Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SEJARAH BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

DISUSUN OLEH

NAMA : TIARA HAPSARI

NIM : A111 19 041

KELAS : A

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2020

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan karena selain digunakan
sebagai alat komunikasi secara langsung atau lisan, bahasa juga dapat digunakan sebagai
alat komunikasi secara tulisan. Dalam era globalisasi dan pembangunan reformasi
demokrasi seperti sekarang ini, masyarakat dituntut secara aktif untuk dapat mengawasi
dan memahami informasi di segala aspek kehidupan sosial secara baik dan benar. Untuk
memahami informasi tersebut, bahasa berfungsi sebagai media penyampaian secara baik
dan tepat dan dengan penyampaian informasi secara tertulis, diharapkan masyarakat
dapat menggunakan media tersebut secara baik dan benar.
Guna memadukan satu kesepakatan dalam etika berbahasa, di sinilah peran aturan baku
digunakan. Dalam hal ini kita selaku warga negara yang baik hendaknya selalu
memperhatikan rambu-rambu ketatabahasaan Indonesia yang baik dan benar. Ejaan
adalah salah satu dari rambu-rambu tersebut. Seringkali ejaan di Indonesia mengalami
pergantian dari tahun ke tahun guna mengikuti perkembangan zaman. Adapun tujuan dari
pergantian sistem ejaan di Indonesia tak lain untuk menyempurnakan aturan berbahasa
masyarakat Indonesia dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
adalah wujud kongkret dari penyempurnaan ejaan di Indonesia saat ini. Perkembangan
ejaan, khususnya Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Ejaan Bahasa Indonesia di
Indonesia adalah sub materi dalam ketatabahasaan Indonesia yang memiliki peran cukup
besar dalam mengatur etika berbahasa secara tertulis sehingga diharapkan informasi
tersebut dapat disampaikan dan dipahami secara baik dan terarah. Dalam praktiknya
diharapkan aturan tersebut dapat digunakan dalam keseharian masyarakat sehingga
proses penggunaan tata bahasa Indonesia dapat dilakukan secara baik dan benar.

II. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan
sebuah masalah yakni, “sejarah Perkembangan bahasa dari sebelum terbentuknya bahasa
indonesia hingga di era sekarang yang sedang menggunakan ejaan PUEBI”

PEMBAHASAN

A. SEJARAH SINGKAT BAHASA INDONESIA


Proses terbentuknya bahasa Indonesia tidak akan terlepas dari sejarah Indonesia,
mulai dari masa masuknya Hindu sampai kemerdekaan Indonesia.
Sultan Takdir Alisjahbana mengemukakan bahwa lingua franca di Indonesia mengikuti
bahasa asing penguasa, yaitu bahasa sansekerta pada masa Hindu budha, bahasa Arab
pada masa Islam, bahasa belanda pada masa penjajahan, dan bahasa Jepang pada masa
kependudukan Jepang. Walaupun demikian sebagian besar rakyat Indonesia lebih
memilih menggunakan bahasa daerah mereka dalam pergaulan sehari-hari.  
Sejak awal Masehi lingua franca di Indonesia adalah bahasa Melayu. Sebaran bahasa
Melayu ini sangat luas sehingga sejak lama bahasa melayu dikenal di nusantara bahkan
telah meluas hampir semua kawasan Asia tenggara (Arifin dan Tasai 2002).
Daya sebar bahasa melayu sangat kuat dan luas dari dulu hingga sekarang. Bahasa melayu
menyebar hingga beberapa Negara atau sejumlah wilayah Indonesia.
Secara garis besar Arifin dan Tasai (2002) mengemukakan empat factor penyebab
bahasa melayu diangkat sebagai bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca, bahasa perhubungan, dan bahasa
perdagangan
2. Bahasa melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal
tingkatan bahasa, seperti dalam bahasa jawa (ngoko, kromo) atau perbedaan bahasa
kasar dan halus seperti dalam bahasa sunda (kasar, lemes)ò
3. Suku jawa, suku sunda, dan suku-suku yang lain dengan suka rela menerima bahasa
melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahas kebudayaan
dalam artian luas.

Empat faktor penyebab diangkatnya bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia


itu tentu merupakan kekuatan yang menjamin adanya kelangsungan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pemersatuan atau sebagai salah satu perekat bagi keutuhan bangsa
Indonesia. Puncaknya, 28 Oktober 1928 pada kongres pemuda di Jakarta, pemuda-
pemuda Indonesia mengucapkan Sumpah Pemuda. Isi sumpah ketiga  “berbahasa yang
satu, bahasa Indonesia” telah memastikan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pemersatu bangsa Indonesia. Pada kongres itu pula, nama bahasa melayu digantikan
dengan bahasa Indonesia untuk pertama kalinya. Ketika jepang datang ke Indonesia
mereka segera menghapus bahasa belanda dan menggantikannya dengan bahasa Jepang.
Terdesak oleh perang Asia Timur raya, Jepang berniat memakai tenaga bangsa Indonesia
dalam perang terpaksa harus memakai bahs Indonesia untuk berkomunikasi. Hal itu
disebabkan karena bahasa jepang belum dikuasai oleh sebagian besar rakyat bangsa
Indonesia. Akhirnya pada tanggal 20 Oktober 1942 didirikanlah komisi bahasa Indonesia
yang bertugas menentukan kata-kata umum bagi bangsa Indonesia. Kemudian , suatu hari
setelah kemerdekaan Indonesia, yaitu 18 Agustus 1945, bahasa Indonesia pun diresmikan
sebagai bahasa nasional. Selanjutnya bulan Oktober disebut sebagai bulan bahasa karena
dibulan inilah bahasa Indonesia pertama kali dikumandangkan sebagai bahasa nasional
dan bahasa pemersatu bangsa.                       

B. SEJARAH EJAAN YANG BERLAKU DI INDONESIA

Ejaan merupakan hal yang sangat penting di dalam pemakaian bahasa terutama
dalam ragam bahasa tulis. Yang dimaksudkan dengan ejaan sendiri adalah hal-hal yang
mencakup penulisan huruf, penulisan kata, termasuk singkatan, akronim, angka dan
lambang bilangan serta penggunaan tanda baca. Oleh karena itu, kita memerlukan ejaan
untuk membantu memperjelas komunikasi yang di sampaikan secara tertulis.
Dalam beberapa kurun waktu ini, Indonesia mengalami beberapa perubahan ejaan.
Sebelum EYD diresmikan pada tanggal 16 agustus 1972, Indonesia telah menggunakan
beberapa ejaan. Awalnya menggunakan Ejaan Van Ophuysen, lalu Ejaan Republik ( Ejaan
Soewandi ), Ejaan Pembaharuan, Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK),
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), baru kemudian Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) diresmikan
sampai sekarang ini. Dalam hubungannya dengan pembakuan bahasa, ejaan mempunyai
fungsi yang penting yaitu : sebagai landasan pembakuan tata bahasa, kosa kata dan
peristilahan, serta sebagai alat penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain kedalam
bahasa Indonesia. Mengingat pentingnya fungsi itu pembakuan ejaan perlu di capai
terlebih dahulu agar dapat menunjang pembakuan aspek kebahasaan lain. Namun, bukan
berarti kita harus menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan ejaan melainkan kita
boleh menggunakan bahasa yang tidak baku/bahasa percakapan yang tidak formal.
Karena sebenarnya penggunaan bahasa pada dasarnya digunakan sesuai dengan situasi
pemakaian.

1. Pengertian Ejaan
Ejaan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi khusus dan segi umum, secara khusus
ejaan dapat diartikan sebagai pelambangan bunyi-bunyi bahasa dengan huruf, baik
berupa huruf demi huruf maupun huruf yang telah disusun menjadi kata, kelompok kata
atau kalimat.
Secara umum, ejaan berarti keseluruhan ketentuan yang mengatur pelambangan
bunyi bahasa, termasuk pemisahan dan penggabungannya yang dilengkapi pula dengan
penggunaan tanda baca.
Dari keterangan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa ejaan merupakan hal-hal
mencakup penulisan huruf, penulisan kata, termasuk singkatan, akronim, angka dan
lambang bilangan, serta penggunaan tanda baca. Selain itu, juga tentang pelafalan dan
peraturan dalam penyerapan unsur asing.

2. Fungsi Ejaan
Dalam kaitannya dengan pembakuan bahasa, baik yang menyangkut  pembakuan
tata bahasa maupun kosakata dan peristilahan, ejaan mempunyai fungsi yang sangat
penting. Fungsi tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Sebagai landasan pembakuan tata bahasa
b. Sebagai landasan pembakuan kosakata dan peristilahan, serta
c. Alat penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia. Di
samping ketiga fungsi yang telah disebutkan diatas, ejaan sebenarnya juga mempunyai
fungsi yang lain. Secara praktis, ejaan berfungsi untuk membantu pemahaman pembaca
di dalam mencerna informasi yang disampaikan secara tertulis.

3. Bentuk- bentuk Ejaan yang pernah berlaku di Indonesia


Ejaan merupakan penggambaran lambang-lambang bunyi ajaran dan interelasi
antar lambang dalam suatu bahasa. Ejaan mengalami beberapa tahap perkembangan.
Sebelum Ejaan Yang Disempurnakan, ejaan telah mengalami perubahan berulang kali.
Awalnya yaitu ejaan Van Ophusyen yang di tetapkan pada tahun 1901 yang di susun oleh
Ch.A van Ophusyen.Lalu mulai berkembang lagi ejaan yang disebut Ejaan Republik atau
Ejaan Soewandi yang di ketuai Mr.Soewandi, yang disusun pada tanggal 19 Maret
1997.Ejaan Pembaharuan yang diketuai oleh Profesor Prijono, kemudian diganti dengan
E.Katoppo sehingga ejaan pembaharuan di kenal dengan konsep Ejaan Prijono-Katoppo.
Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia) yang disusun atas kerja sama antara pihak Indonesia
yang diwakili oleh Slamet Muljana dan pihak Persekutuan Tanah Melayu yang dipimpin
oleh Syed Nasir bin Ismail, memiliki konsep ejaan hampir sama dengan konsep ejaan
pembaharuan. Ejaan Baru atau LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan) yang dibentuk
oleh Kepala Lembaga Bahasa dan Kesusastraan. Kemudian baru penggunaan “Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Telah Disempurnakan” telah diresmikan oleh
Presiden Republik Indonesia Soeharto tepatnya pada tanggal 16 Agustus 1972.

C. PERBEDAAN – PERBEDAAN EJAAN YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA

1.  Ejaan Van Ophuijsen 1901


Penulisan Ejaan yang Disempurnakan pada masa- kemasa mengalami perubahan yang
dimulai dari ejaan Van Ophuijsen yang terdengar dalam Kongres Bahasa Indonesia I,
1983, di Solo. Ejaan van Ophuysen ini merupakan ejaan yang pertama kali berlaku dalam
bahasa Indonesia yang ketika itu masih bernama bahasa Melayu.

2.  Ejaan soewandi 1947


Setelah perubahan ejaan yang ini yang dikenal dengan ejaan Soewandi, muncullah
reaksi setelah pemulihan kedaulatan (1949) yang melahirkan ide yang muncul dalam
Kongres Bahasa Indonesia II di Medan (1954). Waktu itu pejabat Menteri Pendidikan dan
kebudayaan adalah Mr. Muh. Yamin yang memutuskan :
–         Ejaan sedapat-dapatnya menggambarkan satu fonem dengan satu huruf
–         Penetapan hendaknya dilakukan oleh suatu badan yang kompeten
–         Ejaan itu hendaknya praktis tetapi ilmiah.
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan Van 
Ophuijsen.  Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang
perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.

1. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur


2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak,
maklum, rakyat.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan
di- pada ditulis, dikarang.

3.  Ejaan Pembaharuan 1957


Perubahan selanjutnya ialah ejaan pembaruan oleh Prijono sebagai Dekan Fakultas
Universitas Indonesia yang menonjolkan beberapa huruf baru. Kemudian pada Kongres II
di Singapura dicetuskan suatu resolusi untuk menyatukan ejaan bahasa Melayu di
semenanjung Melayu dengan bahasa Indonesia di Indonesia.
Perubahan ejaan ini melakukan perubahan penting pada huruf <e>dengan pemberian
tanda aksen aigu, bunyi <ng>, <tj>, <nj>, <dj>diganti dengan lambang <ƞ>, <tj>, <ń>, dan
<j>, huruf <j diganti dengan <y>, vocal rangkap /ai/, /au/,/dan /oi/
4.  Ejaan Melindo 1959
Perkembangan selanjutnya ialah disetujunya perjanjian Persekutuan tanah melayu dan
Republik Indonesia yang menghasilkan konsep ejaan melindo (Ejaan Melayu-Indonesia).
Dalam konsep ini telah memunculkan huruf-huruf baru. Dengan munculnya huruf baru
ini menjadi suatu kendala karena pada huruf baru ini tidak ditemukannya dalam mesin
tik (kecuali c dan j), sehingga huruf tersebut tidak jadi dipakai atau diciptakannya.

5.  Ejaan LBK 1966


Ketidaksetujuan atas konsep melindo, maka muncullah konsep baru yaitu konsep LBK.
Dimana konsep ini sama sekali tidak menggunakan huruf-huruf baru, dan konsepnya
akan menyusun ejaan yang standar semakin penting. Penyusunan ini dituliskan dalam
seminar sastra 1968 dengan konsep ejaan baru. Konsep tersebut dinamakan Ejaan
Lembaga dan Kesusastraan (LBK).

6.  Ejaan yang disempurnakan 1972


Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak
tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi. Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan
pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan
Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan
buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai
patokan pemakaian ejaan itu. Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia
Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang
dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12
Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang
lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya
No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Sejak saat itulah konsep ini
diberi nama ejaan yang Disempurnakan. Jika dianalogkan dengan Ejaan Van Ophuijsen
dan Ejaan Soewandi, ejaan yang disempurnakan dapat disebut sebagai Ejaan Mashuri
karena Mashurilah yang dengan sepenuh tenaga sebagai Menteri pendidikan dan
kebudayaan, memperjuangkan sampai diresmikan oleh Presiden.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:

(1)           ‘tj’ menjadi ‘c’ : tjutji → cuci


(2)           ‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak
(3)           ‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → saying
(4)           ‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk
(5)           ‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat
(6)           ‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir
(7)    awalan ‘di-‘ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada
contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-‘
pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
(8)    Sebelumnya “oe” sudah menjadi “u” saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan
Republik. Jadi sebelum EYD, “oe” sudah tidak digunakan.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN EJAAN YANG DIGUNAKAN DI INDONESIA


PERLU MENGALAMI PERUBAHAN-PERUBAHAN HINGGA DITETAPKANNYA EJAAN YANG
DISEMPURNAKANKAN

Ejaan digunakan dalam bahasa tulis. Di dalamnya berisi kaidah yang mengatur
1. Bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran
2. Bagaimana menggambarkan hubungan antara lambang-lambang itu, baik pemisahan
atau penggabungan dalam suatu bahasa.

Secara teknis ejaan yang dimaksud sebagai cara penulisan huruf, penulisan kata,
penulisan kalimat. Dan penulisan tanda-tanda baca atau pungtuasi. Seperti yang telah
dijelaskan di pembahasan sebelumnya, bahwa bahasa Indonesia pernah merumuskan
berbagai sistem ejaan diantaranya ejaan Van opuijsen (1901), ejaan soewandi (1947),
ejaan pembaharuan (1957), ejaan melindo (1972), ejaan LBK (1966), dan ejaan yang
disempurnakan (1972). Perubahan itu disebabkan pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut :

1. Pertimabngan teknis, yang menghendaki agar setiap fonem dilambangkan oleh satu
huruf.
2. Pertimbangan praktis, yang menghendaki agar disesuaikan dengan keperluan seperti
mesin tukis atau keadaan percetakan
3. Pertimbangan ilmiah, yang menghendaki agar pelambangan mencerminkan studi yang
mendalam tentang kenyataan linguistik maupun sosial yang berlaku.
4. Pertimbangan konotatif, yang menghendaki bagaimana bunyi it menunjukkan
perbedaan makna.
5. Pertimbangan politis, karena ada kepentingan-kepentingan di dalamnya, karena
pemerintah pada waktu itu mengharuskan untuk menertibkan penggunaan tata istilah,
serta
6. Banyaknya elemen yang sulit direalisasikan oleh bangsa Indonesia.

Dari beberapa proses perubahan ejaan bahasa Indonesia dari ejaan Van Ophuijsen ke
ejaan yang Disempurnakan, dapat disimpulkan.

 Pada ejaan Van Ophuijsen.


pada ejaan ini perlu diubah karena masih kurang praktis pada penggunaan bahasa.
Dimana bahasa pada Van Ophuijsen masih menggunakan nama bahasa Melayu.
Selain itu penggunaan tanda diakritik masih menimbulkan kesulitan bagi
pemakainya.
 Kedua pada ejaan soewandi masih melakukan pengubahan pada tanda diakritik atau
bahkan dihilangkan, akan tetapi, ada lambang hamzah yang diganti dengan huruf
<k>. ejaan Soewandi ternyata masih kurang praktis karena belum ada penggantian
bunyi pada huruf-huruf koma wasla dan koma ain pada kata-kata yang berbunyi
sentak.
 Ejaan berikutnya adalah ejaan pembaharuan yang diubah karena kekurangannya
pada penggunaan huruf-huruf baru.
 Muncullah Ejaan Melindo, yang ternyata sama halnya pada ejaan pembaharuan yang
masih menggunakan huruf baru. Namun huruf  baru yang digunakan ini terdapat
beberapa huruf yang tidak dapat  dituliskan pada mesin tik.
Sehingga pada Ejaan LBK muncullah konsep baru dengan menghilangkan tanda-tanda
diakritik agar huruf dapat ditulis dan diketik dengan mudah.
Dari beberapa sebab pengubahan ejaan diatas yang diciptakan melalui berbagai
pertemuan, perjanjian, kongres-kongres, maupun dalam seminar, tidak memunculkan
konsep yang praktis jadi salah satu tujuan pengubahan ini, agar masyarakat Indonesia
dapat bersatu. Maksudnya dengan ejaan yang disempurnakan dapat mempersatukan
sekelompok orang menjadi satu masyarakat bahasa. Yang kedua, Pemberi kekhasan agar
dapat menjadi pembeda dengan masyarakat pemakai bahasa lainnya. Ketiga, Pembawa
Kewibawaan yang dapat memperlihatkan kewibawaan pemakainya

E. PERKEMBANGAN EJAAN BAHASA INDONESIA ( EBI )

EYD berubah menjadi EBI (Ejaan Bahasa Indonesia) sebagai pedoman umum
sejak akhir 2015 silam. Perubahan yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Indonesia ini, berlandaskan Peraturan Menteri dan Kebudayaan RI
Nomor 50 Tahun 2015.

F. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN PERLU


MENGALAMI PERUBAHAN – PERUBAHAN HINGGA DITETAPKAN EJAAN BAHASA
INDONESIA
Zaman terus berubah, teknologi terus berkembang, dan bahasa pun terus
menyesuaikan perubahan. Kita tidak akan mungkin terpaku dengan aturan lama karena
bahasa terus berkembang sehingga aturan mengenai kebahasaan juga ikut
menyesuaikan seperti halnya perubahan dari EYD menjadi Pedoman Umum (PU) EBI.
Masyarakat yang kritis pun terus mendesak Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa untuk segera merevisi pedoman EYD sehingga muncul-lah PU EBI sebagai bentuk
jawaban atas kritikan yang diterima.
  Meski sudah dirilis sekitar akhir 2015, masyarakat masih belum terlalu familier
terhadap PU EBI sehingga Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Dadang
Sunendar, meminta berbagai media massa untuk membantu menginformasikan
mengenai PU EBI ini. Dengan begitu, sosialisasi mengenai PU EBI bisa sampai lebih
mudah ke masyarakat dan tenaga pengajar seperti guru dan dosen. Lantas, perubahan
manakah yang paling terlihat saat EYD berubah menjadi EBI?
PU EBI merupakan penyempurnaan EYD sehingga sangat wajar jika Anda menemukan
perubahan maupun penambahan hal-hal pokok yang tidak ditemukan pada pedoman
sebelumnya. EYD sendiri dulunya juga merupakan penyempurnaan atas revisi pedoman-
pedoman pendahulunya. Nah, sekarang PU EBI semakin melengkapi apa yang kurang
dari pedoman EYD sehingga menjadi lebih sempurna.
Jika Mitra Excellent belum tahu perbedaan yang mencolok antara pedoman EYD dan PU
EBI, silakan simak informasi berikut:

1. Penambahan huruf vokal diftong


Huruf diftong adalah bunyi vokal rangkap yang tergolong dalam satu suku kata. Huruf ini
biasanya dilambangkan melalui dua huruf vokal yaitu seperti pada pedoman EYD hanya
ada 3 (ai, au, oi), sementara di PU EBI terdapat 1 tambahan diftong (ei) sehingga total
menjadi 4 diftong.

2. Penggunaan huruf kapital


Huruf Diftong Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
ai aileron balairung pandai
au autodidak taufik harimau
ei eigendom geiser survei
Oi – boikot amboi

Pada pedoman EYD aturan mengenai penggunaan penulisan nama orang selalu diawali
dengan huruf kapital, tetapi tidak dengan nama julukan yang tetap menggunakan huru
kecil. Sedangkan dalam aturan pedoman yang baru, PU EBI, nama julukan juga harus
diawali dengan huruf kapital.
Contoh:
1. Mengapa kau begitu ketakutan seperti melihat Dewa Kematian?
2. Kepiawaiannya dalam membuat pedang membuat ia dijuluki Dewa  Pedang oleh
orang-orang di kampung itu.
Tidak hanya itu, untuk penulisan huruf pertama kata yang memiliki makna ‘anak dari’,
maka huruf kapital tidak dipergunakan, seperti binti, bin, boru, dan van. Contoh:
1. Wisnu Indra bin Abdullah
2. Cut Meriska binti Kumoro
3. Ruth boru Simajuntak
4. Charles Andrian van Ophuijsen
5. Penggunaan huruf tebal sebagai penegasan
Dalam pedoman EYD, huruf miring digunakan sebagai bentuk penegasan kata maupun
kalimat. Sedangkan dalam PU EBI penggunaan huruf tebal digunakan sebagai bentuk
penegasan bagian tulisan yang telah ditulis menggunakan huruf miring.
1. Kata et dalam ungkapan ora et labora berarti ‘dan’.
2. Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan, tidak terdapat dalam Ejaan Bahasa Indonesia.
3. Penulisan partikel “pun”
Dalam pedoman EYD, pemakaian partikel “pun”, harus ditulis secara terpisah kecuali
telah menjadi kesatuan dengan kata yang sudah lazim dipakai. Sedangkan dalam PU EBI,
pemakaian partikel “pun” tetap ditulis secara terpisah, namun jika mengikuti unsur kata
penghubung maka ditulis serangkai. Contoh:
1. Jika kita hendak pulang tengah malam pun, kendaraan umum masih tersedia.
2. Apa pun permasalahan yang muncul, dia tetap dapat mengatasinya dengan kepala
dingin serta bijaksana.
3. Meskipun sibuk, kamu harus tetap menghubungi kedua orang tuamu.
4. Adapun sumber kebakaran itu masih belum diketahui oleh masyarakat.

PENUTUP

A. KESIMPULAN
 
Ejaan merupakan hal hal yang mencakup penulisan huruf ,penulisan kata,
termasuk singkatan, akronim ,angka,dan lambang bilangan, serta penggunaan tanda
baca. Selain itu juga tentang pelafalan dan peraturan dalam penyerapan unsur asing.

 Fungsi ejaan antara lain :


- Sebagai landasan pembakuan tata bahasa
- Sebagai landasan pembakuan kosa kata dan peristilahan
- Sebagai alat penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain kedalam bahasa  Indonesia.

Sedangkan perkembangan sejarah bahasa indonesia di bagi dalam beberapa periode


yaitu : Ejaan Van Ophuysen,Ejaan Republik (Ejaan Soewandi), Ejaan Pembaharuan, Ejaan
Baru/Lembaga Bahasa dan Kasusastraan (LBK), dan Ejaan Yang Disempurnakan.

B. SARAN
Sudah menjadi kewajiban kita sebagai kaum mahasiswa untuk selalu mengingatkan
kepada masyarakat agar dapat menggunakan kaidah tata bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Karena bagaimanapun bahasa memiliki peran penting dalam proses
pembangunan karakter masyarakat dalam bangsa ini. Sebagiamana yang kita ketahui
bahasa Indonesia sumbernya dalah bahasa Melayu. Sebagai bangsa yang besar harus
kita menghargai nila-nilai sejarah tersebut dengan tetap menghormati bahasa melayu
sehingga kita sebagai generasi penerus mampu untuk membina, mempertahankan
bahasa ini. Disamping itu alangkah baiknya apabila kita menggunakan bahsa Indonesia
secara baik dan benar karena bahasa Indonesia adalah bahasa nasional kita.

DAFTAR RUJUKAN
Mustakim, 1990. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia untuk Umum. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

Nasucha, Yakub H. 2009. Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
Yogyakarta: Media Perkasa.

Anda mungkin juga menyukai