ُاري َس ْو َءاتِ ُك ْم َو ِري ًشا َولِبَاس ِ نز ْلنَا َعلَ ْي ُك ْم لِبَاسًا ي َُو
َ َيَا بَنِي آ َد َم قَ ْد أ
َ ت هّللا ِ لَ َعلَّهُ ْم يَ َّذ َّكر
ُون ِ ك ِم ْن آيَاَ ِك َخ ْي ٌر َذل َ ِى َذلَ التَّ ْق َو
Artinya: “Hai anak Adam (umat manusia), sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian menutupi auratmu dan
pakaan indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa (selalu
takwa pada Allah) itulah yang paling baik. Yang demikian
itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah
mudah –mudahan mereka selalu ingat” (Q.S. AL-A’raf, 7:
26)
Dari ayat Al-Qur’an Q.S. Al-A’raf, 7 : 26 tersebut dapat
dipahami bahwa fungsi berpakaian itu adalah:
a. Sebagai penutup aurat
b. Untuk menjaga kesehatan manusia
c. Untuk memperindah jasmani manusia
Manfaat pakaian itu selain untuk menunjukkan identitas
seorang Mukmin, juga agar terhindar dari gangguan yang tidak
diingnkan.
Allah SWT berfirman:
2. Adab Berhias
Adapun tata karma dalam berhias menurut hadits-hadits Nabi
Muhammad SAW yaitu:
a. Anjuran untuk memotong kuku, memendekkan kumis, menyisir
rambut, dan merapikan jenggot (jika berjenggot).
b. Anjuran untuk berharum-haruman dengan wewangian yang
menyenangkan jiwa, serta membangkitkan tenaga, dan gairah
kerja.
c. Larangan mencukur botak sebagian kepala, dan sebagian lainnya
tidak dicukur/dibiarkan tumbuh.
d. Larangan berhias diri dengan mengubah apa yang diciptakan
Allah SWT misalnya mengeriting rambut, memakai cemara
(menyambung rambut), menyukur alis mata, membuat tahi lalat
palsu, dan larangan bertato.
e. Laki-laki dilarang berhias diri menyerupai perempuan dan begitu
sebaliknya.
ُول َوأُ ْولِي األَ ْم ِر ِمن ُك ْم ْ ُوا هّللا َ َوأَ ِطيع
mَ ُوا ال َّرس ْ وا أَ ِطيع
ْ ُين آ َمن
َ يَا أَيُّهَا الَّ ِذ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah, dan taatilah
rasul-Nya dan ulil amri (pimpinan-pinpinan) diantara
kamu.” (Q.S. An-Nisa’, 4: 59)
Memacu kepada ayat Al-Qur’an tersebut setiap
Muslim/Muslimah hendaknya menaati ajaran-ajaran Allah SWT dan
rasul-Nya (ajaran Islam) dan undang-undang serta peraturan
pemerintah dimana pun dia berada misalnya berada dalam perjalanan.
Seseorang dianggap bertata karma dalam perjalanan, apabila
takkala dia menggunakan jalan umun atau jalan raya, ia menaati
undnag-undang dan peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan
pemerntah.
Adapun tata karma dalam perjalanan yaitu:
a. Hendaknya beristikharah kepada Allah dalam perjalanannya: dari
sahabat Jabirt telah berkata: “Suatu hari Nabi telah mengajari
kami dalam segala perkara seperti halnya beliau mengajari kami
ayat dari Al-Qur’an”. Beliau bersabda: (“Jika seorang dari
kalian menghendaki suatu perkara maka rukuklah dua rakaat
(shalat) diluar shalat fardhu kemudian berdoalah (doa
istikharah). Maka tak ada penghalang bagi siapapun untuk
meminta petunjuk kepada Sang Pencipta SWT dalam semua
perkaranya, sesungguhnya orang tersebut tidak mengetahui
dimana letaknya kebaikan, dengan beristikharah dia dapat
menyerahkan segala perkaranya kepada Rabbnya SWT.” )
b. Bertaubat kepada Allah dari segala bentuk kemaksiatan, menolak
untuk berbuat kedzaliman, membayar utang, mencukupi nafkah
bagi siapa yang berhak dinafkahi, tidak mengambil apapun
kecuali yang halal dan baik, mengambil sesuatu secukupnya dan
memberikan kesempatan kepada yang lainnya, kemudian yang
termasuk dalam adab bepergian adalah menampakkan akhlak dan
perkataan yang mulia, menyantuni dengan makanan kepada
sesama dan lain sebagainya.
c. Memohon restu kedua orang tua, ini merupakan hal yang
dibolehkan dan hukumnya mustahab (sunnah) berkenaan dengan
dilarangnya bepergian kecuali seizin keduanya. Hendaknya
seorang isteri meminta izin kepada suaminya.
d. Hendaknya memilih teman yang baik dalam perjalanan, Allah
berfirman dalam surat Al-Kahfi ayat 28 :
ـي
ِّ ش َ اصبِ ْر نَ ْف
ْ سكَ َمـ َع الَّ ِذ ْي َن يَ ْدع
ِ ُـو َن َربَّ ُه ْم بِال َغ َدا ِة َو ال َع ْ َو
َ َُون َو ْج َهـهُ َو ال تَ ْع ُد َع ْيـنَاكَ َع ْن ُه ْم تُ ِر ْي ُد ِز ْينَـة
الحيَـا ِة َ يُ ِر ْيد
َ ال ُّد ْنيَـا َو ال تُ ِطـ ْع َمنْ أَ ْغفَ ْلـنَا قَ ْلبَـهُ عَنْ ِذ ْك ِرنَـا َواتَّبِـ َع َه
ُـواه
ـان أَ ْمـ ُرهُ فُ ُرطًـا
َ َو َك
Artinya : (“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-
orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan senja hari
dengan mengharap keridhaan-Nya ; dan janganlah kedua
matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan kehidupan dunia ini ; dan janganlah kalian ikuti
yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami,
serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas.”)
e. Hendaknya bertiga atau lebih dalam bepergian, sebagaimana
sabda Rasulullah SAW:
ٌ ـان َو الثَّالثَـةُ ُر َك
ـب ِ َش ْيـطَان
َ ان
ِ ـر َ ش ْيـطَانٌ َو ال ُم
َ ِسـاف َ سـافِ ُر
َ ال ُم
ُـل َو ْحـ َده ِ ٌ ِ َما َسـار راك,لَ ْو َي ْعلَـم النَّـاس َما فِـي الو ْحـ َد ِة َما أَ ْعلَـم
ً ب بلَْي ََ ُ َ َ ُ
Artinya: “Kalau saja orang tahu apa yang terdapat pada
kesendirian, niscaya tidak seorang pengendarapun
yang mau pergi sendiri pada malam hari.” (H.R
Bukhari)
f. Hendaknya melakukan perjalanan di malam hari jika
memungkinkan baginya, sebagaimana yang terdapat pada hadits
bahwasannya Nabi Muhammad SAW telah bersabda :
2. Adab Bertamu
Adab bertamu yaitu:
a. Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya
kecuali ada udzur/halangan.
b. Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir
dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi
undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap
perasaannya.
c. Memberitahukan Perihal Kedatangannya (untuk Minta Ijin)
Sebelum Bertamu. Adab ini sangat penting untuk diperhatikan.
d. Mengucapkan Salam Ucapkanlah salam dengan suara yang
sekiranya didengar tuan rumah, tidak terlalu pelan dan tidak pula
terlalu keras.
e. Minta Izin Maksimal Tiga Kali. Tamu yang hendak masuk di
(halaman) rumah orang lain jika telah meminta izin tiga kali,
tidak ada yang menjawab atau tidak diizinkan, hendaknya pergi.
f. Tidak Masuk Rumah Walaupun Terbuka Pintunya. Langsung
masuk ke rumah orang lain tanpa izin bukanlah kebiasaan terpuji.
g. Tidak Mengintai Ke Dalam Bilik. Jika kita hendak bertamu dan
telah sampai di halaman rumah, tidak diizinkan mengintip
melalui jendela atau bilik, walaupun tujuannya ingin mengetahui
penghuninya ada atau tidak.
h. Tidak Menghadap Ke Arah Pintu Masuk.
i. Hendaknya Menyebut Nama Yang Jelas.
j. Berwajah Ceria dan Bertutur Kata Lembut dan Baik Ketika
Bertemu.
k. Bersikap Tawadhu dalam Majlis Tuan Rumah.
l. Jangan terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini
memberatkan yang punya rumah juga jangan tergesa-gesa datang
karena membuat yang punya rumah kaget sebelum semuanya
siap.
m. Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang
apa saja yang terjadi pada tuan rumah.
n. Hendaknya mendo`akan untuk orang yang mengundangnya
seusai menyantap hidangannya.
o. Tidak Sering Bertamu. Mengatur frekwensi bertamu sesuai
dengan kebutuhan dapat menimbulkan kerinduan dan kasih-
sayang.
p. Dianjurkan Membawa Sesuatu Sebagai Hadiah.
q. Tidak Boleh Seorang Laki-Laki Bertamu kepada Seorang Wanita
yang Suaminya atau Mahramnya Tidak Ada di Rumah.
---###---
DAFTAR PUSTAKA
Website:
http://www.islamicity.com/
http://www.aldakwah.org/
http://ahob.multiply.com/journal/item/2/Bertamu_dan_menerima_tamu
http://al-ilmu.us/akhlaq-and-adab/etika-dalam-berpakaian-
berhias/msg1243/#msg1243
---###---
Kelompok: 3
Ketua : Kisai Turmizi
Anggota : 1. Kalsum
2. M. Ibnu Sya’ban
3. M. Rizky Wahyudi
4. M. Zaki Mubarok
5. Miftahul Jannah