Anda di halaman 1dari 19

Aku terbang bersama kata-kata di ambang keabadian

Alfabet yang terpilin lewat jalinan bahasa tak kenal alfa


disitulah kuberduka tatkala jeda tak lagi bernama...
Di mana muara?
Bernyanyiku dalam monolog yang buta tuli oleh jengkal
langkah berani
Inikah kontradiksi? Meratapku dalam keterasingan yang
jejaliku dengan cumbu...
Lewat bahasa kuterjemahkan apa itu makna dari karya.
Lewat bahasa kupersembahkan makna sebuah jiwa
(yudis...untuk kotak putih tulang, 101011)
SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI
BAHASA INDONESIA
A. Sejarah Bahasa Indonesia
Sejarah lahirnya bahasa Indonesia dapat disederhanakan seperti
pada skema di bawah ini:
Sejarah Bahasa Indonesia

Pascakemerdekaan Prakemerdekaan
- Ditandai dengan penggunaan - Ditandai dengan adanya
bahasa Melayu (lingua franca) Sumpah Pemuda pada
tanggal 28 Oktober 1928
Dasar Penggunaan Bahasa Melayu sebagai akar dari bahasa Indonesia:
1. Kedudukannya yang telah berabad-abad sebagai bahasa perhubungan
antarpulau (lingua franca)
2. Bentuk tata bahasanya yang luwes dan mudah dipelajari
3. Bahasa Melayu tidak mengenal tingkatan-tingkatan (speech levels)
(Kunardi, 2005: 6)

Bahasa Melayu terdiri dari dua klasifikasi, yaitu:


 Melayu Pasar sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk ini
mudah dimengerti, memiliki toleransi kesalahan yang tinggi, dan
fleksibel dalam menyerap istilah dari bahasa lain.

 Melayu Tinggi merupakan bentuk yang lebih resmi. Pada masa lalu
bentuk ini digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera,
Malaya, dan Jawa. Bentuk ini lebih sulit karena penggunaannya sangat
halus, penuh sindiran, agak sulit dimengerti dibanding Melayu Pasar,
tingkat toleransi kesalahan yang rendah, dan tidak ekspresif seperti
bahasa Melayu Pasar.
Adapun pertimbangan pilihan bahasa Melayu tuturan
Riau dipakai sebagai akar bahasa Indonesia sebagai
berikut.

1. Suku-suku lain di Republik Indonesia akan merasa


dijajah oleh suku Jawa jika menggunakan bahasa Melayu
tuturan Jawa.

2. Bahasa Melayu Riau lebih mudah dipelajari dibanding


bahasa Jawa. Bahasa Jawa memiliki tingkatan bahasa
(halus, biasa, dan kasar). Tingkatan ini digunakan untuk
orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun
pangkat dan kesan negatif sering muncul jika pemakai
bahasa Jawa kurang memahami budaya Jawa.
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

1. Cikal bakal ejaan bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yang
ditetapkan pada tahun 1901. Pada tahun inilah Ch. A. van Ophuijsen
membuat ejaan resmi bahasa Melayu yang dimuat dalam
Kitab Logat Melayu.

2. Sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama


Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat) didirikan
pemerintah pada tahun 1908. badan penerbit ini berubah menjadi
Balai Pustaka pada tahun 1917. Balai Pustaka ini menerbitkan buku-
buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku
penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, dll
3. Pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda dari beberapa daerah,
seperti Sumatra, Jawa, Sulawesi, dll. berkumpul. Peristiwa ini
dikenal dengan Sumpah Pemuda. Salah satu butir dalam Sumpah
Pemuda sangat penting dalam perkembangan bahasa Indonesia.
Pada saat inilah bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa
persatuan.

4. Sebuah angkatan sastrawan muda yang dipelopori oleh Sutan


Takdir Alisyahbana, Sanusi Pane, Armijn Pane, dll. berusaha
melawan kebijakan yang dibuat oleh badan penerbit yang sudah
ada, yaitu Balai Pustaka. Kelompok sastrawan ini dikenal dengan
nama Pujangga Baru. Nama Pujangga Baru berasal dari nama
sebuah majalah yang terbit pada tahun 1933.
5. Kongres Bahasa Indonesia I dilakukan di Solo pada 25-28 Juni 1938.

Hasil kongres ini secara umum menyimpulkan bahwa usaha

pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dilakukan secara

sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.

6. Kemerdekaan Indonesia juga menetapkan bahasa Indonesia

sebagai bahasa negara. Hal ini sebagaimana dituangkan dalam

Undang-Undang Dasar RI 1945 Pasal 36. Undang-Undang Dasar

1945 ini ditandatangani sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan,

tepatnya tanggal 18 Agustus 1945 .


7. Ejaan bahasa Melayu buatan van Ophuijsen pada
tahun 1901 sudah tidak dipakai dalam kaidah bahasa
Indonesia. Hal ini disebabkan pada tanggal 19 Maret
1947 telah diresmikan penggunaan Ejaan Republik
(Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van
Ophuijsen. Jadi, ejaan van Ophuijsen sudah berlaku
selama 46 tahun sebelum diganti Ejaan Republik.

8. Pada tahun 1953 Kamus Bahasa Indonesia yang


pertama diterbitkan. Kamus ini dibuat oleh
Poerwadarminto. Dalam kamus itu tercatat jumlah
lema (kata) dalam bahasa Indonesia mencapai
23.000.
9 Kongres Bahasa Indonesia II dilaksanakan pada 28
Oktober s.d. 2 November 1954 di Medan. Hasil
kongres mengamanatkan untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat
sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai
bahasa negara.

10 Melalui pidato kenegaraan H. M. Soeharto selaku


Presiden Republik Indonesia di hadapan sidang DPR
pada tanggal 16 Agustus 1972, Ejaan Republik yang
dikenal juga sebagai Ejaan Soewandi diganti dengan
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
(EYD). Selain itu, peresmian Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) dikuatkan pula dengan
Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
11. Pada tahun yang sama, tepatnya pada tanggal 31 Agustus 1972, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

12. Pada tahun 1976 Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia
dan terdapat 1.000 kata baru. Artinya, dalam waktu 23 tahun hanya
terdapat 1.000 penambahan kata baru.

13. Kongres Bahasa Indonesia III diselenggarakan di Jakarta pada tanggal


28 Oktober s.d. 2 November 1978. Kongres ini bersamaan dengan 50
tahun Sumpah Pemuda. Selain memperlihatkan kemajuan,
pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia, hasil kongres ini
juga memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
14. Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Kongres Bahasa
Indonesia IV dilaksanakan di Jakarta pada 21—26 November 1983. Hasil
kongres menyebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia harus lebih ditingkatkan. Semua warga negara Indonesia agar
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

15. Kongres Bahasa Indonesia V dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar
bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara dan peserta tamu dari negara
sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda,
Jerman, dan Australia. Kongres ini dilakukan di Jakarta pada 28
Oktober s.d. 3 November 1988. Kongres ini juga mempersembahkan
karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa berupa
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
16. Kongres Bahasa Indonesia VI dilaksanakan pada 28
Oktober s.d. 2 November 1993. Kongres ini pun
tetap dilaksanakan di ibukota, Jakarta dan belum
pernah dilaksanakan di daerah-daerah yang lain.
Hasil kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa statusnya ditingkatkan
menjadi Lembaga Bahasa Indonesia. Selain itu, juga
mengusulkan agar Undang-Undang Bahasa
Indonesia disusun.

17. Kongres Bahasa Indonesia VII dilaksanakan 26-30


Oktober 1998 masih di Jakarta. Hasil kongres
mengusulkan agar dibentuk Badan Pertimbangan
Bahasa. Badan ini memiliki anggota dari tokoh
masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian
terhadap bahasa dan sastra.
. Kongres Bahasa Indonesia VIII dilaksanakan 14—17 Oktober 2003 di
Jakarta. Banyaknya negara yang membuka studi mengenai
Indonesia mendorong panitia mengagendakan pembuatan bahan
ajar pelajaran Bahasa Indonesia untuk para penutur asing. Hal ini
dibuktikan dengan adanya 35 negara yang telah memiliki pusat
studi tentang Indonesia di perguruan tinggi. Agar para penutur
asing itu harus bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar
dibutuhkan pedoman buku ajar.

Selian itu, akan dikembangkan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia


(UKBI). UKBI tidak hanya ditujukan bagi para warga asing yang
akan bekerja di Indonesia, tetapi juga warga Indonesia sendiri.
Kongres Bahasa Indonesia IX dilaksanakan pada 28—31 Okober 2008 di

Jakarta.

Hasil kongres ini menyatakan bahwa bentuk-bentuk pemakaian

bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah adalah bentuk-bentuk

pemakaian bahasa dari variasi bahasa baku.

Bentukan bahasa dari berbagai variasi, misalnya berdasarkan dialek

geografi, dialek sosial, register (digunakan oleh profesi tertentu,

misalnya dokter, pengacara, dsb.) dapat diperoleh siswa dalam berbagai

pemakaian bahasa di masyarakat.


USAHA PENYEMPURNAAN EJAAN BAHASA INDONESIA
 Ejaan-ejaan ini bahasa Indonesia mengalami beberapa usaha untuk
penyempurnaan. Perkembangan ejaan ini diawali dari cikal bakal ejaan
bahasa Indonesia yang berasal dari Kitab Logat Melayu, yaitu ejaan van
Ophuijsen hingga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

1. Ejaan van Ophuijsen


 Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Van
Ophuijsen merupakan tokoh yang telah merancang ejaan ini. Van
Ophuijsen tidak sendirian, ia dibantu oleh Engku Nawawi gelar
Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Usaha ini
tidaklah sia-sia karena ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901. Ciri-ciri
dari ejaan ini, yaitu
 huruf j, misalnya jang, pajah, sajang, dsb.
 huruf oe, misalkan goeroe, itoe, oemoer, dsb.
 tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, misalkan ma’moer,
’akal, ta’, pa’, dinamai’, dsb.
2. Ejaan Soewandi
Ejaan ini dipilih pemerintah Indonesia di masa-masa awal kemerdekaan
untuk menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Ejaan ini resmi menggantikan
ejaan Van Ophuijsen pada tanggal 19 Maret 1947. Karena berdekatan dengan
proklamasi, ejaan ini disebut Ejaan Republik. Penamaan ini sekaligus
menunjukkan semangat kemerdekaan yang baru berumur hampir dua
tahun. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
huruf oe diganti dengan u, misalkan guru, itu, umur, dsb.
bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, misalkan tak, pak, rakjat,
dsb.
kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, misalkan kanak2, ber-jalan2, ke-
barat2-an
awalan di- dan kata depan di ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya, misalkan dipasar, dipukul, dibaca
3. Ejaan Melindo
 Melindo merupakan kepanjangan dari Melayu—Indonesia. Ejaan Melindo
ini dikenal pada akhir tahun 1959. Peresmian ejaan ini batal karena faktor
perkembangan politik pada tahun-tahun berikutnya. Ejaan dengan nama
Melayu—Indonesia ini tentu tidak hanya berkaitan dengan Republik
Indonesia, melainkan juga dengan negeri tetangga kawasan Melayu,
seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam.

4. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)


 Ejaan bahasa Indonesia yang hingga kini masih berlaku adalah ejaan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Lebih dari 30 tahun ejaan ini
dipertahankan. Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16
Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia, yaitu almarhum Presiden
Soeharto. Peresmian ini dikuatkan dengan Putusan Presiden No. 57
Tahun 1972.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia menurut Depdiknas dalam Pelatihan Nasional
Dosen Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi berpendapat sebagai berikut:
a. Sebagai bahasa nasional
b. Sebagai lambang kebangsaan nasional
c. Sebagai lambang identitas nasional
d. Sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa
e. Sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya
f. Sebagai bahasa negara
g. Sebagai bahasa kenegaraan
h. Sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
i. Sebagai alat perhubungan di tingkat nasional untuk kepentingan pembangunan dan
pemerintahan
j. Sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
PENGEMBANGAN DAN MODEL PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA
Status Bhs Indonesia sbg Bhs Nasional &
Bhs Negara

Pendekatan
Komunikatif

Pembelajaran Kontekstual
dan Bermakna
 
Media Permainan Bahasa
 
Gaya Belajar Siswa/ Mahasiswa

 Model Pembelajaran Bahasa Indonesia


yang Dialogis, Bermakna,
dan Menggembirakan
tanpa Meninggalkan Status Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional &
Bahasa Negara

Anda mungkin juga menyukai