Anda di halaman 1dari 21

BAB 1.

PENDAHULUAN PENGERTIAN BAHASA DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA 1

PERTEMUAN KE 1
Dosen : Tri Gayuh Waluyati, S.Pd., M.Pd.

A. Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami pengertian bahasa dan kedudukan bahasa Indonesia.
2. Mengetahui dan memahami pengetahuan bahasa Indonesia
3. Mengetahui dan dapat membedakan bahasa baku dan tidak baku serta dapat membuat
kalimat dengan bahasa yang baik dan benar.

B. Petunjuk Pembelajaran
Dalam memmpelajari materi ini, ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai berikut:
1. Pahamilah uraian materi yang disampaikan dosen pada saat perkuliahan,
2. Kerjakan soal-soal latihan yang telah diberikan. Apabila dalam mengerjakan soal
mengalami kesulitan, buka catatan atau pelajari kembali materi yang telah
disampaikan dosen pada saat perkuliahan. Bacalah referensi lain yang mengandung
materi terkait sebagai pengetahuan tambahan. Dan apabila mahasiswa masih
mengalami kesulitan, catat dan tanyakan kepada dosen pada saat kegiatan perkuliahan
berlangsung.

C. Uraian Materi
Berikut merupakan uraian materi yang akan digunakan pada saat perkuliahan.
Pengertian Bahasa

Bahasa Indonesia adalah bahasa kebanggaan warga negara tanah ibu Pertiwi yang menjadi
bahasa resmi dan bahasa persatuan Republik Indonesia. Bahasa Indonesia sangat menarik jika
diulas lebih mendalam karena ternyata memiliki berbagai fakta-fakta menarik yang belum
tentu Anda ketahui. Berikut adalah beberapa informasi menarik tentang BAHASA
INDONESIA.

Pengertian bahasa secara umum adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk
berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya.
Bahasa (berasal dari bahasa Sanskerta भाषा, Bhāṣā) adalah kapasitas khusus yang ada pada
manusia untuk dapat memperoleh serta menggunakan sistem komunikasi yang kompleks,
serta sebuah bahasa adalah contoh spesifik dari sistem tersebut.

Dan berikut ini adalah definisi bahasa menurut para ahli:

1. Menurut Gorys Keraf (1997), bahasa adalah alat komunikasi antara anggota
masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
2. Menurut Felicia (2001), bahasa adalah alat yang digunakan untuk berkomunikasi
sehari-hari, baik bahasa lisan atau pun bahasa tulis.
3. Menurut Sunaryo (2000), bahasa di dalam struktur budaya ternyata memiliki
kedudukan, fungsi serta peran ganda, bahasa sendiri adalah sebagai akar serta produk
budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung
pertumbuhan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Menurut Owen, bahasa dapat didefinisikan sebagai kode yang diterima secara sosial
atau pun sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-
simbol yang dikehendaki serta kombinasi simbol-simbol yang telah diatur oleh
ketentuan.
5. Tarigan (1989) memberikan 2 definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem
yang sistematis, barang kali juga sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat
lambang-lambang mana suka atau pun simbol-simbol arbitrer.
6. Menurut Santoso (1990), bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat
ucap manusia secara sadar.
7. Menurut Mackey (1986), bahasa salah suatu bentuk serta bukan suatu keadaan
(Language may be Form and Not Matter) atau pun sesuatu sistem lambang bunyi
yang arbitrer, atau suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari
suatu tatanan atau pun suatu tatanan dalam sistem-sistem.
8. Menurut Wibowo (2001), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna serta
berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang mempunyai sifat arbitrer serta
konvensional, dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk
melahirkan perasaan serta pikiran.
9. Menurut Walija (1996), bahasa adalah komunikasi yang paling lengkap dan efektif
untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan serta suatu pendapat kepada orang
lain.
10. Syamsuddin (1986) juga memberikan 2 definisi bahasa. Pertama, bahasa merupakan
alat yang dipakai untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan dan perbuatan-
perbuatan, serta alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan kedua, bahasa adalah
tanda yang jelas dari suatu kepribadian entah itu yang baik maupun yang buruk,
sebuah tanda yang jelas dari keluarga serta bangsa dan tanda yang jelas dari budi
kemanusiaan.
11. Menurut Pengabean (1981), bahasa adalah suatu sistem yang mengutarakan serta
melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf.
12. Menurut Soejono (1983), bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang
teramat penting dalam hidup bersama.

Sejarah keberadaan bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional di negara Indonesia. Sobat SMP mungkin telah
mengenal bahasa Indonesia sejak kecil. Tetapi, apakah Sobat SMP tahu asal usul bahasa
Indonesia? Pada momentum Bulan Sastra dan Bahasa ini, Direktorat SMP akan membahas
sejarah singkat bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Simak baik-baik, ya.
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari
berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah
darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3)
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama
Sumpah Pemuda.
Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa
Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa
Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.Bahasa Indonesia dinyatakan
kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu
Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa
Indonesia (Bab XV, Pasal 36).Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan,
antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa
Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah
dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan
Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang
menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M
(Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun
686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu
bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya
dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti
berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga
menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku
pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku
di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara
maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar
Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya,
antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-
Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouenlouen (Ferrand,1919), Kw’enlun (Alisjahbana,
1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan
dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di
Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak semakin jelas dari peninggalan
kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye
Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17),
seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin,
dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama
Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara
sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan
antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan
bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah
Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu
menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia,
bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul
dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong
tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi
antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda
Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa
Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).Kebangkitan nasional telah mendorong
perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan,
persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini
bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat
maupun daerah.
Nah, itulah sejarah singkat perjalanan bahasa Indonesia yang kini dikukuhkan sebagai bahasa
nasional yang menyatukan seluruh bangsa Indonesia. Yuk, bersama-sama kita mengutamakan
penggunaan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan
budaya nusantara, serta tidak lupa untuk belajar menguasai belajar asing.
Kedudukan Bahasa Indonesia
Pengertian Bahasa Indonesia Dalam kehidupan sehari-hari, kita kerap
menggunakan bahasa Indonesia. Ia merupakan bahasa yang penting di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dilihat dari kedudukannya dalam khazanah
kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa Indonesia memiliki dua pengertian, yaitu
sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara. Bahasa Indonesia, dalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional, didasarkan pada Sumpah Pemuda tanggal 28
Oktober 1928, terutama butir ketiga yang berbunyi: "Kami putra dan putrid Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia". Sementara dalam kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara didasarkan pada Undang-Undang Dasar
1945, Bab XV, Pasal 36 yang berbunyi, "Bahasa negara adalah bahasa Indonesia".
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi. Pertama,
sebagai lambang kebanggaan nasional. Artinya, bahwa bahasa Indonesia
mencerminkan nilai-nilai social budaya yang mendasari rasa kebangsaan bangsa
Indonesia. Fungsi kedua dari bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional adalah sebagai lambang jati diri atau identitas nasional. Artinya, bahwa
bahasa Indonesia merupakan cerminan kepribadian bangsa Indonesia secara
eksistensi. Selain sebagai lambang jati diri atau identitas nasional, bahasa Indonesia
dalam kedudukannnya sebagai bahasa nasional juga memiliki fungsi sebagai alat
pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial, budaya, dan
bahasanya. Artinya, bahwa bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi di
seluruh pelosok Indonesia. Fungsi terakhir yang dimiliki oleh bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat perhubungan antarbudaya dan antar
daerah. Artinya, bahwa dengan adanya bahasa Indonesia dan penggunaan bahasa
Indonesia bangsa Indonesia mendahulukan kepentingan nasional ketimbang
kepentingan daerah, suku ataupun golongan. Tadi telah dipaparkan, bahwa bahasa
Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia memiliki beberapa fungsi. Pertama sebagai bahasa resmi negara. Sebagai
bahasa resmi negara, bahasa Indonesia digunakan untuk berbagai keperluan
kenegaraan, baik lisan maupun tulis, seperti pidato-pidato kenegaraan,
dokumendokumen resmi negara, dan sidang-sidang yang bersifat kenegaraan. Semua
itu dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya.
Fungsi kedua bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara adalah
sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan. Dalam fungsinya
ini, bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana penyampai ilmu pengetahuan kepada
anak didik di bangku pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan
perguruan tinggi, baik negri maupun swasta. Selain sebagai bahasa pengantar resmi di
lembaga-lembaga pendidikan, bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara, juga
memiliki fungsi sebagai bahasa resmi dalam perhubungan pada tingkat nasional, baik
untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan maupun untuk
kepentingan pemerintahan. Artinya, bahwa bahasa Indonesia tidak saja hanya
digunakan sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat
luas, melainkan juga digunakan sebagai alat komunikasi penduduk di seluruh pelosok
Indonesia. Fungsi terakhir dari bahasa Indonesia sebagai bahasa negara adalah
sebagai bahasa resmi di dalam kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Artinya, bahwa bahasa Indonesia dipakai sebagai alat untuk
mengembangkan dan membina iptek dan kebudayaan nasional sehingga tercipta satu
ciri khas yang menandakan satu kesatuan negara Indonesia dan bukannya kedaerahan.
II. Sejarah Bahasa Indonesia Untuk dapat meraih kedudukannya sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang.
Telah diketahui bersama bahwa bahasa Indonesia yang kita gunakan saat ini berasal
dari bahasa Melayu. Ada beberapa alasan yang menyebabkan diangkatnya bahasa
Melayu sebagai bahasa Indonesia. Pertama, bahwa bahasa melayu merupakan lingua
franca (bahasa yang dipergunakan sebagai alat komunikasi sosial di antara orangorang
yang berlainan bahasanya) di Indonesia. Jauh sebelum bahasa Indonesia ada dan
dipergunakan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara di Indonesia, bahasa Melayu
sudah terlebih dahulu menjadi alat komunikasi di Indonesia. Ini dapat dilihat dari
banyaknya prasasti-prasasti pada zaman kerajaan Sriwijaya (kisaran abad VII) yang
ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu, seperti prasasti di Talang Tuwo,
Palembang yang berangka tahun 684, prasasti di Kota Kapur, Bangka Barat yang
berangka tahun 686, ataupun prasasti Karang Brahi yang berangka tahun 686. Selain
itu, keberadaan bahasa Melayu sebagai lingua franca di Indonesia juga dapat dilihat
dari daftar kata-kata yang disusun oleh seorang Portugis bernama Pigafetta pada tahun
1522. Daftar tersebut dia susun berdasarkan kata-kata dari bahasa Melayu yang ada
dan tersebar penggunaan di kepulauan Maluku. Atau juga pada surat keputusan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah kolonial Belanda. Surat keputusan yang bernomor K.B.
1871 No. 104 menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah bumi putera diberi
dalam bahasa Daerah, kalau tidak dipakai bahasa Melayu. Alasan kedua yang
meyebabkan diangkat bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia adalah kesederhanaan
sistem bahasa Melayu yang tidak memiliki tingkatan. Tidak seperti bahasa Jawa yang
memiliki tingkatan seperti kromo, kromo madya, dan ngoko, bahasa Melayu tidak
mengenal sistem tingkatan seperti itu. Bahasa Melayu tidak mengenal tingkatan-
tingkatan dalam sistem berbahasanya inilah yang menciptakan kesan bahasa Melayu
mudah untuk dipelajari. Selain itu, diterima dan diangkatnya bahasa Melayu sebagai
bahasa Indonesia disebabkan karena kerelaan berbagai suku di Indoensia untuk
menerima bahasa Melayu sebagai bahasa nasional bangsa Indonesia. Bentuk kerelaan
ini puncaknya terjadi pada Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 yang
melahirkan teks Naskah Sumpah Pemuda, yang salah satu butirnya berbunyi, "Kami
putra dan putrid Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Alasan
keempat atau alasan terakhir yang menyebabkan diangkatnya bahasa Melayu sebagai
bahasa Indonesia adalah kesanggupan bahasa Melayu untuk dipakai sebagai bahasa
kebudayaan dalam arti yang luas. Kesanggupan ini dibuktikan dengan keberadaan
bahasa Melayu yang merupakan alat perhubungan antara orang-orang yang berlainan
bahasanya di Indonesia. Sebagai alat perhubungan tersebut, bahasa Melayu telah
mampu membuktikan kemampuannya dalam menterjemahkan segala perilaku dan
bentuk-bentuk budaya yang ada di Indonesia, sehingga mereka yang berada di luar
wilayah kebudayaan Indonesia pun dapat memahami segala bentuk dan perilaku
kebudayaan yang ada di Indonesia. III. Ragam Bahasa Indonesia Dalam praktek
pemakaiannya bahasa memiliki banyak ragam. Secara sederhana, ragam bahasa dapat
diartikan sebagai variasi pemakaian bahasa yang timbul sebagai akibat adanya sarana,
situasi, norma dan bidang pemakaian bahasa yang berbedabeda.
Merujuk pada pengertian tersebut, maka ragam bahasa dapat dilihat dari empat
segi, yaitu: (a) segi sarana pemakaiannya, (b) segi situasi pemakaiannya, (c) segi
norma pemakaiannya, dan (d) segi bidang pemkaiannya. Berdasarkan segi sarana
pemakaiannya, bahasa Indonesia dapat dibedakan atas dua ragam, yakni tulis dan
lisan. Ragam bahasa Indonesia tulis adalah variasi bahasa Indonesia yang
dipergunakan dengan medium tulisan. Sementara ragam bahasa Indonesia lisan adalah
ragam bahasa Indonesia yang diungkapkan dalam bentuk lisan. Antara ragam bahasa
lisan dan bahasa tulis terdapat beberapa perbedaan, sebagai berikut: a. Ragam bahasa
lisan menghendaki adanya orang kedua yang bertindak sebagai lawan bicara orang
pertama yang hadir di dapan, sedangkan dalam ragam tulis keberadaan orang kedua
yang bertindak sebagai lawan bicara tidak harus ada atau hadir di hadapan. b. Dalam
ragam bahasa lisan unsur-unsur fungsi gramatikal seperti subjek, predikat dan objek
tidak selalu dinyatakan, bahkan terkadang (dan tak jarang) unsure-unsur tersebut
ditinggalkan. Ini disebabkan karena bahasa yang digunakan tersebut dapat dibantu
oleh gerak, mimik, pandangan, anggukan atau intonasi. Sementara pada ragam bahasa
tulis fungsi-fungsi gramatikal senantiasa dinyatakan dengan jelas. Ini semata karena
ragam tulis menghendaki agar orang yang "diajak bicara" mengerti isi dari sebuah
tulisan yang disampaikan. c. Ragam bahasa lisan terikat pada kondisi, situasi, ruang,
dan waktu. Sementara ragam bahasa tulis tidak, karena ia memuat kelengkapan unsur-
unsur fungsi gramatikal dan ketatabahasaan. d. Ragam bahasa lisan dipengaruhi oleh
tinggi rendahnya dan panjang atau pendeknya suara, sementara ragam bahasa tulis
dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar dan huruf miring. Selain dilihat dari segi
sarana pemakaiannya, ragam bahasa Indonesia juga dapat dilihat dari situasi
pemakaiannya. Dari segi situasi pemakaiannya, ragam bahasa Indonesia dapat
dibedakan menjadi ragam bahasa Indonesia resmi dan ragam bahasa Indonesia tak
resmi. Ragam bahasa Indonesia resmi disebut juga ragam bahasa Indonesia formal. Ia
merupakan ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam situasi formal. Sebagai
ragam bahasa yang digunakan dalam situasi resmi atau formal, keberadaannya
ditandai dengan pemakaian unsur-unsur kebahasaan yang memperlihatkan tingkat
kebakuan yang tinggi. Ragam bahasa Indonesia resmi memiliki bentuk ragamnya
yang berupa lisan dan tulis. Dalam bentuk lisan, ragam bahasa Indonesia resmi dapat
dijumpai pada pembicaraanpembicaraan di seminar-seminar ataupun pada pembacaan
teks-teks pidato kenegaraan. Sementara dalam bentuk tulis, ragam bahasa Indonesia
resmi dapat dijumpai dalam teks-teks pidato kenegaraan. Selain ragam bahasa
Indonesia resmi, dari segi situasi pemakaiannya, bahasa Indonesia juga terdiri dari
ragam bahasa Indonesia tak resmi. Ragam ini disebut juga ragam bahasa Indonesia
informal. Ia merupakan ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam situasi tak
resmi. Secara sederhana, ragam bahasa ini dapat dilihat dari pemakaian unsur-unsur
bahasa yang memperlihatkan tingkat kebakuan yang rendah. Sebagaimana ragam
bahasa Indonesia resmi, ragam bahasa Indonesia tak resmi juga memiliki bentuknya,
baik berupa lisan ataupun tulis. Dalam bentuk lisan, ragam bahasa Indonesia ini
biasanya dengan mudah dapat kita jumpai dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari.
Sementara dalam bentuk tulis, ragam bahasa Indonesia ini dapat dengan mudah
ditemukan dalam sejumlah teks-teks sastra, baik apakah itu novel, cerita pendek,
ataupun puisi. Dari segi norma pemakaiannya, bahasa Indonesia terdiri dari dua
ragam, baku dan tidak baku. Ragam bahasa Indonesia baku adalah ragam bahasa
Indonesia yang pemakaiannya sesuai dengan kaidah tatabahasa Indonesia yang
berlaku, baik apakah itu secara ejaan, maupun ketatabahasaan secara lebih spesifik. Ia
biasanya, baik secara lisan ataupun tulis, identik dengan ragam bahasa Indonesia
resmi. Ini karena dalam situasi resmi, ragam bahasa Indonesia yang digunakan
senantiasa mengacu pada kaidahkaidah tatabahasa yang baku. Ragam bahasa
Indonesia tidak baku adalah ragam bahasa Indonesia yang pemakaiannya
menyimpang dari kaidah yang berlaku. Ragam bahasa Indonesia ini, baik dalam
bentuk tulis maupun lisan, berkaitan erat dengan ragam bahasa Indonesia tak resmi.
Ini karena dalam situasi tak resmi, bahasa Indonesia baku tidak digunakan. Misalnya,
di dalam pergaulan sehari-hari, penggunaan bahasa Indonesia baku akan membuat
kondisi pergaulan menjadi kaku dan terkesan resmi. Bahasa Indonesia, dalam
ragamnya, juga dapat dilihat dari segi bidang pemakaiannya. Dalam segi bidang
pemakaiannya, apakah itu dalam lisan ataupun tulis, bahasa Indonesia memiliki
banyak ragam, antara lain: bahasa Indonesia jurnalistik, bahasa Indonesia sastra,
bahasa Indonesia ilmiah, dsb. Ini karena banyaknya bidang kehidupan yang dimasuki
oleh bahasa Indonesia dan setiap bidang tersebut memiliki cirinya masing-masing
yang membedakan antara satu bidang dengan lainnya.
Peran bahasa Indonesia
Penguatan Peran Bahasa Indonesia sebagai Modal Menuju Bahasa Internasional

Bahasa mencerdaskan kehidupan bangsa dan kita semua sudah mengakui pentingnya
peranan bahasa Indonesia. Dalam perjalanan kehidupan bangsa, bahasa Indonesia telah
terbukti membawa bangsa Indonesia ini pada kemajuan peradaban. Lahirnya organisasi
perjuangan kemerdekaan, Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 mampu menumbuhkan
kesadaran beroganisasi dalam memperjuangkan kemerdekaan. Sejak itu lahirlah
organisasi-organisasi perjuangan kemerdekaan di wilayah Nusantara ini. Pada masa itu
bahasa Melayu (yang menurut identifikasi kalangan ahli adalah bahasa Melayu
Pasar) berperan dalam konsolidasi internal organisasi ataupun dalam membangun sinergi
antarorganisasi menyusun kekuatan melawan penjajahan menuju kemerdekaan. Pada sisi
lain, penerbitan bacaan rakyat dalam bahasa Melayu dan penggunaannya dalam berbagai
bidang kehidupan telah mendorong para pejuang kemerdekaan mencetuskan pernyataan
sikap politik pengakuan terhadap tanah air, bangsa, dan bahasa persatuan pada 28 Oktober
1928 yang dikenal dengan Sumpah Pemuda. Pada saat itu nama bahasa Indonesia
dicetuskan dan ditetapkan menjadi bahasa nasional atau bahasa kebangsaan.

Peran bahasa Indonesia telah menyatukan berbagai kelompok etnis ke dalam satu kesatuan
bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia telah menjadi sarana perjuangan kemerdekaan bangsa
Indonesia, menumbuhkan dan memelihara rasa kesetiakawanan dan kenasionalan, dan
membangun peradaban baru tentang Indonesia. Sepuluh tahun kemudian diselenggarakan
Kongres Bahasa Indonesia Pertama (1938) di Surakarta yang pada kongres itu diserukan
perlunya pengembangan bahasa Indonesia melalui penciptaan istilah-istilah baru.
Kemudian, puncak perkembangan peran bahasa terwujud setelah kemerdekaan karena
bahasa itu telah diangkat sebagai bahasa negara (UUD 1945 Pasal 36). Pengangkatan
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara telah menempatkan peran bahasa sebagai bahasa
resmi dalam menjalankan pemerintahan dan sebagai sarana mengembangkan ilmu dan
teknologi serta kebudayaan Indonesia.

Pada perjalanan selanjutnya bahasa Indonesia mengalami berbagai tampilan wajah dan
kondisi pemakaian di tengah berbagai situasi politik yang berbeda, mulai masa orde lama,
kemudian masa orde lama, sampai masa reformasi. Yang pasti peran bahasa Indonesia
tetap kokoh sebagai alat komunikasi nasional, alat persatuan dan pembangunan, dan
sebagai bahasa pengantar pendidikan anak bangsa. Peran itu dikukuhkan dalam Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang di dalamnya
menyebutkan bahwa bahasa pengantar pendidikan nasional ialah bahasa Indonesia.
Sebagai bahasa pengantar pendidikan, bahasa Indonesia mampu menjadi penghela
pengetahuan dan sebagai sarana pembentukan kepribadian dan pengembangan kecerdasan
spiritual, emosional, dan intelektual bagi anak bangsa sehingga bangsa Indonesia menjadi
lebih maju seperti sekarang ini.

Dalam kehidupan kebangsaan pada era globalisasi, digital, dan industri 4.0 saat ini yang
komunikasi dunia menjadi tidak berbatas ruang dan waktu dan bahasa adalah alat utama
komunikasi dan cerminan jati diri serta kedudukan, peran bahasa Indonesia harus semakin
dikukuhkan dan dimantapkan. Setelah UUD 1945, beberapa landasan untuk memperkuat
kedudukan bahasa Indonesia secara yuridis pun telah dikeluarkan, antara lain Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta
Lagu Kebangsaan; Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan,
Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa
Indonesia; Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa
Indonesia; dan Peraturan Mendikbud Nomor 42 Tahun 2018 tentang Kebijakan Nasional
Kebahasaan dan Kesastraan. Namun, karena kompleksitas manusia Indonesia,
pengukuhan dan pemantapan peran bahasa Indonesia harus terus dilakukan agar sumber
daya manusia Indonesia di masa depan tetap memiliki jati diri keindonesiaan di bumi ini.
Belum lagi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang mengamanatkan supaya bahasa
Indonesia menjadi bahasa internasional, perjuangan menjadi lebih berat. Meskipun
demikian, dengan modal dan sumber daya yang kita miliki, kita yakin perjuangan
peningkatan peran bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional tersebut dapat tercapai.

Untuk itu, pengembangan bahasa kebangsaan dan pembinaan kepada penutur menjadi
kunci keberhasilan pengukuhan bahasa Indonesia dan pemantapan berbagai perannya.
Berbagai program pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia telah dilaksanakan
oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek. Dalam konteks
pengembangan, percepatan pengembangan kosakata dan istilah menjadi prioritas agar
bahasa Indonesia terus berkembang. Sementara itu, dalam konteks pembinaan, penanaman
dan penumbuhan sikap positif penutur terhadap bahasa Indonesia menjadi syarat mutlak
supaya minimal Warga Negara Indonesia mempunyai rasa cinta, bangga, dan setia
terhadap bahasa Indonesia. Tanpa percepatan pengembangan kosakata dan penanaman
sikap positif tersebut bahasa kebangsaan kita dapat tergeser oleh bahasa internasional,
seperti bahasa Inggris. Di dalam negeri kondisi pemakaian bahasa di ruang publik, media
elektronik, dan media sosial sudah menunjukkan gejala ke arah pergeseran tersebut. Oleh
karena itu, pengukuhan dan pemantapan peran bahasa Indonesia di dalam negeri harus
lebih ditingkatkan secara maksimal.

Penguatan kedudukan dan peran bahasa Indonesia di dalam negeri secara maksimal
menjadi modal untuk meningkatkan peran dan fungsi bahasa Indonesia di dunia
internasional atau global. Namun, itu tidak berarti upaya peningkatan bahasa Indonesia
menjadi bahasa internasional harus menunggu kedudukan dan peran bahasa Indonesia di
dalam negeri harus maksimal terlebih dahulu. Penguatan peran di dalam negeri dan
peningkatan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional hendaknya dilakukan secara
simultan karena kita tidak bisa menunggu lama. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009
yang mengamanatkan peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional
sekarang ini sudah menempuh waktu 13 tahun. Belum lagi adanya usaha dari negara
“pesaing”, Malaysia yang gencar mengampanyekan bahasa Melayu menjadi bahasa global
dan bahasa resmi kedua (setelah bahasa Inggris) di kawasan ASEAN. Seperti pernyataan
Perdana Menteri (PM) Malaysia, Dato’ Sri Ismail Sabri Yaakob, yang baru-baru ini
menginginkan bahasa Melayu menjadi bahasa resmi di kawasan ASEAN, bahkan meminta
dukungan Presiden Jokowi memperkuat maksud tersebut.

Kita sebagai Warga Negara Indonesia tentu saja menolak pernyataan PM Malaysia
tersebut. Penolakan kita tentu saja didasari alasan yang kuat. Salah satu alasannya adalah
bahwa bahasa Indonesia bukan bahasa Melayu meskipun sumber bahasa Indonesia berasal
dari bahasa Melayu. Hal itu seperti ditegaskan oleh Kepala Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Prof. E. Aminudin Aziz, Ph.D., dalam beberapa kesempatan. Bahkan,
penolakan tersebut telah disampaikan secara tegas dalam siaran pers oleh
Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim. Mendikbudristek juga menegaskan bahwa
bahasa Indonesia lebih layak dikedepankan menjadi bahasa resmi ASEAN dengan
mempertimbangkan keunggulan historis, hukum, dan linguistik.

Menurut pandangan penulis, dari sisi historis, induk bahasa Indonesia memang bahasa
Melayu, khususnya Melayu Pasar. Namun, perkembangan bahasa Indonesia saat ini sudah
jauh pesat meninggalkan induknya. Dari sisi landasan hukum, kedudukan bahasa
Indonesia sudah kuat karena sudah mempunyai beberapa dasar hukum dalam bentuk
UUD, UU, serta PP seperti yang telah disebutkan di atas. Dari sisi linguistik, bahasa
Indonesia saat ini juga sudah berbeda dari bahasa Melayu, baik dari segi struktur dan tata
bahasa maupun dari jumlah kosakata dan status hubungan berdasarkan kajian lingustik
komparatif. Kalau dilihat dari kekayaan kosakata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) yang saat ini kurang lebih mencapai sekitar 116 ribu lema, kosakata KBBI sudah
diperkaya dengan kosakata dari berbagai bahasa daerah di Indonesia, khususnya Jawa dan
Sunda. Pemerkayaan kosakata juga bersumber dari berbagai bahasa asing, seperti Inggris,
Arab, Belanda, Portugis, Spanyol, dan Cina. Sementara itu, bahasa Melayu Malaysia
hanya diperkaya dengan bahasa Arab klasik dan beberapa dialek Melayu. Jika dilihat
berdasarkan kajian lingustik komparatif dan leksikostatistik, bahasa Indonesia dan bahasa
Melayu dipastikan berbeda bahasa. Dengan demkian, dapat disimpulkan bahwa bahasa
Indonesia berbeda dengan bahasa Melayu. Pernyataan ini diperkuat oleh Prof. Dr.
Kamaruddin M. Said dari Malaysia dalam perbincangan langsung di forum Facebook
Majlis Profesor Negara tanggal 7 April 2022 yang menyatakan bahwa bahasa Melayu dan
bahasa Indonesia serumpun, tetapi tak serupa.

Soal keyakinan bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa internasional dan lebih layak
dikedepankan untuk menjadi bahasa resmi di ASEAN seperti yang dikemukakan di atas
adalah hal yang masuk akal. Dengan statusnya sebagai bahasa modern dan ilmiah serta
bersifat fleksibel, ditambah dengan jumlah penutur bahasa Indonesia di dunia saat ini yang
mencapai 280-an juta, keyakinan tersebut bukanlah sebatas angan. Dikutip dari laman
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, jumlah penutur bahasa Indonesia sekarang
ini mencapai 269 juta di Indonesia, 2 juta penutur di Amerika dan Eropa, 2,4 juta penutur
di Asia Pasifik dan Afrika, serta 5,2 juta penutur di Asia Tenggara. Yang menggembirakan
adalah jumlah pemelajar BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) saat ini mencapai
142.484 orang dan jumlah lembaga penyelenggara program BIPA di dunia mencapai 428
lembaga. Selain kerja keras dan penguatan diplomasi di luar negeri, semua pencapaian
yang menunjukkan arah pergerakan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional
tersebut harus ditingkatkan.

Gerakan penguatan peran bahasa Indonesia di dalam negeri dan penginternasionalan bahasa
Indonesia secara simultan harus didukung dengan penggalakan penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar dalam berbagai bidang kehidupan di seluruh lapisan masyarakat.
Penggalakan ini perlu diprioritaskan untuk mempertahankan eksistensi bahasa itu sebagai
lambang jati diri bangsa Indonesia dalam kehidupan global. Gerakan itu juga merupakan
upaya nyata menjadikan bahasa Indonesia berakar kokoh di bumi Indonesia sebagai bahasa
ilmu pengetahuan dan teknologi serta peradaban modern di dalam kehidupan masyarakat
yang kita cita-citakan. Oleh karena itu, kerja keras dan kerja sama antara lembaga bahasa,
semua unsur pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan menjadi langkah
strategis untuk mewujudkan eksistensi dan peran bahasa Indonesia tersebut.

Fungsi bahasa Indonesia

Di dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya
sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa Indonesia
dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan
mengembangkannya sedemikian rupa sehingga tidak bergantung padai unsur-unsur bahasa
lain. Selain fungsi-fungsi di atas, bahasa Indonesia juga harus berfungsi sebagai alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan
bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat. Di dalam fungsi
ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu mencapai keserasian
hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan
kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang
bersangkutan. Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu, kita dapat meletakkan kepentingan
nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.

Pada bagian terdahulu, secara sepntas, sudah dikatakan bahwai dalam kedudukannya sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
Bahasa resmi kenegaraan
Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan
Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala upacara,
peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Termasuk ke
dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh
pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan.
Kedudukan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia di antaranya
berfungsi mempererat hubungan antarsuku di Indonesia. Fungsi ini, sebelumnya, sudah
ditegaskan di dalam butir ketiga ikrar Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi “Kami putra dan
putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Kata ‘menjunjung’ dalam
KBBI antara lain berarti ‘memuliakan’, ‘menghargai’, dan ‘menaati’ (nasihat, perintah, dan
sebaginya.). Ikrar ketiga dalam Supah Pemuda tersebut menegaskan bahwa para pemuda
bertekad untuk memuliakan bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Pernyataan itu tidak
saja merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi merupakan pernyatakan tekad
kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa
persatuan, yaitu bahasa Indonesia (Halim dalam Arifin dan Tasai, 1995: 5). Ini berarti pula
bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional yang kedudukannya berada di atas
bahasa-bahasa daerah.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dikukuhkan sehari setelah kemerdekaan
RI dikumandangkan atau seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Dasar 1945. Bab
XV Pasal 36 dalam UUD 1945 menegaskan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa dalam penyelenggaraan
administrasi negara, seperti bahasa dalam penyelenggaraan pendidikan dan sebagainya.

Bab 2

Ragam bahasa
Ragam Bahasa Indonesia adalah variasi kata-kata berdasarkan pemakaian, topik yang
dibicarakan, hubungan pembicara, lawan bicara, orang yang dibicarakan, serta medium
pembicara.Ragam bahasa (bahasa Inggris: linguistic style) adalah bentuk bahasa yang
bervariasi menurut konteks pemakaian (topik yang dibicarakan, hubungan antarpembicara,
medium pembicaraan).[1] Ragam bahasa tidak berfungsi sebagai atribut tetap seorang
pembicara – bahasawan yang kompeten biasanya menguasai berbagai-bagai jenis ragam
bahasa dan mampu menyesuaikan ragam yang dipakai dengan situasi dan tujuan berbahasa.
Dalam pengertian ini, ragam bahasa berkontras dengan dialek, yaitu varian dari sebuah
bahasa yang berbeda-beda menurut kelompok pemakai atau wilayah penuturan.[2][3]Dalam
literatur linguistik, istilah ragam bahasa dan laras bahasa tidak dibedakan secara konsisten.
Sebagaimana dimaknai oleh KBBI, kedua istilah tersebut merupakansinonim.[4] Istilah ragam
bahasa sering dibedakan dengan varietas bahasa, yaitu bentuk bahasa yang diperbedakan
tanpa menitikberatkan secara khusus pada karakter variasinya.[5]Ragam bahasa resmi adalah
ragam bahasa yang biasa digunakan dalam suasana resmi atau formal, misalnya surat dinas,
pidato dan makalah atau karya tulis.Ciri-cirinya :1. Digunakan dalam situasi resmi.2. Nada
bicara yang cenderung datar3. Kalimat yang digunakan kalimat lengkapb. Ragam bahasa
tidak resmiRagam bahasa tidak resmi adalah ragam bahasa yang biasa digunakan dalam
suasana tidak resmi, misalnya surat pribadi dan surat untuk keluarga atau yang berbentuk
lisan, contohnya dalam percakapan sehari-hari.
Ciri-cirinya :
1. Digunakan dalam situasi tidak resmi
2. Sering menggunakan kalimat-kalimat yang tidak lengkap

Bahasa ragam ilmiah merupakan ragam bahasa berdasarkan pengelompokkan menurut


jenis pemakaiannya dalam bidang kegiatan sesuai dengan sifat keilmuannya. ... Pada bahasa
ragam ilmiah, bahasa bentuk luas dan ide yang disampaikan melalui bahasa itu sebagai
bentuk dalam, tidak dapat dipisahkan.

Perbedaan Bahasa Baku dan Tidak baku

Kata baku adalah kata yang penggunaannya sudah sesuai ejaan dan aturan pedoman bahasa
Indoneisa yang baik dan benar. Ini bersumber kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI). Kata baku yang digunakan harus sesuai dengan EYD atau Ejaan yang
Disempurnakan. Biasanya kata baku digunakan dalam kegiatan atau hal-hal yang resmi,
seperti dalam bentuk surat maupun naskah pidato. Kata tidak baku adalah kata yang
penulisannya tidak sesuai pedoman Bahasa Indonesia. Kata tidak baku biasanya digunakan
pada kalimat-kalimat dalam percakapan sehari-hari karena terkesan santai dan tidak kaku.
Ciri-ciri kata baku 1. Tidak dipengaruhi bahasa daerah tertentu. 2. Tidak dipengaruhi bahasa
asing. 3. Bukan bahasa percakapan. 4. Pemakaian imbuhan pada kata bersifat eksplisit. 5.
Pemakaian kata sesuai dengan konteks kalimat. 6. Kata baku bukan kata rancu. 7. Kata baku
tidak mengandung hiperkorek. 8. Tidak mengandung pleonase. Ciri-ciri kata tidak baku 1.
Umumnya digunakan dalam bahasa sehari-hari. 2. Dipengaruhi bahasa daerah dan bahasa
asing tertentu. 3. Dipengaruhi dengan perkembangan zaman. 4. Bentuknya dapat berubah-
ubah. 5. Memiliki arti yang sama, meski terlihat beda dengan bahasa baku. Contoh kata baku
dan tidak baku 1. Fondasi - Pondasi. 2. Frasa - Frase. 3. Geladi - Gladi. 4. Gizi - Giji.
5. Gua - Goa. 6. Gubuk - Gubug. 7. Hektare - Hektar. 8. Hierarki - Hirarki. 9.
Higienis - Higenis. 10. Ijazah - Ijasah. 11. Durian - Duren. 12. Efektif - Efektip. 13.
Efektivitas - Efektifitas. 14. Ekosistem - Ekosistim. 15. Ekspor - Eksport. 16. Ekstra -
Extra. 17. Ekstrakurikuler - Ekstrakulikuler. 18. Ekstrem - Ekstrim. 19. Elite - Elit. 20.
Favorit - Pavorit. 21. Februari - Pebruari. 22. Abjad - Abjat. 23. Akhirat – Akherat 24.
Aksesori - Asesoris. 25. Aktif - Aktip. 26. Akuarium - Aquarium. 27. Aluminium -
Almunium. 28. Ambulans - Ambulan. 29. Analisis - Analisa. 30. Antena - Antene. 31.
Antre - Antri. 32. Anugerah - Anugrah. 33. Azan - Adzan. 34. Afdal - Afdol. 35.
Agamais - Agamis. 36. Ajek - Ajeg. 37. Adjektif - Ajektif. 38. Aktual - Aktuil. 39.
Balsam - Balsem. 40. Batalion - Batalyon. 41. Baterai - Batere. 42. Baka - Baqa. 43.
Barzakh - Barzah. 44. Batalion - Batalyon. 45. Batil - athil. 46. Bazar - Bazaar. 47.
Becermin - Bercermin. 48. Besok - Esok. 49. Blanko - Blangko. 50. Boks - Bok. 51.
Bosan - Bosen. 52. Bus - Bis. 53. Cabai - Cabe. 54. Capai - Capek. 55. Cedera -
Cidera. 56. Cendekiawan - Cendikiawan. 57. Cengkih - Cengkeh. 58. Cinderamata -
Cenderamata. 59. Cokelat - Coklat. 60. Daftar - Daptar. 61. Derajat - Derajad. 62.
Desain - Desaign. 63. Detail - Detil. 64. Detergen - Deterjen. 65. Diagnosis - Diagnosa.
66. Ikhlas - Ihlas. 67. Indera - Indra. 68. Jagat - Jagad. 69. Jemaah - Jamaah. 70.
Jenderal - Jendral. 71. Karier – Karir. 72. Kategori - Katagori. 73. Komplet - Komplit.
74. Kreativitas - Kreatifitas. 75. Kuitansi - Kwitansi. (OL-14)

BAB 3
Penggunaan tanda baca dalam tulisannya.

Tanda baca adalah tanda yang dipakai dalam sistem ejaan. Penggunaan tanda baca adalah
untuk menunjukkan struktur sebuah tulisan, menentukan intonasi, serta jeda pada saat
pembacaan.
Umumnya, tanda baca yang sering digunakan dalam penulisan adalah titik (.), koma (,), titik
dua (:), titik koma (;), tanda tanya (?), tanda seru (!), dan tanda petik (").
Dilansir dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) Kemdikbud, simak
penggunaan tanda baca tersebut yang benar dalam penjelasan di bawah ini.

Tanda Baca Titik


Cara penggunaan tanda baca titik yang benar beserta contohnya.

1. Digunakan pada akhir kalimat pernyataan


Contoh: Ayah dan Ibu pergi ke acara pernikahan kerabatnya kemarin siang.
2. Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar
Contoh:
I. Kondisi Kebahasaan Indonesia
A. Bahasa Indonesia
B. Kedudukan
3. Tanda titik tidak dipakai pada angka atau huruf yang sudah bertanda kurung dalam suatu
perincian
Contoh:
1) Masalah sosial disebabkan oleh
a) Kesenjangan sosial
b) Kesenjangan pendidikan
4. Tanda baca titik tidak digunakan di belakang angka atau angka terakhir dalam penomoran
deret digital yang lebih dari satu angka dalam judul tabel, bagan, grafik, atau gambar
Contoh: Gambar 1.1 Penggunaa Internet di Indonesia 2021
5. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, detik yang menunjukkan waktu.
Contoh: Pukul 17.08.30 (pukul 17.00 lewat 8 menit 30 detik)
6. Dipakai dalam daftar pustaka, diletakkan di antara nama penulis, tahun, judul tulisan (yang
tidak berakhir dengan tanda baca tanya atau seru), dan tempat penerbit.
Contoh: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta.
7. Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah.
Contoh: Indonesia memiliki lebih dari 21.000 jenis flora dan fauna.
8. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah.
Contoh: Indonesia merdeka pada tahun 1945.
9. Tanda titik tidak dipakai di belakang alamat penerima dan pengirim surat, serta tanggal
surat.
Contoh:
Yth. Direktur Perusahaan XYZ
Jalan Cempaka III No.10
Jakarta Timur

Tanda Baca Koma


Ini dia penggunaan tanda baca koma yang tepat.
1. Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Contoh: Bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Mandarin.
2. Dipakai sebelum kata penghubung tetapi, melainkan, dan sedangkan dalam kalimat
majemuk setara.
Contoh: Adik ingin membeli permen, tetapi giginya sedang sakit.
3. Dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimatnya. Namun,
tanda koma tidak dipakai jika induk kalimat mendahului anak kalimat.
Contoh:
Karena berlari terlalu kencang, kakinya sakit.
Kakinya sakit karena ia berlari terlalu kencang.
4. Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu,
jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun demikian.
Contoh: Mahasiswa itu malas dan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dia tidak lulus mata
kuliah Statistik selama dua semester.
5. Dipakai sebelum dan atau sesudah kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, atau hai, serta kata
yang dipakai sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, Pak, atau Nak.
Contoh:
Wah, seru sekali!
Selamat pagi, Bu.
6. Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Contoh: Kata Ayah saya, "Kita harus bisa memaafkan kesalahan orang lain."
7. Dipakai di antara nama dan alamat, bagian-bagian alamat, tempat dan tanggal, serta nama
tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Contoh: Sdr. Amir, Jalan Apelmangga IV/22, Kelurahan Kayumanis, Kecamatan
Rambutan, Jakarta 12120
8. Dalam daftar pustaka, tanda titik dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik
susunannya.
Contoh: Blyton, Enid. 1942. Lima Sekawan. Jakarta: Gramedia.
9. Digunakan di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang mengikutinya.
Contoh: B. Ratulangi, S.I.Kom.
10. Digunakan sebelum angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan
angka.
Contoh: 12,9 km

11. Digunakan untuk mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi.


Contoh: Soekarno, Presiden RI pertama merupakan salah seorang pendiri Gerakan Nonblok.
12. Tanda baca titik dapat digunakan di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat
untuk menghindari salah baca atau salah pengertian.
Contoh: Pada umumnya, dalam pengembangan bahasa Indonesia, kita dapat memanfaatkan
bahasa daerah.

Tanda Baca Titik Dua


Simak penggunaan tanda baca titik dua yang benar di bawah ini.

1. Dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti pemerincian atau penjelasan.

Contoh: Mereka memerlukan peralatan tulis: pensil, penghapus, penggaris, dan bolpoin.

2. Tanda baca titik dua tidak digunakan apabila perincian atau penjelasan itu merupakan
pelengkap yang mengakhiri pernyataan.

Contoh:
Tahap penelitian yang harus dilakukan meliputi
a. Persiapan
b. Pengumpulan data
c. Pengolahan data
d. Pelaporan

3. Digunakan sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.

Contoh:
Ketua: Ahmad Wirawan
Sekretaris: Siti Arya
Bendahara: Aulisa

4. Dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan
atau nama tokoh.

Contoh: Dinda: "Tolong ambilkan gelas berlapis emas di ruang penyimpanan."

5. Dalam daftar pustaka, tanda titik dipakai di antara jilid atau nomor dan halaman, surah dan
ayat dalam kitab suci, judul dan anak judul suatu karangan, serta nama kota dan penerbit.

Contoh:

Morison, XLII, No. 8/2002:7


Surah Albaqarah: 2-5
Matius 3: 1-4
Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen Nusantara
Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa
Tanda Baca Titik Koma
Perhatikan penggunaan tanda baca titik koma yang benar di bawah ini.
1. Dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat setara satu
dengan lainnya dalam kalimat majemuk.

Contoh: Ayah menyelesaikan pekerjaan; Ibu memasak di dapur; Kakak menulis cerpen.

2. Dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa.

Contoh:
Syarat penerimaan pegawai di perusahaan ini adalah
1. Berkewarganegaraan Indonesia;
2. Lulusan S1 Ilmu Komunikasi;
3. Fasih bahasa Indonesia dan Inggris.

3. Dipakai untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam kalimat yang sudah


menggunakan tanda koma.
Contoh: Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaus; sayur, semangka, dan
nanas.

Tanda Baca Tanya


Berikut ini penggunaan tanda baca yang benar.
1. Dipakai pada akhir kalimat tanya.
Contoh: Bagaimana kabarmu hari ini?
2. Dipakai untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau kurang dapat dibuktikan
kebenarannya. Penulisan tanda tanya dipakai dalam tanda kurung.
Contoh: Monumen Nasional diresmikan pada tahun 1999 (?).

Tanda Baca Seru


Tanda baca seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan
atau perintah. Seruan perintah dapat menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau
emosi yang kuat.
Contoh:
Alangkah indah pantai di Lombok!
Dilarang membuang sampah di sepanjang sungai!

Tanda Baca Petik


Berikut penggunaan tanda baca petik yang tepat.

1. Dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari naskah, pembicaraan, atau
bahan tertulis lain.
Contoh: "Merdeka atau mati!" seru Bung Tomo.
2. Digunakan untuk mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau bab buku
yang dipakai dalam kalimat.
Contoh: Film "Habibie dan Ainun" diambil dari kisah nyata perjalanan B.J. Habibie dan sang
istri Ainun.
3. Digunakan untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kurang umum, maupun
yang memiliki arti khusus.
Contoh: Dilarang memberi "amplop" kepada petugas.
Pemakaian huruf kapital

Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama awal kalimat.

Misalnya :

 Apa maksudnya?
 Tolong ambilkan buku itu!
 Kita harus bekerja keras.
 Pekerjaan itu akan selesai dalam 1 jam.

Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang,


termasuk julukan.

Misalnya : Amir Hamzah

 Dewi Sartika
 André-Marie Ampère
 James Watt
 Mujair
 Rudolf Diesel
 Bapak Koperasi
 Jenderal Kancil

Huruf kapital tidak digunakan sebagai huruf pertama nama orang yang
digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.

Misalnya : 5 ampere

 15 watt
 ikan mujair
 mesin diesel

Huruf kapital digunakan pada nama orang seperti pada nama teori, hukum,
dan rumus.

 teori Darwin
 hukum Archimedes
 rumus Phytagoras

Huruf kapital tidak digunakan untuk menuliskan huruf pertama kata yang
bermakna 'anak dari', seperti bin, binti, boru, dan van, kecuali dituliskan
sebagai awal nama atau huruf pertama kata tugas dari.

 Abdul Rahman bin Zaini


 Fatimah binti Salim
 Indani boru Sitanggang
 Ayam Jantan dari Timur
 Charles Adriaan van Ophuijsen
 Salah satu pencetak gol terbanyak adalah Van Basten.
D. Latihan Soal / Tugas
Jawablah soal berikut ini dengan tepat dalam grafik orghanizer!
1. Apa saja tantangan bahasa Indonesia di era globalisasi?
2. Apa maksud bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional ?
3. Sebutkan contoh bahasa Indonesia sebagai alat control sosial ?
4. Apakah ada bedanya bahasa melayu pada tanggal 27 oktober 1928 dan bahasa
Indonesia pada tanggal 28 oktober 1928?

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut (sesuaikan dengan jumlah latihan soal/tugas)
Jawablah semua soal tugas yang diberikan pada pertemuan 1 ini. Kemudian lihat
hasilnya di aplikasi yang telah disediakan (edulearning). Apabila benar semua, maka
pemahaman saudara 100%. Apabila salah satu, maka pemahaman anda 75%. Apabila
salah dua, maka pemahaman anda 50%. Apabila salah tiga, maka pemahaman anda 25%,
dan apabila salah semua maka pemahaman anda 0%. Mahasiswa dinyatakan lulus jika
mendapatkan hasil minimal 75%. Jika mahasiswa mendapat hasil dibawah standar, maka
diminta membaca kembali dan memahami isi modul dengan menjawab latihan-latihan
soal terkait materi yang belum dikuasai.

F. Daftar Pustaka (referensi terbaru hanya dari buku, diktat atau jurnal)
1. https://andriant.staff.unri.ac.id/files/2018/09/KEDUDUKAN-BAHASA-
INDONESIA-converted.pdf
2. https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/artikel-detail/3491/penguatan-peran-bahasa-
indonesia--sebagai-modal-menuju-bahasa-internasional#:~:text=Peran%20bahasa
%20Indonesia%20telah%20menyatukan,membangun%20peradaban%20baru
%20tentang%20Indonesia.
3. https://Ims.syam-ok.unm.ac.id >attachment>klp.
4. https://ditsmp.kemdikbud.go.id/dari-mana-datangnya-bahasa-indonesia/
#:~:text=Bahasa%20Indonesia%20lahir%20pada%20tanggal,menjunjung%20bahasa
%20persatuan%2C%20bahasa%20Indonesia.
5. Purbohadiwijoyo MM.(1977);Menyusun Laporan –ITB Press,Bandung
6. Dr.Gorys Keraf (1979)Komposisi,Nusa Indah,Bandung
7. https://www.scribd.com/document/430240656/Pertanyaan-Seputar-Kedudukan-Dan-
Fungsi-Bahasa-Indonesia#
8. https://www.google.com/search?
q=ragam+bahasa+indonesia&rlz=1C1CHBD_enID915ID916&oq=ragam+bahasa+in
donesia&aqs=chrome..69i57j0i512l9.10370j0j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8
9. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5797613/penggunaan-tanda-baca-yang-
benar-siswa-harus-tahu
10. Ringasan Bahasa dan sastra Indonesia,Ganesa Exact Bandung.

Jawaban soal latihan.


1.Tantangannya dapat dikategorikan atas dua, yaitu tantangan internal dantantangan eksternal.
Tantangan internal
berupa pengaruh negatif bahasadaerah berupa kosakata, pembentukan kata, dan struktur kalimat.
Tantanganeksternal
datang dari pengaruh negatif bahasa asing (terutama bahasa Inggris)berupa masuknya kosakata tanpa proses
pembentukan istilah dan penggunaanstruktur kalimat bahasa Inggris.
2. Bahasa Indonesia Sebagai lambang identitas nasional Berartibahasa Indonesia dapat mengetahui
identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku,dan watak sebagai bangsa Indonesia
3. Contoh yang menggambarkan fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yangsangat mudah kita
terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulismerupakan salah satu cara
yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita.
4. Perbedaan wujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata jelas tidak ada. Jadi,kerangkanya sama. Yang
berbeda adalah semangat dan jiwa barunya. SebelumSumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa
Melayu masih bersifat kedaerahanatau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat
dan jiwabahasa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah,bahasa Melayu yang
berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai