Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH SASTRA INDONESIA

“MEMAHAMI KONSEP ESTETIKA DALAM SASTRA”

Dosen Pengampu: Umul Khair M.Pd

Disusun Oleh :

Levia Mita Oktari (20541021)

Mega Silvia (20541025)

Aldo Febriansyah (20541002)

Rendi Abdila (20541036)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP

FAKULTAS TARBIYAH

PRODI TADRIS BAHASA INDONESIA

2021
KATA PENGENTAR

Segala puji bagi Allah SWT.Sholawat dan salam tetap tercurahkan dan dilimpahkan kepada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW,serta keluarga,sahabat,dan pengikutnya.

Segala puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan segala karunianya sehingga
kami bisa menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “MEMAHAMI KONSEP
ESTETIKA DALAM SASTRA”

Akhirnya, dengan segala keterbatasan dan kekurangan dan kesalahan kami mohon maaf, dan

semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang hendak menambah wawasan dan

pengetahuan.

terima kasih .

Curup,17 Juni 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

1.LATAR BELAKANG…………………………………………………………………..

2.RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………….

3.TUJUAN………………………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN

1. KONSEP ESTETIKA DALAM SASTRA


2.

BAB II PENUTUP…………………………………………………………………………….

KESIMPULAN…………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra sebagai produk karya seni yang merupakan karya kreatif imajinatif yang
menekankan pada aspek estetik dan artistik. Mutu karya sastra banyak ditentukan oleh
kemampuan penulisnya (pencipta) untuk mengeksploitasi kemungkinan-kemungkinan
penggunaan bahasa serta gaya bahasa yang tidak saja mempunyai nilai komunikatif-efektif,
namun juga mempunyai nilai-nilai kekhasan, aspek-aspek stilistik dan estetika serta artistik
(Satoto, 2012: viii). Sastra merupakan dunia kata dengan mediumnya adalah bahasa. Bahasa
merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah karya sastra.
Menurut Nurgiyantoro (2002: 272) bahasa dalam seni sastra ini dapat disamakan
dengan cat warna. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, dan sarana yang mengandung
nilai lebih untuk dijadikan sebuah karya. Bahasa berperan sebagai sarana pengungkapan dan
penyampaian pesan dalam sastra. Oleh sebab itu, pada hakikatnya sastra merupakan media
ekspresi estetika (keindahan).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konsep estetika?
2. Apa pengertian Estetika Sastra?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu konsep estetika
2. Untuk mengetahui apa itu estetika sastra
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Estetika

Konsep estetika merupakan konsep-konsep yang berasosiasi dengan istilah yang


mengangkat kelengkapan estetika yang mengacu pada deskripsi dan evaluasi mengenai
pengalaman-pengalaman yang melibatkan objek suatu kejadian artistik dan estetik.[1] Konsep
estetika mimesis (Pasca Plato) mengatakan bahwa karya seni indah adalah yang mirip dengan
aslinya, yang sesuai dengan realita dan kenyataannya[2]. Tapi teori ini punya kelemahan. Tidak
semua yang mirip itu bagus dan tidak semua karya seni yang bagus harus mirip dengan sesuatu.
Contohnya adalah poster tipografi. Tidak ada sesuatu yang mirip dengan huruf-huruf itu, namun
karya itu tetaplah indah.

Konsep estetika ekspresivis (CC) menganggap karya seni sebagai indah bila lewat emosi
yang diekspresikan mampu mengundang audiens untuk berimajinasi dan kemudian
mengekspresikan emosinya sendiri. Teori ini juga memiliki kelemahan. Konsep dan imajinasi
sebaik apapun tidak akan cukup menjadikan sebuah karya seni menjadi indah tanpa adanya
visual yang menarik[3].

Dapat disimpulkan bahwa kedua kelemahan dari paham estetika mimesis dan ekspresivis
berhubungan dengan visual, bahwa ada visual yang dapat berdiri sendiri sebagai sesuatu yang
indah, tanpa kemiripan maupun konsep. Keindahan karena bentuk inilah yang disebut estetika
formalis. Namun estetika formalis pun mempunyai kelemahan, yakni hanya dengan visual yang
menarik, tanpa kemiripan akan realita, tanpa konsep, maka nilai sebuah karya seni menjadi
rendah. Hanya dengan menggabungkan ketiga paham estetika inilah, dengan kelebihan dan
kekurangan yang saling melengkapi, kita dapat mempelajari dan mengkaji seni dan apa yang
membuat seni menjadi indah secara menyeluruh.

Pada abad ke 18 filosof seperti Edmund Burke dan David Hume berusaha untuk menerangkan
konsep estetik. Misalnya keindahan secara empiris dengan cara menghubungkan dengan respon
fisik dan psikologis serta mengelompokannya ke dalam tipe tipe penghayatan individual atas
objek-objek dan ke jadian-kejadian yang berbeda. Jadi mereka melihat suatu dasar objektivitas
reaksi pribadi. Kant mengatakan bahwa konsep estetik secara esensial bersifat subjektif ialah
berakar pada perasaan pribadi mengenai rasa senang dan rasa sakit. Juga mengatakan bahwa
konsep itu memiliki objektifitas tertentu dengan dasar bahwa pada dasar estetik murni perasaan
sakit dan senang merupakan respon yang universal.[4]

Lingkup bahasan estetika meliputi dua pokok bahasan utama, yaitu segala persoalan yang
berkaitan dengan keindahan (estetis) dan persoalan yang berkaitan dengan seni. Kadangkala
pembahasan kedua persoalan itu saling terkait dan sulit dipisahkan. Beberapa persoalan yang
tergolong di dalam kedua lingkup bahasan tersebut di antaranya:

1. Persoalan Nilai Estetis (esthetic value) menyangkut antara lain: apakah keindahan itu;
apakah keindahan bersifat objektif atau subjektif; apakah yang menjadi ukuran baku
keindahan, bagaimanakah peranan keindahan dalam kehidupan manusia; dan bagaimanakah
hubungan keindahan dengan kebenaran dan kebaikan?
2. Persoalan Pengalaman Estetis (esthetic eksperience) menyangkut antara lain: apakah
yang disebut pengalaman estetis; bagaimanakah sifat dasar atau ciri-ciri suatu pengalaman
estetis; apakah yang menyebabkan orang menghargai sesuatu yang indah; apakah yang
merupakan rintangan dari pengalaman estetis; dan objek apakah yang dapat menjadi sasaran
pengalaman estetis?
3. Persoalan Perilaku Seniman menyangkut antara lain: apa dan siapakah seniman itu;
bedakah seorang seniman dengan perajin; apakah yang mendorong seseorang menciptakan
suatu karya seni; bagaimanakah proses penciptaan itu berlangsung dalam diri seseorang; dan
bagaimanakah hubungan kepribadian seniman dengan karya seni ciptaannya?
4. Persoalan Seni menyangkut antara lain: apakah seni itu; bagaimanakah penggolongan
seni yang tepat; apakah sifat dasar dan nilai-nilai dari karya seni; manakah yang lebih penting
antara bentuk dan isi dari karya seni; dan bagaimanakah hubungan seni dengan agama,
filsafat, dan ilmu?[5]

Estetika adalah salah satu hal dasar yang akan dialami dan dihadapi oleh manusia sehari-hari.
Sifatnya dalam keseharian sangat spontan, hanya dalam pikiran, nyaris berbarengan dengan alam
bawah sadar, hingga terkadang membuat kita tidak begitu menghiraukannya. Kecantikan berada
di mata pemandangnya dan keindahan adalah hal yang subjektif, tidak usah diperdebatkan lagi.
Padahal estetika merupakan salah satu faktor pertama yang akan diperhatikan dalam berbagai
interaksi kehidupan sosial.

Pada umumnya estetika adalah penilaian utama yang selalu dijatuhkan pada setiap karya seni.
Walaupun begitu dalam perkembangannya keindahan tidak selalu menjadi yang utama dalam
seni. Banyak hal lain yang terungkap dalam pencarian para filsuf dan ahli lain yang berkontribusi
pada bidang ini, salah satunya adalah filsafat seni. Estetika menjadi salah salah satu pencarian
yang tak pernah usai digali, baik dalam filsafat maupun seni.

B. Estetika Sastra

Estetika sastra adalah aspek-aspek yang terkandung dalam sastra. Pada umumnya, aspek
keindahan sastra didominasi oleh gaya bahasa. Keindahan bahasa tidak terkandung dalam
keindahan bentuk huruf melainkan dalam isinya. Keindahan sastra terkandung dibalik huruf-
huruf yang tampak. Aspek estetika yang jauh lebih penting ditimbulkan melalui keseimbangan
antarunsur karya.

Dikaitkan dengan sifat-sifat dasar yang dimilikinya, demikian juga relevansinya dalam
kehidupan bermasyarakat, maka estetika, etika, dan logika disebut sebagai trilogi indah-baik-
benar. Pada umumnya estetikalah yang tersubordinasikan terhadap etika dan logika. Artinya,
suatu benda disebut indah apabila juga mengandung nilai etika dan logika.

 Hakikat karya sastra adalah keindahan, maka yang digunakan sebagai tolok ukur
keindahan suatu karya adalah keindahan bahasa itu sendiri. Meskipun demikian,
kesusastraan sebagai hasil kebudayaan harus berfungsi untuk masyarakat. Jika
dikaitkan dengan pemahaman Aristoteles, yaitu sastra sebagai katarsis, maka pada
dasarnya sastra lebih banyak difungsikan sebagai alat untuk mengajar. Sastra juga
berhubungan dengan masalah manfaat (utile) dan nikmat (dulce) atau prodesse
dan delectare.
Sebagai aktivitas kreatif yang didominasi oleh imajinasi, karya sastra juga menampilkan
nilai logika. Secara intrinsik setiap karya sastra adalah entitas yang cukup diri, dihasilkan oleh
subjek kreator, dalam ruang dan waktu tertentu. Karya sastra dengan logika tampak lebih dekat
dalam karya sastra lama, sama halnya dengan hubungan karya sastra dengan etika. Karya sastra
tidak secara keseluruhan merupakan imajinasi. Banyak unsur karya sastra yang bersifat logis,
bahkan benar dalam pengertian sesungguhnya, sebagai kebenaran pembuktian .

Pada umumnya kebenaran dibagi menjadi empat jenis, yaitu

 kebenaran agama, filsafat, ilmu pengetahuan, dan kebenaran seni.

Berdasarkan proses terjadinya karya sastra, ada tiga tingkat kebenaran yang perlu
dipertimbangkan, yaitu:

 kebenaran faktual, kebenaran fiksional, dan kebenaran reseptif.

Adapun menurut ahli yaitu:

 Menurut Andre Jolles, terdapat sembilan bentuk genre sastra universal, di


antaranya adalah: legend, saga, myth, riddle proverb, case, memoir, dan joke.
 Menurut Wellek dan Warren genre adalah sejenis institusi dan lembaga sosial.
Sebagai lembaga maka ada prinsip-prinsip yang mengatur bentuk sastra. Teori
genre modern bersifat deskriptif.

Ciri-cirinya antara lain:

(a) tidak membatasi jumlah genre;

(b) tidak ngarang;

(c) merupakan gabungan genre;

(d) mementingkan ciri-ciri persamaan secara umum, bukan perbedaan;

(e) sesuai dengan doktrin romantik setiap karya merupakan totalitas otentik.
Simbol, tanda, lambang, dan isyarat digunakan untuk mencapai suatu tujuan dengan cara-cara
yang tidak langsung. Dalam bidang sastra, sebagai makna pesan, Frye membedakan simbol
menjadi lima fase, yaitu:

(a) fase literal, simbol sebagai motif dan tanda;

(b) fase deskriptif, simbol sebagai motif dan tanda;

(c) fase formal, simbol sebagai citra;

(d) fase mistis, simbol sebagai arketipe, dan

(e) fase anagogis, simbol sebagai pusat pengalaman literer seseorang secara total (monad).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep Estetika dan Sastra adalah satu kesatuan dan hubungan bentuk yang ada di antara
pencerapan indrawi manusia. Biasanya, manusia menganggap estetika adalah sebagai seni, atau
seni akan selalu mengandung nilai keindahan. Estetika yaitu segala sesuatu yang dapat
menciptakan sebuah rasa senang jika dilihat secara visual. Estetika sastra adalah aspek-aspek
yang terkandung dalam sastra. Pada umumnya, aspek keindahan sastra didominasi oleh gaya
bahasa. Keindahan bahasa tidak terkandung dalam keindahan bentuk huruf melainkan dalam
isinya. Keindahan sastra terkandung dibalik huruf-huruf yang tampak. Aspek estetika yang jauh
lebih penting ditimbulkan melalui keseimbangan antarunsur karya.
DAFTAR PUSTAKA

Tri Prasetyo, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Setia, 2000), hal. 18.
Binus.ac.id, theory-and-critique-platos-mimesis-theory/ diakses pada tanggal 02 Agustus 2019
di laman https://dkv.binus.ac.id/2013/05/15/theory-and-critique-platos-mimesis-theory/
Ibid.,
Soegiono, Filsafat Pendidikan..., hal. 176 .
Sukarman B, Estetika, (Makassar: Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Makassar, 2006), hal.
19-20.

Anda mungkin juga menyukai