Anda di halaman 1dari 5

Sejarah, Fungsi dan Kedudukan Bahasa

Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik
Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan
penggunaannya satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada
tanggal 18 Agustus 1945, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.

Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia
bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Penutur Bahasa Indonesia seringkali
memakai versi sehari-hari (kolokial) atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya
atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Penggunaan Bahasa Indonesia sangat luas
terutama di perguruan-perguruan tinggi, surat-menyurat resmi, media massa, sastra,
perangkat lunak, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa
bahasa Indonesia digunakan oleh seluruh warga Indonesia.

Mengingat pentingnya Bahasa Indonesia baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, Pada kesempatan kali ini kita akan
membahas Sejarah, Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia agar kita semua makin
mengetahui dan mencintai bahasa indonesia. Mari langsung saja kita awali pembahasannya
dari sejarah bahasa indonesia.

Sejarah Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia merupakan varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari
cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang dipakai sebagai lingua franca di Nusantara
sejak abad-abad awal penanggalan modern.

Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau
Sumatera, menandakan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari
pesisir tenggara Pulau Sumatera berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang
menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya
sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari, Jambi, dimana diketahui
bahasa Melayu yang digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian
hari bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam. Hingga akhir
abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang
dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi
memiliki standar serta bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku.

Karena perkembangan bahasa melayu dikalangan rakyat indonesia (pribumi) yang cukup
baik, Pemerintah kolonial Hindia-Belanda akhirnya menyadari bahwa bahasa Melayu dapat
dimanfaatkan untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena
penguasaan bahasa Belanda untuk para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan merujuk
pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) beberapa sarjana
Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun digalakkan
di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Dari
promosi bahasa melayu yang dilakukan Belanda, maka secara perlahan terbentuklah
"embrio" bahasa Indonesia yang sedikit demi sedikit mulai terpisah dari bentuk semula
bahasa Melayu Riau-Johor.

Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat.
Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan
pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah
Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.

Kemudian pada tahun 1908 Pemerintah Hindia-Belanda (VOC) mendirikan sebuah badan
penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman
Bacaan Rakyat). Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor
de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908, yang kemudian pada
tahun 1917 Commissie voor de Volkslectuur diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu
menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun
bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran
bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.

Pada tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam
pidatonya di sidang Volksraad. Hal ini merupakan kali pertama dalam sidang Volksraad,
seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia diakui secara resmi sebagai "Bahasa Persatuan Bangsa" pada saat
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Pemakaian bahasa Melayu sebagai bahasa
nasional di indonesia atas usulan Muhammad Yamin, seorang sastrawan, politikus, dan ahli
sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan:

"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan
kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan
yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayu lah yang lambat
laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan"

Setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945 Bahasa Indonesia
diakui secara Yuridis. Namun secara Sosiologis kita dapat mengatakan bahwa Bahasa
Indonesia resmi di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini juga sesuai
dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu "Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia." Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada
tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia.

Ada 4 faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa


Indonesia yaitu :
1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan
dan bahasa perdangangan.
2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa melayu
tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa halus dan bahasa kasar).
3. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan
dalam arti yang luas.
4. Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional

Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh


sastrawan Minangkabau, seperti Chairil Anwar, Abdul Muis, Marah Rusli, Idrus, Sutan Takdir
Alisyahbana, Nur Sutan Iskandar, Roestam Effendi dan Hamka. Sastrawan tersebut banyak
mengisi dan menambah perbendaharaan kata, morfologi, maupun sintaksis bahasa
Indonesia.

Pada tahun 2008 dicanangkan sebagai Tahun Bahasa 2008. Oleh karena itu, sepanjang
tahun 2008 telah diadakan kegiatan kebahasaan dan kesastraan. Sebagai puncak dari
seluruh kegiatan kebahasaan dan kesastraan serta peringatan 80 tahun Sumpah Pemuda,
diadakan Kongres IX Bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober-1 November 2008 di
Jakarta. Kongres tersebut akan membahas lima hal utama, yakni bahasa Indonesia,
penggunaan bahasa asing, bahasa daerah, pengajaran bahasa dan sastra, serta bahasa
media massa. Kongres bahasa ini berskala internasional dengan menghadirkan para
pembicara dari dalam maupun luar negeri.

Fungsi Bahasa Indonesia


1. Fungsi Bahasa Indonesia Baku:

 Sebagai pemersatu : digunakan dalam hubungan sosial antar manusia.


 Sebagai penanda kepribadian : dapat mengungkapkan jati diri dan juga perasaan.
 Menambah wibawa : berfungsi untuk menjaga komunikasi yang santun.
 Sebagai kerangka acuan : memiliki tindak tutur yang terkontrol.

2. Secara umum sebagai alat komunikasi lisan maupun tulis.


Menurut Santoso, dkk. (2004) bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi
sebagai berikut:
 Fungsi informasi : untuk mengungkapkan perasaan.
 Fungsi adaptasi dan integrasi : terkait hubungannya dengan sosial.
 Fungsi ekspresi diri : mendapatkan perlakuan terhadap sesama anggota masyarakat.
 Fungsi kontrol sosial : berfungsi untuk mengatur tingkah laku.

3. Sebagai alat komunikasi untuk berbagai keperluan


Menurut Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk berbagai keperluan:
 Fungsi instrumental : guna memperoleh sesuatu.
 Fungsi regulatoris : agar dapat mengendalikan perilaku orang lain.
 Fungsi intraksional : agar dapat berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain.
 Fungsi personal : agar dapat berinteraksi dengan orang lain.
 Fungsi heuristik : agar dapat menemukan dan belajar sesuatu.
 Fungsi imajinatif : agar dapat menciptakan dunia imajinasi.
 Fungsi representasional : agar dapat menyampaikan informasi.

Kedudukan Bahasa Indonesia

1. Sebagai Bahasa Resmi/Negara


Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi / bahasa negara memiliki dasar yuridis
konstitusional, yaitu pada Bab XV pasal 36 UUD 1945. Dalam kedudukannya sebagai
bahasa resmi/negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut:

 Bahasa resmi negara


 Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan.
 Bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu dan
teknologi.
 Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan.

2. Sebagai Bahasa Nasional


Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional diperoleh sejak awal kelahirannya,
yaitu tanggal 28 Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda. Bahasa Indonesia dalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional sekaligus merupakan bahasa persatuan. Adapun
dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai fungsi
sebagai berikut.
 Lambang jati diri (identitas).
 Lambang kebanggaan bangsa.
 Alat penghubung antarbudaya dan antardaerah
 Alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang etnis dan
sosial-budaya, serta bahasa daerah yang berbeda.

Peristiwa Penting dalam Perkembangan Bahasa Indonesia


1. Tahun 1908 pemerintah kolonial Belanda membangun badan penerbit buku bacaan
yang kemudian diberi nama yaitu Commissie voor de Volkslectuur atau Taman
Bacaan Rakyat. Pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit
tersebut menerbitkan berbagai macam novel, seperti Siti Nurbaya, buku penuntun
bercocok tanam, dan lain sebagainya yang membantu dalam penyebaran bahasa
Melayu.
2. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo memakai bahasa Indonesia di dalam
pidatonya. Hal ini merupakan pertamakalinya di sidang Volksraad, terdapat seseorang
yang berpidato dengan memakai bahasa Indonesia.
3. Tanggal 28 Oktober 1928 Muhammad Yamin secara resmi mengusulkan supaya
bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa persatuan Indonesia.
4. Tahun 1933 terbit majalah Pujangga Baru yang diasuh oleh Sutan Takdir
Alisyahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane. Pengasuh majalah ini adalah
sastrawan yang banyak memberi sumbangan terhadap perkembangan bahasa dan
sastra Indonesia. Pada masa Pujangga Baru ini bahasa yang digunakan untuk
menulis karya sastra adalah bahasa Indonesia yang dipergunakan oleh masyarakat
dan tidak lagi dengan batasan-batasan yang pernah dilakukan oleh Balai Pustaka.
5. Tahun 1938, dalam rangka memperingati sepuluh tahun Sumpah Pemuda,
diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, Jawa Tengah. Kongres ini
dihadiri oleh bahasawan dan budayawan terkemuka pada saat itu, seperti Prof. Dr.
Hoesein Djajadiningrat, Prof. Dr. Poerbatjaraka, dan Ki Hajar Dewantara. Dalam
kongres tersebut dihasilkan beberapa keputusan yang sangat besar artinya bagi
pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia. Keputusan tersebut, antara lain:
mengganti Ejaan van Ophuysen, mendirikan Institut Bahasa Indonesia, dan
menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam Badan Perwakilan.
6. Tahun 1942-1945 (masa pendudukan Jepang), Jepang melarang pemakaian bahasa
Belanda yang dianggapnya sebagai bahasa musuh. Penguasa Jepang terpaksa
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi untuk kepentingan
penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan sebagai bahasa pengantar di
lembaga pendidikan, sebab bahasa Jepang belum banyak dimengerti oleh bangsa
Indonesia. Hal yang demikian menyebabkan bahasa Indonesia mempunyai peran
yang semakin penting.
7. Tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia dinyatakan secara resmi sebagai bahasa
negara sesuai dengan bunyi UUD 1945, Bab XV pasal 36: "Bahasa negara adalah
bahasa Indonesia".
8. Tanggal 19 Maret 1947 melalui SK No. 264/Bhg. A/47, Menteri Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan Mr. Soewandi meresmikan penggunaan ejaan Republik
sebagai pengganti dari ejaan Van Ophuijsen yang sebelumnya berlaku.
9. Tahun 1948 terbentuk sebuah lembaga yang menangani pembinaan bahasa dengan
nama Balai Bahasa. Lembaga ini, pada tahun 1968, diubah namanya menjadi
Lembaga Bahasa Nasional dan pada tahun 1972 diubah menjadi Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Pusat
Bahasa.
10. Tanggal 28 Oktober - 2 November 1954 dilaksanakan Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan. Kongres Bahasa Indonesia II ini adalah perwujudan mengenai tekad bangsa
Indonesia untuk tetap terus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat
menjadi bahasa kebangsaan serta ditetapkan menjadi bahasa negara Indonesia.
11. Tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia pada masa itu yaitu Presiden
Soeharto meresmikan penggunaan EYD atau Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dengan melalui pidato kenegaraan di depan sidang DPR dan
dikuatkan dengan adanya Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
12. Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada masa itu
menetapkan mengenai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan serta Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi diberlakukan di
Indonesia (Wawasan Nusantara).
13. Tanggal 28 Oktober - 2 November 1978 dilaksanakan Kongres Bahasa Indonesia III
di Jakarta. Kongres tersebut untuk memperingati hari Sumpah Pemuda ke-50. Selain
telah memperlihatkan kemajuan, perkembangan, dan pertumbuhan bahasa
Indonesia, juga telah berusaha untuk memantapkan kedudukan serta fungsi bahasa
Indonesia itu sendiri.
14. Tanggal 21-26 November 1983 dilaksanakan Kongres Bahasa Indonesia IV di
Jakarta. Kongres Bahasa Indonesia IV ini dilaksanakan untuk memperingati hari
Sumpah Pemuda ke-55. Dalam putusannya itu disebutkan bahwa pengembangan
dan pembinaan bahasa Indonesiab yang harus ditingkatkan sehingga amanat
tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, dimana mewajibkan kepada
warga negara Indonesia untuk memakai bahasa Indonesia dengan benar dan dapat
tercapai dengan semaksimal mungkin.
15. Tanggal 28 Oktober - 3 November 1988 dilaksanakan Kongres Bahasa Indonesia V di
Jakarta. Kongres Bahasa Indonesia V ini dihadiri oleh sekitar 700s pakar bahasa
Indonesia dari seluruh Indonesia serta terdapat peserta tamu dari berbagai negara
sahabat. Kongres tersebut ditandatangani dengan dipersembahkannya karya dari
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada para pencinta bahasa
Indonesia di Nusantara, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia serta Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia.
16. Tanggal 28 Oktober - 2 November 1993 dilaksanakan Kongres Bahasa Indonesia VI
di Jakarta. Pesertanya yaitu 770 pakar bahasa dari Indonesia dan terdapat 53 peserta
tamu dari mancanegara. Kongres ini mengusulkan supaya Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa untuk lebih ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, dan mengusulkan agar disusun Undang-Undang Bahasa Indonesia.
17. Tanggal 26-30 Oktober 1998 dilaksanakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel
Indonesia, Jakarta. Dengan diselenggarakannya kongres tersebut guna mengusulkan
dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

Anda mungkin juga menyukai