Anda di halaman 1dari 5

ADAB MERMAJELIS

Diantara adab-adab bermajelis adalah sebagai berikut :

1. Orang yang datang ke majelis hendaklah mengucap salam.

Sebagaimana firman Allah,

‫علَى أ َ ْه ِل َها ذَ ِل ُك ْم َخي ٌْر لَّ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬


َ ‫س ِلِّ ُموا‬ ُ ‫ستَأ ْ ِن‬
َ ُ ‫سوا َوت‬ َ ‫َيا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا ََل ت َ ْد ُخلُوا بُيُوتًا‬
ْ َ ‫غي َْر بُيُو ِت ُك ْم َحتَّى ت‬
َ‫تَذَك َُّرون‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan
rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang
demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nuur : 27)

Mengucapkan salam kepada ahli majelis jika hendak masuk dan duduk pada
majelis tersebut, hendaknya kita mengikuti majelis tersebut hingga selesai. Jika
hendak meninggalkan majelis tersebut, harus meminta izin kepada ahli majelis lalu
mengucapkan salam. Telah disebutkan kepada kita, adab-adab mengucapkan
salam, dan penjelasan bahwa termasuk amalan yang sunnah adalah mengucapkan
salam kepada orang-orang yang berada di suatu majelis ketika mendatangi mereka
dan ketika hendak pergi meninggalkannya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Apabila seseorang di antara
kalian mendatangi suatu majelis hendaknya dia mengucapkan salam, dan apabila
dia bekeinginan untuk duduk maka duduklah, kemudian apabila dia hendak berdiri
pergi, maka sesungguhnya yang pertama tidaklah lebih utama dari pada yang
terakhir.” [HR. At-Tirmidzi]

2. Tidak duduk ditengah majelis

“Rasulullah melaknat orang yang duduk di tengah-tengah halaqoh.” (Abu


Dawud)
Tidak memisahkan dua orang yang sedang duduk agar ia dapat duduk di
tengahtengahnya, kecuali dengan seizinnya, sebagaimana dalam hadits Rasulullah :

‫ا رق بين إثنين إَل بإذ َل يح ِّ ل لرجل أن يف‬

“Tidak halal bagi seorang laki-laki duduk di antara dua orang dengan
memisahkan mereka
kecuali dengan izinnya.” (HR Abu Daw ud dan Turmudzi, hadits Hasan)
Ini merupakan adab nabawiyah yang sangat agung. Yaitu melarang seseorang
duduk di antara dua orang kecuali dengan izin mereka berdua. Dan sebab larangan
itu: bahwa bisa jadi antara kedua orang tersebut terjalin kecintaan dan kasih sayag
dan telah terikat hal-hal yang rahasia serta amanah, maka pemisahan mereka
berdua dengan duduk di antara keduanya akan membuat keduanya keberatan.
Demikian disebutkan didalam ‘Aun Al-Ma’bud.

3. Diam dan mendengarkan.

Sabda Nabi ‫ صلی هللا عليه وسلم‬: “Janganlah dua orang saling berbisik – bisik dengan
meninggalkan orang ketida sebab hal itu dapat membuatnya sedih.” (Muttafaq
‘alaihi).

Di dalam Al-Lisan, disebutkan bahwa an-najwa: Adalah pembicaraan rahasia


antara dua orang. Jika dikatakan: Najautu najwan maknanya saya berbicara rahasia
dengannya. Demikian juga dengan kalimat: Najautuhu. Dan kata bendanya adalah
an-najwa. At-tanajau yang terlarang adalah dua orang yang berbicara rahasia tanpa
melibatkan orang yang ketiga. Sebab larangan itu, agar kesedihan tidak meresapi
hati orang yang ketiga karena melihat dua rekannya yang berbicara dengan rahasia.

Sementara syaithan sangatlah bersemangat untuk memasukkan kesedihan, was-was


dan kebimbangan di dalam hati seorang muslim. Ada larangan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dari perbuatan itu yang dengan begitu akan memotong setiap
jalan syaithan. Dan agar supaya seorang muslim tidak berprasangka buruk kepada
para saudaranya.

4. Jika hendak bebicara hendaknya memintak izin (berbicara yang makruf).

Jika didalam suatu majelis kita hendak berbicara, sebaknya mintalah izin kepada
majelis terlebih dahulu agar terlihat sopan dan tidak menyalahi aturan dalam
bermajelis yang baik. Telah ada ancaman yang keras bagi seseorang yang
mendengarkan pembicaraan suatu kaum sementara mereka tidak menyukainya. Di
antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas radhiallahu
‘anhuma, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang menceritakan suatu mimpi yang tidaklah dilihatnya maka dia
akan dibebankan untuk menyatukan dua biji gandum namun tidak melakukannya.
Dan barangsiapa yang mendengarkan pembicaraan suatu kaum sementara kaum
tersebut tidak menyukainya ataukah mereka menjauh darinya, maka akan dituang
ketelinganya timah cair pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menggambarkan
gambar, maka dia akan diazab dan akan dibebani kepadanya untuk meniupkan
ruh pada gambar tersebut sementara dia tidak dapat meniupkannya.” [HR. Al-
Bukhari: 7042]

Hanya saja larangan tersebut terbatas jika kaum tersebut tidak menyukai hal itu.
Dan tidak termasuk dalam larangan itu apabila mereka meridhainya. Dan juga
tidak termasuk apabila perbincangan mereka secara keras hingga yang berada
disekitarnya mendengarkan. Karena seandainya mereka hendak menyembunyikan
pembicaraan mereka tidaklah mereka mengeraskannya.

5. Mengisi saf/barisan terdepan

Jika suatu jamaah duduk di sebuah majlis, lalu ada orang yang baru datang
sedangkan tempatnya sempit, maka mereka hendaknya memberikan kelapangan
semampunya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang-


lapanglah dalam majlis,” maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara
kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Terj. Al Mujadilah: 11)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”

Sebaik-baik majlis adalah yang paling lapang.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dll,
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 3285)

6. Tidak memberdirikan orang yang sudah duduk terlebih dahulu.

Dari hadits yang diriwayatkan Abi Waqid diatas juga dapat diambil pelajaran
tentang kesunahan membuat halaqah pada majelis Dzikir dan majelis ilmu.
Seseorang yang lebih dahulu datang pada suatu tempat, maka ia lebih berhak atas
tempat itu. Hadits ini juga menjelaskan kesunahan beretika dimajelis ilmu dan
keutamaan mengisi tempat-tempat yang kosong dalam suatu halaqah.
Diperbolehkan bagi seseorang melangkahi untuk mengisi tempat yang kosong,
selama tidak menyakiti. Apabila dikhawatirkan menyakiti maka disunahkan duduk
dibarisan terakhir. Sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang kedua ada hadits
riwayat Abi Waqid.[11]
Hendaknya mencari tempat duduk yang belum terisi dan jangan sekali-kali
menyingkirkan orang lain dari tempat duduknya, agar suasana tetap tenang dan
orang lainpun tidak tersinggung.
7. Jika seseorang anggota majelis keluar sampai dia kembali maka orang
tersebut lebih berhak atas tempat duduknya.

Bagaimana jika ada yang keluar dari tempat duduknya Karena suatu hajat
kemudian ada yang mengambil tempatnya entah yang mengambil ini tahu atau
tidak mengetahui bahwa tempat tersebut sudah ada yang miliki..?

Maka, jika ia kembali ke tempat tersebut ia berhak untuk duduk ditempat tersebut
walaupun ada yang mengambil tempat tersebut, sebagian ulama mengatakan
walaupun ia tidak menyimpan tanda sebagai isyarat bahwa tempat tersebut sudah
ada yang punya, maka ia berhak untuk duduk lagi ditempat tersebut. Akan tetapi
yang lebih baik adalah ia menyimpan sesuatu sebagai isyarat karna dikhawatirkan
hanya pengakuan tanpa bukti dan saksi hal ini bisa menimbulkan pertikaian.

Mendahulukan orang lain dalam persoalan ibadah adalah merupakan hal yang
tidak dibolehkan sebagaimana kebanyakan di Indonesia ketika waktu sholat telah
tiba, padahal ia bisa mengambil shaff terdepan namun ia mempersilahkan orang
lain untuk berada di Shaff terdepan maka hal seperti ini tidak dibolehkan karna
setiap manusia menginginkan shaff terdepan untuk mendapatkan ketinggian derajat
di sisi Allah Subhanahu wata’ala dalam hal berlomba – lomba dalam kebaikan.

Sahabat Abdullah Bin Umar Radhiyallahu anhuma karna kehati-hatian beliau


dalam mengamalkan hadist tersebut ketika ada orang yang pergi dari majelisnya
maka tempat yang kosong tersebut beliau biarkan dan tidak mau mengambil
tempatnya karna khawatir orang tersebut kembali ke tempatnya, bahkan lebih dari
itu sebagian ulama Imam Nawawi Rahimahullah dan yang lainnya memahami
hadist tersebut bahwa Abdullah Bin Umar Radhiyallahu anhuma datang dalam
suatu majelis lalu ketika ada yang melihat beliau maka ia mempersilahkan duduk
ditempatnya namun beliau tidak mau dan mengatakan anda yang lebih berhak,
apakah hal tersebut lebih tepat, maka ulama kita mengatakan:”Boleh mengambil
tempatnya karna dipersilahkan dan tidak ada unsur mendzalimi”, lalu mengapa
Abdullah Bin Umar Radhiyallahu anhuma tidak mengambil tempatnya tersebut hal
ini menunjukkan sifat waro dan kehati – hatian yang luar biasa dari sahabat yang
mulia Abdullah Bin Umar Radhiyallahu anhuma. Ada sebagian ulama mengatakan
memang begitulah hukumnya karna yang meriwayatkan hadist tersebut adalah
Abdullah Bin Umar Radhiyallahu anhuma dan beliau yang lebih tahu bagaimana
cara mengamalkan hadist tersebut. Namun apabila ada seseorang yang
mempersilahkan duduk ditempat tersebut maka tidak mengapa menurut pendapat
jumhur ulama dan adapun yang dilakukan oleh Abdullah Bin Umar Radhiyallahu
anhuma menunjukkan kemuliaan beliau dan kehati – hatian beliau. Wallahu A’lam
Bish Showab.

8. Hendaknya orang yang duduk di majelis memperhatikan perkara perkara


sbb :

a. Duduk dengan tenang


b. Tidak membersihkan gigi
c. Tidak banyak bergerak
d. Tidak berbuat “abbas” (berbuat hal hal yang tidak bermanfaat).

Termasuk didalamnya menghormati kepada orang orang yang ada disekeliling


majelis, tidak memutus pembicaraandan menunjukan jari sebelum berpendapat.

9. Jika hendak bubar dari majelis hendaknya membaca doa kaffarotul


majelis

“dan kami jadikan mereka leader atau pemimpin karena kesabaran mereka”

Barang siapa yang curang bukan termasuk umat kami (gandumkering dan basah
dicampur)

Akhlak Rasull tidak pernah berkata kotor dan Rasull adalah yang paling baik
akhlak nya.

Anda mungkin juga menyukai