Anda di halaman 1dari 5

Adab Berbicara dan Mendengar

Adab Berbicara dan Mendengar


pada: April 07, 2008, 02:14:41
ADAB AT-TAHADDUTS WA AL-ISTIMA
(adab dalam berbicara dan mendengar)
Islam adalah diin al-adab, atau agama yang mengajarkan norma-norma luhur dan suci bagi umat
manusia. Seorang mukmin yang menjadikan dirinya sebagai kendali diri dalam berbuat dan
berbicara, akan menikmati saat-saat diamnya, sementara orang lain pun merasa sejuk
berdekatan dengannya.
Ketika ia berbicara, manisnya kata-kata yang keluar dari mulutnya membuat orang yang
mendengarnya sadar dan terbimbing kepada kebaikan dan kebenaran. Demikian juga tatkala ia
berbuat sesuatu, maka perbuatannya selalu baik, memberi manfaat, dan dapat menjadi
keteladanan bagi yang lain. Mukmin seperti ini adalah mukmin yang memiliki sifat-sifat yang
dekat kepada Rasulullah saw. yang mulia, di mana diamnya adalah fikir, ucapannya adalah
dzikir, dan amalnya adalah keteladanan.
ADAB AT-TAHADDUTS

1. Berbicara yang jelas, mudah difahami oleh setiap pendengar.


Dari Aisyah ra. Berkata:
?? ? ?? ?? ?? ?? ?? ? ?? ? ? ?? ? ?? . ? ? ? ?
Adalah ucapan Rasulullah saw. selalu jelas maksudnya dan dipahami oleh setiap orang yang
mendengarkannya. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Dari Aisyah ra. juga berkata: Bahwa Rasulullah saw, pernah berbicara, sekiranya ada yang
menghitung ucapannya pasti terhitung. Dan dalam riwayat lain: Beliau tidak mengeluarkan
ucapan sebagaimana kalian berbicara. (HR. Bukhari-Muslim).
2. Berbicara dengan ungkapan yang simpel dan tidak mencari-cari bahasa yang tinggi, sehingga
kalimat yang diucapkan tidak memiliki makna yang sulit atau tidak bisa dimengerti.
Khalil bin Ahmad -rahimahullah- pernah ditanya suatu masalah, beliau tidak segera menjawab.
Maka penanya berkata, Apakah pertanyaan ini tidak ada jawabannya dalam pandangan tadi?
Beliau berkata, Anda sebenarnya telah mengetahui masalah yang Anda tanyakan berikut
jawabannya, tetapi saya ingin memberi jawaban yang lebih mudah lagi Anda pahami.
3. Tidak diulang-ulang kecuali untuk memberikan tekanan makna, karena Sebaik-baik ucapan
adalah yang singkat dan membawa arti, dan seburuk-buruk ucapan adalah yang panjang dan
membosankan.
Abdullah bin Masud ra., memberi nasehat kepada masyarakatnya setiap hari Kamis. Ada

seseorang yang berkata, Wahai Abu Abdir Rahman, saya berharap engkau memberi nasehat
kepada kami setiap hari. Beliau berkata, Ketahuilah, bahwa sesungguhnya yang
menghalangiku untuk itu karena aku tidak suka membuat kalian bosan. Selanjutnya ia berkata,
?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ? . ? ?
Aku selalu memilih waktu untuk kalian dalam memberi nasehat, sebagaimana Nabi saw, memilih
waktu untuk kami dalam memberi nasehat karena khawatir membuat jenuh atas kami. (Muttafaq
alaih)
Dari Ammar bin Yasir ra berkata, Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda,
?? ? ?? ? ? ?? ? ? ? ?? . ? ?
Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan pendeknya khuthbah, merupakan bukti
kemantapan pemahamannya. Maka panjangkan shalat dan pendekkan khutbah! (HR. Muslim)
4. Ucapan harus bagus, tidak kotor dan munkar (jahat).
Rasulullah saw, bersabda:
?? ? ?? ?? ?? ? ? ? ?? ?? ?? .
Setiap ucapan anak Adam mencelakannya, bukan menguntungkan, kecuali perintah untuk
kebaikan, mencegah kemungkaran, dan dzikrullah.
Agar ucapan kita selalu bagus dan menambah pahala kita dan tidak menambah dosa, maka kita
harus menjaga hal-hal berikut:
a. Setiap pembicaraan kita agar selalu membawa unsur perintah shadaqah, atau berbuat baik,
atau perdamaian bagi manusia. Allah taala berfirman:
Tiada kebaikan dalam banyak pertemuan mereka, kecuali orang yang memerintahakan
shadaqah, atau kebaikan, atau perdamaian bagi manusia. Dan barangsiapa melakukan hal itu
untuk mencari ridha Allah, maka niscaya Kami memberinya pahala yang besar. (Surat An Nisa :
114)
b. Meninggalkan pembicaraan yang bukan kepentingan kita untuk membicarakannya.
Rasulullah saw. bersabda,
? ?? ? . ? ?
Di antara bagusnya keislaman seseorang adalah, ia tinggalkan sesuatu yang tidak ia ada
kepentingan dengannya. (HR.Turmudzi)
c. Menjauhi ucapan yang sia-sia dan tidak bermanfaat.
Allah berfirman, Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang
dalam shalatnya selalu khusyu. Dan orang-orang yang dari hal yang tidak berguna mereka
selalu bepaling. (Surat Al-Muminun: 1-3).
Rasulullah saw. bersabda, Sungguh seorang hamba ketika mengucapkan suatu ucapan, tidak
lain hanya untuk membuat orang lain tertawa, ia bisa jatuh di neraka lebih jauh antara langit dan
bumi. (HR. Baihaqi)

d. Menyebar-luaskan salam.
Rasul saw bersabda,
?? ?? ?? ? ?? ?? ? ? ? ? ? ? ? . ? ?
Wahai manusia sebar-luaskan salam, sambunglah silaturrahim, berikan makanan, dan shalatlah
malam ketika manusia tertidur niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat. (HR Turmudzi)
e. Menahan diri dari ucapan jahat yang tidak membawa kemaslahatan.
Allah berfirman, Janganlah berdebat dengan Ahli Kitab kecuali dengan cara yng baik, kecuali
dengan orang yang zhalim di antara mereka. (Al-Ankabut: 46)
Dalam hadits Aisyah ra. dia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya sejahatjahat manusia kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah orang yang ditinggalkan
masyarakatnya karena menghindari ucapan jahatnya. (HR Bukhari)
f. Bersabar dalam berdialog dengan orang-orang bodoh (jahil). Hal ini tidak berarti menerima
kehinaan, akan tetapi bisa menahan diri di hadapan faktor-faktor yang memancing emosi dan
mencegah diri dari marah, sukarela atau pun terpaksa.
Allah swt. berfirman, Dan hamba-hamba Allah yang Maha Rahman mereka itu berjalan di muka
bumi dengan rendah hati. Dan apabila diajak bicara oleh orang-orang yang bodoh (jahil) mereka
berkata, selamat. (Al Furqan : 63)
Dan Allah memerintahkan kepada Nabi Musa dan Harun as, Pergilah kalian kepada Fir aun
sesungguhnya dia itu melampaui batas. Maka katakanlah kepadanya perkataan yang lembut.
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa ketika Rasulullah saw. sedang duduk bersama para
sahabatnya, ada seseorang mencaci Abu Bakar ra. dan menyakitinya, tetapi Abu Bakar tetap
diam. Lalu ia menyakitinya yang kedua kali dan Abu Bakar pun tetap diam. Kemudian ia
menyakitinya yang ketiga kali, maka Abu Bakar membela diri. Ketika itulah Rasulullah saw.
bangkit meninggalkan majlis. Abu Bakar bertanya, Apakah engkau mendapati suatu dosa atas
diriku, wahai Rasulullah?
Rasulullah saw. menjawab, Ada malaikat turun dari langit mendustakan orang itu terhadap apa
yang ia ucapkan kepadamu. Namun ketika kamu membela diri, setan pun datang, maka aku
tidak mau duduk di sini ketika setan datang. (HR Abu Dawud).
g. Menjauhi perdebatan, baik dalam kebenaran maupun dalam kebatilan, karena hal itu akan
menimbulkan keinginan mencari menang dalam diri akhi, dan lebih suka berapologi daripada
menampakkan kebenaran..
Rasul saw bersabda,
?? ?? ?? . ? ?
Tidaklah suatu kaum tersesat setelah berpegang kepada kebenaran kecuali mereka diberi
kegemaran berdebat. (HR Turmudzi).
Ibnu Majah dan Ahmad). Rasul saw bersabda, Aku pemimpin sebuah rumah di dalam surga

bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia yang benar. Dan aku pemimpin sebuah
rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun bercanda. Dan aku
pemimpin sebuah rumah di puncak surga bagi orang yang akhlaknya baik. (HR Abu Dawud)
h. Menjauhi tempat-tempat kejahatan. Yaitu tempat dilakukannya kemungkaran atau dibicarakan
di dalamnya ucapan yang menghina atau melecehkan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang
beriman. Allah swt. berfirman,
Dan apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami maka
tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan yang lain. Dan jika syetan menjadikan
kamu lupa (akan larangan ini) maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim
sesudah teringat larangan itu. (Al-Anam: 68)
Dan Allah swt. berfirman, Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela. (Al Humazah: 1)
Rasulullah saw. bersabda,
?? ? ? ?? ? ?? ?? .
Tidaklah pantas seorang mukmin pencaci maki, pelaknat, suka berkata keji, dan suka berkata
jorok.
Rasulullah saw. bersabda, Tidak ada kata keji dalam sesuatu kecuali ia akan merusaknya. Dan
tidaklah ada sifat malu dalam sesuatu melainkan ia akan menghiasinya. (HR Turmudzi).
ADABUL ISTIMA
1. Diam dan mendengarkan sehingga ucapan tidak bercampur baur dan sulit dipahami.
Allah berfirman,
Dan apabila dibacakan Al Quran maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan
tenang agar kalian mendapatkan rahmat. (Al-Araf : 204)
Dari Jabir bin Abdullah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda kepadanya di Haji
Wada, Perintahkan manusia untuk tenang. Kemudian beliau bersabda,
?? ?? ?? ? ? . ? ?
Janganlah kalian kembali sesudahku menjadi orang-orang kafir, sebagian kalian memenggal
leher yang lain. (Muttafaq alaih)
Dari Anas bin Malik ra., bahwa Rasulullah saw. memberi wasiat kepada Abu Dzar ra. Beliau saw.
bersabda,
Hendaklah kamu berakhlaq mulia dan banyak diam, karena demi Dzat Yang jiwaku ada di
tangan-Nya, tidak ada perhiasan bagi seluruh makhluk yang serupa dengan keduanya. (HR.
Ibnu Abid Dunya, Bazzar, Thabrani, dan Abu Yala)
Abdullah bin Masud ra, berkata, Demi Dzat Yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak ada sesuatu
di atas bumi yang lebih perlu untuk ditahan lama selain lidah. (Riwayat Turmudzi).
2. Tidak memenggal ucapan orang lain karena tergesa-gesa atau ingin menguasai kendali
forum. Sehingga keinginan Rasulullah saw untuk segera menghafal Qur an, dilarang oleh Allah

dalam firman-Nya:
Dan jangalah kamu menggerakkan lidahmu untuk membaca Al Quran karena kamu hendak
cepat-cepat menguasainya. (Al-Qiyamah: 16)
3. Menghadapkan wajah kepada pembicara dan tidak berpaling darinya atau membuat orang
lain berpaling darinya, selama dalam rangka taat kepada Allah, meskipun ucapan kurang
membawa daya tarik ataupun bahasanya kurang indah dan kurang lancar.
Rasulullah saw, bersabda:
?? ? ? ? ? ? ? ?? . ? ?
Janganlah kamu meremehkan suatu kebajikan, meskipun sekedar wajah berseri ketika engkau
bertemu saudaramu. (HR. Muslim)
4. Tidak menampakkan sikap berbeda karena ucapan saudara kita, meskipun kita sudah lebih
tahu, selama pembicara tidak bersalah dalam berbicara.
Rasulullah saw. pernah meminta Ibnu Masud ra. untuk membacakan Al-Quran kepadanya,
maka ia menjawab, Aku membaca untuk Anda padahal ia turun kepada Anda? Beliau
menjawab, Aku sungguh senang mendengar Al-Quran itu dari orang lain.
Imam Ahmad bin Hambal pernah mendengarkan nasihat Al-Muhasibi, sampai beliau
memperhatikannya dengan tenang dan akhirnya beliau menangis sampai basah jenggotnya.
5. Tidak menampakkan kepada para hadirin bahwa kamu adalah orang yang lebih alim
dibandingkan si pembicara, karena hal itu akan menyebabkan kamu bersikap sombong
(takabbur).
Rasulullah saw. bersabda,
? ?? ?? ?? .
Kesombongan adalah sikap angkuh kepada kebenaran dan meremehkan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai