PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bermula dari sepotong lisan berbagai kerusuhan menjadi berlarut-larut. Sampai
ada pepatah yang mengatakan "Mulutmu Harimaumu" atau " Ajining diri ono ing lathi".
Dari ketergelincirnya lisan maka berbagai problem diri maupun sosial menjadi
mengemuka.
Salah satu bentuk kejahatan lisan yang termasuk dosa besar adalah namimah
atau adu domba. Seperti provokator yang senantiasa mencari korban agar mempercayai
tiap ucapannya, begitu pula namimah. Ia mencari korban dengan lisan tajamnya. Ketika
kita tidak jeli dalam menangkapnya maka jelas kita sudah masuk perangkapnya. Atau
dalam kasus yang lain kita kadang tidak merasa telah menyebarkan fitnah, sebagai
pelaku namimah sendiri. Maka perlu pemahaman batasan dalam perkataan agar tidak
dikategorikan namimah.
Di antara bentuk namimah yang paling buruk adalah hasutan yang dilakukan
seorang lelaki tentang istrinya atau sebaliknya, dengan maksud untuk merusak
hubungan suami istri tersebut. Demikian juga adu domba yang dilakukan sebagian
karyawan kepada teman karyawannya yang lain. Misalnya dengan mengadukan ucapan-
ucapan kawan tersebut kepada direktur atau atasan dengan tujuan untuk memfitnah dan
merugikan karyawan tersebut. Semua hal ini hukumnya haram.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah antara lain:
1. Bagaimana definisi namimah?
2. Contoh perilaku bahaya Namimah dan Namimah yang diperbolehkan ?
C, Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan yang disusun dalam makalah ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui definisi namimah,
2. Contoh perilaku bahaya namimah dan Namimah yang diperbolehkan, dan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Namimah
1. Penyelewengan Lidah
Lidah termasuk nikmat Allah SWT yang sangat besar bagi manusia. Kebaikan
yang diucapkannya melahirkan manfaat yang luas, dan kejelekan yang dikatakannya
membuahkan ekor kuburukan yang panjang. Barang siapa yang mengumbar lidahnya
dan melepaskan kekang yang mengendalikannya, maka syaithan akan masuk untuk
memanfaatkannya, sehingga dia akan terperosok kedalam jurang curam yang sangat
berbahaya.
Siapa pun tidak akan selamat dari kejahatan lidah, kecuali bila dia mengikatnya
dengan kedali syar’i, sehingga tidak berbicara kecuali tentang hal yang bermanfaat
di dunia dan akhirat. Lidah bisa membuat anggota-anggota tubuh melakukan maksiat,
karena tidak sulit untuk menggerakannya dan tidak sulit untuk mempergunakannya. Dia
adalah alat paling penting yang bisa dimanfaatkan oleh syaitan dalaam menjerumuskan
mannusia ke jurang kenistaan.
Kedua mata amalnya sangat terbatas pada memandang, kedua telinga fungsinya
hanya mendengar, dan tangan hanya bisa menyentuh, sedangkan lidah sekali pun kecil,
mampu menjangkau segala sesuatu babik yang hak maupun yang batil, meolak atau
menerima, taat atau maksiat, iman atau kafur.
Apakah yang terdapat diantara dua janggut adalah lidah, sedangkan yang
terdapat diantara dua kaki adalah faraj. Terkadang seseorang mengucapkan kata tanpa
dipikirkan sebelumnya, sehingga melahirkan kerugian. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:” sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata
tanpa dipikirkan yang menyebabakan dia tergelinncir kedalam neraka yang jaraknya
lebih jauh antara timur dan barat”
Seluruh anggota badan manusia menuntut lidah agar istiqomah pada kebenaran
dan tidak menyeleweng. Ingatlah wahai saudaraku sesungguhnya lidah itu mempunyai
dua macam penyelewengan. Bila dia lolos dari penyelewengan pertama maka dia tidak
akan bersih dari yang kedua, yaitu penyelewengan dalan berbicara dan penyelewengan
ketika diam. Kadangkala yang kedua biasa lebih patal dari pada yang pertama. Diam
dari kebenaran adalah syaithan yang bisu, dia maksiat kepada Allah SWT. dan
menentangnya serta tertipu.
Para sahabat telah mengetahui bahaya lidah, maka mereka mempergunakannya dalam
kebaikan dan memeliharanya dari kejelekan. Abu bakar syidiq menunjuk lidahnya, lalu
berkata:” inilah yang mengakibatkan timbulnya dosa”
Hakim mengatakan bahwa ada enam hal yang dimiliki oleh lidah yaitu:
1. Marah karena segala hal
2. Berbicara yang tidak manfaat
3. Memeberi bukan pada temmpatnya
4. Menyebarkan kejelekan kepada setiap orang
5. Percaya kepada setiap manusia
6. Tidak mengenal kawan dari pada musuhnya
Memang tidak ada yang lebih pantas dipenjara daripada lidah. Lidah merupakan
anggota tubuh yang sangat vital dalam melaksanakan dosa. Apabila kita merasa risi
dengan perbuatan dosa lidah maka lebih baik kita diam saja. Sebagimana sabda Nabi
SAW:
Artinya:
“ barang siapa beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaknya dia berbicara
yang baik atau diam “
Inilah hadits yang shaheh yang menjelaskan bahwa kita tidak pantas berbicara
kecuali pembicaraan yang baik yang mengandung manfaat.
2. Pengertian Namimah
Namimah atau adu domba dalam bahasa Arab berasal dari kata al
namimah yang berarti penyebar fitnah. Makna secara etimologinya adalah
memindahkan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak yang
menyebabkan terputusnya suatu ikatan yang telah terjalin, serta yang menyulut api
kebencian dan permusuhan antar sesama manusia.
Namimah adalah mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan
merusak salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan, serta yang menyulut
api kebencian dan permusuhan antar sesama manusia sering kita menyebutnya adu
domba. Allah SWT. mencela pelaku perbuatan tersebut dalam firman-Nya :
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang
banyak mencela, yang kian kemari menghambar fitnah”
(Al Qalam : 10-11).
Dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan Hudzaifah Radhiallahu’anhu disebutkan
:
“Tidak akan masuk surga bagi Al Qattat (tukang adu domba]”
[HR Al Bukhari, lihat Fathul Bari :10/472].
A. Kesimpulan
Dari pembahasan terdahulu dapat kami tarik kesimpulan bahwa namimah
merupakan akhlaq madzmumah (akhlak tercela) yang hendaknya kita hindari. Secara
sederhana memang sukar melepaskan diri darinya. Karena kebencian muncul dari
orang-orang yang menghancurkan tali silaturrahim yang telah terjalin. Otomatis
perpecahanlah yang akhirnya terjadi.
Cara Berhadapan dengan Orang yang Melakukan Namimah
Para ulama menjelaskan enam sikap yang wajib kita lakukan bila berhadapan dengan
orang yang melakukan namimah.
1. Tidak membenarkan apa yang disampaikannya, karena persaksiannya tertolak. Al-
Qur’an menyebut orang semacam itu dengan sebutan fasik.
2. Melarangnya dari namimah, karena melarang kemunkaran itu wajib.
3. Membencinya karena Allah, karena ia telah maksiat; dan membenci orang yang
maksiat itu wajib.
4. Tidak berburuk sangka terhadap saudara kita yang diceritakannya, karena
berburuk sangka terhadap sesama muslim itu haram.
5. Tidak mencari-cari keterangan untuk menemukan kesalahan orang lain, karena
Allah melarang perbuatan tersebut.
6. Apa yang tidak disukai oleh manusia dari namimah jangan sampai kita lakukan,
dan jangan pula menyebarkan apa yang disampaikan oleh orang yang berbuat
namimah kepada siapa pun.