Anda di halaman 1dari 2

NIKMAT DUNIA. ANUGERAH ATAU UJIAN ?

Dari Uqbah bin ‘Amir, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“‫ب فوإ إننوماَ ههوو إإيستإيدوراجج‬


ِ‫صييإه وماَ يهإح ب‬ ‫”إإوذا ورأويي و‬
‫ت او يهيعإطيي الوعيبود إمين البِدينوياَ وعولىَ وموعاَ إ‬

“Apabila engkau melihat Allah Ta’ala memberikan nikmat dunia yang disukai oleh
seorang hamba, padalah ia suka bermaksiat, maka itu adalah istidraj”

Sudah menjadi fitrah manusia, berkeinginan suksesnya segala urusan dunia. Betapa
tidak, sungguh bahagia ketika pintu rezeki dan sumber penghidupan terbuka, anak-anak
sukses di bidangnya, segala keinginan terpenuhi, hingga serasa dunia milik sendiri.

Wahai muslim sejati...

Segala perkara dunia sangatlah berkaitan dengan keadaan kita terhadap Rabb yang
Maha Kuasa. Ketika hubungan kita dengan-Nya beres, maka sudah pasti perkara dunia akan
sukses. Ketika perkara dunia kita tidak beres, sungguh ini merupakan tanda bahwa hubungan
kita dengan-Nya sedang tidak beres.

Saudaraku, ingatlah selalu bahwa bagusnya kualitas agama seseorang terhadap


Rabbnya dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan dunia bagi dirinya.

Maka waspadalah. Ketika kebahagiaan meliputi segala aspek kehidupan, apakah


kebahagiaan itu dilandasi dengan agama Allah Ta’ala, ataukah kebahagiaan yang
menyebabkan lalai akan Rabb yang Maha Kuasa ? Terlebih ketika ternyata nikmat
kesenangan itu terus mengalir padahal maksiat juga menyertai, waspadalah ! akankah ini
karunia atau istidraj dari Rabb semesta alam ?

Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al-Anbiya’ ayat 111,

‫وو إإين أويدإر ي‬


‫ي لووعلنهه فإيتنوةج لوهكيم وو وموتاَ ج‬
‫ع إإولىَ إحيينن‬

“Dan aku tidak mengetahui, boleh jadi hal itu cobaan bagi kamu dan kesenangan sampai
waktu yang ditentukan.”

Mengingat hakikat dari istidraj, ialah ketika segala bentuk kenikmatan yang seseorang
dapatkan dan ia jauh dari Allah Ta’ala atau bahkan meninggalkan Allah Ta’ala.

Sebagai seorang muslim, kenikmatan dan kesenangan dunia adalah ujian baginya.
Seorang dianggap lulus akan ujian ini adalah ketika ia memanfaatkan semua itu untuk meraih
akhirat, hingga kan berubah menjadi karunia dan berkah pada hidupnya.

Sungguh ia berada pada situasi istidraj, yaitu ketika jiwanya lemah yang membuatnya
lupa diri dan tidak bersyukur. Ini adalah musibah besar baginya. Ketika Allah Ta’ala tidak
berkenan membawanya kembali sebagai muslim sejati, maka jelas kebenarannya bahwa ia
berada pada situasi istidraj.

Wallahu a’lam
Semoga Allah Ta’ala berkenan membimbing kita untuk senantiasa bersyukur ketika
mendapat nikmat-Nya yang takkan pernah terhitung oleh kita semua.

Habiburrahman

Referensi:

Mausu’ah Shahih Mabshur Min Tafsir Bil Ma’tsur

https://setetes hidayah.Wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai