sch di muka vokal menjadi sk
schema skema
schizophrenia skizofrenia
t di muka i menjadi s jika lafalnya s
ratio rasio
actie aksi
th menjadi t
theocracy teokrasi
orthography ortografi
u tetap u
unit unit
nucleolus nucleolus
ua tetap ua
dualism dualism
aquarium akuarium
ue tetap ue
suede sued
duet duet
ui tetap ui
equinox ekuinoks
conduite konduite
uo tetap uo
fluorescein fluoresein
quorum kuorum
quota kuota
uu menjadi u
prematuur prematur
vacuum vakum
v tetap v
vitamin vitamin
television televise
x pada awal kata tetap x
xanthate xantat
xenon xenon
xc di muka e dan i menjadi ks
exception eksepsi
excess ekses
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
excavation ekskavasi
excommunication ekskomunikasi
y tetap y jika lafalnya y
yakitori yakitori
yangonin yangonin
y menjadi y jika lafalnya i
yttrium itrium
dynamo dinamo
z tetap z
zenith zenith
zirconium zirkonium
konsonan ganda menjadi tunggal, kecuali kalau dapat membingungkan.
Misalnya:
gabbro gabro
commission komisi
tetapi:
mass massa
b. Penulisan Tanda Baca
1) Tanda Titik (.)
a) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
b) Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar. Misalnya:
(1) III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1.…
(2) 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
c) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu. Misalnya: Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
d) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan jangka waktu.
Misalnya: 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 am (30 detik)
e) Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang
tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit. Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
f) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
g) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang
tidak menunjukkan jumlah. Misalnya: Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung. Lihat
halaman 2345 seterusnya.
h) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau
kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya: Acara kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab 1 UUD ‘45)
Salah Asuhan
i) Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2)
nama dan alamat surat.
Misalnya: Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)1 April 1985 (tanpa titik)
Atau: Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini 71 (tanpa titik) Jakarta (tanpa titik)
2) Tanda Koma (,)
a) Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Satu, dua, … tiga!
b) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, sedangkan atau melainkan.
Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
c) Tanda koma dipakai memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat
mendahului induk kalimat.
Misalnya: Kalau hari hujan, saya tidak datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
d) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika
anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya: Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
e) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi
pula,meskipun begitu, akan tetapi, namun, meskipun demikian, dalam hubungan
itu, sementara itu, selanjutnya, pertama, kedua, padahal, kemudian, kalau begitu,
misalnya, selain itu, dan sebagainya.
Misalnya: ….Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
…. Jadi, soalnya tidak semudah itu.
f) Tanda koma dipakai memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata
lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya: O, begitu?
Wah, bukan main!
g) Tanda koma dipakai memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya: Kata ibu ―Saya gembira sekali.‖
―Saya gembira sekali,‖ kata ibu, ―karena kamu lulus.‖
h) Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii)
tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan.
Misalnya: Surat itu dialamatkan kepada Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas
Islam ―45‖, Jalan Cut Meutia 83, Bekasia.
i) Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya
dalam daftar pustaka. Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2.
Djakarta: Pustaka Rakjat.
j) Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya: W.J.S.
Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta: UP
Indonesia, 1967), hlm. 4.
k) Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya
untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya: B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
l) Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
Misalnya: 12,5 m
Rp12,50
m) Tanda koma dipakai mengapit keterangan tambahan yang sifatnya
tidak membatasi.
Misalnya: Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak laki-laki memakan sirih.
n) Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan
yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya: Dalam upaya pembinaan bahasa, kita memerlukan sikap
yang sungguh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
o) Tanda koma tidak dipakai memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langung itu berakhir dengan tanda tanya
atau seru.
Misalnya: ―Di mana Saudara tinggal?‖ Tanya Karim.
―Berdiri lurus-lurus!‖ Perintahnya.
3) Tanda Titik Koma (;)
a) Tanda titik koma dapat dipakai memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara. Misalnya: Malam akan larut; pekerjaan belum selesai juga.
b) Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk
memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk. Misalnya: Ayah
mengurus tanamannya di kebun itu; ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghafal
nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran ―Pilihan
Pendengar.‖
4) Tanda Titik Dua (:)
a) Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian atau pemerian. Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
b) Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan.
Misalnya: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan
Ekonomi Perusahaan.
c) Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya: a. Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat Sidang : Ruang 104
Hari : Senin
Waktu : 09.30
d) Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan
pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) ―Bawa kopor ini, Mir!‖
Amir : ―Baik, Bu.‖ (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : ―Jangan lupa. Letakkan baik-baik!‖ (duduk di kursi besar)
e) Tanda titik dua dipakai, yaitu (1) di antara jilid atau nomor dan halaman, (2) di
antara bab dan ayat dalam kitab suci, (3) di antara judul dan anak judul suatu
karangan, dan (4) di antara nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya: Tempo, I (34), 1971: 7
Surah Yasin: 9
5) Tanda Hubung (-)
a) Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian
baris. Misalnya: Di samping cara-cara lama itu juga cara yang baru.
b) Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal
baris.
Misalnya: Beberapa pendapat mengenai masalah i-
tu telah disampaikan ….
Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-
u beranjak
penulisan yang benar:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan ….
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak ….
c) Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau
akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Misalnya: Kini ada
cara baru mengukur panas. Akhiran i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu
huruf saja pada pangkal baris.
d) Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya: Anak-anak,
berulang-ulang, kemerah-merahan.
e) Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a, 8-4-1973.
f) Tanda hubung boleh dipakai memperjelas (1) hubungan bagian-bagian kata atau
ungkapan, dan (2) penghilangan bagian kelompok kata. Misalnya: ber-evolusi,
dua puluh lima-ribuan (20 x 5.000), tanggung jawab-dan kesetiakawanan-sosial
g) Tanda hubung dipakai untuk merangkai (1) se- dengan kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf kapital, (2) ke- dengan angka, (3) angka dengan -an, (4)
singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (5) nama jabatan
rangkap. Misalnya: se Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, dan tahun 50-an.
h) Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur
bahasa asing. Misalnya: di-smash, pen-tackle-an.
6) Tanda Pisah (―)
a) Tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang
memberi penjelasan di luar bangun kalimat. Misalnya: Kemerdekaan bangsa
itu―saya yakin akan tercapai―diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
b) Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau
keterangan yang lain, sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian
temuan ini―evolusi, teori kenisbian, dan pembelahan atom―telah mengubah
konsepsi kita tentang alam semesta.
c) Tanda pisah dipakai di antara dua dilangan, tanggal, atau tempat yang berarti
‗sampai dengan‘ atau ‗sampai ke‘.
Misalnya: 1910―1945
Tanggal 5―10 April 1970
Jakarta―Bandung