Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat, Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusun makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat
manusia.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an dan juga
untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang
semoga bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin.
Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan
masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini
mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata
Kuliah Ulumul Qur’an yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..2
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………………………….............3
A. Latar Belakang………………………………………………………………………...3
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………..3
BAB II
PEMBAHASAN…………………….……………………………………………...................4
A. Definisi Aqsamul Qur’an……………………………………………………………...4
C. Unsur-unsur Qasam/aqsam……………………………………………………………5
D. Macam-macam Aqsam………………………………………………………………..8
BAB III
PENUTUP………………………………………………………………………………...….11
A. Kesimpulan……………………………………………………………………..……11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..……………12
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menghadapi kebenaran dan agamam manusia itu berbeda dalam cara
menerima, menghayati dan mengamalkannya. Bagi orang yang bersih jiwanya dan
tidak dikotori hawa nafsunya, mereka siap menerima kebenaran agama dengan
tauhid atau sumpah. Sebaliknya, bagi orang yang jiiwanya dikotori hawa nafsu,
kebathilan dan tipuan setan, mereka tidak akan mau menerima kebenaran agama.
Mereka menerima kebenaran agama setelah jiwanya dimasuki bentuk-bentuk
ungkapan yang menenangkan jiwa, baik diberi penguat (tauhid) ataupun sumpah
(qosam).
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka kami merasa perlu membahas
tentang Aqsam Al-Qur’an dengan membatasi pembahasan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Aqsamul Al-Qur’an?
2. Bagaimana sejarah perkembangan Aqsamul Qur’an?
3. Apa saja unsur-unsur Aqsamul Qur’an?
4. Apa saja macam-macam Aqsamul Al-Qur’an?
5. Apa tujuan dan faedah Aqsam dalam Al-Qur’an?
6. Bagaimana pendapat para ulama mengenai Aqsamul Qur’an?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
B. Sejarah Perkembangan Aqsamul Qur’an
Kesediaan jiwa pribadi bagi setiap individu dalam menerima dan
membenarkan sesuatu serta patuh. Menurut perintah Allah swt, berbeda-beda. Jiwa
bersih yang fitrahnya tidak dikotori dengan najis atau tidak ternoda oleh kejahatan,
maka hati orang ini lebih terbuka untuk menerima petunjuk dengan kata lain bahwa
jiwa yang seperti inilah yang cepat menangkap huda (petunjuk) Allah swt yang jatuh
kepadanya sekalipun petunjuk tersebut yang sampai kepadanya hanya sepintas.
Adapun jiwa yang diselubungi oleh awan kejahilan serta ditutupi oleh kegelapan
bathil atau gelapnya kebathilan, maka hati orang seperti ini tidak akan bersedia
menerima kebenaran agama atau tidak akan tergugah hatinya kecuali dipaksakan
sampai timbul kegoncangan.
Sumpah yang ada dalam Al-Qur’an cukup meliputi berbagai hal di alam jagad
raya ini. Tampil sebagai persoalan yang tidak semata-mata benar, akan tetapi juga
merupakan berita besar yang harus dipercayai, sebab akan mendatangkan
kemaslahatan dan kebahagian di dunia dan akhirat. Oleh karena itu , ulama sepakat
bahwa sumpah sang kholiq dengan makhlukya antara lain dimaksudkan untuk
mengagungkan tema sumpah tersebut, termasuk sebagai kesiapan jiwa dalam
menerima kebenaran dan tunduk terhadap cahaya-Nya.
C. Unsur-unsur Qasam/Aqsam
Lahirnya suatu sumpah mengharuskan adanya unsur - unsur yang
mendukungnya, yaitu hal - hal yang dengannya terbentuk sumpah Allah. Tanpa adanya unsur
- unsur dimaksud maka tidak dapat disebut dengan sumpah Allah. Menurut Ahmad Syadzali
sedikitnya terdapat tiga unsur yang harus dipenuhi jika dikehendaki suatu ucapan menjadi
sebuah sumpah, yaitu: fi’il yang dimuta’addikan atau ditransitifkan dengan “ba”, muqsam bih
dan muqsam ‘alaih.[4]
Artinya:
Namun kadang kala dalam satu ayat langsung disebutkan dengan wawu ( )وpada isim zahir.
5
Seperti firman Allah yang berbunyi:
Artinya:
Sedangkan khusus lafadz al-jalalah yang digunakan untuk pengganti fi’il qasam adalah huruf
ta seperti dalam firman Allah SWT:
Artinya:
“Demi Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu
sesudah kamu pergi meninggalkannya. (QS. Al-Anbiya: 57)
2. Muqsam bih
Muqsam bih ialah lafadz yang terletak sesudah adat qasam yang dijadikan sebagai sandaran
dalam bersumpah yang juga disebut sebagai syarat. sesuatu yang dijadikan sumpah oleh
Allah dalam al-Qur’an ada kalanya dengan memakai nama yang Agung (Allah), dan ada
kalanya dengan menggunakan nam-nama ciptaanNya. Qasam dengan menggunakan nama
Allah dalam al-Qur’an hanya terdapat dalam tujuh tempat yaitu:[6]
53(ُ َُو َماُأَ ْنت ْمُ ِبم ْع ِج ِزين َ ) َو َي ْستَ ْن ِبئونَكَ ُأَ َح ٌّقُه َوُق ْلُ ِإ
َ يُو َر ِبيُ ِإنههُلَ َح ٌّق
6
Artinya:
7(ُِير َ ىُو َر ِبيُلَت ْب َعث هنُث همُلَتنَبهؤ هنُ ِب َماُ َع ِم ْلت ْم
ُوذَلِكَ ُ َعلَُ ه
ٌ ىَُّللاُِيَس َ َ)زَ َع َمُالهذِينَ ُ َكفَرواُأ َ ْنُلَ ْنُي ْبعَثواُق ْلُبَل
Artinya:
Selain pada tujuh tempat dia tas, Allah memakai qasam dengan nama-nama ciptannya seperti
dalam firman Allah SWT:
Artinya:
3. Muqsam ‘alaih
muqsam ‘alaih kadang juga disebut jawab qasam. Muqsam ‘alaih merupakan suatu
pernyataan yang datang mengiringi qasam, berfungsi sebagai jawaban dari qasam. Posisi
muqsam ‘alaih terkadang bisa menjadi taukid, sebagai jawaban qasam. Karena yang
dikehendaki dengan qasam adalah untuk mentaukidimuqsam ‘alaih dan mentahkikannya.[7]
Jawab qasam itu pada umumnya disebutkan atau dizahirkan, misalnya firman Allah:
ُ َ)ُو ِإ هنُالدِين َ َ)ُ ِإنه َماُتو َعدونَ ُل4(ُ)ُفَ ْالمقَ ِس َماتُِأَ ْم ًرا3(ُار َياتُِيس ًْرا
ٌ صا د
َ 5(ُِق ِ )ُفَ ْال َج2(ُام ََلتُِ ُِو ْق ًرا
ِ )ُفَ ْال َح1(َُوالذه ِار َياتُِذَ ْر ًوا
6(ُ)لَ َوا ِق ٌع
Artinya:
“Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan kuat * dan awan yang mengandung hujan *
dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah * dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi
urusan * Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar * dan Sesungguhnya (hari)
pembalasan pasti terjadi.” (QS. Adz-Dzariyat: 1-6)
7
namun terkadang ada juga yang dihilangkan, sebagaimana jawab “lau” (jika) sering dibuang,
seperti firman Allah:
Artinya:
”Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin”. (QS. At-
Takasur: 5)
Penghilangan seperti ini merupakan bentuk/uslub penghilangan yang paling baik, sebab
menunjukkan kebesaran dan keagungan-Nya. Dan takdir ayat ini adalah: “Seandainya kamu
mengetahui apa yang akan kamu hadapi secara yakin, tentulah kamu akan melakukan
kebaikan yang tidak terlukiskan banyaknya”.[8]
Alasan lain, muqsam ‘alaih atau jawab qasam dihilangkan / dibuang karena sebagai
berikut:[9]
Pertama; di dalam muqsam bih nya sudah terkandung makna muqsam ‘alaih. Contoh jenis ini
dapat dilihat misalnya dalam ayat yang berbunyi:
Artinya:
“Tidak aku bersumpah dengan hari kiamat dan tidak aku bersumpah dengan jiwa yang
banyak mencela” (QS. Al- Qiyamah: 1 - 2)
Kedua; qasam tidak memerlukan jawaban karena sudah dapat dipahami dari redaksi ayat
dalam surat yang terdapat dalam al-Qur’an. Contoh jenis ini dapat dilihat misalnya dalam
ayat yang berbunyi:
Artinya:
“Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap).”
(QS. Ad-Dhuha: 1-2)
Untuk fi’il madli yang muttasharif yang tidak didahului ma’mul, maka jawab qasamnya
sering kali menggunakan “lam” atau “qad”
َ ) َوقَدُْخ
10(َُابُ َم ْنُدَسهاهَا
Artinya:
8
D. Macam-macam Qasam
Bahwa Allah dapat bersumpah secara bebas yang artinya dengan siapapun dan
dengan apapun juga, Dia tak terhalang dengan bersumpah. Akan tetapi manusia tidak
diperkenankan bersumpah kecuali atas nama Allah saja. Dalam hal ini, menurut Manna’ al -
Qhattan sumpah terbagi dalam dua macam, adakalanya Zahir (jelas) dan adakalanya Mudmar
(tidak jelas). Adapun macam qasam tersebut yaitu :[10]
1. Zhahir, ialah sumpah di dalamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih. Dan
diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, sebagaimana pada umumnya, karena
dicukupkan dengan huruf jar berupa ba, wawu, dan ta.
2(ُ)ُو ََلُأ ْقسِمُ ِبالنه ْف ِسُالله هوا َم ِة ْ ) ََلُأ ْقسِمُ ِبيَ ْو ِم
َ 1(ُُال ِقيَا َم ِة
Artinya:
“Tidak aku bersumpah dengan hari kiamat dan tidak aku bersumpah dengan jiwa yang
banyak mencela” (QS. Al- Qiyamah: 1 - 2)
Dikatakan “la” di dua tempat ini adalah “la” nafi yang berarti tidak, untuk menafikan sesuatu
yang tidak disebutkan yang sesuai dengan konteks sumpah. Dan takdir (perkiraan arti) nya
adalah: “Tidak benar apa yang kamu sangka, bahwa hisab dan siksa itu tidak ada” Kemudian
baru dilanjutkan dengan kalimat berikutnya: “Aku bersumpah dengan hari kiamat dan dengan
nafsu lawwamah, bahwa kamu kelak akan dibangkitkan”. Dikatakan pula bahwa “la” tersebut
untuk menafikan qasam, seakan - akan Ia mengatakan: “Aku tidak bersumpah kepadamu
dengan hari itu dan nafsu itu. Tetapi aku bertanya kepadanya tanpa sumpah, apakah kamu
mengira bahwa kami tidak akan mengunpulkan tulang belulangmu setelah hancur berantakan
karena kematian.?”
Sungguh masalahnya teramat jelas, sehingga tidak lagi memerlukan sumpah”, tetapi
dikatakan pula, “la” tersebut zaidah (tambahan). Pernyataan jawab qasam dalam ayat di atas
tidak disebutkan tetapi telah ditunjukkan oleh perkataan yang sesudahnya. Takdirnya adalah:
“Sungguh kamu akan dibangkitkan dan akan dihisab.”
2. Mudhmar ialah yang di dalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam
bih, tetapi ia ditunjukkan oleh “lam taukid” yang masuk ke dalam jawab qasam.
9
ُواُوتَتهقُواُفَإِ هن
َ ص ِبر ْ َاُو ِإ ْنُت
َ يرً ُِو ِمنَ ُالهذِينَ ُأ َ ْش َركواُأَذًىُ َكث
َ ُم ْنُقَ ْب ِلك ْم
ِ َاب ْ ُمنَ ُالهذِينَ ُأوت
َ واُال ِكت َ ُوأَ ْنفسِك ْم
ِ ُولَتَ ْس َمعُ هن َ لَت ْبلَو هنُفِيُأ َ ْم َوا ِلك ْم
186(ُور ْ ُم ْنُ َع ْز ِم
ِ ُاَلم ِ َ)ذَلِك
Artinya:
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamusungguh-
sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelumkamu dan dari orang-
orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyakyang menyakitkan hati. jika
kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnyayang demikian itu termasuk urusan yang
patut diutamakan.”(QS. Ali Imran: 186)
10
F. Pendapat Para Ulama tentang Aqsamul Qur’an
Ulama berbeda pendapat tentang maksud qasam :
a. Menurut Al-qottan qasam dan yamin adalah dua kata sinonim, memiliki dua kata
yang sama, qasam didefinisikan sebagai mengingatkan jiwa (hati) untuk tidak
melakukan sesuatu, dengan suatu makna yang dipandang besar, agung, baik
secara haqiqi maupun I’tiqody oleh orang yang bersumpah itu. Bersumpah
dinamakan juga dengan Yamin (tangan kanan), karena orang arab ketika sedang
bersumpah memegang tangan kanan sahabatnya.
b. Menurut Abu al-qosim al-Qusyairy menerangkan bahwa rahasia Allah swt
menyebutkan kalimat “qosam” atau sumpah dalam hal ini , kalimat “qasam”
memiliki dua keistimewaan , yaitu pertama sebagai “syahadah” atau persaksian
serta penjelasan dan kedua sebagai “qasam” atau sumpah itu sendiri.
c. Menurut al-Jurnani seperti yang dikutip oleh Hasan Mansur Nasution sumpah
adalah sesuatuyang dikemukakan untuk menguatkan salah satu dari dua berita
dengan menyebutkan nama Allah swt atau sifatnya.
d. Menurut Miftah Faridl dan Agus Syihabudin sumpah adalah salah satu alat
taukid yang cukup efektif di dalam kelaziman perhubungan atau komunikasi.
11
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Seperti yang telah dikemukakan di atas, sumpah adalah salah satu cara al-
Qur’an menguatkan informasinya. Dan disamping itu, qasam juga merupakan
salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat
kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Al-Qur’an diturunkan untuk seluruh manusia
dan manusia mempunyai sikap yang bermacam –macam terhadapnya. Karena itu ,
dipakailah qasam dalam kalamullah guna menghilangkan keraguan, melenyapkan
kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar dan menetapkan hukum
dengan cara yang paling sempurna.
12
DAFTAR PUSTAKA
Izzan, Ahmad, Ulumul Qur’an, tafakur, Bandung 2005,Djalal, Abdul, Ulumul
Qur’an, Dunia ilmu , Surabaya 1998Al-Jauziyyah, Al-Qayyim, al-Tibyan fi Aqsam al-
Qur’an
Diterjemahkan oleh Asep Saifullah dan Kamaluddin Sa’diyatulharamain
dengan judul Sumpah Dalam Al-Qur’an, (Cet. I; Jakarta: Pustaka Azzam,2000)
Http://myrealblo.blogspot.com/2015/II/ulumul-quran-ilmu-aqsamil-
quran.html?m=I
https://kamaloddey.blogspot.com/2014/07/aqsam-al-quran.html?m=I
13