Anda di halaman 1dari 19

Drs. H. Latif Jauhari , M.

Pd
Email : latif_jauhari@yahoo.co.id
 Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu
merupakan sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai
lingua franca (bahasa pergaulan) di nusantara

 Untuk pertama kalinya, istilah Bahasa Melayu disebutkan sekitar


683-686 M. Angka ini tercantum pada beberapa prasasti
berbahasa Melayu Kuna dari Palembang dan Bangka. Prasasti-
prasasti ini sudah menggunakan aksara Pallawa atas perintah
raja Sriwijaya yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Selain itu,
Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu
Kuna di Jawa Tengah. Berbagai batu bertulis (prasasti) yang
ditemukan itu seperti Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 di
Palembang, Prasasti Talang Tuo tahun 684 di Palembang,
Prasasti Kota Kapur tahun 686 di Bangka Barat, dan Prasasti
Karang Brahi tahun 688 antara Jambi dan Sungai Musi.
 Bahasa Melayu memiliki dua bentuk, yaitu melayu pasar
dan melayu tinggi.

 Melayu Pasar sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari.


Bentuk ini mudah dimengerti, memiliki toleransi kesalahan
yang tinggi, dan fleksibel dalam menyerap istilah dari
bahasa lain.

 Melayu Tinggi merupakan bentuk yang lebih resmi. Pada


masa lalu bentuk ini digunakan kalangan keluarga
kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk ini
lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh
sindiran, agak sulit dimengerti disbanding Melayu Pasar,
tingkat toleransi kesalahan yang rendah, dan tidak
ekspresif sperti bahasa Melayu Pasar.
 Bahasa Indonesia dianggap lahir atau diterima
keberadaannya pada Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928 yang menyebut sebagai bahasa
persatuan. Namun, secara resmi, bahasa
Indonesia baru diakui keberadaannya pada
tanggal 18 Agustus 1945. Undang-Undang
Dasar RI 1945 Pasal 36 menyebut bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi.

 Pemerintah saat itu menyetujui pemilihan bahasa


Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu
tuturan Riau. Presiden Soekarno tidak memilih
bahasa Jawa yang merupakan bahasanya sendiri
dan juga bahasa mayoritas pada saat itu.
Adapun pertimbangan pilihan bahasa Melayu tuturan
Riau sebagai berikut;

1. Suku-suku lain di Republik Indonesia akan merasa


dijajah oleh suku Jawa jika menggunakan bahasa
Melayu tuturan Jawa.

1. Bahasa Melayu Riau lebih mudah dipelajari


dibanding bahasa Jawa. Bahasa Jawa memiliki
tingkatan bahasa (halus, biasa, dan kasar).
Tingkatan ini digunakan untuk orang yang
berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat
dan kesan negatif sering muncul jika pemakai
bahasa Jawa kurang memahami budaya Jawa.
3. Suku Melayu berasal dari Riau. Sultan Malaka
yang terakhir juga lari ke Riau setelah Malaka
direbut oleh Portugis. Selain itu, bahasa Melayu
Riau paling sedikit terpengaruh bahasa Cina
Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa
lainnya.

4. Menumbuhkan semangat patriotik dan


nasionalisme negara tetangga, seperti Malaysia,
Brunei, dan Singapura yang juga menggunakan
bahasa Melayu dan nasibnya sama dengan
Indonesia, yaitu dijajah Inggris.

5. Para pejuang kemerdekaan diharapkan bersatu


lagi dengan tujuan persatuan dan kebangsaan.
1. Cikal bakal ejaan bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Melayu yang ditetapkan pada tahun 1901.
Pada tahun inilah Ch. A. van Ophuijsen membuat
ejaan resmi bahasa Melayu yang dimuat dalam
Kitab Logat Melayu.

2. Sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang


diberi nama Commissie voor de Volkslectuur
(Taman Bacaan Rakyat) didirikan pemerintah
pada tahun 1908. badan penerbit ini berubah
menjadi Balai Pustaka pada tahun 1917. Balai
Pustaka ini menerbitkan buku-buku novel seperti
Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku
penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara
kesehatan, dll
3. Pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda dari
beberapa daerah, seperti Sumatra, Jawa, Sulawesi, dll.
berkumpul. Peristiwa ini dikenal dengan Sumpah
Pemuda. Salah satu butir dalam Sumpah Pemuda
sangat penting dalam perkembangan bahasa
Indonesia. Pada saat inilah bahasa Indonesia
dianggap sebagai bahasa persatuan.

4. Sebuah angkatan sastrawan muda yang dipelopori


oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Sanusi Pane, Armijn
Pane, dll. berusaha melawan kebijakan yang dibuat
oleh badan penerbit yang sudah ada, yaitu Balai
Pustaka. Kelompok sastrawan ini dikenal dengan
nama Pujangga Baru. Nama Pujangga Baru berasal
dari nama sebuah majalah yang terbit pada tahun
1933.
5. Kongres Bahasa Indonesia I dilakukan di Solo
pada 25-28 Juni 1938. Hasil kongres ini secara
umum menyimpulkan bahwa usaha pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia dilakukan
secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan
Indonesia saat itu.

6. Kemerdekaan Indonesia juga menetapkan bahasa


Indonesia sebagai bahasa negara. Hal ini
sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang
Dasar RI 1945 Pasal 36. Undang-Undang Dasar
1945 ini ditandatangani sehari setelah
Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya tanggal 18
Agustus 1945 .
7. Ejaan bahasa Melayu buatan van Ophuijsen pada
tahun 1901 sudah tidak dipakai dalam kaidah
bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan pada
tanggal 19 Maret 1947 telah diresmikan
penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen. Jadi,
ejaan van Ophuijsen sudah berlaku selama 46
tahun sebelum diganti Ejaan Republik.

8. Pada tahun 1953 Kamus Bahasa Indonesia yang


pertama diterbitkan. Kamus ini dibuat oleh
Poerwadarminto. Dalam kamus itu tercatat
jumlah lema (kata) dalam bahasa Indonesia
mencapai 23.000.
9 Kongres Bahasa Indonesia II dilaksanakan pada
28 Oktober s.d. 2 November 1954 di Medan.
Hasil kongres mengamanatkan untuk terus-
menerus menyempurnakan bahasa Indonesia
yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan
ditetapkan sebagai bahasa negara.

10 Melalui pidato kenegaraan H. M. Soeharto selaku


Presiden Republik Indonesia di hadapan sidang
DPR pada tanggal 16 Agustus 1972, Ejaan
Republik yang dikenal juga sebagai Ejaan
Soewandi diganti dengan Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan (EYD). Selain itu, peresmian
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dikuatkan pula
dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
11. Pada tahun yang sama, tepatnya pada tanggal 31 Agustus
1972, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah
resmi berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

12. Pada tahun 1976 Pusat Bahasa menerbitkan Kamus


Bahasa Indonesia dan terdapat 1.000 kata baru. Artinya,
dalam waktu 23 tahun hanya terdapat 1.000 penambahan
kata baru.

13. Kongres Bahasa Indonesia III diselenggarakan di Jakarta


pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978. Kongres
ini bersamaan dengan 50 tahun Sumpah Pemuda. Selain
memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan
perkembangan bahasa Indonesia, hasil kongres ini juga
memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
14. Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan dalam
rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55.
Kongres Bahasa Indonesia IV dilaksanakan di Jakarta pada
21—26 November 1983. Hasil kongres menyebutkan
bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
harus lebih ditingkatkan. Semua warga negara Indonesia
agar menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar.

15. Kongres Bahasa Indonesia V dihadiri oleh kira-kira tujuh


ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara dan
peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei
Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan
Australia. Kongres ini dilakukan di Jakarta pada 28
Oktober s.d. 3 November 1988. Kongres ini juga
mempersembahkan karya besar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa berupa Kamus Besar Bahasa
Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
16. Kongres Bahasa Indonesia VI dilaksanakan pada
28 Oktober s.d. 2 November 1993. Kongres ini
pun tetap dilaksanakan di ibukota, Jakarta dan
belum pernah dilaksanakan di daerah-daerah
yang lain. Hasil kongres mengusulkan agar Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa statusnya
ditingkatkan menjadi Lembaga Bahasa Indonesia.
Selain itu, juga mengusulkan agar Undang-
Undang Bahasa Indonesia disusun.

17. Kongres Bahasa Indonesia VII dilaksanakan 26-


30 Oktober 1998 masih di Jakarta. Hasil kongres
mengusulkan agar dibentuk Badan Pertimbangan
Bahasa. Badan ini memiliki anggota dari tokoh
masyarakat dan pakar yang mempunyai
kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
18. Kongres Bahasa Indonesia VIII dilaksanakan 14—17
Oktober 2003 di Jakarta. Banyaknya negara yang
membuka studi mengenai Indonesia mendorong
panitia mengagendakan pembuatan bahan ajar
pelajaran Bahasa Indonesia untuk para penutur
asing. Hal ini dibuktikan dengan adanya 35 negara
yang telah memiliki pusat studi tentang Indonesia di
perguruan tinggi. Agar para penutur asing itu harus
bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar
dibutuhkan pedoman buku ajar.

Selian itu, akan dikembangkan Uji Kemahiran


Berbahasa Indonesia (UKBI). UKBI tidak hanya
ditujukan bagi para warga asing yang akan bekerja di
Indonesia, tetapi juga warga Indonesia sendiri.
19. Kongres Bahasa Indonesia IX dilaksanakan pada
28—31 Okober 2008 di Jakarta.
 Hasil kongres ini menyatakan bahwa bentuk-
bentuk pemakaian bahasa Indonesia yang
diajarkan di sekolah adalah bentuk-bentuk
pemakaian bahasa dari variasi bahasa baku.
 Bentukan bahasa dari berbagai variasi,
misalnya berdasarkan dialek geografi, dialek
sosial, register (digunakan oleh profesi
tertentu, misalnya dokter, pengacara, dsb.)
dapat diperoleh siswa dalam berbagai
pemakaian bahasa di masyarakat.
 Ejaan-ejaan ini bahasa Indonesia mengalami beberapa
usaha untuk penyempurnaan. Perkembangan ejaan ini
diawali dari cikal bakal ejaan bahasa Indonesia yang berasal
dari Kitab Logat Melayu, yaitu ejaan van Ophuijsen hingga
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

1. Ejaan van Ophuijsen


 Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf
Latin. Van Ophuijsen merupakan tokoh yang telah
merancang ejaan ini. Van Ophuijsen tidak sendirian, ia
dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Usaha ini tidaklah sia-sia
karena ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901. Ciri-ciri dari
ejaan ini, yaitu
 huruf j, misalnya jang, pajah, sajang, dsb.
 huruf oe, misalkan goeroe, itoe, oemoer, dsb.
 tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema,
misalkan ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dinamai’, dsb.
2. Ejaan Soewandi
 Ejaan ini dipilih pemerintah Indonesia di masa-masa awal
kemerdekaan untuk menggantikan ejaan Van Ophuijsen.
Ejaan ini resmi menggantikan ejaan Van Ophuijsen pada
tanggal 19 Maret 1947. Karena berdekatan dengan
proklamasi, ejaan ini disebut Ejaan Republik. Penamaan ini
sekaligus menunjukkan semangat kemerdekaan yang baru
berumur hamper dua tahun. Ciri-ciri ejaan ini yaitu
 huruf oe diganti dengan u, misalkan guru, itu, umur, dsb.
 bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k,
misalkan tak, pak, rakjat, dsb.
 kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, misalkan
kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an
 awalan di- dan kata depan di ditulis serangkai dengan
kata yang mendampinginya, misalkan dipasar, dipukul,
dibaca
3. Ejaan Melindo
 Melindo merupakan kepanjangan dari Melayu—Indonesia.
Ejaan Melindo ini dikenal pada akhir tahun 1959.
Peresmian ejaan ini batal karena faktor perkembangan
politik pada tahun-tahun berikutnya. Ejaan dengan nama
Melayu—Indonesia ini tentu tidak hanya berkaitan dengan
Republik Indonesia, melainkan juga dengan negeri
tetangga kawasan Melayu, seperti Malaysia, Singapura,
Brunei Darussalam.

4. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)


 Ejaan bahasa Indonesia yang hingga kini masih berlaku
adalah ejaan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Lebih dari
30 tahun ejaan ini dipertahankan. Ejaan ini diresmikan
pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh
Presiden Republik Indonesia, yaitu almarhum Presiden
Soeharto. Peresmian ini dikuatkan dengan Putusan
Presiden No. 57 Tahun 1972
5. EYD berdasarkan Permendiknas Nomor 46 Tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai