MODUL PERKULIAHAN
(U002100009)
Bahasa Indonesia
Abstrak Sub-CPMK
02
SRI RAHAYU HANDAYANI, S.Pd. MM
EKONOMI DAN BISNIS MANAJEMEN
Fungsi dan Kedudukan bahasa Indonesia
A. Pendahuluan
Secara umum bahasa mempunyai empat fungsi, yaitu sebagai (1) alat untuk
mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan diri, (2) alat komunikasi, (3) alat
berintegrasi dan beradaptasi sosial, serta (4) alat kontrol sosial.
Sebagai alat berintegrasi dan beradaptasi sosial, bahasa digunakan oleh manusia untuk
beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Seseorang memilih bahasa yang akan
digunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi. Bahasa gaul digunakan
pada saat berbicara dengan teman-teman. Sementara pada saat berbicara dengan orang
tua atau yang dihormati, ia akan memilih bahasa standar. Penguasaan bahasa yang baik,
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa mempengaruhi sikap, tingkah laku, serta tutur kata
seseorang. Dengan bahasa, seseorang dapat mengontrol atau dikontrol orang lain atau
masyarakatnya. Buku-buku, pidato, orasi, ceramah agama, tayangan televisi, tulisan di
koran, informasi di media sosial akan mempengaruhi pendengar atau pembacanya.
Bahasa bahkan lebih tajam dalam mempengaruhi sikap dan perilaku daripada senjata.
Dengan bahasa, sikap, pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang dapat terbawa tanpa
dipaksa dan tanpa merasakan sakit. Berbeda dengan senjata yang dapat mempengaruhi
sikap, pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang dengan terpaksa dan menyakitkan. Oleh
karena itu ada pepatah yang menyatakan “bahasa lebih tajam daripada pedang”, “lidahmu
adalah harimaumu”, dsb. Dengan bahasa pula seseorang akan dihormati, sebaliknya
karena bahasa pula seseorang dapat masuk penjara. Banyak contoh yang telah
membuktikannya. Fungsi umum bahasa ini berlaku bukan hanya pada Bahasa Indonesia.
Bahasa-bahasa lain di dunia juga memiliki fungsi-fungsi tersebut.
Apabila ingin membicarakan perkembangan bahasa Indonesia, mau tidak mau, kita harus
membicarakan bahasa Melayu yang menjadi sumber atau akar bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sejak dahulu
sudah dipakai sebagai bahasa perantara atau lingua franca, bukan saja di Kepulauan
Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Pertanyaan yang mungkin timbul adalah kapan sebenarnya bahasa Melayu mulai
digunakan sebagai alat komunkasi. Berbagai batu bertulis atau prasasti kuno ditemukan.
Batu bertulis itu adalah (1) Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683, (2) Prasasti
Talang Tuo di Palembang, tahun 684, (3) Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun
686, dan (4) Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688, yang
bertulis Pranagari dan bahasanya bahasa Melayu Kuno, memberi petunjuk bahwa bahasa
Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada
zaman Sriwijaya (Halim, 1979:6–7). Prasasti-prasasti yang juga tertulis di dalam bahasa
Melayu Kuno terdapat di Jawa Tengah (Prasasti Gandasuli, tahun 832) dan di Bogor
(Prasasti Bogor, tahun 942). Kedua prasasti di Pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan
bahwa bahasa Melayu Kuno pada waktu itu tidak saja dipakai di Sumatera, tetapi juga di
Pulau Jawa.
Bahasa Indonesia, perlahan, tetapi pasti, berkembang terus. Bahkan, akhir-akhir ini,
perkembangannya semakin pesat, sehingga bahasa ini telah menjelma menjadi bahasa
modern yang kaya akan kosakata dan mantap dalam struktur.
Pada 28 Oktober 1928, para pemuda dan pemudi mengikrarkan Sumpah Pemuda.
Naskah putusan Kongres Pemuda Indonesia tahun 1928 itu berisi tiga butir kebulatan
tekad. Bunyi butir terakhir menyatakan bahwa para pemuda dan juga pemudi menjunjung
bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.
“Kami, putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”
Dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda, resmilah bahasa Melayu, yang sudah dipakai
sejak pertengahan abad VII itu, menjadi bahasa Indonesia
Mengapa bahasa Melayu dijadikan bahasa nasional? Ada empat faktor yang menjadi
penyebab bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia:
1. Bahasa Melayu sudah menjadi lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan, dan
bahasa perdagangan.
2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa ini tidak
dikenal tingkatan bahasa seperti yang terdapat di dalam bahasa daerah.
3. Suku-suku dengan jumlah penduduk mayoritas di Indonesia, seperti Jawa dan Sunda,
serta suku-suku lainnya, secara sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional.
4. Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan
dalam arti yang luas.
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum pada
ikrar ketiga Sumpah Pemuda tahun 1928 yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Selain itu di dalam UUD 1945 bab XV
pasal 36 yang berbunyi “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”.
Kedua, yaitu Bahasa Indonesia sebagai Lambang Identitas Nasional. Indonesia terdiri
dari berbagai suku, budaya dan bahasa. Untuk membangun kepercayaan diri yang kuat,
sebuah bangsa memerlukan identitas. Identitas sebuah bangsa dapat diwujudkan di
antaranya melalui bahasa. Adanya bahasa yang dijadikan sebagai lambang identitas
nasional dapat mengatasi berbagai bahasa yang berbeda yang berasal dari suku-suku
berbeda, sehingga dapat mengidentifikasikan diri sebagai satu bangsa melalui bahasa
tersebut. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia harus dijunjung tinggi di
samping bendera dan lagu kebangsaan. Dalam pelaksanaan fungsi ini, bahasa Indonesia
harus memiliki identitas tersendiri untuk membedakannya dengan bahasa lain.
Ketiga, Bahasa Indonesia sebagai Alat Pemersatu Berbagai Suku Bangsa. Sebuah
bangsa yang terdiri dari berbagai suku, budaya, dan bahasa yang berbeda dapat
mengalami masalah besar dalam melangsungkan kehidupannya. Keanekaragaman
tersebut berpotensi memecah belah bangsa. Dengan adanya bahasa Indonesia yang
diakui sebagai bahasa nasional, perpecahan tersebut dapat dihindari karena semua suku
merasa dirinya menjadi satu. Kalau tidak ada bahasa Indonesia, perpecahan bangsa
akan terjadi. Dengan demikian, bahasa Indonesia menjadi alat pemersatu bangsa.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1)
bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, (3) alat
perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan, dan (4) sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni (5) sarana pengembangan kebudayaan nasional, (6) transaksi dan
dokumentasi niaga, (7) bahasa media massa. Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara harus betul-betul dilaksanakan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Setiap pejabat negara harus memperhatikan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara.
Pertama adalah Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan berarti bahasa
Indonesia harus dipakai di semua kegiatan kenegaraan, termasuk upacara, baik secara
lisan maupun tulisan. Pidato-pidato resmi, dokumen-dokumen, keputusan-keputusan,
serta surat-surat resmi harus ditulis dalam bahasa Indonesia. Upacara-upacara
kenegaraan juga dilangsungkan dengan bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa Indonesia
dalam acara-acara kenegaraan mutlak dilaksanakan karena itu tersebut sejalan dengan
UUD 1945. Tidak dipakainya bahasa Indonesia dapat mengurangi kewibawaan negara
karena hal tersebut melanggar UUD 1945. Pelaksanaan fungsi bahasa Indonesia sebagai
bahasa resmi kenegaraan perlu untuk terus dibina dan dikembangkan termasuk dalam
melaksanakan administrasi kenegaraan atau pemerintahan. Penguasaan bahasa
Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor penentu di dalam pengembangan tugas
pemerintah, seperti pada penerimaan pegawai baru dan kenaikan pangkat, baik sipil
maupun militer, serta pemberian tugas khusus di dalam dan di luar negeri. Di samping itu,
mutu kebahasaan yang dipakai pada siaran radio, televisi, dan surat kabar perlu
ditingkatkan dan dikembangkan lebih baik lagi.
Kedua, yaitu Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pengantar dalam Dunia Pendidikan.
Dunia pendidikan di sebuah negara memerlukan sebuah bahasa yang seragam sehingga
kelangsungan pendidikan tidak terganggu. Pemakaian lebih dari satu bahasa dalam dunia
pendidikan akan mengganggu keefektifan pendidikan. Biaya pendidikan menjadi lebih
hemat. Peserta didik dari tempat yang berbeda dapat saling berhubungan. Bahasa
Indonesia merupakan satu-satunya bahasa yang dapat memenuhi kebutuhan akan
bahasa yang seragam dalam pendidikan di Indonesia. Bahasa Indonesia telah
berkembang pesat dan pemakaiannya sudah tersebar luas. Pemakaian bahasa Indonesia
Sebuah bahasa penting atau tidaknya dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu jumlah penutur,
luas daerah penggunaannya, luas daerah penyebarannya, dan terpakainya bahasa itu
dalam sarana ilmu pengetahuan, kesusastraan, dan budaya.
Ada dua bahasa di Indonesia, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Bahasa
Indonesia lahir sebagai bahasa kedua bagi sebagian besar warga negara Indonesia.
Yang pertama kali muncul atas diri seseorang adalah bahasa daerah atau yang sering
disebut sebagai bahasa ibu. Bahasa Indonesia baru dikenal anak-anak setelah mereka
sampai pada usia sekolah, apakah di Taman Kanak-kanak/TK atau di kelas 1 Sekolah
Dasar.
Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah lebih dari 270 juta orang ini tersebar dari
Sabang sampai Merauke. Selain di Indonesia, bahasa Indonesia yang notabene berasal
dari bahasa Melayu juga dituturkan di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand
bagian selatan & Filipina bagian Selatan, termasuk Timor Leste. Luas penyebaran ini
dapat dilihat pula pada beberapa universitas di luar negeri yang membuka jurusan bahasa
Indonesia sebagai salah satu jurusan, seperti Rusia, Jepang, Australia, Belanda, dan
Amerika Serikat. Keadaan daerah penyebaran membuktikan bahwa bahasa Indonesia
amat penting kedudukannya di antara bahasa-bahasa yang ada di dunia.
Selain jumlah penutur dan luas penyebarannya, pemakaian suatu bahasa sebagai sarana
penyampaian ilmu pengetahuan, seni, dan budaya dapat menjadi barometer penting atau
tidaknya bahasa tersebut, sebagai contoh bahasa Bugis yang merupakan salah satu
bahasa daerah di Indonesia. Kita dapat menelusuri seberapa jauh bahasa itu dapat
dipakai sebagai sarana sastra, budaya, dan ilmu. Tentang sastra, bahasa Bugis kaya
dengan berbagai macam dan jenis kesusastraan walaupun mayoritas berupa hanya
sastra lisan. Sastra Bugis telah memasyarakat ke segenap pelosok daerah Sulawesi
Selatan. Dengan demikian, bahasa Bugis telah dipakai sebagai sarana dalam
menyampaikan kesusastraan. Tentang budaya, bahasa Bugis juga telah dipakai
walaupun hanya dalam bentuk lisan, seperti bertutur adat, bernyanyi, dan berpantun.
Tentang ilmu pengetahuan, bahasa Bugis belum mampu memecahkannya. Jika hendak
menulis surat, orang-orang Bugis memakai bahasa Indonesia, bukan bahasa Bugis. Hal
ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang penting. Jadi, fungsi
bahasa yang utama adalah untuk menyampaikan informasi kepada orang lain agar orang
yang kita beri informasi tersebut mengerti dan paham. Oleh karena itu, peranan bahasa
Indonesia pada zaman sekarang sangatlah penting. Akan tetapi, pada zaman sekarang
ini, stasiun-stasiun televisi menayangkan sinetron yang belum tentu menggunakan
bahasa Indonesia yang benar seperti pemakaian kata kamu menjadi lu, saya menjadi
gue. Padahal, kata lu dan gue lebih mengacu kepada penggunaan bahasa daerah, yaitu
Betawi. Pada saat seperti inilah peranan bahasa Indonesia sangat menonjol karena
bahasa Indonesia dapat menumbuhkan kembali cinta akan negeri sendiri di dalam tubuh
H. Undang-Undang Bahasa
Pembelajaran BIPA, baik di dalam maupun di luar negeri, tentu tidak terlepas dari peran
orang-orang Indonesia sebagai pembicara asli/native speaker bahasa Indonesia,
terutama Kemdikbud RI yang menaungi Badan Bahasa. Badan Bahasa harus terus
menciptakan inovasi dan kreasi dalam pembelajaran BIPA. Penciptaan inovasi dan kreasi
tersebut harus dapat diwujudkan dalam kurikulum dan silabus BIPA, pembakuan bahan
ajar BIPA, kompetensi pengajar BIPA, sampai dengan pemeringkatan tingkat pembelajar
BIPA, termasuk bagaimana cara mengevaluasi pengajaran BIPA.
Patut diakui bahwa hingga saat ini, lembaga BIPA belum memiliki acuan baku untuk
standar kurikulum dan silabus, bahan ajar BIPA, termasuk pemeringkatan dan cara
mengevaluasinya. Namun, itu bukan menjadi penghalang untuk terus menggaungkan
bahasa Indonesia agar dapat menjadi salah satu bahasa yang bisa diperhitungkan,
setidaknya di tingkat regional, terutama di wilayah Asia Tenggara hingga dapat meluas ke
negara-negara di luar Asia Tenggara. Tak dapat dipungkiri, karena belum adanya
pembakuan untuk hal-hal tersebut di atas, pengajaran BIPA masih belum seragam.
Kendatipun demikian, salah satu upaya yang sudah dilakukan oleh Kemendikbud RI
melalui Badan Bahasa adalah menerbitkan buku Lentera Indonesia jilid satu hingga tiga.
Jilid pertama untuk pemula, jilid kedua untuk madya, dan jilid ketiga untuk tingkat lanjut.
Ketiga buku tersebut diterbitkan pada tahun 2008 oleh Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional yang saat ini sudah bernama Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI (Kemdikbud RI).
Rusia merupakan negara yang terkadang kekurangan penutur asli bahasa Indonesia.
Untuk mengatasi hal itu, para mahasiswa program studi bahasa Indonesia diajar oleh
orang Rusia yang lancar berbahasa Indonesia. Kekurangan tersebut dikarenakan
pengajar bahasa Indonesia di negara itu adalah para mantan mahasiswa Indonesia ikatan
dinas yang dikirim oleh Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno, ke Rusia.
Namun, kini hampir semua dari mereka telah meninggal dunia.
”Tentu akan lebih tepat kalau para mahasiswa tersebut diajar oleh para penutur asli dari
Indonesia,” kata Elizaveta Blezhova, lulusan pascasarjana program studi bahasa
Indonesia dari Universitas Moskwa yang kini menjadi anggota staf Kedutaan Besar
Republik Indonesia (KBRI) di Rusia.
Beberapa keunikan bahasa Indonesia yang tidak dimiliki oleh bahasa-bahasa lain di
dunia, terutama bila dibandingkan dengan bahasa Inggris, Prancis, dan Rusia, yaitu
a. Penggunaan huruf Latin yang konsisten antara tulisan dengan ucapan, tidak seperti
bahasa Inggris dan Prancis. Kekonsistenan tersebut ditunjukkan pada sebuah kalimat
yang bila dibaca secara bolak balik, dari kiri ke kanan dan juga dari kanan ke kiri, akan
berbunyi sama:
KASUR INI RUSAK.
b. Tidak mengenal perubahan bentuk kata kerja untuk menyatakan kala/waktu, seperti:
Sekarang, Antoni sedang belajar bahasa Indonesia.
Kemarin, Antoni sudah belajar bahasa Indonesia.
Besok, Antoni akan belajar bahasa Indonesia.
c. Kata benda tidak berjenis kelamin. Banyak bahasa di dunia yang kata bendanya
memiliki jenis kelamin. Yang hanya dua jenis kelamin; maskulin dan feminin, seperti
bahasa Arab dan Prancis. Namun, ada juga yang tiga jenis kelamin; maskulin,
feminin, dan netral, seperti bahasa Rusia, Jerman, dan Latin.
d. Tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jamak, seperti:
Riska memiliki sebuah buku.
Riska memiliki beberapa buku/buku-buku.
Riska melihat pepohonan/banyak pohon/pohon-pohon.
Jadi, bentuk jamak dalam bahasa Indonesia hanya mengulang kata yang sama,
seperti buku menjadi buku-buku. Walaupun ada kata tetamu dan pepohonan, tetap
dapat dikatakan tamu-tamu/para tamu dan pohon-pohon/banyak pohon.
Arifin, Zaenal dan S. Amran Tasai. (2004). Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.
----------. (2013). “Panduan Rapat Koordinasi Lembaga BIPA”. Jakarta: Kemdikbud RI.
Badudu, J.S. (1975). Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Cetakan IX. Bandung: Pustaka Prima.
Halim, Amran. (Editor) 1976. Politik Bahasa Nasional 2. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
----------. (2013). “Kebijakan Dukungan BIPA di Luar Negeri”. Presentasi Azis Nurwahyudi.
Jakarta: Kemdikbud RI.
Kusmana, Suherli, dkk. (2018). Cerdas Berbahasa: Bahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi.
Muliastuti, Liliana. (2013). “Rakornas BIPA”. Jakarta: Badan Bahasa, Kemdikbud RI.
Nurdjan, Sukirman, dkk.. (2016). Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Makassar:
Aksara Timur.
Nababan, Putra. (2011). “Kunjungan Pembaca Berita RCTI ke Australia”. Jakarta: RCTI.
Pamungkas, Sri. (2012). Bahasa Indonesia dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Andi
Offset.
Satata, Sri, dkk. (2019). Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi:Mata Kuliah Wajib
Universitas. Jakarta: Mitra Wacana Media.