Menjaga Lisan
A. Tujuan
Setelah mendapatkan materi ini, peserta diharapkan mampu:
1. Mengetahui pentingnya menjaga lisan
2. Mengetahui bahaya tidak menjaga lisan
B. Rincian Bahasan
1. Pentingnya Menjaga Lisan
Ketika seseorang ingin berbicara hendaklah berfikir terlebih dahulu. Jika yakin bahwa
ucapannya tidak menimbulkan akibat yang jelek dan tidak menyeret kepada perkara yang
haram atau makruh hendaklah dia berbicara. Namun apabila perkaranya adalah mubah,
yang selamat adalah dia diam, supaya tidak terseret ke dalam perkara yang haram atau
makruh.” (Al-Hafidz ibnu Hajar rakhimahuloh dalam Fathul Bari, 13/149)
Perhatikan ucapan Ibnul Qayyim rakhimahulloh ketika menceritakan bagaimana Iblis
la’natuloh ’alaih mengomando bala tentaranya. ”Iblis berkata kepada anak buahnya: Berjaga-
jagalah kalian pada pos lisan, karena pos tersebut adalah pos yang paling strategis. Doronglah
lisannya untuk mengucapkan berbagai perkataan yang akan merugikan yang tidak aka
menguntungkan. Halangilah hamba itu untuk membiasakan lisannya dengan hal-hal yang
bermanfaat, seperti dzikir, istighfar, mmbaca Al-Qur’an, memberi nasihat dan berbicara
tentang ilmu. Niscaya kalian akan mendapatkan dua hasil besar di pos ini, tidak usah engkau
hiraukan hasil manapun yang engkau dapatkan:
1. Dia berbicara dengan kebathilan. Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah saudara
dan penolongmu.
2. Dia berdiam diri dari kebenaran adalah saudaramu yang bisu, sebagaimana saudaramu
yang pertama tadi, hanya saja dia pandai berbicara. Barangkali saudaramu yang bisu ini
lebih bermanfaat bagi kalian. Tidaklah kalian dengar ucapan seorang pemberi nasihat:
’Orang yang bericara dengan kebatilan adalah setan yang pandai berbicara sedangkan
orang yang diam dari kebenara adalah setan yang bisu. Maka teruslah kalian berjaga di
pos ini. Pos yang dia bisa berbicara dengan kebenaran atau menahan diri dari kebatilan.
Hiasilah pembicaraan kebatilan kepadanya, dengan segala cara. Ketahuilah wahai anak-
anakkku pos lisan inilah tempat aku berhasil membinasakan anak keturunan Adam
menyeret mereka ke dala Jahannam. Betapa banyak korban yang berhasil aku bunuh, aku
tawan, atau aku lukai melaui pos ini.” (Ad-Da’u wad Dawa’ hal 154-155) Selanjutnya Iblis
berkata kepada anak buahnya: ”Gunakanlah dua senjata yang tidak akan menyebabkan
kalian kalah:
a. Lalai dan lengah. Jadikanlah hati mereka berlalu dari mengigat Alloh. Tatkala hati lalai
dari mengingat Alloh maka kalian akan mampu menguasai dan menyesatkannya.
b. Syahwat. Hiasilah syahwat itu dalam hati mereka. Tampaklah indahnya syahwat di
pelupuk mata mereka. Maka seranglah mereka dengan dua senjata itu. Kalian tidak
memiliki kesempatan yang lebih berharga untuk membinasakan mereka dibandingkan
dua kesempatan itu.” (Ad-Da’u wad Dawa’ hal 157).
Pentingnya menjaga lisan adalah kita terhindar dari suatu fitnah yang akan mengakibatkan
permusuhan, kebencian, dendam, peperangan, bahkah jika lisan itu suatu fitnah akan
menyebabkan pembunuhan dan lain sebagainya. Rasulullah Shalallohu ’alaihi wassalam
bersabda bahwa ”Selamatnya insan adalah dengan menjaga lisan”. Hal ini menjadi pengingat
bahwa kita harus berjihad sekuat tenaga dari lisan yang mencelakakan artinya kita harus
senantiasa menjaga lisan kita agar tidak menyakiti sesama, membuat orang lain terluka, yang
berdampak buruk bagi kehidupan.
Selain itu pentingnya menjaga lisan adalah kita akan terselamatkan dari sesuatu hal yang
menggugurkan amalan kita. Tanpa disadari mungkin ketika kita berbicara dengan penuh riya,
berbicara menyakiti sesama, atau berbicara penuh kesombongan maka amalan kita akan
hancur sia-sia. Misalnya kita bersedekah kemudian kita menyebut-nyebut jasa kita kepada
orang yang kita tolong maka amalan kita kan hancur. Pentingnya menjaga lisan akan tercipta
harmoni dalam kehidupan kita yaitu dengan saling menghargai, saling toleransi, saling
menjaga perasaan satu sama lain sehingga tercipta kerukunan antar sesama.
Dari Abu Hurairah Rhadiyallohu anhu bahwasanya Rasulullah Sholallohu ’alaihi wassalam
bersabda ”Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau
diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka mulyakanlah tetanggamu,
barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka mulyakanlah tamu mu”
B. Penugasan
Berdiskusi bagaimana caranya menghindari lisan yang tidak terjaga seperti ghibah, berkata
kasar, berkata tidak baik, dan menghindari cacian dan hinaan kepada orang lain.
C. Referensi
Materi Mentoring
6. Membangun Kepercayaan Diri
A. Capaian Pembelajaran
Setelah mendapatkan materi ini, peserta diharapkan mampu:
1. Memahami manfaat bergaul dengan berbagai kalangan
2. Percaya diri untuk bergaul dengan berbagai kalangan
B. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan interaski dengan orang lain dan
lingkungannya. Begaul dengan semua kalangan adalah kenutuhan manusia maka kita
dituntut untuk bersosialisasi seluas-luasnya, bergaul di berbagai macam kalangan, tanpa
punya prasangka, namun bagi seorang muslim tentu tetap harus memperhatikan adabdan
etika ketikabergaul dan bersosialisasi.
Melakukan sosialisasi dengan berbagai kalangan tentunya membutuhkan rasa percaya diri.
Percaya diri menurut Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling (2005:87)
adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada
dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Dengan demikian percaya diri
adalah sebuah pikiran yang harus dikondisikan sehingga yakin akan adanya potensi dan
kemampuan untuk melakukan sesuatu termasuk dalam bergaul.
C. Materi
1. Keutamaan bergaul dengan berbagai kalangan
Dari Ibnu ‘Umar i berkata, Rasulullah ﷺbersabda,
“Orang mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar terhadap kejahatan mereka lebih
baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar terhadap
kejahatan mereka.” (HR. At-Tirmidzi no. 2507 dan Ibnu Majah no. 4032).
Hadits ini menunjukkan keadaan mukmin itu bertingkat-tingkat, ada mukmin yang sibuk
dengan dirinya sendiri, ada yang berusaha bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Syariát
ingin menginginkan seorang mukmin berinteraksi dengan kaum mukminin lainnya bahkan
dengan nonmuslim, namun dalam bersosialisasi/ bergaul seorang mukmin bisa jadi
mengalami gangguan berupa gesekan ataupu ajakan-ajakan yang bisa membuatnya
menjauh dari nilai Islam. Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia lain bagai
mukmin yang lebih baik, seraya terus berupaya menjaga diri dalam pergaulannyaagar tidak
melanggar nilai-nilai dalam ajaran Islam
2. Manfaat bergaul dengan berbagai kalangan
a. Membuka peluang karir
Peluang karir dapat dperoleh ketika memiliki relasi yang banyak. Semakin banyak orang
yang kita kenal dengan ragam latar belakang akan membuat semakin banyak informasi yang
kita peroleh jika kita dapat memilah dan memanfaatkannya dengan baik.
b. Mendapatkan motivasi
Keberhasilan seseorang disekitar kita dalam menjalani hidup dapat menjadi pelajaran dan
motivasi bagi kita dalam menghadapi permasalahan ataupun dalam meningkatkankualitas
hidup kita.
c. Membuka kesempatan belajar
Berinteraksi dengan berbagai kalangan yang berbeda dapat membuka kesempatan untuk
mempelajari hal baru yang menarik
d. Termotivasi untuk sukses
Kesuksesan orang sekitar kita akan bisa menjadi motivasi bagi kita untuk mengejar
kesuksesan
C. Penugasan
Berdiskusi bagaimana membangun kepercayaan diri sebagai mahasiswa di kampus?
D. Referensi
Materi mentoring
7. ADAB BERBUSANA
A. Capaian Pembelajaran
Setelah mendapatkan materi ini, peserta diharapkan mampu:
1. Memahami adab berpakaian pada laki-laki dan perempuan muslim
2. Menggunakan pakaian sesuai adab dalam islam
B. Pendahuluan
Pakaian adalah salah satu nikmat, allah jadikan manusia memiliki pakaian-pakaian yang
memberikan banyak maslahah untuk manusia. “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan” (QS. Al A’raf: 32).
Karena pakaian adalah salah satu kenikmatan yang allah berikan maka tanggung jawab kita
adalah mensyukurinya dengan cara memakai pakaian sesuai aturan/ adab yang ditetapkan
dalam islam. Adanya adab berpakaian bagi seorang muslim adalah upaya memelihara
kebaikan dan kemuliaan manusia khususnya ummat Islam.
C. Materi
1. Adab Umum Dalam Berpakaian
a. Gunakan pakaian yang halal
Pakaian yang digunakan harus memperhatikan kehalalan, baik dari bahannya, halal cara
mendapatkannya serta halal harta yang digunakan untuk mendapatkan pakaian tersebut.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.
Sesungguhnya apa yang Allah perintahkan kepada orang mukmin itu sama sebagaimana
yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para Rasul,
makanlah makanan yang baik dan kerjakanlah amalan shalih’ (QS. Al Mu’min: 51). Alla
Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik yang
telah Kami berikan kepadamu’ (QS. Al Baqarah: 172
b. Tidak menyerupai lawan jenis
Tidak diperbolehkan menyerupai lawan jenis dalam bertingkah-laku, berkata-kata, dan
dalam semua perkara demikian juga dalam hal berpakaian. Laki-laki tidak boleh
menyerupai wanita, demikian juga sebaliknya. Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu,
beliau berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan
para wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari no. 5885).
Dalam riwayat lain dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhu, ia berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang kebanci-bancian dan para
wanita yang kelaki-lakian”. Dan Nabi juga bersabda: “keluarkanlah mereka dari rumah-
rumah kalian!” (HR. Bukhari no. 5886).
c. Memulai dari sebelah kanan
Hendaknya memulai memakai pakaian dari sebelah kanan. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ’anha,
ia berkata:
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam membiasakan diri mendahulukan yang kanan dalam
memakai sandal, menyisir, bersuci dan dalam setiap urusannya” (HR. Bukhari no. 168).
d. Tidak menyerupai pakaian orang kafir
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu, Rasulullah SAW bersabda:
“Orang yang menyerupai suatu kaum, seolah ia bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud,
4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, di shahihkan oleh Ahmad Syakir di
‘Umdatut Tafsir, 1/152).
Disebut menyerupai orang kafir jika suatu pakaian menjadi ciri khas orang kafir. Pakaian
yang sudah menjadi budaya keumuman orang, tidak menjadi ciri khas orang kafir, maka
tidak disebut menyerupai orang kafir walaupun berasal dari orang kafir.
e. Bukan merupakan pakaian ketenaran
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu, Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, maka Allah akan memberinya pakaian hina
pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud no.4029, An An Nasai dalam Sunan Al-Kubra no,9560, dan
dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami no.2089).
Asy Syaukani menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan haramnya memakai pakaian
syuhrah, tidak melarang suatu jenis pakaian tertentu, namun efek yang terjadi ketika
memakai suatu pakaian tertentu yang berbeda dengan keumuman masyarakat yang lain,
sehingga yang memakai pakai tersebut dikagumi orang-orang. Juga termasuk glongan ini
jika menggunakan pakaian yang dipakai dengan niat agar tenar di tengah masyarakat.
2. Adab-Adab Khusus Bagi Wanita
a. Menutup aurat wanita
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang
mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Ahzab: 59). Ulama
Hambali dan Syafi’i berpendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh, sedangkan
ulama Maliki dan Hanafi berpendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali
wajah dan telapak tangan. Sehingga dari pendapat para ulama ini, kaki, lengan, leher, dan
rambut juga termasuk aurat bagi perempuan sehingga harus ditutup tidak boleh
ditampakkan, dan berdosa jika ditampakkan.
b. Bukan sebagai perhiasan
Busana wanita Muslimah hendaknya tidak menjadi perhiasan, yang memperindah wanita
yang memakainya di depan para lelaki, sehingga menimbulkan fitnah.
“Janganlah mereka menampakan perhiasan mereka.” (QS. An-Nur:31).
c. Kainnya tebal tidak tipis dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh
Busana Muslimah hendaknya tebal dan tidak tipis serta tidak memperlihatkan lekuk-lekuk
tubuh. Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
“Rasulullah SAW pernah memakaikanku baju Quthbiyyah yang tebal. Baju tersebut dulu
dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau. Lalu aku memakaikan baju itu kepada
istriku. Suatu kala Rasulullah SAW menanyakanku: ‘Kenapa baju Quthbiyyah-nya tidak
engkau pakai?’. Kujawab: ‘Baju tersebut kupakaikan pada istriku wahai Rasulullah’. Beliau
berkata: ‘Suruh ia memakai baju rangkap di dalamnya karena aku khawatir Quthbiyyah itu
menggambarkan bentuk tulangnya’” (HR. Dhiya Al Maqdisi dalam Al Mukhtar 1/441,
dihasankan oleh Al Albani)
Dalam hadits ini Rasulullah memperingatkan Usamah agar jangan sampai bentuk tulang
Istrinya Usamah terlihat ketika memakai pakaian.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
“Ada dua golongan dari umatku yang belum pernah aku lihat: (1) suatu kaum yang memiliki
cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul orang-orang dan (2) para wanita
yang berpakaian tapi telanjang, mereka berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk
unta yang miring (seperti benjolan). Mereka itu tidak masuk surga dan tidak akan mencium
wanginya, walaupun wanginya surga tercium sejauh jarak perjalanan sekian dan sekian”
(HR. Muslim dalam bab al libas waz zinah no. 2128).
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin mengatakan: “Para ulama menjelaskan [wanita
yang berpakaian tapi telanjang] adalah wanita yang menggunakan pakaian yang pendek
yang tidak menutupi aurat. Sebagian ulama menafsirkan, mereka yang menggunakan
pakaian yang tipis yang tidak menghalangi terlihatnya apa yang ada di baliknya yaitu
kulit wanita. Sebagian ulama menafsirkan, mereka yang menggunakan pakaian yang
ketat, ia menutupi aurat namun memperlihatkan lekuk tubuh wanita yang memfitnah.”
(Fatawa Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, 2/825).
d. Tidak diberi pewangi atau parfum
Wanita tidak boleh memakai parfum atau wewangian yang bisa tercium oleh para lelaki.
“Perempuan mana saja yang mengenakan wewangian lalu melewati sekumpulan laki- laki,
sehingga mereka mencium wangi harumnya maka ia adalah seorang pezina.” (HR. Abu
Daud no.4173, Tirmidzi no. 2786. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no.323).
e. Lebar dan longgar
C. Penugasan
Berdiskusi tentang bolehkah muslimah menggunakan jilbab mengikuti mode terkini
seperti jilbab dililit lilit ditalikan ke belakang, berjilbab tapi bersolek sampai menor
D. Referensi
Sumber: https://muslim.or.id/47057-adab-adab-berpakaian-bagi-muslim-dan-muslimah.html
8. URGENSI MEMAHAMI FIQIH
A. Capaian Pembelajaran
Setelah mendapatkan materi ini, peserta diharapkan mampu:
1. Mengetahui definisi fiqh
2. Memahami sebab padanya perbedaan dalam fiqih
3. Menyikapi perbedaan dalam fiqh dengan baik
B. Bahasan Materi
1. Pendahuluan
Ketika berlibur di rumah neneknya, Fatur mengikuti shalat tarawih di masjid dekat rumah
neneknya. Ketika duduk tahiyat, Fatur melihat jari telunjuk jama’ah disebelah kirinya
berputar-putar, sedangkan seorang bapak yang berada di sebelah kanannya menggerakan
jari telunjuknya ke atas ke bawah, padahal Fatur sendiri selama ini tidak menggerakkan jari
telunjuk ketika tahiyat. Hal ini menyebakan Fatur berfikir “Kok bisa beda-beda,ya?
Sepanjang shalat Fatur tidak khusyu karena memikirkan hal itu. Belum lagi jumlah
rakaatnya, di mesjid dekat rumahnya 23 rakaat, sedangkan di mesjid ini hanya 11.
Apakah Anda pernah pernah mengalami apa yang dialami dan dirasakan Fatur? Kejadian
yang dialami Fatur adalah hal yang berkaitan dengan fiqh dan banyak ditemukan
dilingkungan sekitar kita dan perlu dipahami agar tidak menyebabkan perpecahan.
2. Pengertian
Fiqh secara bahasa artinya faham atau tahu. Fiqh itu adalah ilmu yang menerangkan hukum-
hukum syari'at Islam yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Fiqh menurut istilah: ilmu yang menerangkan hukum-hukum syari'at Islam yang diambil dari
dalil dalilnya yang terperinci. Menurut Hasan Ahmad Al-Khatib: Fiqhul Islami ialah
sekumpulan hukum syara', yang sudah dibukukan dalam berbagai madzhab, baik dari
madzhab yang empat atau dari madzhab lainnya, dan yang dinukilkan dari fatwa-fatwa
sahabat thabi'in, dari fuqaha yang tujuh di Makkah, di Madinah, di Syam, di Mesir, di Iraq,
di Bashrah.
Dilihat dari segi ilmu pengetahuan yang berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqh itu
ialah ilmu pengetahuan yang membiacarakan/membahas/memuat hukum-hukum Islam
yang bersumber pada Al-Qur'an, Sunnah dan dalil-dalil Syar'I yang lain setelah
diformulasikan oleh para ulama dengan mempergunakan kaidah ushul Fiqh. Dengan
demikian berarti fiqh itu merupakan formulasi dari Al-Qur'an dan Sunnah yang berbentuk
hukum. Hukum itu berberntuk amaliyah yang akan diamalkan oleh setiap mukallaf (orang
yang sudah dibebani/diberi tanggungjawab melaksanakan ajaran syari'at Islam, yaitu
mereka yang baligh, berakal, sadar, sudah masuk Islam).
C. Penugasan
Menurut anda bagaimana cara bertoleransi dengan orang yang berbeda dalam hal fiqih?
D. Referensi
Materi mentoring
9. Kondisi Umat Saat Ini
A. Capaian Pembelajaran
Setelah mendapatkan materi ini, peserta diharapkan mampu:
a. Mengetahui kondisi umat saat ini
b. Menyikapi fenomena kondisi umat saat ini dengan meningkatkan peran sebagai pemuda
Islam
c. Fungsi kembali kepada Al-Qur’an dan Assunah dalam mengatasi problematika umat
B. Rincian Bahasan
1. Pendahuluan
Persoalan yang dihadapi sekarang adalah tantangan kondisi umat yang semakin kompleks.
Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku
dalam mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang
semakin membuka peluang munculnya kerawanan moral dan etika. Kerawanan moral dan etika
itu muncul semakin transparan dalam bentuk pornografi dan pornoaksi karena didukung oleh
kemajuan alat-alat teknologi informasi seperti televisi, DVD/VCD, jaringan internet, hand phone
dengan pasilitas canggih dan sebagainya. Demoralisasi itu senantiasa mengalami peningkatan
kualitas dan kuantitas, seperti maraknya perjudian, minum minuman keras, dan tindakan
kriminal, serta menjamurnya tempat-tempat hiburan, siang atau malam. Akibatnya masyarakat
mengalami apa yang disebut dengan pendangkalan budaya moral dan kehilangan rasa malu.
Selain itu ditambah lagi dengan adanya Islamfobia yaitu suatu faham menjamurnya merasa
takut, fobia dengan mendengar Islam yang santer akan adanya isu gender yang tidak adil, penuh
kekangan, hukum rajam, hukum poting tangan, dan lain lain. Semakin umat ini jauh dari nilai-
nilai keislaman. Selain itu pengaruh modernisasi dimana banyak para pemuda pemudi yang
berkiblat ke barat mulai dari gaya pakaian, cara makan, pergaulan, dan berbagai faham maupun
pemikiran. Umat banyak masih awam dengan pedoman hidup yang sesungguhnya yaitu Al-
Qur’an dan Assunah yang menjadi landasan, sandaran pada setiap permasalahan hidup.
Fenomena kondisi umat saat ini sungguh memprihatinkan sehingga para pemuda pemudi perlu
menyadari kondisi ini dan segera bangkit dalam memperbaiki umat saat ini.
2. Fenomena Kondisi Umat Saat ini Meningkatkan Peran Sebagai Pemuda Islam
Kita sangat prihatin dengan kondisi umat saat ini. Umat saat ini diserang dari berbagai aspek
sehingga menganut faham kepada kejahiliyahan. Hal ini bisa kita lihat dari berbagai aspek
seperti aspek politik umat Islam banyak yang tergiur dengan politik uang, kekuasaan, jabatan
dengan cara-cara yang tidak halal. Dalam aspek ekonomi umat ini terjerat dengan berbagai
bentuk riba seperti masih menyenangi kredit beli rumah, motor, mobil dan lain sebagainya.
Dalam aspek aqidah terjebak dalam bentuk kemusyrikan modern, seperti astrologi, percaya
pada paranormal, perdukunan dan lain-lain. Sebagiamana sabda beliau Rasulullah Shalallohu
‘alaihi wassalam :
” tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad
sebelumnya, sejengkal-demi sejengkal, sehasta demi sehasta, ada orang yang bertanya, Yaa
Rasululloh mengikuti orang Persia atau Romawi ? Jawab Beliau “Siapa lagi kalau bukan
mereka ? “ (HR. Bukhari dan Abu Hurairoh)
Dalam hadist lain disebutkan
“Sesungguhnya kamu akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kamu, sejengkal-demi
sejengkal, sehasta demi sehasta bahkan masuk dalam lubang biyawak, niscaya kamu
mengikuti mereka. Kami bertanya Yaa Rasulullah orang Yahudi atau Nasrani? Jawab Nabi
Siapa lagi? (H.R Bukhari dari Abu Sa’id Al Khudri).
Berdasarkan hadits tersebut menyebutkan bahwa umat saat ini banyak mengikuti gaya hidup
orang Non Islam yang tanpa disadari diikuti sejengkal demi sejengkal bahkan sehasta demi
sehasta. Hal ini karena orang Non Islam memiliki visi dan misi meskipun tidak memurtadkan
umat Islam tapi cara, gaya hidup, pemikiran seperti gaya mereka. Hal ini seperti tercantum
dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat 120.
“ Dan orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak senang kepadamu (Muhammad) sebelum
engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk
(yang sebenarnya). “Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran)
sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah (Q.S Al Baqarah
ayat 120).
Dalam menghadapi kondisi umat saat ini peran pemuda pemudi Islam sangat dibutuhkan
dalam memperbaiki kondisi umat saat ini seperti yang dikemukakan oleh Bung Karno “
Berilah aku 10 pemuda niscaya akan aku guncangkan dunia. Hal ini mengandung ungkapan
yang sangat mendalam betapa pentingnya peran pemuda dalam kemajuan suatu bangsa. Hal
ini peran pemuda sangat penting dalam pertumbuhann ketahanan mental dan fisik manusia.
Tokoh-tokoh pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia seperti Muhammad
Hatta, Cut Nyak Dien, Pangeran Diponegoro dll merupakan tokoh pejuang bangsa. Begitu
juga kisah pemuda yang gigih mempertahankan keimanannya seperti diceritakan dalam Al-
Qur’an adalah kisah Ashhabul Kahfi yang diceritakan melarikan diri ke dalam gua karena
menolak ajaran Rajan Dikyanus untuk menyembah berhala. Kisah 7 pemuda ini yang
bersembunyi dalam gua selama 309 tahun disebutkan dalam al-Qur’an dengan kata fityah
(para pemuda) sebagai berikut
Artinya :
Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka
adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambah pula untuk
mereka petunjuk (Q.S Al Kahfi ayat 18). Berangkat dari ayat ini Imam Ibnu Katsir dalam
tafsirnya menegaskan bahwa pemuda selalu menjadi garda didepan dalam memperjuangkan
kebenaran dan melawan kebatilan. Terbukti selain itu tujuh pemuda Ashabul Kahfi, para
sahabat dan masa perjuangan dakwah Rasululloh Shalallohu ‘alaihi wassalam juga didominasi
oleh para pemuda. Sebaliknya para penentang ajaran Muhammad justru didominasi oleh
kalangan tua suku Quraisy (Ibnu katsir Tafsir Al Quranil ‘Adzim [2000] juz IX halaman 109.
3. Fungsi kembali kepada Al-Qur’an dan Assunah dalam mengatasi problematika umat
Adanya berbagai problematika umat dan menyaksiakan carut marut kondisi umat saat ini
yang menjadi landasan dan pedoman adalah untuk kembali kepada Al-Qur’an dan
Assunah. Alquran dan hadits adalah sumber pedoman hidup, dan sumber hukum dan ajaran
islam tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Alquran adalah sumber pertama dan utama yang
mengandung banyak ajaran umum. Oleh karena itu, Hadits sebagai sumber ajaran kedua
dapat menjelaskan keumuman dari Al-Qur’an itu sendiri. Fungsi tersebut antara lain
menjelaskan isi dan menerapkan metode pengajaran yang masih bersifat luas bagi manusia.
Sebagai pedoman hidup, Alquran adalah pedoman bagi seluruh umat manusia. M.Quraish
Shihab menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan tuntunan adalah tuntunan agama atau
hukum Islam, yaitu aturan yang mengatur dunia dan keselamatan hidup di masa yang akan
datang. Aturannya adalah arah jalan yang lurus.
Al-Quran dan hadits adalah aturan hidup dan sumber dari semua hukum yang harus diikuti
dalam hidup. Aturan, opini, dan perilaku apa pun tidak boleh bertentangan dengan Alquran
dan hadits. Jika ada perbedaan pendapat di antara umat Islam, termasuk para ulama, mereka
harus kembali ke Alquran dan hadits untuk mencegah umat Islam saling menuduh dan
bertentangan. Alquran dan Hadis sebagai pedoman hidup memberikan gambaran lengkap
tentang aturan hidup manusia yang dapat menciptakan kehidupan yang nyaman, bahagia
dan sejahtera. Aturan yang paling mendasar adalah bahwa setiap orang memiliki kewajiban
untuk menjaga keamanan agama, agama Allah, jiwa (hidup), akal, keturunan, dan harta
benda.
Dalam praktiknya, para ulama meyakini bahwa Alquran adalah yang utama dan hadits adalah
yang kedua. Kesepakatan tersebut didasarkan pada Alquran sebagai firman Allah, dan Hadits
berasal dari Nabi, yang merupakan makhluk atau hamba Allah, meskipun ia memiliki
beberapa kelebihan khusus lainnya. Kesepakatan mengenai kedudukan tersebut mengacu
kepada perkataan Nabi kepada Muadz bin Jabal sebagaimana berikut;
“Rasulullah SAW bersabda kepada Mu’adz bin Jabal: Bagaimana kamu akan memutuskan
perkara jika dihadapkan pada suatu persoalan hukum? Mu’adz menjawab: saya akan
memutuskannya berdasarkan kitab Allah (al-Qur’an). Rasulullah bersabda: jika kamu tidak
menjumpainya dalam al-Qur’an?. Mu’adz menjawab: maka berdasarkan pada sunnah Rasul.
Rasulullah bersabda: jika tidak menjumpainya juga dalam sunnah Rasul? Muadz menjawab:
saya akan berijtihad berdasarkan akal pikiran saya.” (HR Imam Abu Dawud).
C. Penugasan
Diskusi tentang kondisi umat saat ini di kampung halamanmu, apakah adanya toleransi antar
umat yang berbeda fiqih? Apakah berusaha menjalin persatuan dan kesatuan antar ormas
didaerahmu?
D. Referensi :
https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/peran-pemuda-bagi-bangsa-menurut-islam-
y4sZr
https://kumparan.com/rahmadhani-syahpitri/al-quran-dan-hadits-sebagai-pedoman-
hidup-1vXOA6Mbncd/full
10. Berpegang Teguh Pada Tali Allah
A. Capaian Pembelajaran
Setelah mendapatkan materi ini, peserta diharapkan mampu:
Mengetahui urgensi dan makna berpegang teguh pada tali Allah
B. Bahasan Materi
Kita seharusnya sadar bahwa perpecahan ini berbahaya bagi umat Islam. Karena Rasulullah
menggambarkan muslim itu satu tubuh, ketika satu merasakan sakit yang lain juga
merasakan nyerinya. Karena itu umat Islam selayaknya kembali bersatu dan merajut kembali
ukhuwah Islamiyah. Kewajiban ini didasarkan pada beberapa nash di dalam Al-Quran dan As-
Sunnah.
Dalam al-Quran surat Ali-Imran ayat 103, Allah berfirman yang artinya:
“Berpeganglah kalian semua pada tali (agama) Allah dan janganlah bercerai – berai.”
Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut bahwa tali Allah (habl Allah) adalah al-Quran.
Siapapun yang berpegang teguh pada al-Quran berarti berjalan di atas jalan yang lurus. Ayat
ini merupakan perintah Allah SWT kepada mereka untuk berpegang pada al- jama’ah dan
melarang mereka dari taffaruq (bercerai – berai). Dari sini terang sekali bahwa
keterceraiberaian tersebut disebabkan karena al-Quran tidak dijadikan sebagai pegangan
dalam mengatur kehidupan.
Selain itu, banyak hadist yang menyebut bentuk – bentuk praktis ukhuwah Islamiyah di
antara sesama Muslim secara individual. Di antaranya adalah larangan meng-gibah,
memfitnah, memata- matai, membuka aib, menghina, mencela, melanggar kehormatan,
membunuh, dan lain sebagainya.
Sebaliknya, banyak hadis yang justru mendorong seorang muslim bersikap lemah lembut
terhadap sesama muslim, bersahabat, berkasih sayang, saling mengucapkan salam dan
berjabatan tangan, saling mendoakan, saling mengunjungi, bersama dalam suka dan duka
serta lain sebagainya.
Atas pedoman ini, perlu kita sadari bahwa sesama muslim itu bukanlah musuh, melainkan
bersaudara. Musuh bersama saat ini adalah kaum kafir penjajah Barat, khususnya Amerika
Serikat. Pasalnya, Barat penjajah inilah yang senantiasa berusaha memecah-belah kaum
muslim untuk mereka kuasai. Tak mungkin mereka berhasil tanpa sebelumnya berhasil
memecah belah kaum muslim.
Ruhul jama’ah (semangat persatuan, kesatuan, atau kebersamaan) akan tumbuh pada umat
ini apabila mereka mau berpegang kepada ‘tali Allah’.
Allah Ta’ala berfirman,
۟ ُ ََ َ ً َ َ َْ ُ ۟ َ ْ ه
يعا َوَل تف َّرقوا ٱَّلل ج ِم
ِ وٱعت ِصموا ِبحب ِل
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai.” (QS. Ali Imran, 3: 103)
Apakah makna berpeganglah kamu semuanya kepada hablullah (tali Allah) pada ayat ini?
Ada beberapa penafsiran para ulama terhadap ayat ini, sebagai berikut:
1. Berpegang kepada hablullah maknanya adalah berpegang kepada agama Allah; penafsiran
ini dikemukakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
ه ُ َّ َ َ ُ َ ْ َ َّ َ ُ ْ َ َ
اَّلل
ِ ين ِ معناه تمسكوا ِب ِد:اس ٍ قال ابن عب
“Berkata Ibnu Abbas: ‘Maknanya berpegang teguhlah kalian kepada agama Allah’” [1]
Senada dengan penafsiran Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tersebut, Syaikh Abdurrahman
bin Nashir As-Sa’di dalam Tafsir As-Sa’di, Syaikh Muhammad Sulaiman Al-Asyqar
dalam Zubdatut Tafsir, dan Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Wajiz mengemukakan
bahwa maknanya adalah berpegang kepada agama Islam dan Al-Qur’an. Mereka
memaknainya dengan ‘Al-Qur’an’ karena terdapat beberapa hadits yang menunjukkan
kepada makna itu, diantaranya adalah hadits Al-Haris Al-A’war, dari sahabat Ali secara marfu’
mengenai sifat Al-Quran, yaitu:
ُ ِص ُاط ُه ْال ُم ْس َتق
“يم ُ”ه َو َح ْب ُل هللا ْالمت ن
َ ِ َو،ي ُ .
ِ ِ ِ
“Al-Qur’an adalah tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus.”
2. Berpegang kepada hablullah maknanya adalah berpegang kepada al-kitab (Al-Qur’an) dan
sunnah; makna seperti ini disebutkan dalam Tafsir Al-Mukhtashar, Markaz Tafsir
Riyadh; Tafsir Al-Muyassar, Kementrian Agama Saudi Arabia; Tafsir Al-Madinah Al-
Munawwarah, Markaz Ta’dhimul Qur’an).[2]
3. Berpegang kepada hablullah maknanya adalah berpegang kepada al-jama’ah; penafsiran ini
dikemukakan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
َّ َ َ َ َ ْ َ َّ َ َ ْ َ ُ َ ن
َ الط َّ َ َ َ َ ْ ْ ُ ْ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ْ َ ُ ُ ْ َ ُ ْ َ َ َ
اع ِة و ِإن ما تكرهون ِ يف الجماع ِة و،اع ِة ف ِإن َها حبل هللا الذي أمر ِب ِه عليكم ِبالجم: وقال، هو الجماعة:ود
ٍ وقال ابن مسع
َ ُْ
الف ْرق ِة
“Berkata Ibnu Mas’ud: ‘Dia (al-hablu) adalah al-jama’ah’. Ia pun berkata (menjelaskan, red):
‘Wajib bagi kalian bersatu dengan al-jama’ah (umat Islam, red), karena sesungguhnya
jama’ah merupakan tali Allah yang dengannya Allah menyampaikan perintah. Sesungguhnya
sesuatu yang kalian benci bersama jama’ah dan ketaatan adalah lebih baik dibanding
dengan sesuatu yang kalian senangi dalam kondisi perpecahan/tercerai berai”[3]
4. Berpegang kepada hablullah maknanya adalah berpegang kepada janji Allah; penafsiran ini
dikemukakan oleh Mujahid dan ‘Atha. Kalimat hablullah dengan makna tersebut diantaranya
disebutkan di dalam firman Allah Ta’ala:
اس
َّ َ ْ َ َ ِ الذ هل ُة َأ ْي َن َما ُثق ُفوا إ ََّل ب َح ْبل م َن ه
ِّ ُ ْ َ َ ْ َ ُن
ِ اَّلل وحب ٍل ِمن الن ِ ٍ ِ ِ ِ ِصبت علي ِهم
ِ
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada
tali Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.” (QS Ali Imran, 3: 112).
Konteks ayat di atas berbicara tentang orang-orang Yahudi. Mereka akan senantiasa
terkepung oleh kehinaan dan kenistaan di manapun mereka berada kecuali mendapatkan
perjanjian atau jaminan keamanan dari Allah Ta’ala atau dari manusia. Merujuk kepada
konteks ayat ini, maka makna berpegang kepada janji Allah adalah berpegang kepada
ketentuan-ketentuan yang Allah Ta’ala tetapkan kepada manusia.
Makna seperti ini senada dengan penafsiran Muqatil bin Hayyan. Ia berkata,
ه
َ اَّلل َو َط َ ْ َ َ ْ ه
اع ِت ِه ِ ِبأ ْم ِر:اَّلل أي
ِ ِبحب ِل
“Bi hablillah adalah berpegang kepada perintah Allah dan mentaatinya.” [4]
Dalam rasmul bayan madah al-i’thisham bi hablillah ini, KH. Hilmi Aminuddin
mengaitkan hablullah (tali Allah) ini dengan syahadatain (dua kalimat syahadat) yang
merupakan intisari agama-Nya, dinul Islam; ia adalah dua kalimat agung yang harus
diimplementasikan oleh hamba-hamba-Nya dengan berpegang teguh kepada kitab-Nya dan
sunnah rasul-Nya; kalimat la ilaha illa-Llah Muhammadur Rasulullah inilah yang mengikat
manusia menjadi al-jama’ah, masyarakat atau umat yang satu.
Pertama, tauhidun niyyah (kesatuan niat, motivasi, tujuan, tekad, dan keinginan) untuk
mengabdi kepada Allah Ta’ala demi menggapai keridhaan-Nya.
ِّ ُ ُ ْ نِّ ٓ ُ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ َ ه َ ُ ْ ً ه
َ ٱلد
ين قل ِإّن أ ِمرت أن أعبد ٱَّلل مخ ِلصا له
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (QS. Az-Zumar, 39: 11)
Kedua, tauhidul ‘aqidah (kesatuan iman, keyakinan, dan millah): Rabb mereka adalah
Allah Ta’ala dan agama mereka adalah Islam; agama tauhid.
ُ ُ ْ َ ْ ُ ُّ َ ۠ َ َ َ ً َ َ ً َّ ُ ْ ُ ُ َّ ُ ٓ َ َّ
ِ ِإن ه َٰ ِذ ِهۦ أمتكم أمة َٰو ِحدة وأنا ربكم فٱعبد
ون
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku
adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiya, 21: 92)
Kata ummah dalam ayat ini bermakna millah (agama).[5] Umat Islam sepanjang zaman
memiliki millah atau aqidah yang sama yakni agama tauhid.
Ketiga, tauhidul fikrah (kesatuan pemikiran, gagasan, ide, konsep, opini, atau pandangan)
dengan landasan iman. Mereka memandang al-haqa’iqul kubra (berbagai persoalan besar)—
yakni: al-uluhiyyah (ketuhanan), ar-risalah (kerasulan), al-‘ibadah (ibadah), al-kaunu (alam), al-
insan (manusia), dan al-hayah (kehidupan)—dengan al-bashair (pengertian, pengetahuan, dan
kecerdasan) yang dilandasi wahyu.
“Katakanlah: ‘Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang
yang musyrik’”. (QS, Yusuf, 12: 108)
Keempat, tauhidul kalimah (kesatuan kata), yakni berupaya menjunjung tinggi kalimat Allah,
menjalankan nilai-nilai Al-Qur’an, dan menegakkan agama Islam.
Allah Ta’ala berfirman,
ُ َ َ َ َ َ ِّ
ين َوَل تتف َّرقوا ُ يَس َأ ْن َأق
يموا الد َ وس َو ِع َ وحا َو هالذي َأ ْو َح ْي َنا إ َل ْي َك َو َما َو َّص ْي َنا به إ ْب َراه
َ يم َو ُم
ِ
ِّ َ ْ ُ َ َ َ َ ْ
ً الدين َما َو ََّّص به ُن شع لكم ِمن
ِ ِ ِ ِِ ِ ِِ ِ
يه
ِ ِف
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya.” (QS. Asy-Syura, 42:13)
Yang dimaksud dengan menegakkan agama Islam di sini adalah mengesakan Allah Subhaanahu
wa Ta’aala, beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta
menaati segala perintah dan menjauhi larangan-Nya atau menegakkan semua syariat baik
yang ushul (dasar) maupun yang furu’ (cabang), yaitu kamu menegakkannya oleh dirimu dan
berusaha menegakkannya juga pada selain dirimu serta saling bantu-membantu di atas kebaikan
dan takwa. Agar agama dapat tegak secara sempurna. Termasuk di antara sarana berkumpul di
atas agama dan tidak berpecah adalah apa yang diperintahkan syari’ (Allah dan Rasul-Nya) untuk
berkumpul di waktu haji, pada hari raya, shalat Jum’at dan jamaah, berjihad dan ibadah-ibadah
lainnya yang tidak mungkin sempurna kecuali dengan berkumpul bersama dan tidak berpecah
belah.[6]
Kelima, tauhidul ummah (kesatuan kelompok, kaum, dan komunitas). Allah Ta’ala berfirman,
ْ َ َ َ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ ََْ َََْ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َُْ ُ َ ه
اب لكان خ ْ ًيا ل ُه ْم ِمن ُه ُم ْ َ ْ َ ُ ْ َ ت ل َّلنْ َ ْ ُ َّ ُ ْ َ ْ ُ ْ ُ
ِ اَّلل ولو آمن أهل ال ِكت ِ اس تأم ُرون ِبالمع ُر
ِ وف وتنهون ع ِن المنك ِر وتؤ ِمنون ِب ِ ِ كنتم خ َي أم ٍة أخ ِرج
َ ُ َ ْ ُ ُ ُ ََ ْ َ َ َ ُ ْ ُ ْ
اسقون ِ المؤ ِمنون وأكيهم الف
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran, 3: 110)
Keenam, tauhidul harakah (kesatuan gerak perjuangan). Hal ini sebagaimana difirmankan oleh
Allah Ta’ala,
َ ُ ُ َ َ َٰ َ َّ َ ُ ْ ُ َ َ َٰ َ َّ َ ُ ُ َ َ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َُْ ْ َ ُ ٓ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ ُ َٰ َ ْ ُ ْ َ َ ُ ْ ُ ْ َ
يعون وف وينهون ع ِن ٱلمنك ِر وي ِقيمون ٱلصلوة ويؤتون ٱلزكوة وي ِط ِ ض يأم ُرون ِبٱلمع ُر
ٍ وٱلمؤ ِمنون وٱلمؤ ِمن ت بعضهم أو ِلياء بع
ٌ ٱَّلل َعز ٌيز َحك
يم ُ ول ُه ٓۥ ُأ ۟و َل َٰٓ ئ َك َس َ ْي َح ُم ُه ُم ه
َ ٱَّلل إ َّن ه َ ُ ََ َه
ٱَّلل ورس
ِ ِ ِ ِ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi
penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah
dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-
Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. At-Taubah, 9: 71)
C. Penugasan :
Bagaimana seorang mahasiswa agar senantiasa berpegang teguh pada tali Allah?
D. Referensi
[1] Lihat: Tafsir Al-Baghawi, Darut Thaybah, 1997, juz 2, hal. 103.
[2] Lihat: www.tafsirweb.com
[3] Lihat: Tafsir Al-Baghawi, Darut Thaybah, 1997, juz 2, hal. 103.
[4] Ibid.
[5] Lihat: Kamus Kosakata Al-Qur’an, Drs. Muhammad Thalib, Uswah, Yogyakarta.
[6] Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an, Ust. Marwan Hadidi bin Musa.
[7]http://voa.islam.com/read/citizensallah/#sthash.sp30AYFw.dpbs
11. Mengenal sahabat Rasulullah: Abdullah Bin Jahsy RA
A. Capaian Pembelajaran
Setelah mendapatkan materi ini, peserta diharapkan mampu:
Mengenal sahabat Rasulullah: Abdullah Bin Jahsy RA
B. Bahasan Materi
Abdullah bin Jahsyi memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-
Arqam sebagai pusat dakwah. Karena itu, ia termasuk di antara sahabat yang pertama masuk
Islam, Assabiqunal Awwalun.
Ketika Rasulullah membentuk Laskar Islam, beliau memilih delapan orang yang dipandang
mampu dalam berperang. Di antara mereka adalah Abdullah bin Jahsyi dan Sa'ad bin Abi
Waqqash. Dalam kelompok Abdullah bin Jahsyi terpilih sebagai pimpinan. Sebuah bendera
diikatkan oleh Rasulullah di tongkatnya dan diserahkan kepada Abdullah. Itulah bendera Islam
pertama dan Abdullah bin Jahsyi memegangnya. Karena itu, ia dikenal orang untuk pertama kali
sebagai Amirul Mukminin.
Abdullah Bin Jahsyi merupakan salah satu sahabat Nabi yang gugur sebagai Syuhada
dalam perang Uhud pada 22 Maret 625 M. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Jahsy bin Riab
bin Ya’mar bin Shabrah. Beliau merupakan teman sepermainan Nabi Muhammad SAW ketika
mereka masih kecil. Bisa dibilang keduanya masih satu angkatan. Ibu dari Abdullah bin Jahsy
adalah bibi Rasulullah saw bernama Umaymah binti Abdul Muthalib. Jadi selain teman bermain
di antara keduanya terjalin hubungan darah.
Rumah Abdullah bin Jahsy yang berada di pinggiran Masjidil Haram, memungkinkan
keduanya dapat bermain sambil melihat praktik peribadatan orang-orang zaman Jahiliyah.
Ketika beranjak remaja baik Abdullah bin Jahsy maupun Muhammad, seringkali
mempertanyakan dan menolak praktik peribadatan yang dilakukan masyarakat mereka pada
waktu itu. Begitulah keterangan yang ditulis Fathi Fauzi dalam bukunya Mawaqif fi Hayat al-
Rasul Nuzilat fihi Ayat Quraniyyah.
Atas dasar inilah tatkala Muhammad saw diangkat menjadi Rasul, karib kerabat terdekat
yang mengenal betul kepribadiannya langsung menerima ajakan beliau untuk memeluk Islam.
Tidak berbeda dengan Abdullah bin Jahsy, ia pun termasuk orang yang paling awal menyatakan
dua kalimat syahadat bersama saudara-saudaranya Ubaidillah, Abu Ahmad, dan Zainab.
Ketika Rasulullah mengizinkan para sahabat untuk hijrah ke Madinah, Abdullah bin Jahsyi
tercatat sebagai orang kedua yang hijrah setelah Abu Salamah. Bagi Abdullah, hijrah ke Madinah
bukanlah pengalaman baru. Sebelumnya ia pernah hijrah ke Habasyah. Hanya saja, kali ini ia
bersama istri, anak-anak dan keluarga terdekatnya.
Ketika Rasulullah membentuk Laskar Islam, beliau memilih delapan orang yang dipandang
mampu dalam berperang. Di antara mereka adalah Abdullah bin Jahsyi dan Sa'ad bin Abi
Waqqash.
Dalam kelompok tersebut akhirnya terpilihlah Abdullah bin Jahsyi sebagai pimpinan.
Sebuah bendera diikatkan oleh Rasulullah di tongkatnya dan diserahkan kepada Abdullah. Itulah
bendera Islam pertama dan Abdullah bin Jahsyi memegangnya. Karena itu, ia dikenal orang
untuk pertama kali sebagai Amirul Mukminin.
Ketika Rasulullah mengizinkan para sahabat untuk hijrah ke Madinah, Abdullah bin Jahsyi
tercatat sebagai orang kedua yang hijrah setelah Abu Salamah. Bagi Abdullah, hijrah ke Madinah
bukanlah pengalaman baru. Sebelumnya ia pernah hijrah ke Habasyah. Hanya saja, kali ini ia
bersama istri, anak-anak dan keluarga terdekatnya.
Ketika Rasulullah membentuk Laskar Islam, beliau memilih delapan orang yang dipandang
mampu dalam berperang. Di antara mereka adalah Abdullah bin Jahsyi dan Sa'ad bin Abi
Waqqash.
Dalam kelompok tersebut akhirnya terpilihlah Abdullah bin Jahsyi sebagai pimpinan.
Sebuah bendera diikatkan oleh Rasulullah di tongkatnya dan diserahkan kepada Abdullah. Itulah
bendera Islam pertama dan Abdullah bin Jahsyi memegangnya. Karena itu, ia dikenal orang
untuk pertama kali sebagai Amirul Mukminin.
Ketika terjadi Perang Badar, Abdullah ikut berjuang bersama kaum Muslimin. Selang
setahun setelah perang Badar, terjadilah perang uhud tepatnya pada tahun 3 H. Dalam
peperangan itu, ia cedera cukup parah. Beliaupun ikut dalam Perang Uhud. Para sahabat
menemukan jasad Abdullah bin Jahsyi gugur seperti doanya. Hidung dan telinganya buntung,
dan tubuhnya tergantung pada seutas tali. Allah memuliakannya dengan pahala syahid bersama
Hamzah bin Abdul Muthalib. Keduanya gugur dan dimakamkan dalam satu liang lahat. Wallahu
A’lam.
C. Penugasan
Apa teladan dari sahabat Rasulullah SAW tersebut (Abdullah Bin Jahsy RA?
D. Referensi :
https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2020/08/biografi-dan-kisah-abdullah-bin-jahsyi-
sahabat%20Nabi%20Pertama%20yang-dipanggil-amirul-mukminin.html