Anda di halaman 1dari 15

KONSEP-KONSEP DASAR

KEBAHASAINDONESIAAN

Dosen : Imroatus Solikhah, M.Pd


KELOMPOK 1

157050 MUNJIATUN TOIYIBAH


157069 AVIANA ARUM KHARISMA
157095 ABU RIZAL BACHRI
157109 BRAMUDYA PRADANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


2015 B
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
JOMBANG
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia. Bahasa Indoensia
adalah bahasa resmi yang digunakan oleh bangsa Indoensia dalam berkomunikasi dan
digunakan sebagai bahasa pengantar.
Sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, Bahasa
Indoensia merupakan bahasa persatuan bangasa Indoensia. Meski demikian, hanya
sebagian kecil dari penduduk Indoensia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa
ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi, masyarakat Indoensia lebih suka
menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu, seperti bahasa
gorontalo, bahasa jawa, bahasa sunda, dan bahasa lainnya.
Bahasa Indoensia memegang peranan penting. Bahasa Indoensia perlu dipelajari dan
dipahami oleh semua lapisan masyarakat. Tidak hanya pelajar dan mahasiswa saja, tetapi
semua warga Indoensia wajib mempelajari bahasa Indoensia.
Istilah bahasa baku telah dikenal oleh masyarakat secara luas. Namun pengenalan
istilah tidak menjamin bahwa mereka memahami secara komprehensif konsep dan makna
istilah bahasa baku itu. Hal ini terbukti bahwa masih banyak orang atau masyarakat
berpendapat bahasa baku sama dengan bahasa yang baik dan benar. Mereka tidak mampu
membedakan antara bahasa yang baku dan yang nonbaku. Pateda (Alwi, 1997:30)
mengatakan bahwa, “Kita berusaha agar dalam situasi resmi kita harus berbahasa yang
baku. Begitu juga dalam situasi yang tidak resmi kita berusaha menggunakan bahasa yang
baku.”
Slogan “Pergunakanlah bahasa Indoensia dengan baik dan benar”, tampaknya
mudah diucapkan, namun maknanya tidak jelas. Slogan itu hanyalah suatu retorika yang
tidak berwujud nyata, sebab masih diartikan bahwa di segala tempat kita harus
menggunakan bahasa baku. Demikian juga, masih ada cibiran bahwa bahasa baku itu hanya
buatan pemerintah agar bangsa ini dapat diseragamkan dalam bertindak atau berbahasa.
“Manakah ada bahasa baku, khususnya bahasa Indoensia baku? “Manalah ada bahasa
Indoensia lisan baku”? “Manalah ada masyarakat atau orang yang mampu menggunakan
bahasa baku itu, sebab mereka berasal dari daerah.’’ Atau mereka masih selalu dipengaruhi
oleh bahasa daerahnya jika mereka berbahasa Indoensia secara lisan. Dengan gambaran
kondisi yang demikian itu, di dalam bab ini dibahas tentang pengertian bahasa baku,
pengertian bahasa nonbaku, pengertian bahasa Indoensia baku, fungsi pemakaian bahasa
baku dan bahasa nonbaku. Terakhir, akan dibahas tentang ciri-ciri bahasa baku dan bahasa
nonbaku, serta berbahasa Indoensia dengan baik dan benar.

B. RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka penyusun mengemukakan beberapa
rumusan masalah. Adapun rumusan makalah ini sebagai berikut :
a. Bagaimana sejarah bahasa Indoensia ?
b. Bagaimana hakikat kedudukan dan fungsi bahasa Indoensia ?
c. Bagaimana Bahasa Indoensia Baku dan Non Baku?
d. Bagaimana Bahasa Indoensia yang baik dan Benar?

C. TUJUAN PENULISAN
Secara terperinci tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Dapat mengetahui dan memahami sejarah bahasa Indoensia.
b. Dapat mengetahui hakikat kedudukan dan fungsi bahasa Indoensia.
c. Dapat memahami Bahasa Indoensia Baku dan Non Baku.
d. Dapat mengetahui Bahasa Indoensia yang baik dan Benar.

D. MANFAAT
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah supaya bisa menjadi bahan masukan dan
pembelajaran bagi para pembaca khususnya bagi para mahasiswa, tentang apa dan
bagaimana konsep dasar kebahasa Indoensiaan.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. SEJARAH BAHASA INDONESIA

Bahasa mencerminkan identitas suatu bangsa. Dan pula, bahasa pada dasarnya unik. Bahasa
yang satu tentu berbeda dari bahasa yang lain, serta memiliki ciri khas sendiri sebagai
bentuk keunikannya. Begitu pula bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia juga dinamis, yang
berarti terus menghasilkan kosakata baru, baik melalui penciptaan ataupun penyerapan dari
bahasa daerah dan asing.

Bahasa Melayu Sebagai Dasar Bahasa Indonesia

Sejak dulu, bahasa Melayu memang telah digunakan sebagai bahasa perantara (lingua
franca) atau bahasa pergaulan. Bahasa Melayu yang yang menjadi dasar bahasa Indonesia,
sebagian besar mirip dengan dialek-dialek bahasa Melayu Kuno. Bahkan menurut
sejarahnya, kerajaan Sriwijaya, yang dulu merupakan kerajaan yang maju di wilayah Asia
Tenggara menggunakan bahasa Melayu Kuno sebagai bahasa perantara dengan kerajaan-
kerajaan dan negara-negara di sekitarnya. Pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya, bahasa
Melayu telah berfungsi sebagai:

 Bahasa kebudayaan, yaitu bahasa masyarakat dalam kehidupan dan bersastra.


 Bahasa perhubungan, yaitu bahasa penghubung antarsuku di Nusantara.
 Bahasa perdagangan, yaitu bahasa antarpedagang dalam transaksi jual beli baik
antarpedagang dari dalam ataupun antarpedagang dari luar Nusantara.
 Bahasa resmi kerajaan, yaitu bahasa yang digunakan di lingkungan kerajaan.

Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia,
yaitu:

 Bahasa Melayu sejak dulu telah menjadi lingua franca atau bahasa pengantar di
Indonesia.
 Bahasa Melayu memiliki sistem yang sederhana serta mudah dipelajari karena
bahasa Melayu tidak mengenal tuturan.
 Suku-suku lain di Indonesia sukarela mengakui dan menerima bahasa Melayu
sebagai dasar bahasa Indonesia.
 Bahasa Melayu memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai bahasa kebudayaan.

Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945,


ditetapkanlah UUD 1945 yang didalamnya disebutkan bahwa Bahasa Negara adalah Bahasa
Indonesia (Bab XV, Pasal 36). Dengan demikian, selain menjadi bahasa nasional, bahasa
Indonesia juga menjadi bahasa negara. Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami
perkembangan yang lebih pesat lagi. Pemerintah pun memberi perhatian pada
perkembangan bahasa itu dengan membentuk lembaga Pusat Bahasa dan Penyelenggara
Kongres Bahasa Indonesia.

Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia

a. Ejaan Van Ophuijen (1901)

Pada masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa


pengantar. Untuk memudahkan orang-orang Belanda di Nusantara pada saat itu
berkomunikasi, dibuatlah pembakuan ejaan yang dibuat oleh orang Belanda juga,
yaitu Prof. Charles van Ophuijen dan dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan
Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan tulisan
Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan
huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan bahasa Belanda, antara lain:

 Huruf ‘j’ untuk menuliskan bunyi ‘y’, seperti pada kata-kata jang (yang), njata
(nyata), sajang (sayang).
 Huruf ‘oe’ untuk menuliskan bunyi ‘u’, seperti pada kata-kata doeloe (dulu),
itoe (itu), oemoer (umur).
 Tanda koma ain untuk menuliskan bunyi sentak dan akhiran ‘k’, seperti pada
kata-kata ma’moer (makmur), ‘akal (akal), ta’ (tak), pa’ (pak).

b. Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (19 Maret 1947)

Ejaan Republik ini juga dinamakan ejaan Soewandi yang merupakan Menteri
Pendidikan pada masa ejaan ini diresmikan. Ejaan Republik difungsikan untuk
menggantikan ejaan dan menyempurnakan ejaan sebelumnya, yaitu ejaan Van
Ophuijen. Ciri-ciri ejaan ini, yaitu:

 Huruf oe diganti dengan huruf u seperti pada kata doeloe menjadi dulu.
 Bunyi sentak ditulis k setelah sebelumnya ditulis dengan menambahkan
tanda koma ain seperti pada kata ma’moer menjadi makmur, dan kata pa’
menjadi pak.
 Kata ulang boleh disingkat dengan angka 2 seperti kata rumah2, negara2.
 Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mendampinginya, seperti kata di tempat, di rumah, di sana.

c. Ejaan Pembaharuan

Ejaan Pembaharuan dirancang oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Prijono dan E.
Katoppo pada tahun 1957 sebagai hasil keputusan Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan, namun sistem ejaan ini tidak pernah dilaksanakan.

 Gabungan konsonan dj diubah menjadi j


 Gabungan konsonan tj diubah menjadi ts
 Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ
 Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń
 Gabungan konsonan sj diubah menjadi š

Selain itu, gabungan vokal (diftong) ai, au, dan oi, ditulis berdasarkan pelafalannya
yaitu menjadi ay, aw, dan oy.

d. Ejaan Melindo

Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik
selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

 Gabungan konsonan tj diganti dengan c


 Gabungan konsonan nj diganti dengan huruf nc
e. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) (1972)
EYD diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia berdasarkan Putusan Presiden No.
57 Tahun 1972. EYD merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari ejaan
sebelumnya, yaitu ejaan Republik. Hal-hal yang diatur dalam EYD antara lain:

 "tj" menjadi "c"


 "dj" menjadi "j"
 "j" menjadi "y"
 "nj" menjadi "ny"
 "sj" menjadi "sy"
 "ch" menjadi "kh”
 Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan
pemakaiannya.
 Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap
digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
 Awalan "di-" dan kata depan "udi" dibedakan penulisannya. Kata depan "di"
pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi,
sementara "di-" pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya.
 Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak
digunakan sebagai penanda perulangan
 Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
 Penulisan kata.
 Penulisan tanda baca.
 Penulisan singkatan dan akronim.
 Penulisan angka dan lambang bilangan.
 Penulisan unsur serapan.

f. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) (2015)

EBI diresmikan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik


Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Penyempurnaan pada EBI antara lain:
 Pertama, penambahan huruf vokal diftong. Di EYD, huruf diftong hanya tiga
yaitu ai, au, ao. Di EBI, huruf diftong ditambah satu yaitu ei (misalnya pada
kata geiser dan survei).
 Kedua, penggunaan huruf kapital. Pada EYD tidak diatur bahwa huruf kapital
digunakan untuk menulis unsur julukan (hanya menuliskan nama orang).
Dalam EBI, unsur julukan diatur ditulis dengan awal huruf kapital.
 Ketiga, penggunaan huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf tebal ada tiga, yaitu
menuliskan judul buku, bab, dan semacamnya, mengkhususkan huruf, dan
menulis lema atau sublema dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ke tiga dihapus.

B. HAKIKAT KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

Hakikat dan Kedudukan Bahasa Indonesia

 Bahasa sebagai sarana interaksi social


 Bahasa adalah ujaran
 Bahasa meliputi dua bidang yaitu :
o Bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap yaitu getaran yang bersifat fisik yang
merangsang alat pendengaran kita.
o Setiap struktur bunyi ujaran tertentu akan mempunyai arti tertentu. Arti atau
makna adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan
adanya reaksi itu.

 Bahasa sebagai alat komunikasi mengandung beberapa sifat :


o Sistematik: yaitu bahasa memiliki pola dan kaidah yang harus ditaati agar
dapat dipahami oleh pemakainya.
o Mana suka: karena unsur-unsur bahasa dipilih secara acak tanpa dasar, tidak
ada hubungan logis antara bunyi dan makna yang disimbolkannya. Pilihan
suatu kata disebut kursi, meja, guru, murid dan lain-lain ditentukan bukan
atas dasar kriteria atau standar tertentu, melainkan secara mana suka
o Ujar: bentuk dasar bahasa adalah ujaran, karena media bahasa terpenting
adalah bunyi
o Manusiawi: karena bahasa menjadi berfungsi selama manusia yang
memanfaatkannya, bukan makhluk lainnya.
o Komunikatif: karena fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat
penghubung antara anggota-anggota masyarakat.

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
2. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta
Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia”.

Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:

1. Bahasa kebangsaan atau bahasa nasional, kedudukannya berada di atas bahasa-


bahasa daerah.
2. Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)

Fungsi Bahasa Indonesia

Melihat kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai fungsi


sebagai berikut.

1. Lambang jati diri (identitas).


2. Lambang kebanggaan bangsa.
3. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang etnis dan
sosial-budaya, serta bahasa daerah yang berbeda.
4. Alat penghubung antarbudaya dan antardaerah.

Kedudukan bahasa Indonesia yang kedua adalah sebagai bahasa resmi/negara; kedudukan
ini mempunyai dasar yuridis konstitusional, yakni Bab XV pasal 36 UUD 1945. Dalam
kedudukannya sebagai bahasa resmi/negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut.

1. Bahasa resmi negara.


2. Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan.
3. Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan.
4. Bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu dan
teknologi.
C. BAHASA INDONESIA BAKU DAN NON BAKU

Pengertian Bahasa Indonesia Baku dan Non Baku

Bahasa Indonesia baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang bentuk bahasanya
telah dikodifikasi, diterima, dan difungsikan atau dipakai sebagai model oleh masyarakat
Indonesia secara luas. Bahasa Indonesia nonbaku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia
yang tidak dikodifikasi, tidak diterima dan tidak difungsikan sebagai model masyarakat
Indonesia secara luas, tetapi dipakai oleh masyarakat secara khusus.

Fungsi Bahasa Baku dan Bahasa Non Baku

Menurut Hasan Alwi, dkk (2003:15) bahasa baku mendukung empat fungsi, yaitu:

 Fungsi pemersatu. Indonesia terdiri dari beragam suku dan bahasa daerah. Jika
setiap masyarakat menggunakan bahasa daerahnya, maka dia tidak dapat
berkomunikasi dengan masyarakat dari daerah lain. Fungsi bahasa baku
memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Dengan demikian,
bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bangsa.
 Fungsi pemberi kekhasan. Suatu bahasa baku membedakan bahasa itu dari bahasa
yang lain. Melalui fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan kepribadian
nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan.
 Fungsi pembawa kewibawaan. Pemilikan bahasa baku membawa serta wibawa atau
prestise. Fungsi pembawa wibawa bersangkutan dengan usaha orang mencapai
kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi lewat pemerolehan bahasa
baku sendiri. Penutur atau pembicara (masyarakat) yang mahir berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar memperoleh wibawa di mata orang lain.
 Fungsi kerangka acuan. Sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa dengan
adanya norma dan kaidah (yang dikodifikasi) yang jelas. Norma dan kaidah itu
menjadi tolak ukur bagi benar tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau golongan.

Bahasa nonbaku adalah bahasa yang digunakan dalam kehidupan santai (tidak resmi) sehari-
hari yang biasanya digunakan pada keluarga, teman, dan di pasar. Fungsi penggunaan
bahasa nonbaku adalah untuk mengakrabkan diri dan menciptakan kenyamanan serta
kelancaran saat berkomunikasi (berbahasa).
Ciri ciri Kata Baku dan Tidak Baku

Beberapa penentuan kata baku dapat dilihat dari ciri-cirinya. Ciri ciri kata baku antara lain:

 Kata baku tidak dapat berubah setiap saat


 Tidak terpengaruh bahasa daerah
 Bukan bahasa percakapan sehari-hari
 Tidak terpengaruh bahasa asing
 Penggunaan kata baku sesuai dengan konteks di dalam kalimat
 Kata baku tidak mempunyai arti yang rancu
 Kata baku tidak mengandung arti pleonasme (lebih dari apa yang diperlukan)
 Pemakaian imbuhan pada kata baku secara eksplisit

Ciri-ciri kata tidak baku antara lain:

 Dapat terpengaruh bahasa daerah atau bahasa asing


 Terpengaruh oleh perkembangan zaman
 Digunakan pada percakapan santai
 Dapat dibuat oleh siapa saja sesuai keinginannya

D. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

Meskipun sudah sering didengar, ternyata belum semua orang memahami makna istilah
"baik dan benar" dalam berbahasa. Tidak semua bahasa yang baik itu benar dan sebaliknya,
tidak semua bahasa yang benar itu baik. Tentunya yang terbaik adalah bisa berbahasa
dengan baik dan benar. Untuk dapat melakukannya, perlu dipahami dulu apa yang
dimaksud dengan baik dan benar tersebut.

Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa
harus dapat efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara. Karenanya, laras bahasa
yang dipilih pun harus sesuai.

Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat
keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.
 Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit
memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan
upacara pernikahan.
 Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat
resmi, dan jurnal ilmiah.
 Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada
transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di
pasar.
 Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan
oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
 Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang
sangat akrab dan intim.

Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah
untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan. Ciri-ciri ragam bahasa baku adalah
sebagai berikut.

 Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat
yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
 Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget; uang
dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
 Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa
Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti
aturan ini.
 Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal
baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah
lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya:
/atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
 Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa
bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan
komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar
atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.
Dari semua ciri bahasa baku tersebut, sebenarnya hanya nomor 2 (kata baku) dan nomor 4
(lafal baku) yang paling sulit dilakukan pada semua ragam. Tata bahasa normatif, ejaan
resmi, dan kalimat efektif dapat diterapkan (dengan penyesuaian) mulai dari ragam akrab
hingga ragam beku. Penggunaan kata baku dan lafal baku pada ragam konsultatif, santai,
dan akrab malah akan menyebabkan bahasa menjadi tidak baik karena tidak sesuai dengan
situasi.
BAB 3
PENUTUP

Bahasa mencerminkan identitas suatu bangsa. Dan pula, bahasa pada dasarnya unik. Bahasa
yang satu tentu berbeda dari bahasa yang lain, serta memiliki ciri khas sendiri sebagai
bentuk keunikannya. Begitu pula bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia juga dinamis, yang
berarti terus menghasilkan kosakata baru, baik melalui penciptaan ataupun penyerapan dari
bahasa daerah dan asing. Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami
perkembangan yang lebih pesat lagi. Pemerintah pun memberi perhatian pada
perkembangan bahasa itu dengan membentuk lembaga Pusat Bahasa dan Penyelenggara
Kongres Bahasa Indonesia.

Hakekat Bahasa Indoensia adalah kemahiran berBahasa Indoensia baik dalam


berkomunikasi lisan maupun tertulis yang mencerminkan kesadaran berbahasa sebagai
bangsa Indoensia yang telah menetapkan Bahasa Indoensia sebagai Bahasa Negara. 2.
Fungsi Bahasa Indoensia a. Sebagai lambang kebanggaan nasional b. Sebagai identitas
nasional (jati diri, ciri khas) c. Alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berbeda-beda latar
belakang budaya dan bahasanya d. Alat penguhubung antar daerah sebagai bahasa nasional

Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok acuan, yang dijadikan
dasar ukuran atau yang dijadikan standar, digunakan secara efektif, baik, dan benar. Efektif
karena memuat gagasan-gagasan yang mudah diterima dan diungkapkan kembali. Baik
karena sesuai kebutuhan: ruang dan waktu dan benar karena sesuai kaidah kebahasaan,
secara tertulis maupun terucap. Bahasa tidak baku adalah ragam yang berkode bahasa yang
berbeda dengan kode bahasa baku, dan dipergunakan di lingkungan tidak resmi. Bahasa
nonbaku sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti keluarga, teman, dan lain-
lain.

Dalam urainan diatas dapat disimpulkan bahwa Bahasa Indoensia yang baik dan benar
adalah Bahasa Indoensia yang dalam penggunaan nya sesuai dengan kaidah tata bahasa.
Kaidah bahasa yaitu kaidah Bahasa Indoensia baku atau yang danggap baku.
REFERENSI

https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia

http://sejarahlengkap.com/indonesia/sejarah-bahasa-indonesia

http://aldiunanto.com/eyd-dan-tanda-baca.aldi

http://blog.unnes.ac.id/bahasaindonesia/2016/05/11/perbedaan-eyd-dan-ebi/

http://www.guruberbahasa.com/2016/09/hakikat-fungsi-dan-kedudukan-bahasa.html

http://maidisyahriyanto.blogspot.co.id/2013/09/arti-hakikatfungsi-dan-kedudukan-
bahasa.html

https://dosenbahasa.com/ciri-ciri-kata-baku-dan-tidak-baku

https://beritagar.id/artikel/tabik/bahasa-indonesia-yang-baik-dan-benar

Anda mungkin juga menyukai