Jum’at → Jumat
ra’yat → rakyat
ma’af → maaf
3. Ejaan Pembaharuan
Pembaharuan yang disarankan panitia yang diketuai Prijono dan E. Katoppo
antara lain: membuat standar satu fonem satu huruf, dan diftong ai, au, dan oi
dieja menjadi ay, aw, dan oy. Selain itu, tanda hubung juga tidak digunakan
dalam kata berulang yang memiliki makna tunggal seperti kupukupu dan
alunalun.
4. Ejaan Melindo
Melindo ini akronim dari Melayu-Indonesia. Yup, draft penyusunan ejaan ini
disusun pada tahun 1959 atas kerja sama Indonesia dan Persekutuan Tanah
Melayu, yang dalam hal ini adalah Malaysia. Perubahan yang diajukan dalam
ejaan ini nggak jauh berbeda kok dari Ejaan Pembaharuan.
Ejaan Melindo ini bertujuan untuk menyeragamkan ejaan yang digunakan
kedua negara. Secara ‘kan ya Indonesia dan Malaysia bahasanya mirip-mirip
gitu. Tapi sayang, ejaan ini pun gagal diresmikan akibat ketegangan politik
antara Indonesia dan Malaysia waktu itu.
5. Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan)
EPanitianya masih campuran antara Indonesia dan Malaysia dan dibentuk
pada tahun 1967. Isinya juga nggak jauh berbeda dari Ejaan yang
Disempurnakan (yang akan dijelaskan selanjutnya), hanya ada perbedaan di
beberapa kaidahnya saja.
Ada pun huruf vokal dalam ejaan ini terdiri dari: i, u, e, ə, o, a. Dalam ejaan
ini, istilah-istilah asing sudah mulai diserap seperti: extra → ekstra; qalb →
kalbu; guerilla → gerilya.
6. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
ini berlaku sejak tahun 1972 sampai 2015. Di antara deretan “mantan” ejaan
di atas, EYD ini yang paling awet. Juga, ejaan ini mengatur secara lengkap
tentang kaidah penulisan bahasa Indonesia, antara lain: tentang unsur
bahasa serapan, tanda baca, pemakaian kata, pelafalan huruf “e”.
penggunaan huruf kapital, dan penggunaan cetak miring. Selain itu, huruf “f”,
“v”, “q”, “x”, dan “z” yang kental dengan unsur bahasa asing resmi menjadi
bagian Bahasa Indonesia.
7. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia, EBI pun resmi berlaku sebagai ejaan baru Bahasa Indonesia.
Diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan
sebuah cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan
untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi
persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya
Ciri-Ciri Diksi
Setelah mengetahui syarat diksi, tentu kita juga harus mengetahui ciri-ciri diksi
tersebut, dibawah ini merupakan ciri-ciri diksi, antara lain:
1. Tepat dalam pemilihan kata untuk dapat mengungkapkan gagasan atau juga
hal-hal yang diamanatkan
2. Dapat digunakan untuk dapat membedakan secara tepat nuansa makna serta
bentuk yang sesuai dengan gagasan serta juga situasi serta nilai rasa
pembaca.
3. Menggunakan pembendaharaan kata yang dipunyai masyarakat bahasanya
serta dapat menggerakan dan juga memberdayakan kekayaan itu menjadi
jaring kata yang jelas.
Syarat Diksi
Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi dalam memilih kata-kata, yaitu
persyaratan ketetapan dan kesesuaian.
Fungsi Diksi
Diksi dalam pembuatan karya sastra memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
Membuat orang yang membaca atau pun mendengar karya sastra menjadi lebih
faham mengenai apa yang ingin disampaikan oleh pengarang.
Membuat komunikasi menjadi lebih efektif.
Melambangkan ekspresi yang ada dalam gagasan secara verbal “tertulis atau pun
terucap”.
Membentuk ekspresi atau pun gagasan yang tepat sehingga dapat menyenangkan
pendengar atau pun pembacanya.