Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

HUJAN KARYA TERE LIYE DAN RENCANA PEMBELAJARANNYA


DI KELAS XI SMA

A. Latar Belakang Masalah


Karya sastra adalah suatu fenomena yang unik dan organik karena di dalam karya
sastra penuh serangkaian makna dan fungsi. Sastra memiliki fungsi sebagai karya seni
yang bisa di gunakan sebagai sarana penghibur diri pembaca. Hal ini sesuai dengan
pendapat Warren yang menyatakan bahwa membaca sebuah karya sastra fiksi berarti
menikmati cerita yang menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin (Nurgiyantoro,
2007:3).
Salah satu bentuk karya sasta adalah novel. Novel sebagai kreasi manusia yang
diangkat dari realitas kehidupan, tetapi realitas yang ada di dalamnya bukan lagi realitas
yang utuh karena telah mengalami metamorphose imajinasi dari diri pengarang. Dengan
kata lain realitas tersebut adalah realitas-realitas proyeksi, atau sesuatu yang
diproyeksikan kembali oleh pengarangnya dengan menggunakan daya imajinasi sesuai
dengan kenyataan jiwa pengarang, yang berupa pengalaman hidup yang manis maupun
pahit dalam prosesnya.
Novel merupakan urain cerita dari sebagian besar kehidupan manusia yang
ditokohkan dalam cerita tersebut yang di dalamnya terdapat banyak masalah yang harus
dihadapi oleh tokoh yang ada di dalam cerita tersebut. Masalah-masalah yang ada pada
novel tidak hanya terjadi pada novel saja, tidak jarang cerita yang ada pada novel dialami
di dunia nyata. Banyak pembaca yang kebetulan sedang memiliki masalah seperti yang
ada di dalam cerita novet tersebut sehingga mereka dapat menyelesaikan masalahnya
sesuai dengan cerita tersebut.
Cerita yang terinspirasi dari realita kehidupan maka biasanya mengandung
banyak unsur-unsur Psikologi dan sosial begitu juga dengan novel yang kebanyakan
ceritanya banyak diambil dari kehidupan nyata maka novel banyak digemari oleh
masyarakat pembaca. “Pembaca perlu membuat semacam daftar yang menampung setiap
peristiwa supaya pembaca dapat memahami isi dan alur cerita secara menyeluruh”
( Staton, 2012:95).
Fiksi psikologi sastra merupakan satu aliran sastra yang berusaha mengeksplorasi
pikiran sang tokoh utama, terutama pada bagiannya yang terdalam yaitu alam bawah
sadar (Staton, 2012:134). Psikologi sastra mengkaji mengenai semua hal yang
berhubungan dengan kejiwaan, maksudnya pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan
karya dalam berkarya.
Salah satu kajian psikologi adalah mengkaji mengenai permasalahan hidup
manusia yang timbul karena adanya pertentangan, baik yang timbul dari dalam diri
pribadi manusia itu sendiri atau yang berasal dari luar dirinya. Pertentangan yang terjadi
di dalam dirinya disebut dengan konflik batin. Konflik batin yang berlangsung lama bisa
berdampak kepada perubahan sifat dan sikap manusia yang mengalaminya.
Novel karya Tere Liye yang termasuk ke dalam angkatan 2000an mengandung
unsur konflik batin yang dialami tokoh utama yaitu Lail, Lail berperan penting dalam
novel berjudul Hujan dari novel tersebut bisa dianalisis masalah-masalah apa saja yang
dialami oleh tokoh tersebut. Peneliti ingin mengetahui sejauh mana konflik batin tokoh
utama yang ada di dalam novel Hujan karya Tere Liye menggunakan pendekatan
psikologi sastra dan bagaimana identitas ungkapannya, inilah yang ingin diungkap
melalui kegiatan penelitian dan dirumuskan judul penelitian : Analisis Konflik Batin
Tokoh Utama Dalam Novel Hujan Karya Tere Liye Dan Rencana Pembelajarannya Di
Kelas XI SMA.
Novel Hujan Karya Tere Liye mempunyai jalinan alur yang menarik sehingga
ceritanya membuat penasaran para pembacanya. Novel ini menarik untuk dibaca dan
dianalisis karena memuat pesan-pesan yang bermanfaat untuk jiwa manusia.
memberikan ekspresi bagi pembaca dalam mengungkapkan gagasan yang dikemukakan
lewat konflik-konflik batin yang digunakan oleh pengarang. Manusia hidup tidak lepas
dari manusia lainnya. Namun, pertemuan antara manusia satu dengan manusia yang
laintidak jarang menimbulkan konflik, baik konflik antara individu, kelompok maupun
anggota kelompok.
Novel Hujan karya Tere Liye menceritakan mengenai kehidupan Lail yang
bertahan hidup sebatang kara karena ayah dan ibunya meninggal akibat bencana gunung
meletus yang meluluh-lantahkan semua fasilitas yang ada di kota tempat tinggal Lail.
Lail memiliki kebimbangan antara menyusul orang tuanya yang ada di surga atau tetap
bertahan hidup, namun dia akhirnya bertemu dengan seorang anak laki-laki yang mampu
memberikan semangat Lail agar tetap hidup.
Penulis mengkaji konflik batin pada tokoh utama dalam novel Hujan Karya Tere
Liye dipilih sebagai objek penelitian dan bahan ajar pada pembelajaran sastra di kelas XI
SMA dengan alasan sebagai berikut :
1. Novel Hujan karya Tere Liye memiliki daya tarik untuk diteliti karena adanya
tokoh Lail yang digambarkan secara apik oleh pengarang. Tokoh Lail juga dapat
dijadikan panutan bagi peserta didik kelas XI karena di dalam novel ini berisi
tentang perjuangan hidup dan semangat dalam mencari ilmu seorang wanita.
2. Konflik batin tokoh utama dalam novel Hujan karya Tere Liye belum pernah
diteliti di Universitas Muhammadiyah Purworejo.
3. Kurangnya pembelajaran atau bahan ajar yang berkaitan dengan materi sastra
khususnya novel.
Penelitian konflik batin tokoh utama dalam novel Hujan karya Tere Liye
diharapkan dapat menumbuhkan motivasi dan minat belajar peserta didik, khususnya
dalam pembelajaran sastra. Selain itu diharapkan pula dengan penelitian ini, dapat
memberikan sumbangan besar terhadap hasil belajar peserta didik tentang apresiasi sastra
sesuai dengan Kurikulum 2013.
B. Penegasan Istilah
a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,perbuatan,
dsb)untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
b. Konflik adalah ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama
(pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan
antara dua tokoh, dsb).
c. Batin adalah sesuatu yang terdapat di dalam hati, sesuatu yang menyangkut jiwa
(perasaan hati dsb).
d. Tokoh adalah pemegang peran (peran utama) dalam roman atau drama.
e. Novel
Novel Hujan merupakan judul novel karya Tere Liye yang diterbitkan oleh
Gramedia, cetakan ketiga tahun 2016 dengan tebal 376 halaman.
f. Rencana Pembelajaran
Menurut Hamalik (2011:57) pembelajaran adalah kombinasi yang tersusun dari
unsure manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi tujuan pembelajaran.
g. SMA
SMA adalah sekolah menengah atas.
Berdasarkan penegasan di atas maksud dari penelitian dengan judul “Analisis
Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Hujan Karya Tere Liye Dan Rencana
Pembelajarannya Di Kelas XI SMA” adalah kajian tentang konflik batin dalam novel
Hujan karya Tere Liye dan rencana pembelajarannya di SMA yang diharap-kan mampu
menjadi pendoman pengembangan kemampuan peserta didik dalam membuat keputusan
yang baik dan buruk, yang dapat diwujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari
dan perencanaan pembelajarannya sebagai rangkaian aktivitas yang dilakukan peserta
didik dalam bimbingan dan arahan serta motivasi dari seorang guru.
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi
masalah-masalah sebagai berikut:
1. Dalam kehidupan seseorang manusia banyak menghadapi masalah-masalah
tentang kehidupan
2. Cerita dalam novel diambil dari realita kehidupan manusia masyarakat
biasanya saat
3. Dalam novel Hujan karya Tere Liye tokoh utama banyak mengalami konflik
batin.
4. Kurangnya referensi bahan pembelajaran sastra yang ada di sekolah.
D. Batasan Masalah
Berdasarkan permasalahan dalam melakukan penelitian agar tidak menyimpang
dari tujuan yang diharapkan, perlu adanya pembatasan masalah. Adanya pembatasan
masalah, penulis hanya akan meneliti tentang analisis konflik batin tokoh utama dalam
novel Hujan karya Tere Liye dan rencana pembelajarannya pada siswa SMA.
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah yang akan
dikaji dalam penelitian berikut.
1. Bagaimanakah unsur intrinsik dalam novel Hujan karya Tere Liye
2. Bagaimanakah konflik batin tokoh utama dalam novel Hujan karya Tere Liye?
3. Bagaimanakah rencana pembelajarannya dan pemanfaatan novel Hujan karya
Tere Liye sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA?
F. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah salah salah satu faktor yang utama yang mendasari
penulis untuk melakukan suatu penelitian. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan.
1. Unsur intrinsik novel Hujan karya Tere Liye.
2. Konflik batin tokoh utama dalam novel Hujan karya Tere Liye
3. Rencana pembelajaran dan pemanfaatan novel Hujan karya Tere Liye sebagai
bahan pembelajaran sastra di kelas XI SMA.
G. Manfaat Penelitian
Penulisan penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara
langsung maupun tidak langsung, antara lain sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan yang relevan bagi
pendidik dan mahasiswa. Dengan upaya-upaya perbaikan dalam pembelajaran
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh guru benar-benar relevan, karena itu
sangat bermanfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas guru dalam mengajar.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak berikut :
a. Bagi siswa
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi jalan untuk mahasiswa agar
lebih mencintai karya sastra khususnya novel dan meningkatkan kreativitas siswa
dalam membuat karya sastra.
b. Bagi Pendidik :
Penelitian ini dapat digunakan pendidik dalam upaya meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan mengajar sekaligus memahami kesulitan siswa
dalama menulis cerpen. Sehingga akan tercipta suasana pembelajaran yang
menyenangkan.
c. Bermanfaat bagi peneliti
Dengan menggunakan penelitian ini diharapkan peneliti memperoleh
pengalaman praktis dalam melaksanakan penelitian selanjutnya atau peneliti
serupa dimasa yang akan datang.
H. Sistematika Penulisan
BAB I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, identifikasi
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,
sistematika penulisan.
BAB II adalah tinjauan pustaka dan kajian teoritis. Dalam tinjauan pustaka
terdapat kajian teoritis yang relevan dengan topik yang dilakukan, sedangkan pada
kajian teoritis penulis menyampaikan pengertian struktur karya sastra intrinsic.
BAB III adalah metode penelitian. Pada bab ini penulis menyajikan sumber data
penelitian, objek data penelitian, fokus penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen
penelitian, teknik analisis data, teknik penulisan hasil analisis.
BAB IV adalah penyajian dan pembahasan data hasil penelitian yang berisi uraian
mengenai data yang diperoleh, mengulas, menguraikan, mendeskripsikan dan membuat
kesimpulan.
BAB V adalah penutup berisi kesimpulan, hasil penelitian, kemudian
menyertakan sarana yang relevan dengan pembahasan penelitian, daftar pustaka.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan kajian secara kritis terhadap kajian yang terdahulu
hingga diketahui perbedaan yang khas antara kajian yang terdahulu dengan kajian yang
akan dilakukan.
Untuk mengetahui perbedaan yang khas antara kajian yang terdahulu dengan
kajian penulis lakukan, penulis akan memaparkan tinjauan pustaka sebagai kajian secara
praktis. Pemaparan dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara
penelitian terdahulu dan yang sedang dilakukan oleh penulis.
Penelitian melalui pendekatan psikologi telah banyak dilakukan oleh mahasiswa,
khususnya mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas
Muhammadiyah Purworejo beberapa diantaranya adalah skripsi Subowo (2012) dan
Wiwid Widiyanto (2014).
Subowo (2012) aspek psikologi dengan judul “Kajian Psikologi Sastra Novel
Tuhan Jangan Tinggalkan Aku Karya Pipiet Senja dan Pembelajarannya di Kelas XI
SMA” dibahas tentang aspek psikologi keperibadian tokoh dalam novel Tuhan Jangan
Tinggalkan Aku Karya Pipiet Senja. Subowo memaparkan bahwa tokoh-tokoh dalam
novel terlibat berbagai konflik antara tokoh dan konflik batin.
Penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis. Persamaannya, yakni sama-sama menganalisis sebuah novel
dengan teori psikologi dalam novel dan memaparkan tokoh yang terlibat konflik.
Perbedaannya adalah terdapat pada subjek penelitian, penelitian yang dilakukan oleh
subowo mengambil subjek novel Tuhan Jangan Tinggalkan Aku Karya Pipiet Senja,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis pada novel Hujan Karya Tere Liye.
Selain penelitian milik subowo penulis juga menggunakan penelitian Wiwid Widiyanto
sebagai tinjauan pustaka.
Wiwid (2014) kajian psikologis dengan judul “Kajian Psikologis tentang
perjuanagn dan keperibadian Tokoh Utama Prempuan Novel Padang Bulan Karya
Andrea Hirata dan skenario Pembelajaran di SMA” membahas analisis psikologi yang
ada dalam novel Padang Bulan Karya Andrea Hirata yaitu kutipan-kutipan yang
mengandung kajian psikologi pada tokoh utama dan mempunyai pesan yang sangat
positif dan mendidik untuk dijadikan pedoman dan diambil hikmahnya.
Penelitian yang digunakan Wiwid dengan penelitian yang penulis lakukan
mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama menganalisis
tentang psikologi. Perbedaannya dengan penelitian yang penulis lakukan antara lain
objek penelitian yang diperoleh Wiwid Widiyanto, yaitu pada novel Padang Bulan Karya
Andrea Hirata sedangkan penulis melakukan penelitian novel Hujan Karya Tere Liye.
a. Kajian Teoretis
Kajian teoretis merupakan kerangka teoretis yang memuat beberapa materi untuk
disajikan sebagai acuan pokok dalam membahas masalah yang akan diteliti. Pada kajian
teoretis ini, penulis akan menggunakan teori-teori yang akan dipaparkan berkaitan
dengan penelitian ini yaitu (1) Pengertian novel (2) unsur intrinsik novel (3) teori
psikologi sastra (4) Konflik batin dalam novel, dan (5) pembelajaran sastra di SMA.
1. Pengertian Novel
Novel secara harfiah adalah sebuah barang baru yang kecil, yang
kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Nurgiyantoro
(2009:10) novel dideskripsikan sebagai sebuah karya prosa fiksi yang cukup
panjang tidak terlalu panjang namun tidak terlalu pendek.
Novel adalah sebuah cerita yang berkaitan dengan peristiwa nyata, atau
fiksional yang dibayangkan pengarang melalui pengamatannya terhadap realitas
(Scholes dalam Junus, 1984:12). Novel merupakan sebuah karya sastra yang
memiliki cirri khas yaitu pada kemampuannya untuk menciptakan satu semesta
yang lengkap sekaligus rumit (Stanton, 2012:90).
Dari berbagai pendapat di atas , disimpulkan bahwa novel adalah sebuah
karya fiksi yang menceritakan peristiwa atau nilai yang ada di dalam masyarakat
berupa hasil pengamatan pengarang terhadap realita hidup.
2. Struktur Karya Sastra
Nurgiyantoro (2007: 23) menjelaskan, unsur-unsur intrinsik merupakan
unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang
menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsu-unsur yang secara
faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur-unsur intrinsik pada
novel adalah:
a. Tema
Tema merupakan dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah novel
(Nurgiyantoro, 2009: 70). Stanton (dalam Nurgiyanyoro,2009:70)
menjelaskan bahwa tema dapat juga disebut ide utama atau tujuan utama.
Dalam sebuah cerita terdapat satu tema pokok dan sub-tema, sehingga
pembaca harus mampu menemukan tema utama. Tema pokok adalah tema
yang dapat memenuhi atau mencakup isi dari keseluruhan cerita.
Nurgiyantoro menjelaskan, tema dapat digolongkan menjadi dua, tema
tradisional dan nontradisional. Tema tradisional adalah tema yang bisa atau
sudah diketahui secara umum oleh masyarakat. Tema nontradisional adalah
lawan dari tema tradisional yang artinya tema yang tidak sesuai dengan
harapan pembaca atau melawan arus.
b. Plot
Plot merupakan hubungan antar peristiwa yang bersifat sebab akibat,
tidak hanya jalinan peristiwa secara kronologis (Nurgiyantoro, 2009: 112).
Plot dapat berupa cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam
bertindak, berpikir, berasa, dan mengambil sikap terhadap masalah yang
dihadapi. Pengambilan plot dalam cerita didasarkan pada peristiwa, konflik,
dan klimaks. Tiga unsur penentu plot ini memiliki keterkaitan yang rapat,
artinya kemenarikan sebuah cerita tergantung dari ketiga unsur ini.
c. Penokohan
Penokohan dalam novel adalah unsur yang sama pentingnya dengan
unsur-unsur yang lain. Penokohan adalah teknik bagaimana pengarang
menampilkan tokoh-tokoh dalam cerita sehingga dapat diketahui karakter atau
sifat para tokoh. Unsur penokohan mencangkup pada tokoh, perwatakan, dan
bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam cerita (Nurgiyantoro, 2009:
166).
1. Unsur Penokohan dalam Fiksi
Unsur plot dan pemplotan, tokoh dan penokoan merupakan unsur
yang penting dalam karya naratif. Tokoh dengan segala perwatakan
dengan berbagai citra jati dirinya, dalam banyak hal, lebih menarik dari
pada pemplotannya. Namun, hal ini tidak berarti unsur plot dapat
diabaikan begitu saja karena kejelasan mengenai tokoh atau penokohan
dalam banyak hal tergantung pada pemplotannya (Nurgiyantoro, 2012:
160).
2. Pembedaan Tokoh
Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam
beberapa jenis, penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu
dilakukan.
a. Tokoh Rekaan dan Tokoh Nyata
Tokoh rekaan adalah tokoh yang tidak pernah ada di dunia nyata.
Namun, dalam karya tertentu, pembaca sering menemukan adanya
tokoh-tokoh sejarah artinya, tokoh manusia nyata, bukan rekaan
pengarang muncul dalam cerita bahkan dapat memengaruhi plot.
Dalam karya tertentu pembaca dapat mengenali personifikasi tokoh-
tokoh manusia nyata dalam cerita. Artinya, tokoh cerita fiksi itu
mempunyai ciri-ciri keperibadian tertentu seperti yang dimiliki oleh
tokoh tertentu dari kehidupan nyata. Nurgiyantoro, 2012: 160).
b. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam
novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai
kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa
hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam setiap halama
buku cerita yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2012: 176).
Tokoh utama paling banyak diceritakan karena tokoh utama selalu
berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan
perkembangan plot secara keseluruhan. Tokoh utama hadir sebagai
pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting yang
mempengaruhi perkembangan plot. Tokoh utama dalam sebuah novel,
mungkin saja lebih dari seorang, walaupun kadar keutamaannnya
tidak selalu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi
banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot
secara keseluruhan.
c. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Nurgiyantoro (2012: 178) menjelaskan bahwa tokoh protagonis
adalah tokoh yang dikagumi oleh pembaca. Tokoh protagonis
menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan pembaca.
Identifikasi diri terhadap tokoh yang demikian merupakan empati yang
diberikan oleh pembaca.
Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan, khususnya
konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh
penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis
dapat beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun
tidak langsung, bersifat fisik maupun batin.
Konflik yang dialami oleh tokoh protagonis tidak harus disebabkan
oleh tokoh antagonis. Ia dapat disebabkan oleh hal-hal lain yang diluar
individualitas seseorang. Konflik bahkan sering disebabkan oleh diri
sendiri, misalnya seorang tokoh akan memutuskan sesuatu yang
penting yang masing-masing menentukan konsekuensi sehingga terjadi
pertentangan dalam diri sendiri.
d. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang
hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang
tentu saja (Nurgiyantoro, 2012: 182). Tokoh sederhana dapat saja
melakukan berbagai tindakan, namun semua tindakannya tidak dapat
dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan yang telah
diformulakan.
Tokoh sederhana kurang sesuai dengan realitas kehidupan sebab
tidak ada seorang pun yang hanya memiliki satu sifat tertentu. Namun,
tokoh sederhana tetap diperlukan kehadirannya dalam sebuah novel.
Tokoh sederhana akan mudah dikenal dimanapun dia hadir dan mudah
diingat oleh pembaca, dan hal ini menurut Forster (1970: 76-77)
merupakan keuntungan penampilan tokoh tersebut.
Tokoh bulat berbeda halnya dengan tokoh sederhana. Tokoh bulat
adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai kemungkinan
sisi kehidupannya, sisi keperibadian dan jati dirinya. Ia dapat saja
memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia dapat
pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam
(Nurgiyantoro, 2012: 183).tokoh bulat lebih sulit dipahami, kurang
familiar karena yang ditampilkan adalah tokoh yang kurang akrab dan
kurang dikenal.

e. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang


Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak
mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai
akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi (Nurgiyantoro, 2012:
188). Tokoh statis memiliki sikap da watak yang relative tetap, tidak
berkembang, sejak awal sampai akhir cerita.
Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan
dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan
peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan
lingkungan, baik lingkungan sosial, alam, maupun yang lain, yang
kesemuaannya itu akan mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah
lakunya.
f. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Nurgiyantoro (2012: 190) menjelaskan bahwa tokoh tipikal adalah
tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan
lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya, atau
sesuatu yang lain yang bersifat mewakili. Tokoh tipikal merupakan
penggambaran, pencerminan, atau penunjukan terhadap orang, atau
sekelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga yang ada di
dunia nyata.
Penokohan tokoh cerita secara tipikal pada hakikatnya dapat
dipandang sebagai tanggapan pengarang terhadap tokoh manusia di
dunia nyata. Tokoh tipikal dalam sebuah novel mungkin hanya seorang
atau beberapa orang saja. Misalnya tokoh utama dan tokoh tambahan.
Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu
sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup
dan bereksistensi di dunia fiksi.
3. Teknik Pelukisan Tokoh
Tokoh cerita tidak sama serta-merta hadir kepada pembaca. Mereka
memerlukan sarana yang memungkinkan kehadirannya.
a. Teknik Ekspositori
Teknik Ekspositori sering disebut sebagai teknik alnalitis,
pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian
atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan
oleh pengarang kehadapan para pembaca secara tidak berbelit-belit
(Nurgiyantoro, 2012:195).
Teknik pelukisan tokoh tersebut bersifat sederhana dan cenderung
ekonomis. Pengarang dengan cepat dan singkat dapat mendeskripsikan
kehadiran tokoh cerita. Deskripsi kehadiran tokoh yang dilakukan
secara langsung oleh pengarang akan berwujud penuturan yang bersifat
deskriptif pula. Artinya, ia tidak akan berwujud penuturan yang
bersifat dialog.
b. Teknik Dramatik
Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik mirip dengan
yang ditampilkan pada drama. Pengarang tidak mendeskripsikan secara
eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh (Nurgiyantoro, 2012:
195). Kelebihan teknik dramatik adalah sifatnya yang lebih sesuai
dengan situasi kehidupan nyata.
Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan
sejumpal teknik. Dalam karya fiksi, biasanya pengarang menggunakan
berbagai teknik itu secara bergantian dan daling mengisi, walaupun ada
perbedaan frekuensi perbedaan masing-masing.
1. Teknik Cakapan
Percakapan yang dilakukan oleh tokoh cerita biasanya
dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang
bersangkutan. Bentuk percakapan pada novel umumnya cukup
banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang panjang. Tidak
semua percakapan mencerminkan diri tokoh dalam cerita.
Percakapan yang baik, efektif dan fungsional adalah percakapan
yang menunjukan perkembangan plot dan sekaligus mencerminkan
sifat tokoh pelakunya (Nurgiyantoro, 2012:201).
2. Teknik Tingkah Laku
Teknik cakapan dimaksudkan untuk menunjukan tingkah
laku verbal yang berwujud kata-kata para tokoh, teknik tingkah
laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal fisik. Apa
yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dapat
dipandang sebagai mewujudkan reaksi, tanggapan, sifat dan sikap
sikap yang mencerminkan sifat-sifat tokoh cerita (Nurgiyantoro,
2012:203).
3. Teknik Pikiran dan Perasaan
Teknik pikiran dan perasaan dapat ditemukan dalam teknik
cakap dan teknik laku. Penuturan itu untuk menggambarkan pikiran
dan perasaan tokoh. Dengan demikian pembaca menjadi tahu dan
dapat menafsirkan sifat-sifat tokoh cerita berdasarkan jalan pikiran
dan perasaannya itu (Nurgiyantoro, 2012:204).
4. Teknik Arus Kesadaran
Teknik arus kesadaran berkaitan erat dengan teknik pikiran
dan perasaan, keduanya tidak dapat dibedakan secara pilah, bahkan
dianggap sama karena menggambarkan tingkah laku batin tokoh.
Arus kesadaran merupakan suatu teknik narasi yang berusaha
menangkap pandangan tokoh cerita. Banyak karya fiksi yang
menggunakan teknik arus kesadaran, kesadaran untuk
mengungkapkan jati diri tokoh, bahkan ada yang menggunakannya
untuk mengembangkan plot. (Nurgiyantoro, 2012: 206).
Arus kesadaran sering disamakan dengan monolog batin.
Monolog batin merupakan percakapan yang haya terjadi dalam diri
sendiri, yang pada umumnya ditampilkan dengan gaya “Aku”.
5. Teknik Reaksi Tokoh
Teknik reaksi tokoh dimaksud sebagai t=reaksi tokoh
terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, sikap dan tingkah
laku orang lain yang berupa rangsangan dari diri luar tokoh yang
bersangkutan (Nurgiyantoro, 2012:207).
6. Teknik Reaksi Tokoh Lain
Reaksi tokoh lain dimaksud sebagai reaksi yang diberikan
oleh tokoh lain terhadap tokoh utama berupa pandangan, pendapat,
sikap dan komentar (Nurgiyantoro, 2012:209).
7. Teknik Pelukisan Latar
Pelukisan suasana latar lebih mengintensifkan sifat diri
tokoh cerita. Keadaan latar tertentu dapat menimbulkan kesan
tertentu dipihak pembaca. Pelukisan suasana latar, khususnya pada
awal cerita dimaksudkan sebagai gambaran situasi pembaca
terhadap suasana cerita yang akan disajikan (Nurgiyantoro, 2012:
209).
d. Latar
Latar atau setting yang disebut sebagai landas tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2012:116). Unsur-unsur
latar dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan
sosial. Ketiga unsur itu walaupun masing-masing menawarkan permasalahan
yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling
berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
a. Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Deskripsi tempat secara teliti dan
realistis ini penting untuk mengesani pembaca seolah-olah hal yang
diceritakan itu sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 2012:227).
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah
“kapan” tersebuat biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang
ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Latar waktu
dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional jika digarap secara teliti
terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah. Selain itu, latar waktu
juga dikaitkan dengan latar tempat sebab pada kenyataanya saling berkaitan
(Nurgiyantoro, 2012:230).
c. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengn prilaku
kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya
fiksi. Latar sosial merupakan bagian latar secara keseluruhan. Jadi, dalam
kepaduannya dengan latar yang lain, yaitu unsur tempat dan waktu. Ketiga
unsur tersebut dalam satu kepaduan jelas menyaran pada makna yang lebih
khas dan meyakinkan (Nurgiyantoro, 2012:227).
e. Sudut Pandang
Sudut pandang, point of view, viewpoint merupakan salah satu unsur fiksi
yang oleh staton digolongkan menjadi sarana cerita. Nurgiyantoro (2012: 248)
menjelaskan sudut pandang menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia
merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana
untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk
cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
a. Sudut Pandang Orang Ketiga “Dia”
Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang orang ketiga
“Dia”, narrator adalah seseorang yang berbeda di luar cerita yang
menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau nama
gantinya ; ia, dia, mereka (Nurgiyantoro, 2012:256).
b. Sudut Pandang Orang Pertama “Aku”
Dalam pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang orang
pertama, first person point of view , “aku”. Narator adalah seseorang yang
ikut terlibat dalam cerita. Si “aku” tokoh yang berkisah,mengisahkan
peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami dan
dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca
(Nurgiyantoro, 2012: 262).
c. Sudut Pandang Campuran
Penggunaan sudut pandang campuran dalam sebuah novel pengarang
dapat berganti-ganti dari teknikb yang satu ke teknik lain untuk sebuh cerita
yang dituliskannya. Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran
dalam sebuah novel berupa penggunaan sudut pandang orang ketiga dengan
teknik “dia” mahatau dan “dia” sebagai pengamat (Nurgiyantoro, 2012:
266).
f. Gaya Bahasa
Nurgiyantoro (2009:276) berpendapat bahwa bahasa merupakan sarana
pengungkapan yang komunikatif dalam sastra. Pada novel juga terdapat
pengucapan bahasa yang sering disebut gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan
cara pengucapan pengarang dalam mengemukakan sesuatu terhadap pembaca.
Dalam gaya bahasa terdapat beberapa unsur seperti leksikal, struktur
kalimat,retorika, dan penggunaan kohesi.
g. Amanat
Amanat atau nilai moral merupakan unsur isi dalam karya fiksi yang
mengacu pada nilai-nilai, sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan yang
dihadirkan pengarang melalui tokoh yang ada di dalamnya. Berdasarkan
pengertian tersebut amanat adalah pesan yang dibawa oleh pengarang yang
dihadirkan melalui keterjalinan peristiwa sebuah cerita untuk dijadikan bahan
perenungan oleh pembaca.
3. Teori Psikologi Sastra
Sastra adalah ungkapan jiwa dan wakil jiwa lewat bahasa sehingga dapat
diartikan bahwa sastra tidak mampu melepaskan diri dari aspek psikis. Psikologi
sebagai ilmu yang mempelajari keadaan manusia, sudah tentu mempunyai
hubungan dengan ilmu-ilmu lain, yang sama-sama mempelajari tentang keadaan
manusia. Hal ini akan memeberi gambaran bahwa manusia sebagai makhluk hidup
tidak hanya dipelajari oleh psikologi saja, tetapi juga dipelajari oleh ilmu-ilmu lain
(Ahmadi, 2013: 7).

Psikologi merupakan suatu ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tentang


tingkah laku atau aktivitas-aktivitas manusia, tingkah laku serta aktivitas-aktivitas
itu merupakan manifestasi hidup kejiwaan (Walgito, 1997:9). Siswantoro (2004:32)
mengungkapkan bahwa psikologi sastra mempelajari fenomena kejiwaan tertentu
yang dialami oleh tokoh utama dalam karya sastra (novel) ketika merespon atau
bersaksi terhadap diri dan lingkungannya. Dengan kata lain, gejala kejiwaan dapa
terungkap lewat tokoh dalam sebuah karya sastra. Karya sastra melalui tinjauan
psikologis tampak bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk menyajikan citra
manusia yang seadil-adilnya dan sehidup-hidupnya.
Terkait dengan hubungan sastra dengan psikologi, terdapat beberapa faktor
yang perlu diperhatikan. Pertama, suatu karya sastra harus merefleksikan kekuatan,
kekaryaan dan kepakaran penciptanya. Kedua, karya sastra harus memiliki
keistimewaan dalam hal gaya dan masalah bahasa sebagai alat untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarang. Ketiga, masalah gaya, struktur
dan tema karya sastra harus saling terkait dengan elemen-elemen yang
mencerminkan pikiran dan perasaan iindividu, tercakup didalamnya pesan utama,
peminatan, gelora jiwa, kesenangan dan ketidaksenangan yang memberikan
kesinambungan dan koherensi terhadap keperibadian (Minderop, (2013: 1-62).
Psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cerminan psikologis dalam
diri para tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh pengarang sehingga pembaca
merasa terbuai oleh problema psikologis kisahan yang kadang kala merasakan
dirinya terlibat dalam cerita. Dalam hal ini, kadang-kadang perasaan tokoh tersebut
merupakan pantulan keperibadian si pencipta. Karya-karya sastra memungkinkan
ditelaah melalui pendekatan psikologi karena karya sastra menampilkan watak para
tokoh, walaupun imajinatif, dapat menampilkan berbagai problem psikologis
(Minderop, 2013:55). Dalam pemahaman dan penilaian karya sastra pembaca tidak
hanya diarahkan dan dibimbing oleh kemampuannya sebagai pemakai bahasa
(Teeuw, 2015:280). Hal ini, yang menjadi salah satu kekuatan sastra, melalui suatu
karya sastra kita lebih mengenal tentang diri kita karena sastra menyajikan
kebenaran yang diresapi.
Teori psikologi sering digunakan dalam pengkajian tokoh-tokoh dalam
sebuah karya sastra yaitu teori psikoanalisis. Teori psikoanalisis harus diakui
sebagai bagian penting dari kekayaan dunia psikologi modern. Penulis memilih
teori keperibadian Sigmudd Freud sebagai landasan penelitian ini karena dalam
novel Hujan Karya Tere Liye banyak menampilkan konflik batin yang
mempengaruhi jiwa tokoh terutama tokoh utama. Psikologi keperibadian adalah
psikologi yang mempelajari keperibadian manusia dengan objek penelitian faktor-
faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia (Minderop, 2013: 8).
Keperibadian menurut psikologi bisa mengacu pada pola karakteristik prilaku dan
pola pikir yang menentukan penilaian seseorang terhadap lingkungan. Dalam teori
Freud terdapat mekanisme pertahanan dan konflik. Istilah mekanisme pertahanan
mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang yang mempertahankannya
terhadap anxitas.
Menderop (2013: 32) mengemukakan bahwa anxitas mewaspadai ego
untuk mengatasi konflik tersebut melalui mekanisme pertahanan ego, melindungi
ego seraya mengurangi anxitas yang diproduksi oleh konflik tersebut meliputi:
1. Represi (Repression)
Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego yang paling kuat dan luas
adalah represi. Mekanisme represi sebagai upaya menghindari perasaan
anxitas (Minderop, 2013: 32).
2. Sublimasi
Sublimasi terjadi bilatindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial
menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi sesungguhnya suatu bentuk
pengalihan (Minderop, 2013: 34).
3. Proyeksi
Proyeksi adalah situasi atau hal-hal yang tidak diinginkan dan tidak dapat
kita terima dengan melimpahkannya dengan alasan lain. Mekanisme yang
tidak didasari dan melindungi kita dari pangakuan terhadap kondisi tersebut
dinamakan proyeksi (Minderop, 2013: 34).
4. Pengalihan (Displacement)
Pengalihan adalah pengalihan perasaan tidak senang terhadap suatu objek
ke objek lainnya yang lebih memungkinkan (Minderop, 2013: 35).
5. Rasionalisasi (Ratiobalization)
Rasionalisasi memiliki tujuan untuk mengurangi kekecewaan ketika kita
gagal mencapai suatu tujuan dan memberikan kita motif yang dapat diterima
atas perilaku. Rasionalisasi terjadi bila motif nyata dari prilaku individu tidak
dapat diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif
pengganti dengan tujuan pembenaran (Minderop, 2013: 35).
6. Reaksi Formasi (Reaction Formation)
Represi akibat implus anxitas kerap kali diikuti oleh kecenderungan yang
berlawanan yang bertolak belakang dengan tendensi yang berlawanan yang
bertolak belakang dengan tendensi yang ditekan. Reaksi formasi mampu
mencegah seseorang individu berperilaku yang menghasilkan anxitas dan
kerap kali dapat mencegahnya bersikap antisosial (Minderop, 2013: 37).
7. Regresi
Terdapat dua interpretasi mengenai regresi. Pertama, regresi yang disebut
retrogressive behavior yaitu, perilaku seseorang yang mirip anak kecil.
Kedua, regresi yang disebut primitivation ketika seorang dewasa bersikap
sebagai orang yang tidak kenal berbudaya dan kehilangan control sehingga
tidak sungkan-sungkan berkelahi (Minderop, 2013: 38).
8. Agresi dan Apatis
Perasaan marah dan terkait erat dengan ketegangan dan kegelisahan yang
dapat menjurus pada pengrusakan dan penyerangan. Sedangkan apatis adalah
bentuk lain dari reaksi terhadap frustgasi, yaitu sikap apatis dengan cara
menarik diri dan bersikap seakan-akan pasrah (Minderop, 2013: 38).
9. Fantasi dan Stereotype
Ketika kita menghadapi masalah yang demikian bertumpuk, kadang kala
kita mencari solusi dengan masuk ke dunia khayal, solusi yang berdasarkan
fantasi ketimbang realitas.
Stereotype adalh kosekuensi lain dari frustasi, yaitu perilaku stereotype
memperlihatkan perilaku pergaulan terus menerus.
Individu selalu mengulangi perbuatan yang tidak bermanfaat dan tampak
aneh. (Minderop, 2013: 39).
(Minderop, 2013: 39) mengungkapkan bahwa kegembiraan, kemarahan,
ketakutan dan kesedihan kerap kali dianggap sebagai emosi yang paling
mendasar. Situasi yang mengakibatkan perasaan-perasaan tersebut sangat terkait
dengan tindakan yang ditimbulkannya dan mengakibatkan meningkat ketegangan
sebagai berikut:
1. Konsep Rasa Bersalah
Rasa bersalah bisa disebabkan oleh adalnya konflik antara ekspresi
implus dan standar normal. Rasa bersalah dapat pula disebabkan oleh prilaku
neurotik, yakni ketika individu tidak mampu mengatasi problem hidup seraya
menghindarinya melalui namuver-namuver defensive yang mengakibatkan
rasa bersalah dan tidak bahagia (Minderop, 2013: 40).
2. Rasa Bersalah yang Dipendam
Dalam kasus bersalah, seorang cenderung merasa bersalah dengan cara
memendam dalam dirinya sendiri, memang ia biasanya bersikap baik, tetapi
ia seorang yang buruk (Minderop, 2013: 42).
3. Menghukum Diri Sendiri
Perasaan bersalah yang paling mengganggu adalah sebagaimana terdapat
dalam sikap menghukum diri sendiri. Rasa bersalah tipe ini memiliki
implikasi terhadap berkembangannya gangguan-gangguan keperibadian yang
terkait dengan keperibadian (Minderop, 2013: 42).
4. Rasa Malu
Rasa malu berbeda dengan rasa bersalah. Timbulnya rasa malu tanpa
terkait dengan rasa bersalah (Minderop, 2013: 43).
5. Kesedihan
Kesedihan atau dukacita berhubungan dengan kehilangan sesuatu yang
penting atau bernilai. Intensitas kesedihan tergantung pada nilai, biasanya
kesedihan yang teramat sangat bila kehilangan orang yang dicintai
(Minderop, 2013: 43).
6. Kebencian
Kebencian atau rasa benci berhubungan erat dengan perasaan marah,
cemburu, dan iri hati. Perasaan benci akan selalu melekat dalam diri
seseorang dan tidak akan pernah merasa puas sebelum menghancurkannya
(Minderop, 2013: 44).
7. Cinta
Psikologi merasa perlu mendefinisikan cinta dengan cara memahami
mangapa timbul cinta dan apakah terdapat bentuk cinta berbeda. Perasaan
cinta berfariasi dalam bentuk intensitas pengalaman pun mengalami rentang
diri yang terlembut sampai keadaan yang amat mendalam (Minderop, 2013:
44).
Kaitannya dengan seni khususnya sastra, dalam karya sastra terdapat unsur
yang disebut amanat. Unsur amanat tersebut menjadikan karya sastra selalu
mengandung nilkai seputar aspek psikologi. Dalam hal ini, penggugah yang
dinikmati pembaca tersebut mampu memberikan suatu perasaan kesastraan karena
adanya gejolak perasaan, pikiran, gagasan, kesadaran atau nilai-nilai kehidupan
yang diperoleh si pembaca. Dengan demikian, pembaca layak memberikan nilai
tinggi atau evaluasi atau kritik serta penghayatan terhadap bacaan tersebut.
Dengan demikian, aspek psikologi sangat penting untuk diajarkan, terutama pada
peserta didik sebagai dasar dan pedoman pembentukan moral.
4. Teori Konflik Batin
Konflik terjadi manakala hubungan antara dua orang atau dua kelompok ,
perbuatan yang satu berlawanan dengan perbuatan yang lain, sehingga salah satu
atau keduanya merasa terganggu. Konflik bisa terjadi secara internal dan eksternal.
konflik internal atau konflik batin merupakan konflik yang disebabkan oleh adanya
dua gagasan atau lebih, atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai
diri sehingga mempengaruhi tingkah laku (Alwi,dkk, 2005:578).
Konflik batin bisa timbul karena adanya beberapa faktor. Freud (dalam
Kusumawati, 2003:33) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memegang peran
penting dalam beberapa gangguan batin yakni:
a. Teori Agresi
Teori agresi menunjukan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah
yang ditujukan kepada diri sendiri. Agresi yang diarahkan pada diri
sendiri sebagai bagian dari nafsu bawaan yang bersifat merusak. Untuk
beberapa alasan tidak secara langsung diarahkan pada objek yang nyata
atau objek yang berhubungan dengan perasaan berdosa atau bersalah.
Prosesnya terjadi akibat kehilangan atau perasaan terhadap objek yang
sangat dicintai.
b. Teori kehilangan
Teori kehilangan merujuk pada perpisahan traumatik individu dengan
benda atau seseorang yang sebelumnya dapat memberikan rasa aman
dan nyaman. Hal penting dalam teori ini adalah kehilangan dan
perpisahan sebagai faktor predisposisi terjadinya depresi dalam
kehidupan yang menjadi faktor pencetus terjadinya stress.
c. Teori Kepribadian
Teori kepribadian merupakan konsep diri yang negatif dan harga diri
rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang.
Pandangan ini memfokuskan pada variabel utama dari psikososial yaitu
harga diri rendah.
d. Teori Kognitif
Teori kognitif menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif
yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap dirinya
sendiri, dunia seseorang, dan masa depannya. Individu dapat berpikir
tentang dirinya secara negatif dan tidak mencoba memahami
kemampuannya.
e. Teori Ketidakberdayaan
Teori ketidakberdayaan menunjukan bahwa konflik batin dapat
menyebabkan depresi dan keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai
kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya oleh karena
ituia mengulang respon yang adaptif.
f. Teori Perilaku
Teori perilaku menunjukan bahwa penyebab depresi terletak pada
kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Depresi berkaitan dengan interaksi antara perilaku inividu dengan
lingkungannya. Teori ini memandang bahwa individu memiliki
kemampuan untuk memeriksa dan mempertimbangkan perilakunya.
Mereka bukan hanya melakukan reaksi dari faktor internal. Individu
tidak dipandang sebagai objek yang tidak berdaya yang dikendalikan
lingkungan, tetapi tidak juga bebas dari pengaruh lingkungan dan
melakukan apa saja yang mereka pilih tetapi antar individu dengan
lingkungannya memiliki pengarung yang bermakna antar satu dengan
yang lainnya.
5. Pembelajaran Sastra di SMA
Pembelajaran sastra mempunyai peranan di dalam pencapaian berbagai
aspek dari tujuan pendidikan dan pembelajaran. Pembelajaran sastra atau novel
berkaitan dengan strategi mengajar dan strategi belajar. Strategi mengajar menitik
beratkan pada cara guru menyampaikan bahan atau materi pelajaran, sedangkan
belajar menonjolkan keaktifan siswa untuk memahami bahan atau materi pelajaran
yang disampaikan oleh guru.
Penjenisan atau pengkategorian sastra berdasarkan kriteria tertentu seperti
bentuk,isi, teknik dan persoalannya. Pengkategorian ini berdasarkan atas pemikiran
Aristoteles dan Plato. Mereka membagi menjadi tiga kelas utama. Tiga kelas utama
tersebut adalah (1) puisi, (2) drama, (3) novel dan (4) cerpen (Nurhayati, 2012:3).
Pembelajaran sastra, meliputi salah satu bidang yang luas, karena pengertian sastra
mencangkup isi beraneka ragam, termasuk dalam pembelajaran sastra misalnya
puisi, drama, novel dan cerpen. Kehadiran novel sebagai salah satu sastra sangat
memungkinkan untuk diajarkan di SMA. Salah satu kelebihan novel sebagai
bahanbpembelajaran sastra adalah karya sastra sebagai alat untuk menyampaikan
aturan, ajaran, nasihat dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkatan
kemampuan perorangan. Namun, tingkat kemampuan individu tidak sama. Ini dapat
menimbulkan masalah di kelas. Guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat
meningkatkan kemampuan siswa yang masih rendah.
Dapat diketahui bahwa pembelajaran sastra memiliki corak tersendiri yang
tidak selalu dapat diselesaikan semata-mata oleh pembelajaran bahasa. Oleh karena
itu, pembelajaran sastra hendaknya memiliki alokasi tersendiri demi meningkatkan
mengoptimalkan pembelajaran sastra bagi siswa.
Strategi pembelajaran diantaranya adalah diskusi, penemuan, inquiry,
demonstrasi, kerja kelompok, karya wisata, eksperimen, simulasi, tanya jawab dan
lain sebagainya.
Berdasarkan kebutuhan dan materi pengajaran sastra yang masih menunjang
untuk dipakai dalam pembelajaran sastra adalah metode inkuiri, ceramah, diskusi,
dan tanya jawab.
a. Pengertian Pembelajaran Sastra
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran (Hamalik, 2006:239).
Pembelajaran sastra (novel) di sekolah, khusunya di kelas XI SMA dapat
dikatakan sama jenis dengan prosa lainnya, seperti cerpen dan roman.
Pembelajaran tersebut hendaknya melibatkan keaktifan siswa dalam memahami
novel tersebut. Pembelajaran sastra dapat memberikan andil yang signifikan
terhadap keberhasilan pengembangan manusia yang diinginkan, asalkan
dilaksanakan dengan pendekatan yang tepat.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian membelajaran sastra adalah suatu
aktivitas atau kegiatan mengorganisasikan untuk menyusun dan menguji
program yang memungkinkan timbulnya proses belajar pada diri siswa.
a. Fungsi Pembelajaran Sastra
Pembelajaran sastra di sekolah diakui memiliki fungsi yang tidak dapat
dipisahkan dari tujuan pendidikan nasional secara utuh. Namun demikian,
kenyataan fenomena mutakhir yang menunjukan gejala kenakalan remaja atau
siswa. (Endraswara, 2005:56-57) mengatakan bahwa karya sastra dapat
memberikan pengertian yang dalam tentang manusia. Karya sastra diciptakan
sepanjang sejarah kehidupan manusia. Hal itu disebabkan manusia memerlukan
karya sastra. Pembelajaran sastra berfungsi untuk membantu keterampilan
berbahasa, meningkatkan kemampuan berbudaya, mengembangkan cipta dan
rasa dan menunjang pembentukan watak.
b. Tujuan Pembelajaran Sastra
Tujuan umum pembelajaran sastra untuk mengembangkan keperibadian,
Rahmanto (2006: 24) mengemukakan dua tuntutan penting: (1) pembelajaran
sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam. (2) pembelajaran
sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan
berbagai kualitas keperibadian siswa diantaranya meliputi: ketekunan,
kepandaian, pengimajian, dan penciptaan. Pembelajaran sastra memiliki dua
sasaran, yaitu agar siswa memperoleh pengetahuan dan pengalaman sastra.
Pertama, pengetahuan sastra diperoleh dengan membaca teori, sejarah dan kritik
sastra. Kedua, pengalaman sastra dengan cara membaca, melihat petunjuk karya
sastra, dan menulis karya sastra.
Selain itu, tujuan pembelajran sastra adalah untuk meningkatkan
kemampuan siswa mengapresiasikan karya sastra. Dengan pembelajaran sastra
diharapkan siswa memiliki pengetahuan yang memadai tentang sastra dan
mempunyai sikap positif terhadap karya sastra.
c. Manfaat Pembelajaran Sastra
Pengajaran sastra memiliki manfaat bagi siswa. Selain manfaat yang
dikemukakan di atas, sastra memiliki manfaat dalam pembentukan keperibadian.
Di dalam Kemendiknas (2011: 15-22) mengemukakan fungsi dalam membentuk
keperibadian. Oleh karena itu sastra memiliki fungsiganda, yakni membentuk
keperibadian individu, menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya.
Sastra menghibur karena menyajikan keindahan, memberikan makna terhadap
kehidupan, atau memberikan pelepasan ke dunia imajinasi.
d. Materi Pengajaran Sastra
Pembelajaran sastra harus sesuai dengan materi atau bahan pembelajaran
sastra yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa.
Guru harus menggunakan teknik penyajian yang sesuai guna untuk mencapai
tujuan dalam pembelajaran. Hal itu harus disesuaikan dengan pemilihan materi
atau bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai
Rahmanto (2006: 27-3) mengemukakan beberapa aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih pengajaran sastra seperti bahasa, psikologi dan
latar belakang budaya.
Materi pelajaran sastra berkaitan dengan sumber belajar. Sumber belajar
dapat berupa buku-buku pelajaran yang masih sesuai dengan buku pelengkap,
buku bacaan, kamus, media, elektronik: televisi, radio, video, lingkungan dan
hasil karya siswa.
e. Metode Pengajaran Sastra
Dalam mengajarkan suatu karya sastra (novel), guru harus memilih metode
pembelajaran yang tepat. Menurut Nana Sujana (2005: 76) metode pengajaran
adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa
pada saat berlangsungnya pengajaran. Metode pengajaran sastra dilaksananakan
dengan pengutamaan pada kegiatan apresiasi sastra. Hal ini menyaran agar siswa
diperkenalkan atau dipertemukan dengan karya sastra secara langsung. Metode
yang sesuai dengan pembelajaran sastra (novel) di kelas XI SMA dapat
dilakukan dengan metode ceramah, metode dikusi dan metode pemberian tugas.
1) Metode Ceramah
Metode ceramah adalah penerangan dan penuturan secara lisan oleh
guru terhadap kelasnya, dengan menggunakan alat bantu media
pembelajaran untuk memperjelaskan uraian yang disampaikan kepada
siswa. Melalui ceramah, akan terjadi interaksi dalam sebuah perencanaan
pembelajaran. Dengan hal tersebut dapat dipakai beberapa tujuan dan guru
dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi pendengarnya (Roestiyah,
2010:136).
2) Metode Diskusi
Roestiyah (2010:5) mengatakan bahwa metode diskusi adalah salah
satu metode belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah.
Di dalam diskusi ini proses interaksi antara dua atau lebih individu yang
terlibat saling tukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat
terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja.
3) Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas diberikan oleh guru agar siswanya belajar di
rumah. Metode pemberian tugas biasnya digunakan dengan tujuan agar
siswa memiliki hasil belajar yang maksimal, karena siswa melaksanakan
latihan-latihan selama melakukan tugas (Roestiyah, 2010: 132).
f. Kegiatan Belajar Mengajar
Proses belajar memegang peran yang vital. Mengajar adalah proses
membimbing kegiatan belajar, bahwa kegiatan mengajar hanya bermakna
apabila terjadi kegiatan belajar murid. Oleh karena itu, penting sekali bagi setiap
guru memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar murid, agar dia dapat
memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan
serasi bagi murid-murid
Menurut Oemar Hamalik (2003: 54) pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
dari pembelajaran itu sendiri.
g. Evaluasi
Evaluasi menurut Dimyati dan Mudjino (2002: 191) diartikan sebagai
proses sistematis untuk menentukan suatu nilai sesuatu (tujuan, kegiatan,
keputusan, unjuk kerja, proses, orang dan yang lain) berdasarkan kriteria tertentu
melalui penilaian. Oemar Hamalik (2003: 63) evaluasi merupakan aspek penting
dalam proses belajar mengajar yang berguna untuk mengukur dan menilai
beberapa jauh tujuan intruksional telah tercapai atau hingga mana mendapat
kemajuan belajar siswa dan bagaimana tingkat keberhasilan sesuai tujuan
intruksional tersebut. Dengan demikian evaluasi pembelajaran merupakan
kegiatan pembelajaran terhadap suatu objek atau subjek yang ditetapkan
berdasarkan kriteria tertentu untuk mengukur, menilai dan mengetahui sejumlah
mana tujuan pembelajaran dan tingkat keberhasilan belajar yang dicapai oleh
peserta diklat dalam proses pembelajaran.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan
kegiatan dari komponen pembelajaran yang wajib dilaksanakan untuk mengukur
tingkat kesuksesan belajar yang telah dilaksanakan. Pelaksanaan evaluasi
pembelajaran dapat dilakukan pada setiap akhir proses pembelajaran.
Jenis-jenis evaluasi menurut Arikunto pada bukunya tentang dasar-dasar
evaluasi pendidikan tahun 2011 ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur
hasil belajar siswa adalah.
1. Formatif
Penilaian formatif yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang
dicapai oleh anak didik setelah menyelesaikan program dalam satuan bahan
pelajaran pada suatu mata pelajaran tertentu.
Menurut Rusyan penilaian formati adalah tes yang dilaksanakan dalam
proses belajar mengajar dan termasuk jangka pendek, karena digunakan untuk
mengukur pada akhir setiap satuan pelajaran. Tujuan evaluasi formatif adalah
untuk mengetahui hingga dimana penguasaan murid tentang bahan
pendidikan yang diajarkan dalam suatu program pelajaramn. Tujuan evaluasi
formatif adalah untuk mengetahui hingga dimana penguasaan murid tentang
bahan pendidikan yang diajarkan dalam suatu program pelajaran.
2. Sumatif
Penilaian (evaluasi) sumatif haper sama dengan ulangan umum yang
dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa akhir
periode pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada
setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran.
Rusyan mengidentifikasikan evaluasi sumatif sebagai tes hasil belajar
jangka panjang, yaitu tes yang dilakukan pada akhir, catur wulan, akhir
semester dan tahun ajaran dari keseluruhan program.
Evaluasi sumatif digunakan untuk menentukan angka tujuan hasil belajar
para siswa. Jadi, evaluais sumatif digunakan untuk menentukan angka
kemampuan belajar masing-masing peserta didik, antara lain untuk
memberikan laporan kepada orang tua.
3. Diagnostik
Penilaian (evaluasi) diagnostik adalah penilaian yang dilakukan terhadap
hasil penganalisisan tentang keadaan belajar anak didik, baik merupakan
kesulitan-kesulitan atau hambatan yang ditemui dalam situasi belajar.
Tujuan penelitian diagnostik ini untuk membantu kesulitan atau
mengatasi hambatan yang dialami anak dididk waktu mengikuti kegiatan
belajar pada suatu mata pelajaran atau keseluruhan program pengajaran.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh penelitian dalam
mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto,2006:160). Sehubungan dengan masalah
pengumpulan data pembahasan pada bab ini akan dipaparkan mengenai waktu dan
tempat penelitian, populasi dan teknik sampling, sumber data, teknik penyediaan data,
teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis.
A. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah wujud konflik batin tokoh utama. Konflik batin
yang dialami oleh tokoh utama baik dari faktor luar maupun dari dalam diri tokoh.
B. Fokus Penelitian
Sugiyono(2013:286) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif membatasi fokus
penelitian atas dasar tingkat kebaruan informasi yang diperoleh dari penelitian. Penetapan
fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teoi yang telah ada. Penelitian
ini difokuskan pada kajian struktur novel Hujan karya Tere Liye yang terdiri dari tema,
tokoh dan penokohan, alur, latar, amanat, konflik batin yang dialami oleh tokoh utama,
dan scenario pembelajaran di kelas XI SMA.
C. Sumber Data
Arikunto(2013:172) mengatakan sumber data dalam penelitian ini adalah subjek
data yang diperoleh. Sumber data yang dimaksud dalam skripsi ini adalah novel yang
berjudul Hujan karya Tere Liye dengan ketebalan () halaman.
D. Instrumen Penelitian
Sugiyono (2013:305) menyatakan bahwa penelitian kualitatif yang menjadi
instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Hal tersebut senada dengan yang
diungkapkan oleh Ismawati (2012:8) yang menyebut manusia instrumen penelitian.
Instrumen manusia mampu menangkap makna, interaksinya memuat nilai, terlebih untuk
menghadapi nilai lokal yang berbeda. Di samping itu, manusia sebagai instrumen
memiliki sifat yang responsif,adaptif, lebih holistik, kesadaran pada konteks tidak
terkatakan, mampu memproses segera, mengejar klarifikasi, mampu menjelajahi jawaban
idiosinkratik, dan mampu mengejar pemahaman yang lebih dalam. Jadi, dalam penelitian
kualitatif manusia merupakan pengumpul data yang utama. Oleh karena itu, instrumen
dalam penelitian ini adalah penulis sendiri selaku peneliti dilengkapi dengan buku-buku
sastra dan kartu pencatat data. Kartu pencatat data berfungsi untuk mencatat data berupa
kutipan-kutipan yang berhubungan dengan analisis konflik batin tokoh utama dan
struktur novel Hujan karya Tere Liye.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi. Observasi merupakan
pengamatan yang meliputi kegiatan pengamatan terhadap sesuatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indera (Arikunto,2013:199).
Pernyataan di atas sama dengan Ismawati(2012:81) yang menyatakan bahwa observasi
adalah kegiatan pengamatan terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat
indera manusia seperti penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap
Sugiyono (2013:203) juga menambahkan bahwa observasi adalah teknik pengamatan yang
tidak hanya terbatas pada orang, tetapi juga mengamati objek-objek yang lainnya. Dalam
teknik observasi penulis membaca secara cermat dan mencatat bagian-bagian yang
berkaitan dengan aspek konflik batin. Teknik ini melalui beberapa langkah, berikut
langkah-langkah dalam melakukan pengumpulan data.
a. Membaca keseluruhan novel Hujan karya Tere Liye secara cermat dan berulang-ulang.
b. Menandai kutipan yang menyatakan struktur teks novel dan konflik batin tokoh utama
dalam novel Hujan karya Tere Liye.
c. Mencatat data-data ke dalam kartu pencatat data
d. Mengelompokkan konflik batin tokoh utama dalam novel Hujan karya Tere Liye.
F. Teknik Analisis Data
Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan analisis konflik batin tokoh
utama novel Hujan karya Tere Liye merupakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan
teknik analisis konten atau analisis isi. Analisis konten adalah teknik penelitian untuk
mengungkap, memahami, dan menangkap pesan nilai yang terkandung dalam karya
sastra ( Endraswara, 2013:160). Analisis isi mendasarkan pada prinsip objektivitas,
sistematis, dan generalisasi untuk memperoleh pemahaman yang mendalam.
Gagasan di atas sejalan dengan pemikiran Ismawati (2012:65) yang menyatakan
bahwa analisis isi adalah teknik penelitian untuk mendeskripsikan data secara objektif,
sistematis dan kuantitatif isi komunikasi yang tampak. Ada dua penafsiran yang
digunakan oleh penulis, yakni analisis secara pragmatis dan semantis. Analisis secara
pragmatis adalah analisis yang digunakan untuk menafsirkan data dengan memperhatikan
konteks. Analisis semantis adalah analisis yang digunakan untuk menafsirkan data
menurut maknanya. Penggunaan kedua teknik ini penulis mengkaji teks novel untuk
memaparkan struktur novel dan konflik batin tokoh utama novel Hujan karya Tere Liye.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. menafsirkan data yang berkaitan dengan struktur novel Hujan karya Tere Liye
menggunakan metode analisis isi.
b. Menafsirkan konflik batin yang dialami oleh tokoh utama
c. Menganalisis data yang berkaitan dengan struktur dan konflik batin tokoh utama novel
Hujan karya Tere Liye, sesuai atau tidak sesuai dengan pembelajaran sastra di kelas XI
SMA
d. Mengambil kesimpulan berdasarkan komponen-komponen hasil analisis tersebut.

Anda mungkin juga menyukai