MODUL PERKULIAHAN
(U002100009)
Bahasa
Indonesia
Fungsi dan Kedudukan Bahasa
Indonesia
Sebagai alat berintegrasi dan beradaptasi sosial, bahasa digunakan oleh manusia
untuk beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Seseorang memilih bahasa yang akan
digunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi. Bahasa gaul digunakan
pada saat berbicara dengan teman-teman. Sementara pada saat berbicara dengan orang
tua atau yang dihormati, ia akan memilih bahasa standar. Penguasaan bahasa yang baik,
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa mempengaruhi sikap, tingkah laku, serta tutur
kata seseorang. Dengan bahasa, seseorang dapat mengontrol atau dikontrol orang lain
atau masyarakatnya. Buku-buku, pidato, orasi, ceramah agama, tayangan televisi, tulisan
di koran, informasi di media sosial akan mempengaruhi pendengar atau pembacanya.
Bahasa bahkan lebih tajam dalam mempengaruhi sikap dan perilaku daripada senjata.
Dengan bahasa, sikap, pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang dapat terbawa tanpa
dipaksa dan tanpa merasakan sakit. Berbeda dengan senjata yang dapat mempengaruhi
sikap, pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang dengan terpaksa dan menyakitkan. Oleh
karena itu ada pepatah yang menyatakan “bahasa lebih tajam daripada pedang”, “lidahmu
adalah harimaumu”, dsb. Dengan bahasa pula seseorang akan dihormati, sebaliknya
karena bahasa pula seseorang dapat masuk penjara. Banyak contoh yang telah
membuktikannya. Fungsi umum bahasa ini berlaku bukan hanya pada Bahasa Indonesia.
Bahasa-bahasa lain di dunia juga memiliki fungsi-fungsi tersebut.
Pertanyaan yang mungkin timbul adalah kapan sebenarnya bahasa Melayu mulai
digunakan sebagai alat komunkasi. Berbagai batu bertulis atau prasasti kuno ditemukan.
Batu bertulis itu adalah (1) Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683, (2) Prasasti
Talang Tuo di Palembang, tahun 684, (3) Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun
686, dan (4) Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688, yang
bertulis Pranagari dan bahasanya bahasa Melayu Kuno, memberi petunjuk bahwa bahasa
Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada
zaman Sriwijaya (Halim, 1979:6–7). Prasasti-prasasti yang juga tertulis di dalam bahasa
Melayu Kuno terdapat di Jawa Tengah (Prasasti Gandasuli, tahun 832) dan di Bogor
(Prasasti Bogor, tahun 942). Kedua prasasti di Pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan
bahwa bahasa Melayu Kuno pada waktu itu tidak saja dipakai di Sumatera, tetapi juga di
Pulau Jawa.
Pada 28 Oktober 1928, para pemuda dan pemudi mengikrarkan Sumpah Pemuda.
Naskah putusan Kongres Pemuda Indonesia tahun 1928 itu berisi tiga butir kebulatan
tekad. Bunyi butir terakhir menyatakan bahwa para pemuda dan juga pemudi menjunjung
bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.
“Kami, putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”
Mengapa bahasa Melayu dijadikan bahasa nasional? Ada empat faktor yang
menjadi penyebab bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia:
1. Bahasa Melayu sudah menjadi lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan, dan
bahasa perdagangan.
2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa ini tidak
dikenal tingkatan bahasa seperti yang terdapat di dalam bahasa daerah.
3. Suku-suku dengan jumlah penduduk mayoritas di Indonesia, seperti Jawa dan Sunda,
serta suku-suku lainnya, secara sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional.
4. Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan
dalam arti yang luas.
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum pada
ikrar ketiga Sumpah Pemuda tahun 1928 yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Selain itu di dalam UUD 1945 bab XV
pasal 36 yang berbunyi “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”.
Sebuah bahasa penting atau tidaknya dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu jumlah
penutur, luas daerah penggunaannya, luas daerah penyebarannya, dan terpakainya
bahasa itu dalam sarana ilmu pengetahuan, kesusastraan, dan budaya.
Ada dua bahasa di Indonesia, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Bahasa
Indonesia lahir sebagai bahasa kedua bagi sebagian besar warga negara Indonesia.
Yang pertama kali muncul atas diri seseorang adalah bahasa daerah atau yang sering
disebut sebagai bahasa ibu. Bahasa Indonesia baru dikenal anak-anak setelah mereka
sampai pada usia sekolah, apakah di Taman Kanak-kanak/TK atau di kelas 1 Sekolah
Dasar.
Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah lebih dari 270 juta orang ini tersebar
dari Sabang sampai Merauke. Selain di Indonesia, bahasa Indonesia yang notabene
berasal dari bahasa Melayu juga dituturkan di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam,
Thailand bagian selatan & Filipina bagian Selatan, termasuk Timor Leste. Luas
penyebaran ini dapat dilihat pula pada beberapa universitas di luar negeri yang membuka
jurusan bahasa Indonesia sebagai salah satu jurusan, seperti Rusia, Jepang, Australia,
Belanda, dan Amerika Serikat. Keadaan daerah penyebaran membuktikan bahwa bahasa
Indonesia amat penting kedudukannya di antara bahasa-bahasa yang ada di dunia.
Selain jumlah penutur dan luas penyebarannya, pemakaian suatu bahasa sebagai
sarana penyampaian ilmu pengetahuan, seni, dan budaya dapat menjadi barometer
penting atau tidaknya bahasa tersebut, sebagai contoh bahasa Bugis yang merupakan
salah satu bahasa daerah di Indonesia. Kita dapat menelusuri seberapa jauh bahasa itu
dapat dipakai sebagai sarana sastra, budaya, dan ilmu. Tentang sastra, bahasa Bugis
kaya dengan berbagai macam dan jenis kesusastraan walaupun mayoritas berupa hanya
sastra lisan. Sastra Bugis telah memasyarakat ke segenap pelosok daerah Sulawesi
Selatan. Dengan demikian, bahasa Bugis telah dipakai sebagai sarana dalam
menyampaikan kesusastraan. Tentang budaya, bahasa Bugis juga telah dipakai
walaupun hanya dalam bentuk lisan, seperti bertutur adat, bernyanyi, dan berpantun.
H. Undang-Undang Bahasa
Badudu, J.S. (1975). Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Cetakan IX. Bandung: Pustaka Prima.
__________. (1983). Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia.
Halim, Amran. (Editor) 1976. Politik Bahasa Nasional 2. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
----------. (2013). “Kebijakan Dukungan BIPA di Luar Negeri”. Presentasi Azis Nurwahyudi.
Jakarta:Kemdikbud RI.
Satata, Sri, dkk. (2019). Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi:Mata Kuliah Wajib
Universitas. Jakarta:Mitra Wacana Media.