Anda di halaman 1dari 13

LINGUISTIK FORENSIK

RUANG LINGKUP KAJIAN LINGUISTIK


FORENSIK

OLEH :

Muna haddad Al Ansori Tanjung NIM: 2192510014


Ednes Margareth Sihaloho NIM: 2191210003
Sandi Reviani Pasaribu NIM: 2191210002
Annisa Salwa Nasution NIM: 2192210001
LATAR BELAKANG
Linguistik forensik merupakan cabang ilmu linguistik yang
mempelajari dan mengkaji ilmu bahasa dalam ranah hukum.
Saletovic dan Kisicek (Santoso, 2013) menyatakan bahwa ilmu
linguistik forensik adalah cabang dari linguistik terapan yang
mengkaji antara interaksi, bahasa, kriminalitas, dan hukum.
hal yang menjadi perhatian utama dalam linguistik forensik
menurut Coulthard dan Johson (2007) menyatakan bahwa
perhatian utama dari linguistik forensik, yaitu (1) bahasa dari
dokumen legal; (2) bahasa dari polisi pengegak hukum; (3)
interview dengan anak-anak atau saksi- saksi yang rentan dalam
sistem hukum; (4) interaksi dalam ruang sidang; (5) bukti-bukti
linguistik dan kesaksian ahli dalam persidangan; (6)
kepengarangan dan plagiarisme; dan (7) fonetik forensik dan
identifikasi penutur (hlm. 5). Jadi, hal yang menjadi perhatian
utama dalam linguistik forensik ada tujuh hal. Ketujuh hal tersebut
saling berhubungan satu sama lain dan tidak bisa terpisahkan.
Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan lingusitik forensik?


Bagaimana sejarah singkat linguistic forensik?
Bagaimana peran linguistic dalam membuka
makna tersembunyi?
Bagaimana ruang lingkup linguistic forensik?
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Linguistik Forensik
Istilah linguistik forensik pertama kali digunakan pada tahun
1968 di Inggris. Pada saat itu, istilah tersebut dipakai dalam laporan
hasil kerja seorang ahli bahasa yang bernama Jan Startvik dalam
sebuah kasus pembunuhan (Startvik, 1968). Kasus pembunuhan
tersebut terjadi tahun 1949 dan Timothy John Evans, sebagai
terdakwa, dihukum gantung tahun 1950. Dalam kasus tersebut,
yang menjadi korban pembunuhan adalah Beryl Susan Evans, istri
Timothy John Evans sendiri, dan Geraldine, bayi perempuanya
yang masih berumur 14 bulan. Dalam laporannya, Startvik
menganalisis 4 (empat) dokumen pernyataan tertulis Evans untuk
polisi yang diindikasikan berisi pengakuannya.
B. Linguistik Forensik

McMenamin mendefinisikan linguistik forensik sebagai studi


ilmiah mengenai bahasa yang diterapkan untuk keperluan forensik
dan pernyataan hukum. Adapun menurut Olsson linguistik
forensik adalah hubungan Antara bahasa, tindak kriminal, dan
hukum yang di dalamnya termasuk penegak hukum, masalah
hukum, perundang-undangan, perselisihan atau proses hukum,
bahkan perselisihan yang berpotensi melibatkan beberapa
pelanggaran hukum yang ditujukan untuk mendapatkan
penyelesain hukum. Hal-hal yang dikaji dalam linguistik forensik
meliputi: 1) analisis penggunaan bahasa dalam ranah hokum, 2)
penyelidikan unsur terdalam dalam penggunaan bahasa, yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai bukti dalam proses hukum
dan 3) menelaah penggunaan bahasa para aparat penegak hukum
dalam proses peradilan, baik penyidikan maupun persidangan .
C. Peran Linguistik Dalam Membuka Makna Tersembunyi

Linguistik forensik melibatkan topik-topik atau isu bahasa


hukum, saksi, terduga pelaku tindak kejahatan, dan kasus perdata.
Dengan bahasa sederhana, linguistik forensik mencakup analisis
bahasa tertulis dan lisan untuk tujuan hukum. Dalam beberapa
kasus yang ada di Indonesia, beberapa bentuk bukti linguistik
forensik digunakan di pengadilan, seperti bukti teks, email dan
analisis percakapan melalui media telah digunakan dan disajikan
sebagai bukti yang jelas dalam pengadilan (Lisina, 2013). Oleh
karenanya, dalam menafsirkan suatu teks harus memahami
konstruksi bahasa secara menyeluruh. Lebih jauh lagi karena
setiap jenis dokumen memiliki struktur dan konteks yang berbeda.
Linguis sebagai Saksi Ahli
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), saksi ahli
adalah orang yang dijadikan saksi karena keahliannya, bukan
karena terlibat dengan suatu perkara yang sedang disidangkan.
Artinya, seorang saksi ahli haruslah memahami ilmu hukum dan
ilmu bahasa juga. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, linguis
dapat dikatakan atau dikategorikan sebagai saksi ahli jika ia benar-
benar ahli di bidang bahasa dan hukum, memiliki pengatahuan yang
terkait dengan isu-isu tertentu, dan memiliki pengalaman yang
mumpuni di bidang tersebut.
Olsson (Santoso, 2013) mengatakan bahwa seorang saksi dapat
memberikan
keterangan ahli jika kesaksiannya berdasarkan fakta atau data yang
cukup, kesaksian tersebut merupakan produk dari prinsip atau
metode yang reliabel, dan saksi telah menerapkan prinsip dan
metode yang reliabel pada fakta-fakta yang ada dalam sebuah
kasus.
Kriteria Saksi Ahli
Seorang saksi ahli haruslah orang yang benar-benar ahli di bidangnya. Keahlian
tersebut dapat diperoleh dari pendidikan formal atau pun pendidikan nonformal.

yang harus dimiliki oleh seorang saksi ahli:


 gelar pendidikan tinggi atau pelatihan lanjutan di bidang tertentu;
 mempunyai spesialisasi tertentu;
 pengakuan sebagai guru, dosen, atau pelatihan di bidang tertentu;
 literasi professional jika masih berlaku
 ikut sebagai keanggotaan dalam suatu organisasi profesi: posisi
kepemimpinan dalam organisasi tersebut lebih bagus
 publikasi artikel, buku, atau publikasi lainnya dan bisa juga sebagai reviewer.
Ini akan menjadi salah satu pendukung bahwa saksi ahli mempunyai pengalaman
yang
panjang
 spesifikasi teknis
 penghargaan atau pengakuan dari industri.
Kriteria Keilmiahan Bukti Linguistik

Fenomena kebahasaan dapat dijadikan bukti di suatu


persidangan. Dalam hal ini, linguis sebagai saksi ahli pun memiliki
peranan yang penting dalam memaparkan pembuktiannya. Bukti-
bukti linguistik sebelum dipaparkan di persidangan harus dianalisis
terlebih dahulu sejauh mana bukti-bukti tersebut dapat diterima,
relevan dengan isu, dan valid. Bukti-bukti linguistik meliputi
transkripsi, leksikal, morfologi, sintaksis, semantik, wacana, dan
sosiolinguistik. Gibbons (2007) memaparkan kriteria keilmiahan
bukti linguistik dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
yang berisi tentang bukti-bukti yang berkaitan dengan peristiwa
komunikasi dan kelompok yang berisi tentang bukti yang
berkaitan dengan kepengarangan.
D. Ruang Lingkup Linguistik Forensik
T ataran linguistic yang berkaitan dengan linguistic forensik adalah
fonetik akustik, analisis wacana, dan semantic serta berkaitan juga
dengan pragmatik dan psikolinguistik. Adapun ruang lingkup kajian
linguistik forensik antara lain 1) bahasa dari dokumen legal; 2)
bahasa dari polisi dan penegak hukum; 3) interview dengan saksi
yang rentan dalam sistem hukum; 4) interaksi dalam ruang siding; 5)
bukti-bukti linguistic dan kesaksian ahli dalam persidangan; 6)
kepengarangan dan plagiarism; 7) fonetik forensik dan identifikasi
penutur.
Adapun masalah-masalah dalam ruang lingkup kajian linguistik
forensik adalah: 1) Identifikasi penutur berdasarkan dialek, gaya
bicara, aksen, hingga kadangkala menganalisis tulisan tangan
tersangka untuk mendapatkan profilnya; dan 2) melakukan analisis
isi dan makna dalam tuturan yang berkaitan dengan konteks
kebahasaan yang dapat digunakan sebagai bukti peradilan.
PENUTUP

Linguistik forensik melibatkan topik-topik atau isu bahasa hukum, saksi,


terduga pelaku tindak kejahatan, dan kasus perdata. Dengan bahasa
sederhana, linguistik forensik mencakup analisis bahasa tertulis dan lisan
untuk tujuan hukum.
Adapun ruang lingkup kajian linguistik forensik antara lain 1) bahasa dari
dokumen legal; 2) bahasa dari polisi dan penegak hukum; 3) interview
dengan saksi yang rentan dalam sistem hukum; 4) interaksi dalam ruang
siding; 5) bukti-bukti linguistic dan kesaksian ahli dalam persidangan; 6)
kepengarangan dan plagiarism; 7) fonetik forensik dan identifikasi penutur.
Adapun masalah-masalah dalam ruang lingkup kajian linguistik forensik
adalah: 1) Identifikasi penutur berdasarkan dialek, gaya bicara, aksen,
hingga kadangkala menganalisis tulisan tangan tersangka untuk
mendapatkan profilnya; dan 2) melakukan analisis isi dan makna dalam
tuturan yang berkaitan dengan konteks kebahasaan yang dapat digunakan
sebagai bukti peradilan.

Anda mungkin juga menyukai