BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
a. Mengetahui Sejarah Bahasa Indonesia
b. Mengetahui Kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia
c. Mengetahui peran Bahasa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara
d. Mengetahui hakikat dan prinsip bahasa Indonesia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
e. Mengetahui strategi penguatan bahasa Indonesia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
f. Mengetahui Eksistensi bahasa Indonesia pada generasi
3
BAB II
PEMBAHASAN
tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-
satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif sesuai
dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Keproduktifan bahasa dapat
dilihat pada jumlah kalimat yang dibuat. Dengan kosakata yang menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia hanya berjumlah lebih kurang 60.000 buah,
kita dapat membuat kalimat bahasa Indonesia yang mungkin puluhan juta
banyaknya.
menurun drastis, diperkirakan hanya berkisar 6.000 bahasa saja. Dari 6.000
bahasa itu, parea ahli mengelompokkannya menjadi 17 rumpun bahasa, yaitu:
(1) Indo-European, (2) Uralic, (3) Altaic, (4) Chukotko-Kamchatkan, (5)
Caucasian, (6) Afro-Asiatic, (7) Nilo-Saharan, (8) Niger-Chongo, (9) Khoisan,
(10) Eskimo-Aleut, (11) Na-Dene, (12) Amerind, (13) Dradivian, (14) Sino
Tibetan, (15) Austric, (16) Papuan, (17) Australian Aboriginal.
Secara garis besar, bahasa-bahasa yang ada di Indonesia terdiri atas dua
kelompok bahasa-bahasa Austronesia di Indonesia bagian barat dan bahasa-
bahasa Non-Austronesia di Indonesia bagian Timur. Perlu kita ketrahui bahwa
dari semua bahasa di dunia, 12% -nya ada di Indonesia. Berdasarkan survei
Summer Institute of Linguistics (SIL, 2001) mencatat bahwa Indonesia
memiliki 726 bahasa sehingga menduduki peringkat kedua sebagai surga
keanekaragaman bahasa setelah Papua Nugini yang tercatat memiliki 867
bahasa.
Pelacakan terhadap semua bahasa didunia masih dalam proses dan
belum tuntas, bahsa-bahasa di dunia yang jumlah penuturnya sangat minim satu
persatu hampir punah, termasuk di Indonesia. Faktor utama penyebab suatu
bahasa hampir punah adalah terhambatnya proses pewarisan bahasa yang
berasal dari orangtua ke pihak anak. Berdasarkan UNESCO World Language
Report, Barena dkk (2000: 328-330) dalam Achadiati dkk (2009) menjelaskan
bahwa proses pewarisan bahasa Ibu dan satu generasi ke generasi berikutnya
diseluruh dunia dapat dikatakan tidak lancar karena hanya sekitar 3-% saja yang
berlangsung dengan baik. Sekitar 70% proses pewarisan bahasa dari satu
generasi ke generasi selanjutnya mengalami kendala seperti emigrasi, sikap
bahsa yang negatif, tidak adanya perhatian dari pihak pemerintah, penjajahan,
kawin campur,adanya diskriminasi kultural, asimilasi oleh kelomppok budaya
yang dominan, minimnya jumlah penutur, tekanan dari pihak sekolah,
peperangan dan penyakit AIDS.
Menurut Sudayanto (2018), Bahasa Indonesia mengalami tiga fase
perkembangan sejak di ikrarkannya sumpah pemuda pada 28 oktober 1928
hingga diterbitkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa dan Lambang negar a, serta Lagu Kebangsaan. Tiga fase
7
tersebut yaitu (1) fase bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ditandai Ejaan
van Ophuijsen dan Kongres Bahasa Indonesia I, (2) fase bahasa Indonesia
sebagai bahasa resmi negara ditandai Pasal 36 UUD 1945, Kongres Bahasa
Indonesia II, Praseminar Politik Bahasa Nasional (1974), Seminar Politik
Bahasa Nasional (1975), Seminar Politik Bahasa (1999), Ejaan Suwandi (1947),
dan Ejaan yang Disempurnakan (1972), dan (3) fase bahasa Indonesia sebagai
bahasa Internasional ditandai Kongres Internasional IX Bahasa Indonesia, UU
Nomor 24 Tahun 2009, dan Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi
Kebahasaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Dibawah ini akan dijelaskan tentang asal-usul bahasa Indonesia,
peresmian nama bahasa Indonesia, tonggak sejarah bahasa Indonesia, dan
gerakan masyarakat yang mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia.
a. Asal-usul Bahasa Indonesia
Menurut Eko dkk, bahasa Indonesia diresmikan pada tanggal 18
Agustus 1945 yaitu sehari setelah kemerdekaan, bersamaan dengan mulai
berlakunya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pada
Abad ke-19, bahasa Melayu merupakan bahasa penghubung (lingua franca)
antaretnis dan suku-suku di kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa
penghubung antaretnis dan suku-suku, dulu bahasa Melayu juga menjadi
bahasa penghubung dalam kegiatan perdagangan internasional di wilayah
nusantara. Bahasa ini digunakan sebagai bahasa penghantar dalam
pergaulan antar warga nusantara dan juga pendatang dari mancanegara, oleh
sebab itu bahasa melayu ditetapkan sebagai dasar bahasa Indonesia.
Alasan lain digunakannya bahasa melayu sebagai bahasa nasional
adalah karena bahasa melayu ragam Riau tidak banyak penuturnya dan
diperkirakan hanya dipakai oleh penduduk Kepulauan Riau, Linggau dan
penduduk pantai-pantai di Sumatera. Bahasa yang dipilih adalah bahasa
yang minoritas, yang tidak banyak digunakan oleh warga nusantara sert
atidak banyak yang mengetahui bahasa melayu, hal ini dimaksudkan agar
tidak ada rasa pengistimewaan berlebihan terhadap bahasa yang jumlah
penuturnya lebih banyak.
Pada abad XV Masehi, berkembang varian baru bahasa Melayu yang
8
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa
Melayu mulai terlihat. Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda)
mengadopsi ejaan Van Ophuijsen. Pada tahun 1904 wilayah Persekutuan
Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah jajahan
Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Tahun 1896 dimulai penyusunan
ejaan Van Ophuysen yang diawali penyusunan Kitab Logat Melayu
(dimulai tahun 1896) oleh van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan
Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Menyadari akan
pentingnya kedudukan bahasa Melayu, campur tangan pemerintah semakin
kuat. Pada tahun 1908 pemerintah kolonial membentuk Commissie voor de
Volkslectuur atau “Komisi Bacaan Rakyat” (KBR). Lembaga ini
merupakan embrio Balai Poestaka. komisi ini. Di bawah pimpinan D.A.
Rinkes, pada tahun 1910 KBR melancarkan program Taman Poestaka
dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan
beberapa instansi pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat,
dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Cara ini ditempuh
oleh pemerintah kolonial Belanda karena melihat kelenturan bahasa Melayu
Pasar yang dapat mengancam eksistensi jajahanannya.
Pemerintah kolonial Belanda berusaha meredamnya dengan
mempromosikan bahasa Melayu Tinggi, diantaranya dengan penerbitan
karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Namun,
bahasa Melayu Pasar sudah telanjur berkembang dan digunakan oleh
banyak pedagang dalam berkomunikasi. Pada tahun 1917 pemerintah
kolonial belanda mengubah KBR menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini
menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-
buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang
tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat
luas.
b. Balai Pustaka
Balai Pustaka (BP) didirikan pada 1908, dan untuk pertama kali
dipimpin Dr. G.A.J. Hazue. Mulanya badan ini bernama Commissie
Voor De Volkslectuur. Baru pada tahun 1917 namanya berubah menjadi
Balai Pustaka. Selain menerbitkan buku-buku, balai pustaka juga
menerbitkan majalah. Peranan BP dalam mengembangkan bahasa
Indonesia, antara lain:
1. Memberikan kesempatan kepada pengarang-pengarang bangsa
Indonesia untuk menulis karyanya dalam bahasa Melayu.
2. Memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk membaca
hasil ciptaan bangsanya sendiri dalam bahasa Melayu.
3. Menciptakan hubungan antara sastrawan dengan masyarakat sebab
melalui karangannya sastrawan melukiskan hal-hal yang dialami oleh
bangsanya dan hal-hal yang menjadi cita-cita bangsanya.
4. BP juga mempengaruhi perkembangan bahasa Melayu sebab diantara
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh karangan yang akan
diterbitkannya ialah tulisan yang disusun dalam bahasa Melayu yang
baik.
c. Sumpah Pemuda
Kongres pemuda yang paling dikenal ialah kongres pemuda yang
diselenggarakan pada tahun 1928 di Jakarta. Sebelumnya, yaitu tahun
1926, telah pula diadakan kongres pemuda di Jakarta. Bagi bahasa
Indonesia momentum ini sangat berpengaruh karena mulai saat itu
bangsa Indonesia memiliki bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.
Secara politis, Kongres Pemuda 1928 menjadi cikal bakal munculnya
gerakan politik nasional seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Jong
Sumatrenen Bond. Gerakan politik itulah yang menjadi pendukung
utama munculnya semangat kemerdekaan.
14
d. Sarikat Islam
Gerakan Sarekat Islam (SI) yang berdiri pada tahun 1912
memiliki arti penting bagi perkembangan bahasa Indonesia. SI yang
pada awalnya hanya bergerak dibidang perdagangan, kemudian
berkembang menjadi gerakan sosial dan politik. Sejak berdirinya, SI
bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda. Untuk mewujudkan
sikapnya itu para tokoh dan anggota SI tidak pernah mau menggunakan
bahasa Belanda. Mereka menggunakan bahasa Indonesia dalam
berkomunikasi, baik pada situasi resmi maupun pergaulan sehari-hari.
Gerakan SI menjadi pendukung utama penggunaan bahasa Indonesia
jauh sebelum Sumpah Pemuda dilaksanakan.
Ada orang yang berpendapat bahwa bahasa dan sastra Indonesia baru
ada tahun 1945, 1933, 1928, 1920, 1908 dan seterusnya. Yang menyatakan
tahun 1945 oleh karena resmi dicantumkan dalam UUD, barulah tahun
1945, yakni dalam UUD 45 bab XV, pasal 36,
yang berbunyi: “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Jadi secara resmi
memang baru tahun 1945-lah ada bahasa Indonesia sebab baru itulah ada
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Yang menyatakan tahun 1933 oleh karena pada tahun itu terbit sebuah
majalah bernama ‘Pujangga Baru”, yang terang-terangan hendak
memajukan bahasa dan kebudayaan Indonesia. Kebanyakan orang yang
biasa menulis karya dalam majalah itulah kemudian yang kita kenal dengan
15
langsung ke lapangan. Oleh karena itu, peningkatan sumber daya manusia harus
dilakukan, baik melalui jalur formal maupun nonfomal.
Berikut ini yang perlu dilakukan untuk dapat melestarikan bahasa
Indonesia sehingga bahasa Indonesia teta menjadi pemersatu bangsa Indonesia,
yaitu :
1. Implementasi Perencanaan Bahasa
Agar perencanaan bahasa berhasil dengan baik perlu belajar dari
kasuskasus yang pernah terjadi terdahulu dan yang mampu diselesaikan
dengan baik, atau bahkan perlu belajar dari berbagai kasus yang relevan
yang terjadi di negaranegara lain. Seperti halnya program-program
pembinaan dan pengembangan bahasa yang dilakukan pada masa orde baru,
yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut. (1) Menetapkan kebijakan
berdasarkan analisis yang komprehensif, (2) Mendirikan lembaga yang
bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan bahasa yang
terdiri atas pakar-pakar bahasa, dan (3) Menyosialisasikan penggunaan
bahasa di lembaga pemerintahan dan masyarakat.
2. Penetapan Kebijakan
Telah dikemukakan bahwa pembinaan bahasa Indonesia dari waktu
ke waktu memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan.Hal ini
selaras dengan definisi yang dikemukakan oleh Wenisten dalam Wardough
(2006:356) mengatakan bahwa perencanaan bahasa merupakan
kewenangan pemerintah, berjangka panjang, berkesinambungan, dan upaya
sadar untuk mengubah fungsi bahasa di dalam masyarakat agar dapat
pemecahan masalah komunikasi.
Dukungan dari pemerintah yang memegang kewenangan dapat
dilihat terbitnya surat dan program berikut :
a. Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Nomor 20, tanggal
28 Oktober 1991, tentang Pemasyarakatan Bahasa Indonesia dalam
Rangka Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Bangsa;
b. Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
Nomor I/U/1992, tanggal 10 April 1992, tentang Peningkatan Usaha
25
bisa dilakukan agar bahasa Indonesia mempunyai gengsi sosial yang tinggi
di kalangan masyatakat Indonesia adalah memberikan penghargaan yang
proporsional kepada anggota masyarakat yang mampu berbahasa Indonesia
(baik lisan maupun tulis) dengan baik dan benar, sebagai bagian dari
porestasi yang bersangkutan. Misalnya, sebagai persyaratan pengangkatan
pegawai negeri atau karyawan, sebagai persuratan promosi jabatan,
pemberian royalti yang layak kepada penulis/pengarang di bidang masing-
masing dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa Indonesia harus diarahkan kesana. Tentu saja hal ini
berkaitan dengan berbagai faktor, misalnya perencanaan yang matang dan
menyeluruh, dukungan pemerintah yang optimal, dan keterlibatan
masyarakat Indonesia sebagai pemakai dan pemilik bahasa Indonesia.
Karena bahasa merupakan hasil budaya, tentu memerlukan waktu yang
cukup lama untuk menjadikan Bahasa Indonesia sesuai dengan yang kita
cita-citakan. Akan tetapi, kalau komitmen kita benar-benar kita jalankan,
harapan itu akan terwujud.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, suku dan segala
keanekaragamannya, sehingga Indonesia juga memiliki banyak bahasa dari
masing-masing suku yang ada di Indonesia. Untuk menyatukan proses
komunikasi bangsa Indonesia yang berasal dari latar belakang suku yang
berbeda, maka lahirlah bahasa Indonesia.
Peran bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa dan negara
memang berjalan dengan baik, namun kekhawatiran terhadap mulai
terancamnya peran dan kedudukan bahasa Indonesia dan lunturnya sikap
positif terhadap bahasa Indonesia akhirakhir ini perlu mendapat perhatian dan
penanganan yang cukup serius Hal penting yang perlu diperhatikan akhir-akhir
ini berkaitan dengan hal di atas adalah penggunaan dan pengguna bahasa
Indonesia, baik dalam bahasa tulis maupun bahasa lisan.
Eksistensi bahasa Indonesia terhadap generasi milenial di era
industri dapat ditingkatkan dalam penggunaan bahasa Indonesia sesuai dengan
konteksnya. Tulisan ini berupaya dapat bermanfaat bagi semua orang terutama
bagi generasi milenial, kaum pelajar/mahasiswa dan masyarakat di Indonesia
agar semua orang dapat berkontribusi dalam hal penggunaan bahasa Indonesia
yang sesuai dengan EBI dan tata bahasa.
32
DAFTAR PUSTAKA
Susetyo, 2015. Peran Bahasa Indonesia sebagai Alat Pemersatu Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa
UNIB 2015