Anda di halaman 1dari 12

BERTATA KRAMA

A. ADAB BERPAKAIAN DAN BERHIAS


1. Adab Berpakaian
Allah SWT berfirman:

ُ‫اري َس ْو َءاتِ ُك ْم َو ِري ًشا َولِبَاس‬ ِ ‫نز ْلنَا َعلَ ْي ُك ْم لِبَاسًا ي َُو‬
َ َ‫يَا بَنِي آ َد َم قَ ْد أ‬
َ ‫ت هّللا ِ لَ َعلَّهُ ْم يَ َّذ َّكر‬
‫ُون‬ ِ ‫ك ِم ْن آيَا‬َ ِ‫ك َخ ْي ٌر َذل‬ َ ِ‫ى َذل‬َ ‫التَّ ْق َو‬
Artinya: “Hai anak Adam (umat manusia), sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian menutupi auratmu dan
pakaan indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa (selalu
takwa pada Allah) itulah yang paling baik. Yang demikian
itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah
mudah –mudahan mereka selalu ingat” (Q.S. AL-A’raf, 7:
26)
Dari ayat Al-Qur’an Q.S. Al-A’raf, 7 : 26 tersebut dapat
dipahami bahwa fungsi berpakaian itu adalah:
a. Sebagai penutup aurat
b. Untuk menjaga kesehatan manusia
c. Untuk memperindah jasmani manusia
Manfaat pakaian itu selain untuk menunjukkan identitas
seorang Mukmin, juga agar terhindar dari gangguan yang tidak
diingnkan.
Allah SWT berfirman:

mْ ‫يَا بَنِي آ َد َم ُخ ُذ‬


‫وا ِزينَتَ ُك ْم ِعن َد ُكلِّ َمس ِْج ٍد‬
Artinya: “Hai anak-anak Adam, pakailah pakaanmu yang indah di
setiap (memasuki) masjid.” (Q.S. Al-A’raf, 7: 31)
Adapun tata karama dalam berpakaian yaitu:
a. Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih.
b. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda kepada
salah seorang shahabatnya di saat beliau melihatnya mengenakan
pakaian jelek :”Apabila Allah mengaruniakan kepadamu harta,
maka tampakkanlah bekas nikmat dan kemurahan-Nya itu pada
dirimu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
c. Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk
lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di
baliknya.
d. Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan
atau sebaliknya. Karena hadits yang bersumber dari Ibnu Abbas
Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan: “Rasulullah melaknat
(mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan
kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Al-Bukhari).
e. Pakaian tidak merupakan pamer pakaian (untuk ketenaran),
karena Rasulullah Radhiallaahu 'anhu telah bersabda: “Barang
siapa yang mengenakan pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah
akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari Kiamat.”
( HR. Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
f. Pakaian tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau
gambar salib, karena hadits yang bersumber dari Aisyah
Radhiallaahu 'anha menyatakan bahwasanya beliau berkata:
“Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah
membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya melainkan Nabi
menghapusnya”. (HR. Al-Bukhari dan Ahmad).
g. Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali
dalam keadaan terpaksa. Karena hadits yang bersumber dari Ali
Radhiallaahu 'anhu mengatakan: “Sesungguhnya Nabi Allah
Subhaanahu wa Ta'ala pernah membawa kain sutera di tangan
kanannya dan emas di tangan kirinya, lalu beliau bersabda:
Sesungguhnya dua jenis benda ini haram bagi kaum lelaki
dariumatku”. (HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
h. Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki.
Karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :
“Apa yang berada di bawah kedua mata kaki dari kain itu di
dalam neraka” (HR. Al-Bukhari).
Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menu-tup
seluruh badannya, termasuk kedua kakinya.
Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (meng-gusur)
pakaiannya karena sombong dan bangga diri. Sebab ada hadits
yang menyatakan : “Allah tidak akan memperhatikan di hari
Kiamat kelak kepada orang yang menyeret kainnya karena
sombong”. (Muttafaq’alaih).
i. Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam
berpakaian atau lainnya. Aisyah Radhiallaahu 'anha di dalam
haditsnya berkata: “Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
suka bertayammun (memulai dengan yang kanan) di dalam
segala perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut dan
bersuci’. (Muttafaq’-alaih).
j. Disunnatkan kepada orang yang mengenakan pakaian baru
membaca :

َ ‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذي َك َسانِي هَ َذا الثَّ ْو‬


‫ب َو َر َزقَنِ ْي ِه ِم ْن َغي ِْر َح ْو ٍل ِمنِّي‬
‫َوالَ قُ َّو ٍة‬
“Alhamdulillaahilladzii hadzaattauba wa razaqaniihi min ghairi
haulin minnii wa laa qawwatin”
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku
dengan pakaian ini dan mengaruniakannya kepada-ku tanpa
daya dan kekuatan dariku”. (HR. Abu Daud dan dinilai hasan
oleh Al-Albani).
k. Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih, katrena hadits
mengatakan: “Pakaialah yang berwarna putih dari pakaianmu,
karena yang putih itu adalah yang terbaik dari pakaian kamu...”
(HR. Ahmad dan dinilah shahih oleh Albani).

2. Adab Berhias
Adapun tata karma dalam berhias menurut hadits-hadits Nabi
Muhammad SAW yaitu:
a. Anjuran untuk memotong kuku, memendekkan kumis, menyisir
rambut, dan merapikan jenggot (jika berjenggot).
b. Anjuran untuk berharum-haruman dengan wewangian yang
menyenangkan jiwa, serta membangkitkan tenaga, dan gairah
kerja.
c. Larangan mencukur botak sebagian kepala, dan sebagian lainnya
tidak dicukur/dibiarkan tumbuh.
d. Larangan berhias diri dengan mengubah apa yang diciptakan
Allah SWT misalnya mengeriting rambut, memakai cemara
(menyambung rambut), menyukur alis mata, membuat tahi lalat
palsu, dan larangan bertato.
e. Laki-laki dilarang berhias diri menyerupai perempuan dan begitu
sebaliknya.

B. ADAB DALAM PERJALANAN

Allah SWT bersabda:

‫ُول َوأُ ْولِي األَ ْم ِر ِمن ُك ْم‬ ْ ‫ُوا هّللا َ َوأَ ِطيع‬
mَ ‫ُوا ال َّرس‬ ْ ‫وا أَ ِطيع‬
ْ ُ‫ين آ َمن‬
َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah, dan taatilah
rasul-Nya dan ulil amri (pimpinan-pinpinan) diantara
kamu.” (Q.S. An-Nisa’, 4: 59)
Memacu kepada ayat Al-Qur’an tersebut setiap
Muslim/Muslimah hendaknya menaati ajaran-ajaran Allah SWT dan
rasul-Nya (ajaran Islam) dan undang-undang serta peraturan
pemerintah dimana pun dia berada misalnya berada dalam perjalanan.
Seseorang dianggap bertata karma dalam perjalanan, apabila
takkala dia menggunakan jalan umun atau jalan raya, ia menaati
undnag-undang dan peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan
pemerntah.
Adapun tata karma dalam perjalanan yaitu:
a. Hendaknya beristikharah kepada Allah dalam perjalanannya: dari
sahabat Jabirt telah berkata: “Suatu hari Nabi telah mengajari
kami dalam segala perkara seperti halnya beliau mengajari kami
ayat dari Al-Qur’an”. Beliau bersabda: (“Jika seorang dari
kalian menghendaki suatu perkara maka rukuklah dua rakaat
(shalat) diluar shalat fardhu kemudian berdoalah (doa
istikharah). Maka tak ada penghalang bagi siapapun untuk
meminta petunjuk kepada Sang Pencipta SWT dalam semua
perkaranya, sesungguhnya orang tersebut tidak mengetahui
dimana letaknya kebaikan, dengan beristikharah dia dapat
menyerahkan segala perkaranya kepada Rabbnya SWT.” )
b. Bertaubat kepada Allah dari segala bentuk kemaksiatan, menolak
untuk berbuat kedzaliman, membayar utang, mencukupi nafkah
bagi siapa yang berhak dinafkahi, tidak mengambil apapun
kecuali yang halal dan baik, mengambil sesuatu secukupnya dan
memberikan kesempatan kepada yang lainnya, kemudian yang
termasuk dalam adab bepergian adalah menampakkan akhlak dan
perkataan yang mulia, menyantuni dengan makanan kepada
sesama dan lain sebagainya.
c. Memohon restu kedua orang tua, ini merupakan hal yang
dibolehkan dan hukumnya mustahab (sunnah) berkenaan dengan
dilarangnya bepergian kecuali seizin keduanya. Hendaknya
seorang isteri meminta izin kepada suaminya.
d. Hendaknya memilih teman yang baik dalam perjalanan, Allah
berfirman dalam surat Al-Kahfi ayat 28 :

‫ـي‬
ِّ ‫ش‬ َ ‫اصبِ ْر نَ ْف‬
ْ ‫سكَ َمـ َع الَّ ِذ ْي َن يَ ْدع‬
ِ ‫ُـو َن َربَّ ُه ْم بِال َغ َدا ِة َو ال َع‬ ْ ‫َو‬
َ َ‫ُون َو ْج َهـهُ َو ال تَ ْع ُد َع ْيـنَاكَ َع ْن ُه ْم تُ ِر ْي ُد ِز ْينَـة‬
‫الحيَـا ِة‬ َ ‫يُ ِر ْيد‬
َ ‫ال ُّد ْنيَـا َو ال تُ ِطـ ْع َمنْ أَ ْغفَ ْلـنَا قَ ْلبَـهُ عَنْ ِذ ْك ِرنَـا َواتَّبِـ َع َه‬
ُ‫ـواه‬
‫ـان أَ ْمـ ُرهُ فُ ُرطًـا‬
َ ‫َو َك‬
Artinya : (“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-
orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan senja hari
dengan mengharap keridhaan-Nya ; dan janganlah kedua
matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan kehidupan dunia ini ; dan janganlah kalian ikuti
yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami,
serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas.”)
e. Hendaknya bertiga atau lebih dalam bepergian, sebagaimana
sabda Rasulullah SAW:
ٌ ‫ـان َو الثَّالثَـةُ ُر َك‬
‫ـب‬ ِ َ‫ش ْيـطَان‬
َ ‫ان‬
ِ ‫ـر‬ َ ‫ش ْيـطَانٌ َو ال ُم‬
َ ِ‫سـاف‬ َ ‫سـافِ ُر‬
َ ‫ال ُم‬

Artinya: “Setiap musafir terdapat satu syaitan, dua musafir


terdapat dua syaitan, dan tiga adalah jamaah.” (H.R
Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi)
Kemudian sabdanya :

ُ‫ـل َو ْحـ َده‬ ِ ٌ ِ‫ َما َسـار راك‬,‫لَ ْو َي ْعلَـم النَّـاس َما فِـي الو ْحـ َد ِة َما أَ ْعلَـم‬
ً ‫ب بلَْي‬ ََ ُ َ َ ُ
Artinya: “Kalau saja orang tahu apa yang terdapat pada
kesendirian, niscaya tidak seorang pengendarapun
yang mau pergi sendiri pada malam hari.” (H.R
Bukhari)
f. Hendaknya melakukan perjalanan di malam hari jika
memungkinkan baginya, sebagaimana yang terdapat pada hadits
bahwasannya Nabi Muhammad SAW telah bersabda :

ِ ‫ـوى بِاللَّ ْي‬


‫ـل‬ ُ ‫األَ ْر‬
َ ‫ض تُ ْط‬
Artinya: “Bumi dikerutkan di malam hari.” (H.R Abu Daud)
g. Jika berhenti untuk tidur dan istirahat maka menepilah dari jalan.
Sesuai sabda Rasulullah kepada para musafir :

َ ‫اجتَنِبُـوا الطَّ ِر ْيـق فَإِنَّـ َها َمأْ َوى ال َه‬


‫ـوام‬ ْ َ‫ـل ف‬ ْ ‫َوإِ َذا َع َّر‬
ِ ‫سـتُ ْم بِاللَّ ْي‬
ِ ‫بِاللَّ ْي‬
‫ـل‬
Artinya: “Dan jika kalian hendak menghentikan (perjalanan) di
malam hari maka menepilah dari jalan, sesungguhnya
itu adalah tempat kembalinya binatang buas pada
malam hari.” ( H.R Muslim)
Dan jika sampai di tempat tinggal maka alangkah baiknya untuk
membaca doa masuk rumah :

َ ‫َـر َما َخلَـ‬


‫ق‬ ِ ‫ت هللاِ التَّـا َما‬
ِّ ‫ت ِمنْ ش‬ ْ ‫أَع‬
ِ ‫ُـو ُذ بِ َكـلِ َما‬
Artinya: “Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan segala
makhluk.” (H.R Muslim)
h. Hendaknya menjadikan diantara mereka seorang pemimpin
sebagai penentu jika terjadi perbedaan pendapat di antara mereka.
Sebagaimana sabda Nabi :

‫سفَـ ٍر فَ ْليُـؤَ ِّمـ ُروا أَ َح َدهُـ ْم‬ َ ‫إِ َذا َخ‬


َ ‫ـر َج ثَالثَـةٌ فِـي‬
Artinya: “jika tiga orang keluar untuk bepergian maka
jadikanlah seorang pemimpin salah satu dari
mereka.” (H.R Abu Daud)
i. Dan di sunnahkan untuk mempercepat kembali kepada
keluarganya jika telah menuntaskan keperluannya dalam
safarnya. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW telah bersabda :

ُ‫ب يَ ْمنَـ ُع أَ َح ُد ُكـ ْم نَ ْو َمهُ َوطَ َعـا َمه‬ ْ ِ‫السَّـفَ ُر ق‬


ِ ‫ط َعـةٌ ِم َن ال َعـ َذا‬
ْ‫ضـى أَ َح ُد ُكـ ْم نَ ْه َمتَـهُ ِم ْن َوجْ ِهـ ِه فَ ْليُ َعجِّ ـل‬
َ َ‫ـرابَهُ فَإِ َذا ق‬
َ ‫َو َش‬
‫ه‬mِ ‫الرُّ ج ُْو َع إِلَـى أَ ْهلِـ‬
Artinya: “Safar adalah bagian dari suatu siksa, seseorang akan
tertahan dari tidurnya, makannya, minumnya. Jika
salah seorang diantara kalian telah menuntaskan
keperluannya maka percepatlah kembali kepada
keluarganya.” (H.R Bukhari dan Muslim)
Jika telah kembali maka disunnahkan untuk memberi kabar
kepada keluarganya tentang kepulangannya.

C. TATA KRAMA BERTAMU DAN


MENERIMA TAMU

1. Adab Menerima Tamu


Adab menerima tamu bagi tuan rumah yaitu:
a. Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan
dengan mengabaikan/melupakan orang-orang fakir.
b. Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga
dan berfoya-foya, akan tetapi niat untuk mengikuti sunnah
Rasululloh SAW dan membahagiakan teman-teman sahabat,
ataupun syukuran dalam rangka bersyukur atas nikmat yang telah
diberikan Allah SWT.
c. Tidak memaksakan diri untuk mengundang tamu.
d. Menerima tamu dengan membuka pintu atau berada dibalik pintu
tetapi dengan kata-kata yang sopan dan volume standar tanpa
perlu berteriak-teriak, walau maksudnya agar terdengar. Serta
memanggil orang yang ingin ditemui tamu dengan cara mencari
orang yang dicari tersebut, menagatakannya pelan-pelan tanpa
perlu berteriak-teriak.
e. Menjawab Salam. Menjawab salam saudara kita sesama muslim
berarti merealisasikan sunnah Rosululloh dan menunaikan hak
sesama muslim.
f. Boleh Menanyakan Siapa Namanya. Ketika sohibul bait (tuan
rumah) mengetahui ada tamu yang sedang meminta izin masuk
ke rumahnya sedangkan dia tidak mengenal sebelumnya, maka
boleh menanyakan namanya.
g. Boleh Menolak Tamu. Alloh memberi wewenang kepada
shohibul bait untuk menentukan sikap terhadap tamu yang datang
antara menerima dan menolak. Jika
memang harus menolaknya karena suatu hal, maka hendaknya
dia menolak
dengan sopan, menyampaikan udzurnya dan dengan adab yang
baik.
h. Berjabat Tangan. Ketika bertemu dengan tamu saudara sesama
muslim, disunnahkan berjabat tangan sebagaimana amalan para
sahabat Nabi Muhammad.
i. Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini
bertentangan dengan kewibawaan.
j. Jangan menampakkan kejemuan/kebosanan terhadap tamu, tetapi
tunjukkanlah kegembiraan dengan kahadiran tamu tersebut.
k. Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena
yang demikian itu berarti menghormatinya.
l. Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hidangan)
sebelum tamu selesai menikmati jamuan.
m. Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini
menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.

2. Adab Bertamu
Adab bertamu yaitu:
a. Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya
kecuali ada udzur/halangan.
b. Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir
dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi
undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap
perasaannya.
c. Memberitahukan Perihal Kedatangannya (untuk Minta Ijin)
Sebelum Bertamu. Adab ini sangat penting untuk diperhatikan.
d. Mengucapkan Salam Ucapkanlah salam dengan suara yang
sekiranya didengar tuan rumah, tidak terlalu pelan dan tidak pula
terlalu keras.
e. Minta Izin Maksimal Tiga Kali. Tamu yang hendak masuk di
(halaman) rumah orang lain jika telah meminta izin tiga kali,
tidak ada yang menjawab atau tidak diizinkan, hendaknya pergi.
f. Tidak Masuk Rumah Walaupun Terbuka Pintunya. Langsung
masuk ke rumah orang lain tanpa izin bukanlah kebiasaan terpuji.
g. Tidak Mengintai Ke Dalam Bilik. Jika kita hendak bertamu dan
telah sampai di halaman rumah, tidak diizinkan mengintip
melalui jendela atau bilik, walaupun tujuannya ingin mengetahui
penghuninya ada atau tidak.
h. Tidak Menghadap Ke Arah Pintu Masuk.
i. Hendaknya Menyebut Nama Yang Jelas.
j. Berwajah Ceria dan Bertutur Kata Lembut dan Baik Ketika
Bertemu.
k. Bersikap Tawadhu dalam Majlis Tuan Rumah.
l. Jangan terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini
memberatkan yang punya rumah juga jangan tergesa-gesa datang
karena membuat yang punya rumah kaget sebelum semuanya
siap.
m. Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang
apa saja yang terjadi pada tuan rumah.
n. Hendaknya mendo`akan untuk orang yang mengundangnya
seusai menyantap hidangannya.
o. Tidak Sering Bertamu. Mengatur frekwensi bertamu sesuai
dengan kebutuhan dapat menimbulkan kerinduan dan kasih-
sayang.
p. Dianjurkan Membawa Sesuatu Sebagai Hadiah.
q. Tidak Boleh Seorang Laki-Laki Bertamu kepada Seorang Wanita
yang Suaminya atau Mahramnya Tidak Ada di Rumah.

---###---
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuri. 2007. Pendidikan Agama Islam Untuk SMA Kelas X. Jakarta:


Penerbiit Erlangga.
Aminuddin, Suyono H.S Muh., Abidin Slamet. 2007. Pendidikan Agama
Islam SMA 1. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Website:
http://www.islamicity.com/
http://www.aldakwah.org/
http://ahob.multiply.com/journal/item/2/Bertamu_dan_menerima_tamu
http://al-ilmu.us/akhlaq-and-adab/etika-dalam-berpakaian-
berhias/msg1243/#msg1243

---###---
Kelompok: 3
Ketua : Kisai Turmizi
Anggota : 1. Kalsum
2. M. Ibnu Sya’ban
3. M. Rizky Wahyudi
4. M. Zaki Mubarok
5. Miftahul Jannah

Anda mungkin juga menyukai