Anda di halaman 1dari 65

Judul E-Book:

36 Faidah Seputar Pernikahan

Penerbit:
Belajar Tauhid
Email: cs.belajartauhid@gmail.com

Telp: 087871995959

b ela ja r t a u h i d

Dilarang memperbanyak isi buku ini


tanpa izin tertulis dari Tim Belajar Tauhid
Prolog

E-Book “36 Faidah Seputar Pernikahan dan


Etikanya” diterjemahkan dan didistribusikan
oleh Tim Belajar Tauhid secara gratis. Diizinkan
kepada berbagai pihak untuk menyebarluaskan
E-Book ini kepada kaum muslimin tanpa tujuan
komersil. Semoga E-Book ini bermanfaat bagi
kaum muslimin dan menjadi amal shalih yang
memperberat timbangan kebaikan kita semua.

Salam.
Pengantar

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam


semoga tercurah kepada Rasulullah.

Berikut ini adalah kumpulan ringkasan


faidah seputar hukum dan etika pernikahan.
Kami memohon kepada Allah agar memberikan
manfaat dengan kehadiran e-book ini dan
memberikan balasan kebaikan kepada setiap
pihak yang berpartisipasi dan membantu
penyusunan dan penyebaran e-book ini.
Faidah Pertama

Menikah adalah fitrah manusia, kebutuhan


hidup, dan faktor pembangun masyarakat;
upaya untuk menjaga diri dengan
melaksanakan perkara yang halal, serta
melindungi dan membentengi diri dari perkara
yang haram dan fitnah; upaya untuk mencari
keturunan; yang merupakan sunnah para Nabi
dan tuntunan para Rasul ‘alaihim as-salaam.
Agama Islam memotivasi dan mendorong
umatnya untuk menikah.

Allah ta’ala berfirman,

َ ‫ﷲ َﺟ َﻌ َﻞ ﻟَﻜ ُْﻢ ِﻣ ْﻦ أَﻧْﻔ ُِﺴﻜ ُْﻢ أَ ْز َوا ًﺟﺎ َو َﺟ َﻌ َﻞ ﻟَﻜ ُْﻢ ِﻣ ْﻦ أَ ْز َواﺟِ ﻜ ُْﻢ ﺑَ ِﻨ‬ ُ ‫َو ﱠ‬
ِ ‫ﺎﻃﻞِ ُﻳ ْﺆ ِﻣ ُﻨﻮنَ َو ِﺑ ِﻨ ْﻌ َﻤ ِﺖ ﱠ‬
‫ﷲ‬ ِ ‫ﺎت ۚ◌ أَ َﻓﺒِﺎﻟْ َﺒ‬ ِ ‫َو َﺣ َﻔﺪَ ًة َو َر َز َﻗﻜ ُْﻢ ِﻣ َﻦ اﻟﻄﱠ ﱢﻴ َﺒ‬
‫ُﻫ ْﻢ َﻳﻜْ ُﻔ ُﺮو َن‬

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri


dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu
dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-
cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-
baik. Maka mengapakah mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat
Allah?" [an-Nahl: 72].

Allah ta’ala berfirman,

◌ۚ ‫َوﻟَ َﻘﺪْ أَ ْر َﺳﻠْ َﻨﺎ ُر ُﺳ ًﻼ ِﻣ ْﻦ َﻗ ْﺒﻠِﻚَ َو َﺟ َﻌﻠْ َﻨﺎ َﻟ ُﻬ ْﻢ أَ ْز َوا ًﺟﺎ َو ُذ ﱢرﻳﱠ ًﺔ‬

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus


beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan
keturunan.” [ar-Ra’d: 38].

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda,

‫ َوأُ َﺻ ﱢﲇ‬،‫ ﻟَ ِﻜ ﱢﻨﻲ أَ ُﺻﻮ ُم َوأُﻓ ِْﻄ ُﺮ‬، ُ‫ﷲ إِ ﱢ َﻷَﺧْﺸَ ﺎﻛ ُْﻢ ِ ﱠ ِ َوأَﺗْﻘَﺎﻛ ُْﻢ ﻟَﻪ‬ ِ ‫َو ﱠ‬
‫ َﻓ َﻤ ْﻦ َر ِﻏ َﺐ َﻋ ْﻦ ُﺳ ﱠﻨ ِﺘﻲ َﻓﻠَ ْﻴ َﺲ ِﻣ ﱢﻨﻲ‬،‫ َوأَﺗَ َﺰ ﱠو ُج اﻟ ﱢﻨ َﺴﺎ َء‬،ُ‫َوأَ ْر ُﻗﺪ‬

“Demi Allah, sesungguhnya saya adalah


orang yang paling takut dan paling bertakwa
kepada Allah di antara kalian, tetapi saya
berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur malam,
dan saya juga menikah dengan perempuan.
Barangsiapa yang benci terhadap sunnahku,
maka ia tidak termasuk golonganku.”1

Dalam sebuah hadits, Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َﻓ ِﺈﻧﱠﻪُ أَﻏ ﱡَﺾ‬، ‫ﺎب َﻣ ْﻦ ْاﺳ َﺘ َﻄﺎ َع ﻣﻨﻜُﻢ ا ْﻟ َﺒﺎ َء َة َﻓ ْﻠ َﻴ َﺘ َﺰ ﱠو ْج‬ ِ ‫ﴩ اﻟﺸﱠ َﺒ‬ َ َ ‫َﻳﺎ َﻣ ْﻌ‬
‫ َو َﻣ ْﻦ ﻟ َْﻢ َﻳ ْﺴ َﺘ ِﻄ ْﻊ َﻓ َﻌ َﻠ ْﻴ ِﻪ ﺑ ﱠ‬، ‫ َوأَ ْﺣ َﺼ ُﻦ ﻟِﻠْ َﻔ ْﺮ ِج‬، ‫ﴫ‬
ُ‫ِﺎﻟﺼ ْﻮ ِم َﻓﺈِﻧﱠﻪُ ﻟَﻪ‬ ِ َ ‫ﻟِﻠْ َﺒ‬
‫ِو َﺟﺎ ٌء‬

“Wahai para pemuda siapa diantara kalian yang


telah mampu membiayai pernikahan dan
menafkahi kehidupan rumah tangga, maka
menikahlah karena hal itu dapat menahan
pandangan dan menjaga kemaluan.
Barangsiapa yang belum mampu, hendaknya
dia berpuasa karena itu menjadi tameng
baginya.”2

1
HR. Al-Bukhari: 5063 dan Muslim: 1401.
2
HR. Al-Bukhari: 1905 dan Muslim: 1400.
Faidah Kedua

Menikah merupakan salah satu dari ayat-


ayat Allah yang menunjukkan akan keagungan
dan kekuasaan-Nya yang sempurna, keindahan
ciptaan-Nya, keluasan rahmat-Nya dan
kepedulian kepada setiap hamba-Nya.

Allah ta’ala berfirman,

‫َو ِﻣ ْﻦ آﻳَﺎﺗِ ِﻪ أَنْ َﺧﻠ ََﻖ ﻟَﻜ ُْﻢ ِﻣ ْﻦ أَﻧْﻔ ُِﺴﻜ ُْﻢ أَ ْز َوا ًﺟﺎ ﻟِ َﺘ ْﺴﻜُ ُﻨﻮا إِﻟَ ْﻴ َﻬﺎ َو َﺟ َﻌ َﻞ‬
ٍ َ‫ﺑَ ْﻴ َﻨﻜ ُْﻢ َﻣ َﻮ ﱠد ًة َو َر ْﺣ َﻤ ًﺔ ۚ◌ إِنﱠ ِﰲ َٰذﻟِﻚَ َﻵﻳ‬
َ‫ﺎت ﻟِ َﻘ ْﻮ ٍم ﻳَ َﺘ َﻔﻜﱠ ُﺮون‬

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya


ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir. “ [ar-Ruum: 21].
Allah menjadikan isteri sebagai
penenteram hati suami, dimana hati ingin
sering bertemu dengan sang istri dan senang
apabila melihatnya. Suami akan merasa
tenteram apabila kembali menuju rumah dan
tidak memerlukan yang lain. Itulah mengapa
rumah tangga disebut sakan atau maskan, yang
berarti tempat yang menenteramkan.

Allah juga menjadikan rasa kasih sayang


tercipta di antara keduanya, sehingga tidak ada
bentuk kasih sayang antar pasangan yang
melebihi kasih sayang suami kepada istrinya.
Faidah Ketiga

Pernikahan adalah sebuah:

 ikatan dan janji;


 perwujudan interaksi sosial yang intim
dan dilandasi kebaikan;
 upaya untuk saling menjaga perasaan,
memperbaiki hati dan saling
menghormati ;
 aktualisasi kepemimpinan (qawamah)
seorang suami;
 perwujudan kasih sayang kepada
wanita; dan
 pintu pembentukan keluarga baru yang
berlandaskan ajaran agama.
Faidah Keempat

Agama Islam datang dan menghapus


berbagai praktik pernikahan yang rusak dan
tersebar di zaman jahiliyah dan mengizinkan
praktik pernikahan yang selaras dengan ajaran
agama seperti yang diinformasikan oleh Ummul
Mukminiin, Aisyah radhiallahu ‘anha,

‫َﺎح اﻟْ َﺠﺎ ِﻫﻠِ ﱠﻴ ِﺔ‬ ُ ‫َﻓﻠَ ﱠ ﺑُ ِﻌ َﺚ ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪٌ َﺻ ﱠﲆ ﱠ‬


َ ‫ﷲ َﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠ َﱠﻢ ﺑِﺎﻟْ َﺤ ﱢﻖ ﻫَﺪَ َم ﻧِﻜ‬
‫ﺎس ا ْﻟ َﻴ ْﻮ َم‬ َ ‫ﻛُﻠﱠﻪُ إِ ﱠﻻ ﻧِﻜ‬
ِ ‫َﺎح اﻟ ﱠﻨ‬

“Maka ketika Nabi Muhammad shallallahu


'alaihi wa sallam diutus dengan membawa
agama yang benar beliau pun memusnahkan
segala bentuk pernikahan jahiliyah, kecuali
pernikahan yang dilakoni oleh orang-orang hari
ini.”3

3
HR. Al-Bukhari: 5127.
Faidah Kelima

Menikah adalah salah satu ayat Allah. Allah


menciptakan seluruh makhluk yang ada di atas
naluri alamiah untuk menikah. Dia memuliakan
manusia, sehingga mengatur pernikahan
mereka dengan berbagai ketentuan, hukum dan
etika yang menjadikkannya sebagai sebuah
ibadah dan ketaatan.
Faidah Keenam

Hukum asal pernikahan adalah mubah (al-


ibahah), dimana hukum ini bisa berubah-ubah
sesuai dengan kondisi manusia, sehingga:

 hukum menikah bisa menjadi dianjurkan


(sunnah) bagi orang yang memiliki syahwat,
tapi dirinya mampu menjaga diri sehingga
tidak terjerumus ke dalam perbuatan zina;
 hukum menikah bisa menjadi wajib bagi
orang yang mampu dan memiliki bekal untuk
menikah dan dia khawatir dirinya terjerumus
dalam perbuatan zina;
 hukum menikah bisa menjadi dibenci
(makruh) bagi orang yang khawatir akan
melakukan kezaliman, bahaya dan kelalaian
jika melangsungkan pernikahan. Hal ini
seperti seorang yang tidak mampu
menafkahi, berperilaku buruk pada pasangan,
dan yang semisal.
Faidah Ketujuh

Seorang pria yang hendak menikah, wajib


memilih pasangan yang baik dan tidak tergesa-
gesa. Seorang pria dianjurkan menikahi wanita
yang religius, berakhlak mulia, menjaga
kehormatan, bersifat penyayang, subur, gadis,
cantik rupawan dan berasal dari keturunan dan
keluarga yang baik.

Apabila seluruh karakteristik di atas


terkumpul pada diri seorang wanita, maka itulah
kebaikan yang sesungguhnya.

Allah ta’ala berfirman,

ُ ‫ﺎت ِﻟﻠْ َﻐ ْﻴ ِﺐ ِ َﺎ َﺣ ِﻔ َﻆ ﱠ‬
◌ۚ ‫ﷲ‬ ٌ َ‫ﺎت َﺣﺎ ِﻓﻈ‬
ٌ ‫ﺎت َﻗﺎﻧِ َﺘ‬
ُ ‫َﺎﻟﺼﺎﻟِ َﺤ‬
‫ﻓ ﱠ‬

“Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah


yang taat kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka).” [an-Nisa: 34].
Dalam sebuah hadits disebutkan,

ِ ‫ ﻓَﺎﻇْ َﻔ ْﺮ ِﺑ َﺬ‬،‫ﺗُ ْﻨﻜ َُﺢ اﳌ َ ْﺮأَ ُة ﻷَ ْرﺑَ ٍﻊ ﻟِ َ ﻟِ َﻬﺎ َوﻟِ َﺤ َﺴ ِﺒ َﻬﺎ َو َﺟ َ ِﻟ َﻬﺎ َوﻟِ ِﺪﻳ ِﻨ َﻬﺎ‬
‫ات‬
َ‫ﻳﻦ ﺗَ ِﺮﺑَ ْﺖ ﻳَﺪَ اك‬ِ ‫اﻟﺪﱢ‬

“Wanita umumnya dinikahi karena 4 hal:


hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan
agamanya. Karena itu, pilihlah yang memiliki
agama, kalian akan beruntung.”4

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫اﻟﺪﱡ ﻧْ َﻴﺎ َﻣﺘﺎَ ٌع َو َﺧ ْ ُ َﻣ َﺘﺎعِ اﻟﺪﱡ ﻧْ َﻴﺎ ا ْﻟ َﻤ ْﺮأَ ُة ﱠ‬


‫اﻟﺼﺎﻟِ َﺤ ُﺔ‬

“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan


dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita
shalihah.”5

Dalam suatu hadits disebutkan,

‫ﺗَ َﺰ َو ُﺟ ْﻮا اﻟ َﻮ ُد ْو َد اﻟْ َﻮﻟُ ْﻮ َد ﻓﺈ ُﻣﻜَﺎﺛِ ٌﺮ ِﺑﻜ ُُﻢ اﻷُ َﻣ َﻢ‬

4
HR. Al-Bukhari: 5090 dan Muslim: 1466.
5
HR. Muslim: 1467.
"Nikahilah wanita-wanita yang penyayang
dan subur, karena aku akan berbangga dengan
banyaknya jumlah kalian -pada hari kiamat- di
hadapan umat lain."6

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda


kepada sahabat Jabir radhiallahu ‘anhu ketika
dia menikahi seorang janda,

َ‫ﻓ َﻬ ﱠﻼ ﺗَ َﺰ ﱠو ْﺟ َﺖ ِﺑﻜْ ًﺮا ﺗُﻼَ ِﻋ ُﺒ َﻬﺎ َوﺗُﻼَ ِﻋ ُﺒﻚ‬

“Mengapa kamu tidak menikah dengan


gadis, agar kamu bisa bermain-main
(bersenang-senang dengannya dan ia bermain
denganmu ?"7

Umumnya menikahi seorang gadis lebih


dapat menumbuhkan kecintaan serta
menguatkan ikatan kasih saying dan hubungan
antar pasangan. Tapi, terkadang, seorang pria
lebih memilih menikahi seorang janda karena

6
HR. Abu Dawud: 2050. Dinilai shahih oleh al-Albani.
7
HR. al-Bukhari: 5247 dan Muslim: 715.
lebih sesuai dengan kondisinya seperti yang
dilakukan oleh sahabat Jabir radhiallahu ‘anhu,
dimana beliau menikahi janda agar istrinya
dapat merawat saudara-saudara perempuannya
yang masih belia.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


ditanya perihal wanita yang terbaik, maka beliau
menjawab,

‫َﴪ ُﻩ إِ َذا ﻧَﻈَ َﺮ َوﺗ ُِﻄﻴ ُﻌﻪُ ِإ َذا أَ َﻣ َﺮ َو َﻻ ﺗُﺨَﺎﻟِ ُﻔﻪُ ِﰲ ﻧَﻔ ِْﺴ َﻬﺎ َو َﻣﺎﻟِ َﻬﺎ‬
‫اﻟﱠ ِﺘﻲ ﺗ ُ ﱡ‬
‫ِ َﺎ ﻳَﻜْ َﺮ ُﻩ‬

“Wanita terbaik yaitu wanita yang jika


dipandang (suami), dia menyenangkan; jika
diperintah, dia taat; dan dia tidak menyelisihi
suami dalam perkara-perkara yang dibencinya,
baik yang berkaitan dengan dirinya maupun
harta suami.”8

8
HR. an-Nasaa-i: 3231 dan Ahmad: 7421. Dinilai shahih
oleh al-Albani.
Faidah Kedelapan

Wali wanita berkewajiban memilihkan


suami yang religius dan berakhlak mulia;
memudahkan pernikahan dan tidak
mempersulit.

Allah ta’ala berfirman,

ْ‫اﻟﺼﺎﻟِ ِﺤ َ ِﻣ ْﻦ ِﻋ َﺒﺎ ِدﻛ ُْﻢ َوإِ َﻣﺎﺋِﻜ ُْﻢ ۚ◌ إِن‬ ‫َوأَﻧْ ِﻜ ُﺤﻮا ْاﻷَ َﻳﺎ َﻣ ٰﻰ ِﻣ ْﻨﻜ ُْﻢ َو ﱠ‬
‫ﷲ َو ِاﺳ ٌﻊ َﻋﻠِﻴ ٌﻢ‬ ُ ‫ﷲ ِﻣ ْﻦ ﻓَﻀْ ﻠِ ِﻪ ۗ◌ َو ﱠ‬
ُ ‫َﻳﻜُﻮﻧُﻮا ُﻓ َﻘ َﺮا َء ُﻳ ْﻐ ِﻨﻬ ُِﻢ ﱠ‬

“Dan kawinkanlah orang-orang yang


sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan
Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” [an-Nur: 32]9.

Dalam suatu hadits disebutkan,

‫إذا ﺟﺎءﻛﻢ ﻣﻦ ﺗﺮﺿﻮن دﻳﻨﻪ وﺧﻠﻘﻪ ﻓﺰوﺟﻮه إﻻ ﺗﻔﻌﻠﻮه ﺗﻜﻦ ﻓﺘﻨﺔ‬


‫ﰲ اﻷرض وﻓﺴﺎد ﻛﺒ‬

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki


yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka
nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi
fitnah di muka bumi dan kerusakan yang luas.”10

9
Ayat ini merupakan seruan kepada kaum muslimin
untuk menikahkan setiap orang yang belum memiliki
pasangan, baik pria/wanita yang merdeka, maupun
budak-budak yang berbudi pekerti baik dan shalih, yang
dimiliki kaum muslimin.
10
HR. at-Tirmidzi: 1085. Dinilai hasan oleh al-Albani.
Faidah Kesembilan

Upaya menjodohkan pria yang shalih dan


wanita yang shalihah adalah suatu amal shalih
dengan nilai pahala yang besar. Hal itu
merupakan bentuk kerja sama di atas kebaikan
dan ketakwaan, indikasi kebaikan, pertolongan
yang baik, pembuka pintu-pintu agar bisa
menjaga kehormatan, penutup pintu-pintu
fitnah, mengandung kemanfaatan bagi kaum
muslimin dan merupakan upaya untuk
menggembirakan hati mereka.
Faidah Kesepuluh

Setiap pihak dalam masyarakat memiliki


kewajiban dan tanggung jawab dalam
membantu para pemuda agar bias membentuk
rumah tangga yang sejalan dengan Islam, yaitu
membantu mereka dengan berbagai sarana
yang tersedia, yang bersifat fisik dan non-fisik,
baik dengan:

 memotivasi mereka untuk menikah;


 membimbing pria yang shalih dan
wanita yang shalihah;
 memerantarai pernikahan pria dan
wanita yang ingin berumahtangga;
 memberikan solusi atas setiap
permasalahan yang terjadi;
 memberikan bantuan finasial bagi pria
yang membutuhkannya agar bias
melangsungkan pernikahan; dan
 memotivasi para donator yang memiliki
kelapangan harta agar mau
memberikan donasi.

sehingga kita semua tercakup dalam


golongan orang-orang yang bersegera
melakukan kebaikan seperti yang disebutkan
dalam firman Allah di surat al-Mukminuun ayat
61.
Faidah Kesebelas

Tidak mengapa seorang ayah menawarkan


putrinya kepada pria yang shalih untuk dinikahi.
Hal ini bukanlah suatu aib, cela dan bentuk
perendahan terhadap diri dan anaknya seperti
yang diyakini sebagian orang. Al-Quran al-
Kariim telah menceritakan kepada kita sebuah
kisah seorang lelaki shalih (nabi Syu’aib ‘alaihis
salaam) yang hidup di negeri Madyan dan
menawarkan putrinya untuk dinikahi oleh nabi
Musa ‘alaihis salaam karena dia melihat Musa
adalah seorang lelaki yang religius dan
terhormat. Allah ta’ala berfirman perihal
mereka,

‫َﻗﺎﻟ َْﺖ إِ ْﺣﺪَ ا ُﻫ َ ﻳَﺎ أَﺑَ ِﺖ ْاﺳ َﺘﺄْﺟِ ْﺮ ُﻩ ۖ◌ ِإنﱠ َﺧ ْ َ َﻣ ِﻦ ْاﺳ َﺘﺄْ َﺟ ْﺮ َت ا ْﻟ َﻘ ِﻮ ﱡي‬
ِ ‫ﲆ أَنْ ﺗَﺄْ ُﺟ َﺮ‬ٰ َ ‫ َﻗ َﺎل إِ ﱢ أُرِﻳﺪُ أَنْ أُﻧْ ِﻜ َﺤﻚَ إِ ْﺣﺪَ ى ا ْﺑ َﻨ َﺘ ﱠﻲ َﻫﺎﺗَ ْ ِ َﻋ‬. ُ ‫ْاﻷَ ِﻣ‬
‫ﴩا َﻓ ِﻤ ْﻦ ِﻋ ْﻨ ِﺪكَ ۖ◌ َو َﻣﺎ أُرِﻳﺪُ أَنْ أَﺷُ ﱠﻖ‬ ً ْ ‫َ َﺎ ِ َ ِﺣ َﺠﺞٍ ۖ◌ َﻓﺈِنْ أَ ْ َ ْﻤ َﺖ َﻋ‬
َ ‫اﻟﺼﺎﻟِ ِﺤ‬ ‫ﷲ ِﻣ َﻦ ﱠ‬ ُ ‫َﻋﻠَ ْﻴﻚَ ۚ◌ َﺳ َﺘﺠِ ﺪُ ِ إِنْ ﺷَ ﺎ َء ﱠ‬
“Salah seorang dari kedua wanita itu
berkata, "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang
yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi
dapat dipercaya". Berkatalah dia (Syu'aib),
"Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan
kamu dengan salah seorang dari kedua anakku
ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku
delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari
kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu.
Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik.” [al-Qashash:
26-27].

Sahabat Umar bin al-Khathab radhiallahu


‘anhu pun telah menawarkan putri beliau,
Hafshah radhiallahu ‘anha kepada Utsman dan
Abu Bakar radhiallahu ‘anhuma, sebelum
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam
menikahinya.11

11
HR. al-Bukhari: 4005.
Faidah Keduabelas

Kafa-ah (kesetaraan) yang diakui dalam


pernikahan adalah kesetaraan dalam hal agama,
tak ada perselisihan pendapat di kalangan alim
ulama akan hal ini. Dengan demikian, wali yang
menikahkan seorang wanita yang shalihah dan
menjaga kehormatan dengan seorang pria yang
fasik, meski pernikahannya sah, sang wanita
memiliki opsi untuk meneruskan atau
membatalkan pernikahan tersebut.

Adapun kesetaraan dalam hal lain, selain


kesetaraan dalam hal agama (misal status sosial,
kemampuan finansial, dll), menjadi medan
silang pendapat di kalangan ulama. Akan tetapi,
wali wanita dianjurkan untuk meneliti secara
mendalam kesetaraan dalam hal-hal lain yang
akan membantu keharmonisan antar pasangan
dan melanggengkan kehidupan rumah tangga.
Faidah Ketigabelas

Haram menghalangi seorang wanita yang


ingin menikah dengan pria yang sekufu. Hak
menikahkan pada diri seorang wali tak lagi
dimiliki (gugur), dikarenakan upayanya untuk
menghalangi-halangi tersebut, apabila wanita
ingin menikah dengan lelaki yang sekufu. Allah
ta’ala berfirman,

‫ﻓ ََﻼ ﺗَ ْﻌﻀُ ﻠُﻮ ُﻫ ﱠﻦ أَنْ ﻳَ ْﻨ ِﻜ ْﺤ َﻦ أَ ْز َوا َﺟ ُﻬ ﱠﻦ إِ َذا ﺗَ َﺮاﺿَ ْﻮا ﺑَ ْﻴ َﻨ ُﻬ ْﻢ‬


◌ۗ ‫وف‬ ِ ‫ﺑِﺎﻟْ َﻤ ْﻌ ُﺮ‬

“Maka janganlah kamu (para wali)


menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal
suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di
antara mereka dengan cara yang ma'ruf.” [al-
Baqarah: 232].
Faidah Keempatbelas

Tidak diperbolehkan memaksa seorang


gadis untuk menikahi pria yang tidak
disukainya. Dalam sebiah hadits disebutkan,

:‫ُﻨﻜﺢ اﻟﺒِﻜ ُﺮ ﺣﺘﻰ ﺗُﺴﺘﺄذنَ ))ﻗﺎﻟُﻮا‬


ُ ‫ وﻻ ﺗ‬،‫ُﻨﻜﺢ اﻷﻳﱢ ُﻢ ﺣﺘﻰ ﺗُﺴﺘﺄﻣ َﺮ‬
ُ ‫ﻻﺗ‬
‫أن ﺗﺴﻜُﺖ‬: ((‫ وﻛﻴﻒ إذﻧُﻬﺎ؟ ﻗﺎل‬،‫ﻮل ﷲ‬ َ ‫رﺳ‬
ُ ‫ﻳﺎ‬

“Wanita perawan tidak boleh dinikahi


sampai dimintai izin.” Sahabat berkata, “Wahai
Rasulullah, bagaimana persetujuannya?” Beliau
menjawab: “Kalau ia diam.”12

12
HR. al-Bukhari: 5136 dan Muslim: 1419.
Faidah Kelimabelas

Orang tua tidak berhak memaksa putra


mereka untuk menikahi wanita yang tidak
disukai. Apabila putra mereka enggan
menikahinya, hal itu bukanlah suatu
kedurhakaan.

“Apabila orang lain tidak berhak


memaksanya untuk memakan sesuatu yang
dihindarinya, sementara dia mampu memakan
makanan yang disukai, maka demikian pula
dengan menikah. Hal itu tentu lebih utama.
Karena memakan makanan yang dibenci hanya
menyakitkan secara temporer; sementara hidup
bergaul dan berinteraksi dengan pasangan
yang tidak disukai akan menyakiti seseorang
dalam waktu yang lama dan bisa jadi hal itu
akan dialami selamanya.”13

13
Majmu’ al-Fataawaa 32/30.
Faidah Keenambelas

Setiap pria yang ingin melamar seorang


wanita diperbolehkan melihat bagian tubuh
wanita yang dapat memotivasi untuk
menikahinya, yaitu bagian tubuh yang
umumnya ditampakkan seperti wajah, kedua
tangan dan kaki tanpa berkhalwat (bersepi-sepi
dengan wanita). Sang wanita pun
diperbolehkan melihat sang pria.

Dalam suatu hadits disebutkan,

‫إِ َذا َﺧﻄَ َﺐ أَ َﺣﺪُ ﻛ ُْﻢ اﻟْ َﻤ ْﺮأَ َة َﻓﺈِنْ ْاﺳ َﺘﻄَﺎ َع أَنْ ﻳَ ْﻨﻈُ َﺮ إِ َﱃ َﻣﺎ ﻳَﺪْ ُﻋﻮ ُه إِ َﱃ‬
‫ﻧِﻜَﺎ ِﺣ َﻬﺎ َﻓﻠْ َﻴ ْﻔ َﻌ ْﻞ‬

“Jika seorang di antara kalian meminang


seorang wanita, maka jika ia mampu melihat
sesuatu yang mendorongnya untuk menikahi
wanita itu, maka lakukanlah!”14

14
HR. Abu Dawud: 2082. Dinilai hasan oleh al-Albani.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepada al-Mughirah bin Syu’bah
radhiallahu ‘anhu ketika meminang seorang
wanita,

‫ واﻟﺤﺪﻳﺚ ﺻﺤﺤﻪ اﻷﻟﺒﺎ‬.( َ ‫اﻧْﻈُ ْﺮ إِﻟَ ْﻴ َﻬﺎ َﻓﺈِﻧﱠﻪُ أَ ْﺣ َﺮى أَنْ ُﻳ ْﺆ َد َم َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻜ‬
‫ﰲ ﺻﺤﻴﺢ اﻟﱰﻣﺬي‬

“Lihatlah dia; karena akan lebih


melanggengkan hubungan kasih sayang anda
berdua.”15

15
HR. At-Tirmidzi: 1087, an-Nasaaa-i: 3235, Ibnu Maajah:
1866. Dinilai shahih oleh al-Albani.
Faidah Ketujuhbelas

Tidak diperbolehkan melihat (nazhar)


wanita yang hendak dipinang, kecuali
memenuhi empat syarat, yaitu:

 bertekad menikahi;
 tidak boleh berkhalwat (bersepi-sepi
dengan wanita tersebut);
 aman dari fitnah
 tidak melebihi kadar yang
diperbolehkan agama, yaitu hanya
melihat fisik yang umumnya terlihat,
yaitu bagian tubuh yang ditampakkan
pada mahram seperti ayah, saudara laki-
laki dan yang semisal keduanya.
Faidah Kedelapanbelas

Seorang muslim tidak boleh meminang


wanita yang telah dipinang muslim yang lain.
Seorang pria yang telah meminang seorang
wanita dan telah memperoleh persetujuan,
maka orang lain haram meminang wanita
tersebut hingga pria itu mengizinkan atau
membatalkan pinangannya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ أَ ْو‬، ُ‫َﺎﻃ ُﺐ َﻗ ْﺒﻠَﻪ‬


ِ ‫ﻻ ﻳَ ْﺨﻄُ ْﺐ اﻟ ﱠﺮ ُﺟ ُﻞ َﻋ َﲆ ِﺧ ْﻄ َﺒ ِﺔ أَ ِﺧﻴ ِﻪ َﺣ ﱠﺘﻰ ﻳَ ْ ُﱰكَ اﻟْﺨ‬
‫َﺎﻃ ُﺐ‬ِ ‫ﻳَﺄْ َذنَ ﻟَﻪُ اﻟْﺨ‬

“Seorang pria tidak boleh meminang di


atas pinangan saudaranya, sampai pria yang
pertama membatalkan pinangan atau
mengizinkannya untuk meminang sang
wanita.”16

16
HR. Al-Bukhari: 5142 dan Muslim: 1408.
Faidah Kesembilanbelas

Untuk sahnya pernikahan dipersyaratkan:

 ta’yiin az-zaujain, yaitu menyebutkan


pasangan yang dinikahkan secara
spesifik;
 ada keridhaan dari kedua mempelai;
 ada wali;
 ada dua saksi yang adil;
 tidak terdapat hal yang menghalangi
keabsahan nikah pada diri kedua
mempelai, misal sang wanita masih
dalam masa ‘iddah atau keduanya
termasuk mahram.
Faidah Keduapuluh

Pernikahan tidak sah kecuali dihadiri oleh


wali dan dua orang saksi yang adil. Wanita tidak
memiliki hak untuk menikahkan dirinya sendiri
atau menikahkan orang lain. Apabila hal itu
dilakukannya, pernikahan tersebut tidak sah.

Dalam sebuah hadits disebutkan,

ٍ‫َﺎح إِ ﱠﻻ ِﺑ َﻮ ِ ﱟﱄ َوﺷَ ﺎ ِﻫﺪَ ْي ﻋَﺪْ ل‬


َ ‫َﻻ ﻧِﻜ‬

“Tidak sah suatu pernikahan kecuali


dengan adanya wali dan dua orang saksi yang
adil.”17

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda,

،‫ ﻓﻨﻜﺎﺣﻬﺎ ﺑﺎﻃﻞ‬،‫ﻧﻜﺤﺖ ﺑﻐ إذن وﻟ ﱢﻴﻬﺎ ﻓﻨﻜﺎﺣﻬﺎ ﺑﺎﻃﻞ‬


ْ ‫أ ﱡ ﺎ اﻣﺮأة‬
‫ﻓﻨﻜﺎﺣﻬﺎ ﺑﺎﻃﻞ‬

17
HR. Ibnu Hibban: 4075. Dinilai shahih oleh al-Albani.
“Wanita siapa pun yang menikah tanpa izin
walinya, maka pernikahannya batil,
pernikahannya batil, pernikahannya batil.”18

18
HR. Abu Dawud: 2083 dan at-Tirmidzi: 1102. Dinilai
shahih oleh al-Albani.
Faidah Keduapuluhsatu

Dianjurkan mempublikasikan pernikahan,


menabuh rebana yang khusus dilakukan oleh
wanita dan nyanyian biasa yang tidak berisi
seruan dan pujian pada suatu yang diharamkan
sehingga bisa populer dan terkenal.

Dalam sebuah hadits disebutkan,

‫أﻋﻠﻨﻮا اﻟﻨﻜﺎح واﴐﺑﻮا ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺎﻟﺪف‬

“Umumkanlah pernikahan dan tabuhlah


rebana.”19

dalam hadits lain disebutkan,

‫اﻟﺼ ْﻮ ُت ِﰲ اﻟ ﱢﻨﻜَﺎ ِح‬ ‫ﻓ َْﺼ ُﻞ َﻣﺎ ﺑَ ْ َ اﻟْ َﺤ َﻼلِ َواﻟْ َﺤ َﺮ ِام اﻟﺪﱡ ﱡ‬
‫ف َو ﱠ‬

19
HR. Ahmad: 16130. Dinilai hasan oleh al-Albani.
“Yang memisahkan antara yang halal dan
haram ialah menabuh rebana dan suara di
waktu pernikahan.”20

20
HR. At-Tirmidzi: 1088, an-Nasaa-i: 3369 dan Ibnu
Maajah: 1896. Dinilai hasan oleh al-Albani.
Faidah Keduapuluhdua

Salah satu aspek pemuliaan dan


pengagungan Islam kepada wanita adalah
kewajiban untuk menyerahkan mahar kepada
sang wanita yang berhak dimilikinya dengan
terjalinnya akad pernikahan dan percampuran.
Mahar seutuhnya adalah hak wanita.

Dianjurkan menyebutkan mahar dalam


akah pernikahan.

Allah ta’ala berfirman,

◌ۚ ‫َوآﺗُﻮا اﻟ ﱢﻨ َﺴﺎ َء َﺻﺪُ َﻗﺎﺗِ ِﻬ ﱠﻦ ﻧِ ْﺤﻠَ ًﺔ‬

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada


wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan.” [an-Nisaa: 4].

kata nihlah berarti kewajiban.


Mahar disebut juga shadaaq karena
kekuatannya, merupakan hak yang mengikat
dan pemberitahuan atas keinginan yang tulus
dari pria yang menyerahkannya untuk menikahi
sang wanita, dimana hal itulah yang menjadi
alasan diwajibkannya mahar.21

21
Mughni al-Muhtaaj 4/366.
Faidah Keduapuluhtiga

Pada asalnya mahar berupa: (a) harta


seperti emas atau uang; (b) aset atau modal,
yaitu sesuatu yang disimpan, menjadi hak milik
dan memiliki nilai ekonomi; (c) sesuatu yang
memerlukan harta untuk digunakan atau
dikonsumsi, yaitu sesuatu yang bernilai
ekonomis dan suami menyerahkannya pada
sang istri, seperti suatu servis (jasa pembantu)
atau manfaat (seperti pengajaran al-Quran atau
menghajikannya), baik hal tersebut diserahkan
langsung atau tertunda.

Akan tetapi, apabila wanita rela dengan


mahar selain itu, maka diperbolehkan, seperti
mahar berupa keislaman calon suami, ilmunya,
hafalan seluruh atau sebagian al-Quran dan
yang semisal.

“Pada asalnya mahar disyari’atkan sebagai


hak sang wanita yang bisa dimanfaatkannya.
Apabila dia rela dengan mahar berupa ilmu,
keagamaan, keislaman atau hafalan al-Quran
dari calon suami, maka hal itu adalah mahar
yang terbaik, paling bermanfaat dan termulia.”22

22
Zaadul Ma’aad 5/162.
Faidah Keduapuluhempat

Agama Islam memotivasi untuk


memudahkan dan meringankan mahar, karena
lebih mengundang keberkahan dan sebagai
wujud keteladanan dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam.

Dalam hadits disebutkan,

َ َ ْ‫اﻟﺼﺪَ اقِ أَﻳ‬


. ‫ﴪ ُﻩ‬ ‫َﺧ ْ ُ ﱠ‬

“Sebaik-baik mahar adalah yang paling


ringan.”

dalam riwayat lain tercantum dengan


lafadz,

‫ﺧ اﻟﻨﻜﺎح أﻳﴪه‬
“Sebaik-baik pernikahan adalah yang
paling ringan maharnya.”23

Dalam hadits lain disebutkan,

َ ‫ َوﺗَ ْﻴ ِﺴ‬، ‫ َوﺗَ ْﻴ ِﺴ َ َﺻﺪَ ا ِﻗ َﻬﺎ‬، ‫ ﺗَ ْﻴ ِﺴ َ ِﺧﻄْ َﺒ ِﺘ َﻬﺎ‬: ‫إِنﱠ ِﻣ ْﻦ ُ ْ ِﻦ اﻟْ َﻤ ْﺮ َأ ِة‬
‫َر ِﺣ ِﻤ َﻬﺎ‬

“Sesungguhnya di antara tanda kebaikan


seorang wanita adalah, mudah meminangnya,
ringan maharnya, dan subur rahimnya.”24

23
HR. Abu Dawud: 2117, al-Haakim: 2742. Dinilai shahih
oleh al-Albani.
24
HR. Ahmad: 24478 dan Ibnu Hibbaan: 4094. Dinilai
hasan oleh al-Albani.
Faidah Keduapuluhlima

Dianjurkan mengadakan walimah al-‘Urs,


meski dengan menghidangkan seekor kambing,
sebagai bentuk publikasi pernikahan. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada
sahabat Abdurrahman bin Auf radhiallahu
‘anhu,

‫أَ ْوﻟِ ْﻢ َوﻟَ ْﻮ ﺑِﺸَ ﺎ ٍة‬

“Selenggarakanlah walimah walaupun


hanya dengan seekor kambing."25

Penyelenggaraan walimah boleh dilakukan


ketika telah bercampur (ad-dukhul) atau
sebelumnya; ketika akad nikah atau setelahnya.
Ketentuan dalam waktu pelaksanaan walimah
ini bersifat lapang dan lebih utama mengikuti
kebiasaan yang lazim dilakukan oleh masyarakat
sekitar.

25
HR. Al-Bukhari: 6386 dan Muslim: 1427.
Faidah Keduapuluhenam

Wajib menghadiri walimah apabila


diundang, sehingga jika seseorang tidak ingin
makan di walimah tersebut, dia cukup
mendo’akan dan kemudian pergi.

Apabila seseorang diundang untuk


menghadiri walimah yang di dalamnya terdapat
kemaksiatan, seperti adanya khamr (miras) yang
terhidang, sementara dia mampu mengingkari
kemaksiatan tersebut tanpa terjadi fitnah dan
mafsadah, maka dia wajib menghadiri walimah
itu dan mengingkari kemaksiatan yang terjadi.
Jika tidak mampu, maka dia tidak boleh
menghadirinya.

Apabila seseorang menghadiri walimah


dan tidak mengetahui kemungkaran tersebut
setelah berada di tempat walimah, dia harus
mengingkarinya jika mampu. Jika tidak mampu,
hendaknya dia pergi dari tempat tersebut.
Faidah Keduapuluhtujuh

Dianjurkan mendo’akan keberkahan bagi


kedua mempelai, yaitu dengan ucapan do’a
seperti,

ٍ ْ ‫ﷲ ﻟَﻜُ َ َوﺑَﺎ َركَ َﻋﻠَ ْﻴ ُﻜ َ َو َﺟ َﻤ َﻊ َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻜ َ ِﰲ ْ َﺧ‬


ُ َ‫ﺑَﺎ َرك‬

“Semoga Allah memberkahi kalian berdua,


baik di saat bahagia maupun di saat susah; dan
semoga Allah mengumpulkan kalian dalam
kebaikan.”
Faidah Keduapuluhdelapan

Seorang suami dianjurkan:

 bersikap lembut kepada istrinya ketika


telah berkumpul bersama, seperti
mengambilkan minuman untuk sang
istri atau perbuatan yang semisal;
kemudian membelai dan menempatkan
tangannya ke kepala istri sembari
berdo’a,

َ‫اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ إِ ِ أَ ْﺳﺄَﻟُﻚَ َﺧ ْ َ َﻫﺎ َو َﺧ ْ َ َﻣﺎ َﺟ َﺒﻠْ َﺘ َﻬﺎ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َوأَ ُﻋ ْﻮ ُذ ﺑِﻚ‬


‫ﴍ َﻣﺎ َﺟ َﺒ ْﻠ َﺘ َﻬﺎ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ‬ ‫ِﻣ ْﻦ َ ﱢ‬
‫ﴍ َﻫﺎ َو َ ﱢ‬
Allohumma inni as-aluka khoiroha wa
khoiro maa ja’altaha ‘alaih wa a’udzu
bika min syarriha wa syarri maa ja’altaha
‘alaih.

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon


kepada-Mu kebaikan dirinya dan
kebaikan tabiat yang Engkau ciptakan
padanya. Dan aku berlindung kepada-
Mu dari keburukan dirinya dan
keburukan tabiat yang Engkau ciptakan
padanya.”26

 Tidak mengapa jika sang suami shalat


bersama dengan sang istri, karena
perbuatan tersebut dinukil dari
sebagian salaf.
 Ketika ingin berhubungan intim
hendaknya mengucapkan do’a berikut,

ِ ‫ِﺎﺳ ِﻢ ﱠ‬
‫ َو َﺟ ﱢﻨ ِﺐ اﻟﺸﱠ ْﻴﻄَﺎنَ َﻣﺎ‬، َ‫ اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َﺟ ﱢﻨ ْﺒ َﻨﺎ اﻟﺸﱠ ْﻴ َﻄﺎن‬، ‫ﷲ‬ ْ ‫ﺑ‬
‫َر َز ْﻗ َﺘ َﻨﺎ‬

Bismillah. Allohumma jannibnaasy


syaithoona wa jannibisy syaithoona maa
rozaqtanaa.

“Dengan (menyebut) nama Allah. Ya


Allah, jauhkanlah kami dari gangguan

26
HR. Abu Dawud: 2160. Dinilai shahih oleh al-Albani.
setan dan jauhkanlah setan dari rezeki
yang Engkau anugerahkan kepada
kami.”27

 Mengharapkan pahala ketika


berhubungan intim; dengan hubungan
intim tersebut, dia berniat memenuhi
hak sang istri, menjaga kehormatan istri
dan dirinya, aktualisasi mempergauli
istri dengan baik, upaya mencari
keturunan yang shalih dan niat-niat baik
yang lain.

27
HR. Al-Bukhari: 6388 dan Muslim: 1434.
Faidah Keduapuluhsembilan

Suami boleh bermesraan dan bersenang-


senang dengan sang istri sesuai keinginannya,
di waktu malam maupun siang, kecuali
berhubungan intim di kala istri tengah
mengalami haidh atau nifas. Demikian pula
tidak boleh menggauli istri pada duburnya.
Faidah Ketigapuluh

Suami istri boleh mandi bersama, di satu


tempat dengan menggunakan air yang berasal
dari bejana yang sama.
Faidah Ketigapuluhsatu

Haram bagi suami istri untuk menyebarkan


permasalahan ranjang, karena hal itu adalah
amanah besar yang wajib dijaga. Dalam sebuah
hadits disebutkan,

‫ اﻟ ﱠﺮ ُﺟ َﻞ ﻳُﻔ ِْﴤ إِ َﱃ‬،‫ﷲ َﻣ ْﻨ ِﺰﻟَ ًﺔ ﻳَ ْﻮ َم اﻟْ ِﻘ َﻴﺎ َﻣ ِﺔ‬ ِ َ‫ﺎس ِﻋ ْﻨﺪ‬ ِ ‫ﴍ اﻟ ﱠﻨ‬‫إِنﱠ ِﻣ ْﻦ أَ َ ﱢ‬
‫ﴎ َﻫﺎ‬‫ﴩ ِﱠ‬ ُ ُ ‫ ﺛُ ﱠﻢ ﻳَ ْﻨ‬،‫ َوﺗُﻔ ِْﴤ إِﻟَ ْﻴ ِﻪ‬،‫ا ْﻣ َﺮأَﺗِ ِﻪ‬
“Sesungguhnya termasuk manusia paling
jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari
kiamat adalah laki-laki yang menggauli istrinya
kemudian dia sebarkan rahasia ranjangnya.”28

28
HR. Muslim: 1437.
Faidah Ketigapuluhdua

Agama Islam memotivasi dan menekankan


untuk berperilaku yang baik pada istri. Allah
telah memotivasi para pria agar memberikan
ekstra kebaikan dalam berinteraksi dan bergaul
dengan para wanita. Allah ta’ala berfirman,

ٰ َ ‫وف ۚ◌ َﻓﺈِنْ ﻛَ ِﺮ ْﻫ ُﺘ ُﻤﻮ ُﻫ ﱠﻦ َﻓ َﻌ‬


‫ﴗ أَنْ ﺗَﻜْ َﺮ ُﻫﻮا ﺷَ ْﻴ ًﺌﺎ‬ ُ ِ ‫َو َﻋ‬
ِ ‫ﺎﴍو ُﻫ ﱠﻦ ﺑِﺎﻟْ َﻤ ْﻌ ُﺮ‬
‫ﷲ ِﻓﻴ ِﻪ َﺧ ْ ًا َﻛ ِﺜ ًا‬ ُ ‫َوﻳَ ْﺠ َﻌ َﻞ ﱠ‬

“Dan bergaullah dengan mereka secara


patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
[an-Nisa: 19].

Allah juga berfirman,

ٍ ‫َﻓﺈِ ْﻣ َﺴﺎكٌ ِ َ ْﻌ ُﺮ‬


‫وف‬
“Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
yang ma'ruf…” [al-Baqarah: 229].

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda,

‫َو ْاﺳ َﺘ ْﻮ ُﺻ ْﻮا ﺑِﺎﻟ ﱢﻨ َﺴﺎ ِء َﺧ ْ ًا‬

“Hendaknya kalian berwasiat yang baik


untuk para wanita.”29

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga


bersabda,

‫َﺧ ْ ُﻛ ُْﻢ َﺧ ْ ُﻛ ُْﻢ ﻷَ ْﻫﻠِ ِﻪ َوأَﻧَﺎ َﺧ ْ ُﻛ ُْﻢ ﻷَ ْﻫ ِﲇ‬

“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik


terhadap istrinya, dan aku yang terbaik
terhadap istriku.”30

Pergaulan yang baik terhadap istri


mencakup: interaksi dengan perkataan dan

29
HR. al-Bukhari: 5186 dan Muslim: 1468.
30
HR. at-Tirmidzi: 3895. Dinilai shahih oleh al-Albani.
perbuatan yang baik; mengekspresikan kasih
sayang dengan ucapan yang lembut dan
memberikan hadiah; menampakkan rasa cinta,
saying dan penghormatan; bersikap lembut;
tidak menyakiti istri; membantu; menjaga
perasaan dan menghibur hati istri; turut
menanggung kesedihannya; membuatnya
gembira; bersolek dan berhias di hadapan istri;
menunaikan hak-hak istri dengan penuh
tanggung jawab dan toleran tanpa berkeluh-
kesah.

Dan tercakup dalam hal di atas adalah


menafkahi istri, memberi pakaian dan hal yang
semisal. Dengan demikian, suami berkewajiban
berperilaku baik pada sang istri dengan kadar
yang sama, yang berlaku pada waktu dan
tempat mereka. Hal ini berbeda-beda sesuai
dengan kondisi yang ada.
Allah ta’ala berfirman,

◌ۗ ‫وف ۚ◌ َوﻟِﻠ ﱢﺮ َﺟﺎلِ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻬ ﱠﻦ َد َر َﺟ ٌﺔ‬


ِ ‫َوﻟَ ُﻬ ﱠﻦ ِﻣﺜ ُْﻞ اﻟﱠ ِﺬي َﻋﻠَ ْﻴ ِﻬ ﱠﻦ ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌ ُﺮ‬
ٌ ‫ﷲ َﻋﺰِﻳ ٌﺰ َﺣ ِﻜ‬
‫ﻴﻢ‬ ُ ‫َو ﱠ‬

“Dan para wanita mempunyai hak yang


seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma'ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” [al-Baqarah: 228].

Sebagian pakar tafsir mengatakan,

, ‫ﺗﻠﻚ اﻟﺪرﺟﺔ اﻟﺘﻲ ﻟﻪ ﻋﻠﻴﻬﺎ إﻓﻀﺎﻟﻪ ﻋﻠﻴﻬﺎ وأداء ﺣﻘﻬﺎ إﻟﻴﻬﺎ‬


‫ أو ﻋﻦ ﺑﻌﻀﻪ‬, ‫وﺻﻔﺤﻪ ﻋﻦ اﻟﻮاﺟﺐ ﻟﻪ ﻋﻠﻴﻬﺎ‬

“Tingkatan kelebihan yang dimaksud pada


ayat di atas adalah mengutamakan sang istri,
menunaikan haknya dan memaafkan istri
apabila belum mampu menunaikan sebagian
haknya sebagai suami.”31

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengatakan,

‫ واﻟﺘﻮﺳﻊ‬،‫اﻟﺪرﺟﺔ إﺷﺎرة إﱃ ﺣﺾ اﻟﺮﺟﺎل ﻋﲆ ﺣﺴﻦ اﻟﻌﴩة‬


‫ أي أن اﻷﻓﻀﻞ ﻳﻨﺒﻐﻲ أن ﻳﺘﺤﺎﻣﻞ ﻋﲆ‬،‫ﻟﻠﻨﺴﺎء ﰲ اﳌﺎل واﻟﺨﻠﻖ‬
‫ﻧﻔﺴﻪ‬

“Tingkatan kelebihan ini merupakan isyarat


untuk memotivasi suami agar mempergauli istri
dengan cara yang baik, bersikap lapang/toleran
pada mereka dalam hal harta dan akhlak, artinya
yang terbaik hendaklah mereka memaksa
dirinya untuk melakukan hal tersebut.”32

Itulah mengapa terdapat riwayat Abdullah


bin Abbas radhiallahu ‘anhu yang berkata,

: ‫ﻣﺎ أﺣﺐ أن أﺳﺘﻨﻈﻒ ﺟﻤﻴﻊ ﺣﻘﻲ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻷن ﷲ ﺗﻌﺎﱃ ﻳﻘﻮل‬


‫وﻟﻠﺮﺟﺎل ﻋﻠﻴﻬﻦ درﺟﺔ‬

31
Tafsir ath-Thabari 4/122-123.
32
Al-Muharrar al-Wajiiz 1/306.
“Saya tak ingin menuntut seluruh hakku
ditunaikan oleh istriku, karena Allah ta’ala telah
berfirman (yang artinya), ‘akan tetapi para
suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada isterinya’ [al-Baqarah: 228].”33

33
Tafsir ath-Thabari 4/123.
Faidah Ketigapuluhtiga

Allah ta’ala memerintahkan suami untuk


mempergauli istri dengan cara yang baik pada
dua kondisi, yaitu saat merujuk dan
menceraikannya. Allah ta’ala berfirman,

ٍ ‫َﻓﺄَ ْﻣ ِﺴﻜُﻮ ُﻫ ﱠﻦ ِ َ ْﻌ ُﺮ‬


ٍ ‫وف أَ ْو ﻓَﺎ ِر ُﻗﻮ ُﻫ ﱠﻦ ِ َ ْﻌ ُﺮ‬
‫وف‬

“...maka rujukilah mereka dengan baik atau


lepaskanlah mereka dengan baik.” [ath-Thalaq:
2].

Artinya, rujukilah mereka, para istri,


dengan cara pergaulan yang baik, bukan
merujuki mereka dengan niat membahayakan,
ingin berbuat buruk atau menahannya untuk
menikah lagi, karena merujuk istri dengan cara
tersebut tidak diperbolehkan.

Demikian juga, lepaskanlah/ceraikanlah


mereka dengan cara yang baik; tidak merugikan;
tidak saling dan bermusuhan; serta tidak ada
paksaan terhadap sang istri untuk menyerahkan
hartanya.34

Ingat, Allah ta’ala juga berfirman,

◌ۚ ‫َو َﻻ ﺗَ ْﻨ َﺴ ُﻮا اﻟْﻔَﻀْ َﻞ ﺑَ ْﻴ َﻨﻜ ُْﻢ‬

“Dan janganlah kamu melupakan kebaikan


yang pernah terjadi di antara kalian.” [al-
Baqarah: 237].

34
Tafsir as-Sa’di hlm. 869.
Faidah Ketigapuluhempat

Di antara hak suami atas sang istri adalah:

 al-qawamah, dijaidkan pemimpin dalam


rumah tangga;
 ditaati dalam hal yang ma’ruf (bukan
kemaksiatan);
 dipenuhi ajakannya jika ingin
berhubungan intim;
 berhias dan bersolek di hadapannya
dengan cara yang mubah;
 dihargai dan dihormati;
 dijaga kehormatan dan hartanya;
 istri tidak berpuasa sunnah kecuali
dengan izinnya;
 istri tidak mengizinkan siapa pun untuk
masuk ke dalam rumahnya kecuali
dengan izinnya;
 dilayani;
 disyukuri atas segala nikmat yang
diberikan oleh suami dan tidak diingkari
kebaikannya;
 qana’ah (merasa cukup) dengan
pemberian suami dan tidak dibebani
dengan berbagai pengeluaran yang
tidak perlu.
Faidah Ketigapuluhlima

Di antara hak istri atas sang suami adalah:

 dipenuhi syarat-syarat yang diajukannya


ketika akad nikah, selama syarat
tersebut bersifat mubah;
 dinafkahi;
 dipenuhi hak biologisnya dan dijaga
kehormatannya;
 dipergauli dengan cara yang baik;
 dibimbing untuk menaati Allah ta’ala;
 diperlakukan dengan adil sebagaimana
istri-istri yang lain, apabila sang suami
memiliki beberapa istri;
 dijaga janjinya dan tidak dilupakan
keutamaannya;
 tidak disebarkan rahasia ranjangnya;
 dimaafkan dan ditoleransi sebagian
kekeliruannya.
Faidah Ketigapuluhenam

Keluarga yang bahagia adalah keluarga


yang terbangun di atas bangunan kasih sayang;
dengan bertopang pada ilmu agama, bangunan
yang bernama keluarga itu akan menjadi
harmonis; dan juga dengan mempelajari
perikehidupan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam
bersama istri-istri beliau, kemudian
mengaktualisasikannya dalam praktik nyata
kehidupan berkeluarga. Nabi Muhammad
shallalahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

‫َﺧ ْ ُﻛ ُْﻢ َﺧ ْ ُﻛ ُْﻢ ﻷَ ْﻫﻠِ ِﻪ َوأَﻧَﺎ َﺧ ْ ُﻛ ُْﻢ ﻷَ ْﻫ ِﲇ‬

“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik


terhadap istrinya, dan aku yang terbaik
terhadap istriku.”35

35
HR. at-Tirmidzi: 3895. Dinilai shahih oleh al-Albani.
Penutup

‫َرﺑﱠ َﻨﺎ َﻫ ْﺐ َﻟ َﻨﺎ ِﻣ ْﻦ أَ ْز َواﺟِ َﻨﺎ َو ُذ ﱢرﻳﱠﺎﺗِ َﻨﺎ ُﻗ ﱠﺮ َة أَ ْﻋ ُ ٍ َوا ْﺟ َﻌﻠْ َﻨﺎ ﻟِﻠْ ُﻤ ﱠﺘ ِﻘ َ إِ َﻣﺎ ًﻣﺎ‬

“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami


isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami
imam bagi orang-orang yang bertakwa.”

Kami memohon kepada Allah agar memberikan


kebahagiaan kepada kami dan kaum muslimin
di dunia dan akhirat. Memberikan taufik kepada
kita semua untuk melakukan segala sesuatu
yang dicintai dan diridhai-Nya.

Wal hamdu lillahi Rabbil ‘aalamiin.

Anda mungkin juga menyukai