KEBAHASAINDONESIAAN
B. RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka penyusun mengemukakan beberapa
rumusan masalah. Adapun rumusan makalah ini sebagai berikut :
a. Bagaimana sejarah bahasa Indoensia ?
b. Bagaimana hakikat kedudukan dan fungsi bahasa Indoensia ?
c. Bagaimana Bahasa Indoensia Baku dan Non Baku?
d. Bagaimana Bahasa Indoensia yang baik dan Benar?
C. TUJUAN PENULISAN
Secara terperinci tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Dapat mengetahui dan memahami sejarah bahasa Indoensia.
b. Dapat mengetahui hakikat kedudukan dan fungsi bahasa Indoensia.
c. Dapat memahami Bahasa Indoensia Baku dan Non Baku.
d. Dapat mengetahui Bahasa Indoensia yang baik dan Benar.
D. MANFAAT
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah supaya bisa menjadi bahan masukan dan
pembelajaran bagi para pembaca khususnya bagi para mahasiswa, tentang apa dan
bagaimana konsep dasar kebahasa Indoensiaan.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. SEJARAH BAHASA INDONESIA
Bahasa mencerminkan identitas suatu bangsa. Dan pula, bahasa pada dasarnya unik. Bahasa
yang satu tentu berbeda dari bahasa yang lain, serta memiliki ciri khas sendiri sebagai
bentuk keunikannya. Begitu pula bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia juga dinamis, yang
berarti terus menghasilkan kosakata baru, baik melalui penciptaan ataupun penyerapan dari
bahasa daerah dan asing.
Sejak dulu, bahasa Melayu memang telah digunakan sebagai bahasa perantara (lingua
franca) atau bahasa pergaulan. Bahasa Melayu yang yang menjadi dasar bahasa Indonesia,
sebagian besar mirip dengan dialek-dialek bahasa Melayu Kuno. Bahkan menurut
sejarahnya, kerajaan Sriwijaya, yang dulu merupakan kerajaan yang maju di wilayah Asia
Tenggara menggunakan bahasa Melayu Kuno sebagai bahasa perantara dengan kerajaan-
kerajaan dan negara-negara di sekitarnya. Pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya, bahasa
Melayu telah berfungsi sebagai:
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia,
yaitu:
Bahasa Melayu sejak dulu telah menjadi lingua franca atau bahasa pengantar di
Indonesia.
Bahasa Melayu memiliki sistem yang sederhana serta mudah dipelajari karena
bahasa Melayu tidak mengenal tuturan.
Suku-suku lain di Indonesia sukarela mengakui dan menerima bahasa Melayu
sebagai dasar bahasa Indonesia.
Bahasa Melayu memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai bahasa kebudayaan.
Huruf ‘j’ untuk menuliskan bunyi ‘y’, seperti pada kata-kata jang (yang), njata
(nyata), sajang (sayang).
Huruf ‘oe’ untuk menuliskan bunyi ‘u’, seperti pada kata-kata doeloe (dulu),
itoe (itu), oemoer (umur).
Tanda koma ain untuk menuliskan bunyi sentak dan akhiran ‘k’, seperti pada
kata-kata ma’moer (makmur), ‘akal (akal), ta’ (tak), pa’ (pak).
Ejaan Republik ini juga dinamakan ejaan Soewandi yang merupakan Menteri
Pendidikan pada masa ejaan ini diresmikan. Ejaan Republik difungsikan untuk
menggantikan ejaan dan menyempurnakan ejaan sebelumnya, yaitu ejaan Van
Ophuijen. Ciri-ciri ejaan ini, yaitu:
Huruf oe diganti dengan huruf u seperti pada kata doeloe menjadi dulu.
Bunyi sentak ditulis k setelah sebelumnya ditulis dengan menambahkan
tanda koma ain seperti pada kata ma’moer menjadi makmur, dan kata pa’
menjadi pak.
Kata ulang boleh disingkat dengan angka 2 seperti kata rumah2, negara2.
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mendampinginya, seperti kata di tempat, di rumah, di sana.
c. Ejaan Pembaharuan
Ejaan Pembaharuan dirancang oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Prijono dan E.
Katoppo pada tahun 1957 sebagai hasil keputusan Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan, namun sistem ejaan ini tidak pernah dilaksanakan.
Selain itu, gabungan vokal (diftong) ai, au, dan oi, ditulis berdasarkan pelafalannya
yaitu menjadi ay, aw, dan oy.
d. Ejaan Melindo
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik
selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
2. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta
Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia”.
Kedudukan bahasa Indonesia yang kedua adalah sebagai bahasa resmi/negara; kedudukan
ini mempunyai dasar yuridis konstitusional, yakni Bab XV pasal 36 UUD 1945. Dalam
kedudukannya sebagai bahasa resmi/negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut.
Bahasa Indonesia baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang bentuk bahasanya
telah dikodifikasi, diterima, dan difungsikan atau dipakai sebagai model oleh masyarakat
Indonesia secara luas. Bahasa Indonesia nonbaku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia
yang tidak dikodifikasi, tidak diterima dan tidak difungsikan sebagai model masyarakat
Indonesia secara luas, tetapi dipakai oleh masyarakat secara khusus.
Menurut Hasan Alwi, dkk (2003:15) bahasa baku mendukung empat fungsi, yaitu:
Fungsi pemersatu. Indonesia terdiri dari beragam suku dan bahasa daerah. Jika
setiap masyarakat menggunakan bahasa daerahnya, maka dia tidak dapat
berkomunikasi dengan masyarakat dari daerah lain. Fungsi bahasa baku
memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Dengan demikian,
bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bangsa.
Fungsi pemberi kekhasan. Suatu bahasa baku membedakan bahasa itu dari bahasa
yang lain. Melalui fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan kepribadian
nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan.
Fungsi pembawa kewibawaan. Pemilikan bahasa baku membawa serta wibawa atau
prestise. Fungsi pembawa wibawa bersangkutan dengan usaha orang mencapai
kesederajatan dengan peradaban lain yang dikagumi lewat pemerolehan bahasa
baku sendiri. Penutur atau pembicara (masyarakat) yang mahir berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar memperoleh wibawa di mata orang lain.
Fungsi kerangka acuan. Sebagai kerangka acuan bagi pemakaian bahasa dengan
adanya norma dan kaidah (yang dikodifikasi) yang jelas. Norma dan kaidah itu
menjadi tolak ukur bagi benar tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau golongan.
Bahasa nonbaku adalah bahasa yang digunakan dalam kehidupan santai (tidak resmi) sehari-
hari yang biasanya digunakan pada keluarga, teman, dan di pasar. Fungsi penggunaan
bahasa nonbaku adalah untuk mengakrabkan diri dan menciptakan kenyamanan serta
kelancaran saat berkomunikasi (berbahasa).
Ciri ciri Kata Baku dan Tidak Baku
Beberapa penentuan kata baku dapat dilihat dari ciri-cirinya. Ciri ciri kata baku antara lain:
Meskipun sudah sering didengar, ternyata belum semua orang memahami makna istilah
"baik dan benar" dalam berbahasa. Tidak semua bahasa yang baik itu benar dan sebaliknya,
tidak semua bahasa yang benar itu baik. Tentunya yang terbaik adalah bisa berbahasa
dengan baik dan benar. Untuk dapat melakukannya, perlu dipahami dulu apa yang
dimaksud dengan baik dan benar tersebut.
Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa
harus dapat efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara. Karenanya, laras bahasa
yang dipilih pun harus sesuai.
Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat
keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.
Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit
memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan
upacara pernikahan.
Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat
resmi, dan jurnal ilmiah.
Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada
transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di
pasar.
Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan
oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang
sangat akrab dan intim.
Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah
untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan. Ciri-ciri ragam bahasa baku adalah
sebagai berikut.
Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat
yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget; uang
dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa
Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti
aturan ini.
Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal
baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah
lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya:
/atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa
bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan
komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar
atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.
Dari semua ciri bahasa baku tersebut, sebenarnya hanya nomor 2 (kata baku) dan nomor 4
(lafal baku) yang paling sulit dilakukan pada semua ragam. Tata bahasa normatif, ejaan
resmi, dan kalimat efektif dapat diterapkan (dengan penyesuaian) mulai dari ragam akrab
hingga ragam beku. Penggunaan kata baku dan lafal baku pada ragam konsultatif, santai,
dan akrab malah akan menyebabkan bahasa menjadi tidak baik karena tidak sesuai dengan
situasi.
BAB 3
PENUTUP
Bahasa mencerminkan identitas suatu bangsa. Dan pula, bahasa pada dasarnya unik. Bahasa
yang satu tentu berbeda dari bahasa yang lain, serta memiliki ciri khas sendiri sebagai
bentuk keunikannya. Begitu pula bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia juga dinamis, yang
berarti terus menghasilkan kosakata baru, baik melalui penciptaan ataupun penyerapan dari
bahasa daerah dan asing. Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami
perkembangan yang lebih pesat lagi. Pemerintah pun memberi perhatian pada
perkembangan bahasa itu dengan membentuk lembaga Pusat Bahasa dan Penyelenggara
Kongres Bahasa Indonesia.
Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok acuan, yang dijadikan
dasar ukuran atau yang dijadikan standar, digunakan secara efektif, baik, dan benar. Efektif
karena memuat gagasan-gagasan yang mudah diterima dan diungkapkan kembali. Baik
karena sesuai kebutuhan: ruang dan waktu dan benar karena sesuai kaidah kebahasaan,
secara tertulis maupun terucap. Bahasa tidak baku adalah ragam yang berkode bahasa yang
berbeda dengan kode bahasa baku, dan dipergunakan di lingkungan tidak resmi. Bahasa
nonbaku sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti keluarga, teman, dan lain-
lain.
Dalam urainan diatas dapat disimpulkan bahwa Bahasa Indoensia yang baik dan benar
adalah Bahasa Indoensia yang dalam penggunaan nya sesuai dengan kaidah tata bahasa.
Kaidah bahasa yaitu kaidah Bahasa Indoensia baku atau yang danggap baku.
REFERENSI
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia
http://sejarahlengkap.com/indonesia/sejarah-bahasa-indonesia
http://aldiunanto.com/eyd-dan-tanda-baca.aldi
http://blog.unnes.ac.id/bahasaindonesia/2016/05/11/perbedaan-eyd-dan-ebi/
http://www.guruberbahasa.com/2016/09/hakikat-fungsi-dan-kedudukan-bahasa.html
http://maidisyahriyanto.blogspot.co.id/2013/09/arti-hakikatfungsi-dan-kedudukan-
bahasa.html
https://dosenbahasa.com/ciri-ciri-kata-baku-dan-tidak-baku
https://beritagar.id/artikel/tabik/bahasa-indonesia-yang-baik-dan-benar