Oleh: Shofiyuddin, S. Pd., M. Pd. PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ALANWAR HAKIKAT BAHASA Bahasa merupakan alat komunikasi yang mengandung beberapa sifat yakni, sistematik, mana suka, ujar, manusiawi, dan komunikatif (Santosa, dkk., 2008:1.2).
Bahasa adalah alat komunikasi antara
anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1) Bahasa adalah sistem, lambang, bunyi, tutur yang bersifat arbitrer (mana suka) dengan mengandung maksud dan fungsi tertentu yang sesuai dengan konvensi yang ada pada masyarakat (Shofiyuddin, 2015) SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA 1. Sebelum Kemerdekaan Bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek melayu. Bahasa melayu digunakan sebagai alat perhubungan penduduk Indonesia yang mempunyai bahasa yang berbeda. Pada 28 Oktober 1928 dalam kongres pemuda yang dihadiri aktivis dari berbagai daerah, bahasa melayu diubah namanya menjadi bahasa Indonesia yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan atau bahasa nasional. Ini menjadi peristiwa penting dalam perjuangan bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia mengaku
berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia Dengan adanya bahasa persatuan, rasa persatuan bangsa menjadi semakin kuat. Sebagai wujud perhatian yang besar terhadap bangsa Indonesia, pada 1938 diselenggarakan Kongres bahasa Indonesia pertama di Solo. Apa sebab justru bahasa Melayu yang dijadikan bahasa Nasional?
Mengapa bukan bahasa Jawa yang jumlah
pemakainya meliputi hampir setengah penduduk Indonesia, juga bahasa yang kesusastraannya sudah maju dibandingkan dengan bahasa melayu?
Mengapa bukan bahasa Sunda yang juga
sudah banyak pemakainya, begitu pula sastranya yang sudah maju? Mulyana (dalam Badudu:1988) mengemukakan 4 faktor yang menjadi penyebab dipilihnya bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia.
1. Sejarah telah membantu
penyebaran bahasa Melayu. Bahasa Melayu merupakan lingua-franca di Indonesia, bahasa perhubungan/perdagangan. Malaka pada masa jayanya menjadi pusat perdagangan dan pusat pengembangan agama Islam. Dengan bantuan para pedagang, bahasa Melayu disebarkan ke seluruh pantai Nusantara terutama di kota-kota pelabuhan
Gubernur Jendral Rochussen menetapkan
bahasa Melayu dijadikan bahasa pengantar di sekolah untuk mendidik calon pegawai negeri bangsa bumiputera. Pada masa kedudukan Jepang, penyebaran bahasa Indonesia sangat terbantu karena ketika itu pemerintah Jepang melarang pemakaian bahasa musuh (Belanda dan Inggris). Karena itu, bahasa Indonesia mengalami kontak sosial di seluruh wilayah Indonesia dengan berbagai bahasa daerah. 2. Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana, ditinjau dari segi fonologi, morfologi, dan sintaksis. Karena sistemnya yang sederhana itu, bahasa Melayu mudah dipelajari. Dalam bahasa Melayu tidak dikenal tingkatan bahasa seperti bahasa Jawa, bahasa Bali, dan bahasa Sunda.
3. Faktor psikologi, bahwa suku Jawa dan Sunda
telah dengan sukarela menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Ada keikhlasan mengabaikan semangat dan rasa kesukuan karena sadar akan perlunya kesatuan dan persatuan 4. Kesanggupan bahasa Indonesia itu sendiri. Bahasa Indonesia telah mampu merepresentasikan maksud komunikasi dengan baik dan bahasa Indonesia telah siap dalam menghadapi perkembangan peradaban manusia yang semakin lama semakin kompleks. 2. Sesudah Kemerdekaan Sehari sesudah Proklamasi Kemerdekaan, pada 18 Agustus 1945 ditetapkan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat pasal 36 yang menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.” Dengan demikian, di samping berkedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai Setelah kemerdekaan, perkembangan bahasa Indonesia semakin pesat. Pada 28 Oktober- 2 November 1954 diadakan Kongres Bahasa kedua di Medan. Kemudian, didirikanlah Lembaga Bahasa Nasional yang menangani persoalan bahasa dan berdasarkan Surat Kepmendikbud, diubah namanya menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada 1 februari 1975. Berlanjut, perkembangan bahasa Indonesia semakin luas dan pada 28 Oktober-4 November 1978 diadakan Kongres Bahasa Indonesia Ketiga di Jakarta yang dihadiri oleh tokoh dari Indonesia dan luar negeri. Kongres tersebut, sekaligus memperingati hari ultah Sumpah Pemuda ke-50. SEJARAH PERKEMBANGAN EJAAN BAHASA INDONESIA 1. EJAAN VAN OPHUYSEN adalah ejaan resmi untuk bahasa Melayu yang disusun oleh Prof. Ch. A. van Ophuysen atas perintah Pemerintah Hindia Belanda. Ejaan itu terbit pada 1910 dalam Kitab Logat Melayu. Ejaan bahasa Melayu ini masih disesuaikan dengan ejaan bahasa Belanda. Contoh: j untuk menuliskan: jang, pajah, hajat. oe untuk menuliskan: goeroe, moeloet, doedoek, boesoek, dll. Kesukaran yang timbul pada ejaan van Ophuysen disebabkan oleh banyaknya tanda-tanda diakritik seperti koma ain, koma wasla, dan tanda trema yang selalu sulit untuk ditulis. Van ophuysen dalam mengindonesiakan kata-kata Arab mengalami kesulitan.
Contoh: ‘Abdu’llah, ‘umur, ‘akal,
ma’lum, ma’af, dll. 2. Ejaan Soewandi (Ejaan Republik) Ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia pada 19 Maret 1947. Soewandi adalah menteri PP dan K ketika itu. Perubahan yang dilakukan; a. oe seperti pada kata goeroe diganti dengan u: guru. b. kata yang ditulis dengan diakritik diganti huruf k. Contoh: ra’yat menjadi rakyat. c. e pada kata ekor, benar, ember dianggap sama dan penulisannya tanpa garis di atasnya. Ejaan soewandi
d. Kata ulang boleh dituliskan dengan angka 2, hanya
harus diperhatikan bagian mana yang diulang. Contoh: berjalan-jalan ditulis berjalan2, kekanak-kanakan boleh ditulis ke-kanak2an. e. Tanda trema mulai dihilangkan.
Dalam perkembangannya, ejaan soewandi mengalami
kesulitan-kesulitan baru, di antaranya penulisan kata ulang menggunakan angka 2, penulisan huruf pada kata asing seperti f, v, x, y, z belum dibahas secara baik. Dengan demikian, pada Kongres Bahasa Indonesia ke-2 diputuskan untuk menyusun ejaan pembaharuan. 3. EJAAN PEMBAHARUAN pada 19 Juli 1956 dibentuklah Panitia Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia. Hasil panitia ini tidak pernah diumumkan secara resmi. Salah satu yang menarik dari pekerjaan tim ini adalah huruf dj diganti dengan j, vokal rangkap ai diubah menjadi ay, vokal rangkap au diubah menjadi aw.
4. EJAAN MELINDO (Melayu-Indonesia)
diawali dari Panitia Kerja sama Bahasa Melayu/Bahasa Indonesia pada 7 Desember 1959 dan akan meresmikan ejaan baru pada januari 1960. Namun, rencana tersebut tidak menjadi kenyataan karena peristiwa politik Indonesia dan Malaysia yang semakin tegang. Ejaan Melindo
Ejaan Melindo hampir sama dengan Ejaan
Pembaharuan. Bedanya pada huruf tj, Ejaan Melindo menggunakan c sebagai pengganti tj, penulisan huruf e seperti pada kata ekor, e diberi garis atas. Jadi, seperti Ejaan van Ophuysen,. Demikian juga pada Ejaan Pembaharuan. 5. EJAAN LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan) Panitia ejaan ini dibentuk oleh Kepala Lembaga Bahasa dan Kesusastraan pada 7 Mei 1966. panitia terdiri atas para sarjana bahasa dari LBK dan dari Fakultas Sastra UI, berjumlah 8 orang. Perubahan yang dilakukan oleh LBK: a. Huruf tj diganti c b. Dj diganti dengan j c. J diganti dengan y d. Nj diganti dengan ny e. Huruf e ditulis dengan satu model saja, tanpa ada pepet. Oleh banyak kalangan, Ejaan LBK dipandang masih membutuhkan penyempurnaan dan pada 16 Agustus 1972, Pemerintah menetapkan ejaan baru bagi bahasa Indonesia yaitu Ejaan LBK yang telah mengalami perbaikan dan penyempurnaan yang dinamakan sekarang EyD. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI mengeluarkan buku kecil Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan pada 1972 (tanpa hari dan bulan) Beberapa Perubahan EyD dari Ejaan LBK Ejaan LBK EyD 1. Abjad dibaca: a, ba, ca, 1. dibaca: a, be, ce, de, da, ….. Ya za. …….ye, zet. 2. Kata majemuk dituliskan 2. Ditulis terpisah: orang serangkai: orangtua, tua, rumah sakit, meja keretaapi, tandatangan tulis. 3. Tanda titik dipakai pada 3. Ditulis tanpa titik: singkatan yang terdiri MPR, UUD, SMP. atas huruf awal. Misal: M.P.R, U.U.D, S.M.P., dll. KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia memiliki 3 kedudukan:
1. Sebagai bahasa nasional 2. Sebagai bahasa persatuan 3. Sebagai bahasa negara
Kedudukan bahasa nasional disandang sejak
munculnya gerakan kebangkitan nasional pada awal abad XX. Kedudukan sebagai bahasa persatuan disandang sejak 28 Oktober 1928, dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda. Kedudukan sebagai bahasa negara disandang sejak Sebagai bahasa nasional, artinya bahasa Indonesia adalah lambang kenasionalan bangsa dan negara Indonesia, di samping dua lambang lainnya, yaitu Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan Bendera kebangsaan, yaitu Sang Merah Putih.
Sebagai bahasa Persatuan, artinya bahasa
Indonesia adalah satu-satunya bahasa yang menjadi alat komunikasi verbal antarsuku yang tersebar di Indonesia. Sebagai bahasa negara, artinya bahasa Indonesia adalah satu- satunya bahasa yang harus digunakan dalam menjalankan administrasi kenegaraan, atau kegiatan nasional. Misal, pidato kenegaraan, pengantar dalam pendidikan, laporan ilmiah, kitab undang-undang, surat dinas, buku FUNGSI BAHASA INDONESIA Keraf (dalam Finoza, 2015:2) mengemukakan 4 fungsi bahasa: a. Sebagai alat/media komunikasi b. Sebagai alat untuk ekspresi diri c. Sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial d. Sebagai alat kontrol sosial Sumber: Chaer, Abdul. 2011. Ragam Bahasa Ilmiah. Jakarta: Rineka Cipta Finoza, Lamuddin. 2005. Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia Keraf, Gorys. 2004. Komposisi. NTT: Nusa Indah Nasucha, Yakub, dkk. 2010. Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: Media Perkasa Santosa, Puji, dkk. 2008. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Tangerang: Universitas Terbuka