Anda di halaman 1dari 23

Sakinah Fitri

Sejarah dan Periodisasi Ejaan


Bahasa Indonesia
Sejarah Bahasa Indonesia Sebelum
Kemerdekaan

Bahasa Melayu adalah bahasa kebangsaan


Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Bahasa Indonesia yang berkedudukan
sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa
resmi kenegaraan Republik Indonesia
merupakan sebuah dialek bahasa Melayu
yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau.
Berdasarkan beberapa prasasti yang
ditemukan yaitu Kedukan Bukit (683), Talang
Tuwo (684), Telaga Batu (tidak berangka
tahun), Bangka (686), dan Karang Brahi (686)
membuktikan bahwa Kerajaan Sriwijaya
menggunakan bahasa Melayu, yaitu disebut
Melayu Kuno sebagai bahasa resmi
pemerintahannya.
Belanda, seperti halnya negara-negara asing yang
lain sangat tertarik dengan rempah-rempah
Indonesia. Pada tahun 1596 datanglah pedagang
Belanda ke daerah Banten di bawah nama VOC.
Tujuan utama mereka adalah untuk berdagang,
tetapi sejak tahun 1799 diambil alih oleh
pemerintah Belanda. Dengan demikian,
tujuannya bukan hanya untuk berdagang,
melainkan juga untuk tujuan sosial dan
pendidikan.
Masalah yang dihadapi oleh Belanda adalah bahasa
pengantar. Tidak ada pilihan lain kecuali bahasa Melayu
karena pada saat itu bahasa Melayu secara luas sudah
digunakan sebagai lingua franca di seluruh Nusantara.
Dari hari ke hari kedudukan bahasa Melayu sebagai lingua
franca semakin kuat, terutama dengan tumbuhnya rasa
persatuan dan kebangsaan di kalangan pemuda pada awal
abad ke-20 sekalipun mendapat rintangan dari pemerintah
dan segolongan orang Belanda yang berusaha keras
menghalangi perkembangan bahasa Melayu dan berusaha
menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa nasional di
Indonesia.
Usaha puncak para pemuda untuk mempersatukan
rakyat terjadi pada Kongres Pemuda di Jakarta tanggal
28 Oktober 1928. dalam kongres itu para pemuda dari
berbagai organisasi pemuda mengucapkan ikrar
mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia; mengaku
bertanah air satu, tanah air Indonesia; dan menjunjung
tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Demikianlah, tanggal 28 Oktober merupakan hari yang
amat penting, merupakan hari pengangkatan atau
penobatan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
atau dengan kata lain bahasa nasional.
Bahasa Indonesia Sesudah
Kemerdekaan

Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada tahun


1945, bahasa Indonesia semakin mantap
kedudukannya. Perkembangannya juga makin
pesat. Sehari sesudah Proklamasi Kemerdekaan,
pada tanggal 18 Agustus ditetapkan UUD 1945
yang di dalamnya terdapat pasal 36 yang
menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia.” Sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia dipakai dalam semua urusan yang
berkaitan dengan pemerintahan dan negara.
Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia
mengalami perkembangan yang pesat.
Pemerintah orde lama dan orde baru
menaruh perhatian yang besar terhadap
perkembangan bahasa Indonesia di
antaranya melalui pembentukan lembaga
yang mengurus masalah kebahasaan yang
sekarang menjadi pusat dan
penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia.
Melalui perjalanan sejarah yang panjang, bahasa
Indonesia yang telah mencapai perkembangan
yang luar biasa, baik dari segi jumlah
penggunanya, maupun dari segi sistem tata
bahasa dan kosakata serta maknanya. Sekarang
bahasa Indonsia telah menjadi bahasa besar yang
digunakan dan dipelajari tidak hanya di seluruh
Indonesia tetapi juga di banyak negara (Badan
Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan
Daerah, FBS, UNM: 2014).
Periodisasi Ejaan Bahasa Indonesia

Ejaan Van Ophuijsen


Ejaan ini dirancang oleh Van Ophuijsen dengan bantuan dari
Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer serta Moehammad
Thaib Soetan Ibrahim pada tahun 1901.
Ch. A. Van Ophuijsen adalah seorang inspektur pendidikan
(dasar) bagi penduduk pribumi Sumatera dan daerah
sekitarnya  di tahun 1890-an.
Awal dari lahirnya ejaan ini adalah pemerintah yang
menugaskan Van Ophuijsen untuk merancang sistem ejaan
dasar yang mantap dan ilmiah untuk digunakan dalam
pengajaran. Tugas itu ia terima pada tahun 1896 dan selesai
pada tahun 1901.
Contoh aturan ejaan Van Ophuijsen

 Kata koe (akoe), kau, se, ke, dan di ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Contoh: koelihat, kaudengar, seorang, keroemah,
dibawa.
 Kata poen- selamanya dihubungkan dengan kata sebelumnya. Contoh:
Adapoen radja itoe hendak berangkat.
Sekalipoen tiada lagi berbunji.
 Ke- dan se- merupakan awalan, bukan ka- dan sa-. Contoh: ketiga,
sebenarnya.
 Ejaan van ophuijsen ini juga membahas awalan ter-, ber-, dan per- yang
jika dirangkaikan dengan kata dasar berawalan huruf r maka akan
luluh. Contoh: beroemah, terasa, peran.
 Akhiran –i akan diberi tanda ¨ apabila bertemu dengan kata yang
berakhiran huruf a. Contoh: menamaï.
Ejaan Suwandi atau Ejaan Republik
Ejaan ini disusun oleh Mr. Soewandi yang merupakan
nama Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan. Penyusunan ejaan baru ini dimaksudkan
untuk menyempurnakan ejaan yang berlaku
sebelumnya juga untuk menyederhanakan sistem ejaan
bahasa Indonesia.
Ejaan suwandi diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947
berdasarkan surat keputusan menteri pendidikan,
pengajaran, dan kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 264/Bhg.A.
Ejaan tersebut mengatur beberapa hal, di antaranya
sebagai berikut:

 Huruf oe diganti dengan huruf u. Contoh: oesia menjadi


usia.
 Bunyi hamzah dan bunyi sentak diganti dengan huruf k.
Contoh: tak, rakyat, tidak.
 Pengulangan diberi angka dua. Contoh: buku2,
mudah2an.
 Kata dasar berhuruf e (e pepet dalam bahasa Jawa)
boleh dihilangkan. Contoh: perahu menjadi prahu,
menteri menjadi mentri. Namun kata tersebut tidak
boleh dipergunakan pada kata berimbuhan. Contoh:
perangkap tidak boleh diubah menjadi prangkap.
Ejaan Pembaruan
Konsep Ejaan Pembaruan dikenal dengan ejaan Prijono-Katoppo,
yaitu sebuah nama yang diambil dari dua nama tokoh yang pernah
mengetuai panitia ejaan itu. Prof. Prijono merupakan Menteri
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Keberlanjutan tugas
Prof. Prijono dilakukan oleh E. Katoppo.
Prof M. Yamin memprakarsai kongres bahasa yang memutuskan
agar ejaan Soewandi disempurnakan. Kongres tersebut
diselenggarakan di Medan pada tahun 1954. Pada waktu itu
disarankan agar dapat diusahakan tiga hal sebagai berikut.
 Satu bunyi, satu huruf,
 Penetapan hendaknya dilakukan oleh badan yang kompeten,
 Ejaan itu hendaknya praktis, tetapi ilmiah.
Ejaan pembaruan mengatur beberapa hal, di antaranya adalah sebagai
berikut.
 Diftong ai, oi, au berubah penulisannya menjadi ay, oy, aw.
 Huruf-huruf yang muncul pada ejaan ini adalah ŋ (ng), t (tj), ń (nj), dan ś (sj).
 Pengaturan untuk fonem h adalah fonem h bila letaknya di depan dapat
menghilangkan, seperti hutan menjadi utan, juga dapat dihilangkan bila di
antara dua vokal berbeda, misalnya kata tahun menjadi ta-un, atau perahu
menjadi pera-u.
 Konsonan rangkap pada akhir kata dihilangkan. Contoh president menjadi
presiden.
 Partikel pun yang berarti juga dan saja, ditulis terpisah. Contoh: sekalipun
sama dengan meskipun, sekali pun sama dengan satu kali saja.
 Kata berulang yang memiliki arti tunggal ditulis tanpa tanda hubung,
contoh: alunalun. Sedangkan yang bermakna jamak dengan tanda hubung,
contoh: ibu-ibu, sekali-sekali.
Tindak lanjut perjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dan
Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1959, antara lain usaha
mempersamakan ejaan bahasa kedua negara ini.
Pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia Melayu (Slamet Mulyana-
Syed Nasir bin Ismail sebagai ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama
yang kemudian dikenal dengan ejaan Melindo (Melayu Indonesia).
Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan
peresmiannya. Ejaan melindo mengatur beberapa hal, di antaranya adalah
sebagai berikut.
 Fonem tambah f, ś, z. Contoh: fikiran, śair, ś
 Penulisan diftong: ay, aw, oy.
 Ejaan yang menggunakan tanda fonem lain dari yang sudah ditetapkan
sebagai fonem Melindo dianggap kata asing, misal: universitas, varia, vokal.
 Ejaan Melindo tidak jauh berbeda dengan Ejaan Pembaruan karena ejaan itu
sama-sama
Ejaan Baru merupakan lanjutan dari rintisan panitia ejaan
Melindo. Ejaan ini dikeluarkan pada tahun 1966
sebelum dikeluarkannya Ejaan Yang Disempurnakan.
Pelaksananya terdiri dari panitia Ejaan LBK (Lembaga
Bahasa dan Kesusaatraan yang sekarang bernama
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa) juga
terdiri dari panitia Ejaan Melayu yang berhasil
merumuskan ejaan tersebut.
Panitia tersebut bekerja atas dasar Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 062/67 pada
tahun 1967.
Ejaan LBK muncul karena ketidaksetujuan akan konsep Melindo. Beberapa
hal yang dibahas dalam seminar sastra 1968 yang membentuk konsep
Ejaan LBK ini adalah antara lain.
 Ada enam vokal (i, u, e, Ə, o, a).
 Diftong tetap.
 Di dan ke dibedakan antara preposisi dan imbuhan. Contoh: surat itu
ditulisnya di rumah.
 Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
 Mengenai istilah asing, misal guerilla (Spanyol), frasa coup de’etat
(Prancis), dan extra (Inggris) diubah menjadi gerilya, kudeta, dan ekstra.
 Ejaan ini juga membahas mengenai qalb (hati) dan bahasa Arab juga
mengenal kata kalb (anjing), namun diputuskan tetap menggunakan
kata kalbu untuk bahasa Indonesia.
Presiden Republik Indonesia Soeharto meresmikan Ejaan Yang Disempurnakan pada
tanggal 16 Agustus 1972.
Ejaan ini merupakan lanjutan dari Ejaan Baru atau Ejaan LBK. Pada Hari Proklamasi
Kemerdekaan tahun 1972 diresmikan aturan ejaan baru ini berdasarkan keputusan
Presiden Nomor  57 tahun 1972.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul
Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian
ejaan itu.
Pada tahun 1988, Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (PUEYD) edisi kedua
diterbitkan berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 0543a/U/1987 pad atanggal 9 September 1987.
Setelah itu, edisi ketiga diterbitkan pada tahun 2009 berdasarkan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Anis Baswedan, Pedoman Umum Ejaan yang
Disempurnakan (PUEYD) diganti dengan nama Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI) yang kesempurnaan naskahnya disusun oleh Pusat
Pengembangan dan Pelindungan, Badan Pengembangan dan Pembina Bahasa.
Berikut adalah beberapa contoh penggunaan kaidah Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan secara tepat.
 Huruf vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas lima huruf,
yaitu a, i, u, e, dan o. Contoh kata dengan penggunaan huruf
vokal bahasa Indonesia antara lain, api, emas, simpan, oleh,
ulang. Terdapat tiga macam dalam pelafalan huruf e.
 Diakritik (é) dilafalkan [e]. Contoh: Anak-anak bermain di teras
(téras).
 Diakritik (è) dilafalkan [ɛ]. Contoh: Pertahanan militer (militèr)
Indonesia cukup kuat.
 Diakritik (ê) dilafalkan [ə]. Contoh: Upacara itu dihadiri
pejabat teras (têras) Bank Indonesia.
Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia

PUEBI mengacu kepada Peraturan Menteri


Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
Nomor 50, tahun 2015 sebagai pengganti dari
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor
46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
Penetapan PUEBI merupakan upaya pemerintah
untuk memantapkan fungsi bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara.
Pemakaian huruf dalam PUEBI terdiri atas
delapan, yaitu: 1) huruf abjad, 2) huruf vokal,
3) huruf konsonan, 4) huruf diftong, 5) huruf
gabungan konsonan, 6) huruf kapital, 7) huruf
miring, 8) huruf tebal (Mahmudah:2107).
Sekian dan selamat belajar!

Anda mungkin juga menyukai