Anda di halaman 1dari 5

Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi bangsa Indonesia.

Dalam setiap peradaban


manusia, bahasa selalu hadir di tengah-tengah mereka. Bahasa dan manusia merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana bahasa bertindak
sebagai suatu media yang membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa yang
hadir dalam suatu kelompok masyarakat merupakan hasil dari interaksi antarsesama manusia
yang ada di tempat tersebut. Hal ini juga berlaku bagi bahasa Indonesia yang telah tercipta
berpuluh tahun lalu dan mengalami perkembangan yang begitu signifikan hingga kini.
Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia
Perkembangan bahasa Indonesia lisan maupun tulisan berkembang mulai pada saat
terbentuknya, yaitu pada 28 Oktober 1928, bersamaan dengan momen Sumpah Pemuda.
Setelah terbentuk, bahasa Indonesia terus berkembang seiring berlakunya ejaan Van
Ophuijsen, Soewandi, Melindo bahkan hingga ke Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Bahasa
Indonesia yang telah dikenal oleh khalayak umum merupakan bahasa Melayu yang menjadi
lingua franca atau bahasa perhubungan di Nusantara kala itu. Bahasa Melayu telah ada dan
digunakan terlebih dahulu. Keberadaan bahasa Melayu pun dapat ditilik dalam saat persiapan
Kongres Pemuda tahun 1926, para pemuda masih mempermasalahkan tentang sebutan
bahasa persatuan Indonesia. Kemudian M. Tabrani mengusulkan bahasa Melayu diganti
dengan istilah bahasa Indonesia dan hal ini pun disetujui bersama pada 2 Mei 1926.
Tiga bulan menjelang Sumpah Pemuda, tepatnya 15 Agustus 1926, Soekarno dalam
pidatonya menyatakan bahwa perbedaan bahasa di antara suku bangsa Indonesia tidak akan
menghalangi persatuan, tetapi makin luas bahasa Melayu (bahasa Indonesia) itu tersebar,
makin cepat kemerdekaan Indonesia terwujud. Pada zaman Belanda ketika Dewan Rakyat
dibentuk, yakni pada 18 Mei 1918 bahasa Melayu memperoleh pengakuan sebagai bahasa
resmi kedua di samping bahasa Belanda yang berkedudukan sebagai bahasa resmi pertama di
dalam sidang Dewan rakyat. Sayangnya, anggota bumiputra tidak banyak yang
memanfaatkannya. Masalah bahasa resmi muncul lagi dalam Kongres Bahasa Indonesia
pertama di Solo pada tahun 1938. Pada kongres itu ada dua hal hasil keputusan penting yaitu
bahasa Indonesia menjadi (1) bahasa resmi dan (2) bahasa pengantar dalam badan-badan
perwakilan dan perundangundangan.
Demikianlah ”lahir”nya bahasa Indonesia bukan sebagai sesuatu yang tiba-tiba jatuh dari
langit, tetapi melalui perjuangan panjang disertai keinsafan, kebulatan tekad, dan semangat
untuk bersatu. Api perjuangan itu berkobar terus untuk mencapai Indonesia merdeka yang
sebelum itu harus berjuang melawan penjajah.
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia dan Jepang tidak dapat menggunakan bahasa
lain selain bahasanya sendiri. Bahasa Belanda jatuh dari kedudukannya sebagai bahasa
resmi. Bahkan, dilarang untuk digunakan. Jepang mengajarkan bahasa Jepang kepada orang
Indonesia dan bermaksud menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda
untuk digunakan oleh orang Indonesia. Akan tetapi, usaha itu tidak dapat dilakukan secara
cepat seperti waktu dia menduduki Indonesia. Karena itu, untuk sementara Jepang memilih
jalan yang praktis yaitu memakai Indonesia yang sudah tersebar di seluruh kepulauan
Indonesia. Satu hal yang perlu dicatat bahwa selama zaman pendudukan Jepang 1942-1945
bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di semua tingkat pendidikan.
Demikianlah, Jepang terpaksa harus menumbuhkan dan mengembangkan bahasa Indonesia
secepat-cepatnya agar pemerintahannya dapat berjalan dengan lancar. bagi orang Indonesia
hal itu merupakan keuntungan besar terutama bagi para pemimpin pergerakan kemerdekaan.
Dalam waktu yang pendek dan mendesak mereka harus beralih dari bahasa Belanda ke
Bahasa Indonesia. Selain itu, semua pegawai negeri dan masyarakat luas yang belum paham
akan bahasa Indonesia, secara cepat dapat memahami bahasa Indonesia.
Waktu Jepang menyerah, tampak bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan makin
kuat kedudukannya. Berkaitan dengan hal di atas, semua peristiwa tersebut menyadarkan kita
tentang arti bahasa nasional. Bahasa nasional identik dengan bahasa nasional yang didasari
oleh nasionalisme, tekad, dan semangat kebangsaan. Bahasa nasional dapat terjadi meskipun
eksistensi negara secara formal belum terwujud. Sejarah bahasa Indonesia berjalan terus
seiring dengan sejarah bangsa pemiliknya.
Upaya pemerintah dan para tokoh bahasa yang memiliki komitmen terhadap pelestarian
bahasa Indonesia mengadakan kongres-kongres dalam rangka membahas perkembangan
bahasa Indonesia, Pertemuan yang rutin dilaksanakan ini diberi nama kongres bahasa
Indonesia. ah diadakan 10 kali kongres bahasa Indonesia yang bertujuan untuk memelihara
dan menjaga eksistensi bahasa Indonesia di dalam perkembangan globalisasi dan
modernisasi. Kongres bahasa Indonesia yang 1 dilaksanakan di Kota Solo, Jawa Tengah,
pada tanggal 25-28 Juni tahun 1938, Kongres bahasa Indonesia II dilaksanakan di Kota
Medan, Sumatra Utara, pada 28 Oktober-1 November 1954, Kongres bahasa Indonesia III
dilaksanakan di Ibukota Jakarta, pada 28 Oktober-2 November 1978, Kongres bahasa
Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta, dari 21-26 November 1983, Kongres bahasa
Indonesia yang V dilaksanakan di Jakarta, pada 28 Oktober-3 November 1988, Kongres
bahasa Indonesia yang VI dilaksanakan di Jakarta, yakni pada 28 Oktober-2 November 1993,
Kongres bahasa Indonesia VII dilaksanakan di Hotel Indonesia, Jakarta, yakni pada 26-30
Oktober 1998, Kongres bahasa Indonesia VIII diselenggarakan di Jakarta, yakni pada 14-17
Oktober 2003, Kongres bahasa Indonesia IX dilaksanakan di Jakarta, yakni pada 28 Oktober
-1 November 2008, Kongres bahasa Indonesia yang X dilaksanakan di Jakarta, yakni pada
28- 31 Oktober 2013.
Kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dimiliki sejak diikrarkan Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, sedangkan kedudukan sebagai bahasa negara
dimiliki sejak diresmikan Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945). Dalam UUD
1945, Bab XV, Pasal 36 tercantum ”Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia”.
1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Salah satu kedudukan bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional. Kedudukan
sebagai bahasa nasional tersebut dimiliki oleh bahasa Indonesia sejak dicetuskannya
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di dalam kedudukannya sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
(1) lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial
budaya yang mendasari rasa kebanggaan kita. Melalui bahasa nasional, bangsa
Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dijadikannya pegangan
hidup
(2) lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dapat menimbulkan wibawa, harga
diri, dan teladan bagi bangsa lain

(3) alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berlatar belakang sosial budaya dan
bahasa yang berbeda, bahasa Indonesia mampu menunjukkan fungsinya yaitu
mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, agama, budaya, dan
bahasa ibunya.

(4) alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia mampu


memperhubungkan bangsa Indonesia yang berlatar belakang sosial budaya dana
bahasa ibu yang berbeda-beda. Berkat bahasa Indonesia, suku-suku bangsa yang
berbeda-beda bahasa ibu itu dapat berkomunikasi secara akrab dan lancar.

2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara


Selain kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan
sebagai bahasa negara, sesuai dengan ketentuan yang tertera di dalam Undang-
Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Di dalam kedudukan sebagai bahasa negara,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi negara; i, bahasa Indonesia
dipakai di dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik secara lisan
maupun dalam bentuk tulisan.
(2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan; bahasa Indonesia berfungsi pula
sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-
kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia

(3) alat perhubungan dalam tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah; bahasa Indonesia
dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas,
alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, dan juga sebagai alat perhubungan
dalam masyarakat yang latar belakang sosial budaya dan bahasa yang sama

(4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. bahasa


Indonesia adalah satu-satunya bahasa yang digunakan untuk membina dan
mengembangkan kebudayaan nasional yang memiliki ciri-ciri dan identitas sendiri.

Sejarah ejaan Bahasa Indonesia dan perkembangannya


Sejarah ejaan Bahasa Indonesia diawali dengan ditetapkannya Ejaan van Ophuijsen.
Setelahnya, ada beberapa pembaruan ejaan yang diubah oleh pemerintah, mulai dari
Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan
Baru/Lembaga Bahasa dan Kasusastraan (LBK), Ejaan yang Disempurnakan ( EyD),
hingga Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Masing-masing ejaan dan tahun penentapannya
mempunyai ciri khas masing-masing, yaitu :
1. Ejaan Van Ophuijsen (1901-1947)
Sejarah ejaan Bahasa Indonesia diawali dengan ditetapkannya Ejaan van Ophuijsen
pada 1901. Ejaan ini menggunakan huruf Latin dan sistem ejaan Bahasa Belanda yang
diciptakan oleh Charles A. van Ophuijsen. Ejaan van Ophuijsen berlaku sampai
dengan tahun 1947
2. Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (1947-1956)
Ejaan Republik berlaku sejak tanggal 17 Maret 1947. Pemerintah berkeinginan untuk
menyempurnakan Ejaan van Ophuijsen. Adapun hal tersebut dibicarakan dalam
Kongres Bahasa Indonesia I, pada tahun 1938 di Solo. Kongres Bahasa Indonesia I
menghasilkan ketentuan ejaan yang baru yang disebut Ejaan Republik/Ejaan Soewandi
3. Ejaan Pembaharuan (1956-1961)
Kongres Bahasa Indonesia II digelar pada tahun 1954 di Medan. Kongres ini digagas
oleh Menteri Mohammad Yamin. Dalam Kongres Bahasa Indonesia II ini, peserta
kongres membicarakan tentang perubahan sistem ejaan untuk menyempurnakan ejaan
Soewandi.
4. Ejaan Melindo (1961-1967)
Ejaan ini dikenal pada akhir 1959 dalam Perjanjian Persahabatan Indonesia dan
Malaysia. Pembaruan ini dilakukan karena adanya beberapa kosakata yang
menyulitkan penulisannya. Akan tetapi, rencana peresmian ejaan bersama tersebut
gagal karena adanya konfrontasi Indonesia dengan Malaysia pada 1962.
5. Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) (1967-1972)
Pada 1967, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang sekarang bernama Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengeluarkan Ejaan Baru. Pembaharuan Ejaan
ini merupakan kelanjutan dari Ejaan Melindo yang gagal diresmikan pada saat itu.
6. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan  (EYD) (1972-2015)
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan berlaku sejak 23 Mei 1972 hingga 2015
pada masa menteri Mashuri Saleh. Ejaan ini menggantikan Ejaan Soewandi yang
berlaku sebelumnya. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini mengalami dua
kali perbaikan yaitu pada 1987 dan 2009.
7. Ejaan Bahasa Indonesia (2015-sekarang)
Pemerintah terus mengupayakan pembenahan terhadap Ejaan Bahasa Indonesia
melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia. Pasalnya, pemerintah
meyakini bahwa ejaan merupakan salah satu aspek penting dalam pemakaian Bahasa
Indonesia yang benar. Ejaan Bahasa Indonesia ini diresmikan pada 2015 di masa
pemerintahan Joko Widodo dan Anies Baswedan sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai