Anda di halaman 1dari 5

Mengevaluasi kisah kesufian Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Asy-Syafei dan

Imam Ahmad bin Hanbal.

Imam Hanafi
Nama asli beliau sejak kecil ialah Nu'man bin Tsabit. Lahir di kota Kufah, 699 Masehi. Ayahnya
berasal dari kota Kabul Afghanistan. Dengan ini jelaslah bahwa beliau bukan keturunan Arab asli.

Perbuatan yang meneladani kisah kesufian Imam Hanafi:

KEPATUHAN IMAM HANAFI.


Dia adalah seorang yang kokoh dan kuat jiwanya, selalu mendekatkan diri kepada Allah
dengan jalan beribadat dan beraklaq karimah. Setiap harinya, disamping sangat rajin
menunaikan kewajiban, beliaupun jarang tidur dengan pulas meski malam hari. Tiap-tiap
malam yang akhir beliau selalu shalat lail dan membaca al-Qur'an sampai khatam.
UJIAN BERAT.
Imam Abu Hanifah terkenal berani dalam menegakan kebenaran yang telah diyakini.
Berani dalam pengertian yang sebenarnya, berani yang berdasarkan bimbingan wahyu
Ilahi. Beliau tak bagitu cinta terhadap kemewahan hidup, maka dari itu tak sedikitpun
hatinya khawatir menderita sengsara. Karena sunnatulah masih berlaku bagi manusia,
ialah; bahwa orang yang cinta kemewahan hidup di dunia biasanya menjadi panakut,
tidak berani menegakan kebenaran yang diridlai Allah.

Beliau adalah seorang yang apabila melihat kemungkaran atau maksiat, dengan
seketika itu juga berusaha memusnahkannya. Sifat kelunakan segera lenyap dari
hatinya, dan merah kedua matanya, kemudian bertindak keras terhadap kejahatan atau
kemungkaran yang diketahuinya.
KHATIMAH.
Imam Abu Hanifah adalah seorang alim (ulama) sejati. Selain ahli di bidang ilmu kalam
dan ilmu fiqh, juga mempunyai kepandaian tentang ilmu lainnya, seperti ilmu sastra Arab
dan ilmu hikmat.

Pernyataan para cerdik pandai di zamannya cukup menjadi bukti bahwa Imam Hanafi
memang seorang yang berguna bagi masyarakat kaum muslimin pada masa itu, bahkan
pada masa berikutnya.

Imam Jarir berkata bahwa Imam Mughirah pernah berkata kepadanya, "Duduklah kamu
bersama Abu Hanifah, tentu kamu menjadi orang yang pandai. Karena sesungguhnya
jika Imam Ibrahim an Nakha'i masih hidup, niscaya beliau duduk bersama-sama Abu
Hanifah."

Lebih jauh dari itu beliau adalah seorang ilmuwan yang konsisten dengan disiplin
ilmunya. Ilmu yang didasarkan dan bersumber dari al-Qur'an. Sikap konsistenya
memang harus dibayar mahal, karena mempertaruhkan hidupnya sendiri.
Beliau seorang yang berjiwa teguh, berhati-hati terhadap sesuatu yang dianggap
berbahaya oleh kebanyakan orang. Dengan kenyataan itu, patutlah jika Imam Abu
Hanifah itu seorang yang berani menghadapi malapetaka yang bagaimana pun juga,
dan tidak ada perasaan takut menempuh bahaya dalam menegakan kebenaran yang
lebih diyakini.

Itulah sebabnya kenapa Imam Abu Hanifah bersikeras tak mau menerima tawaran
jabatan tinggi yang tentu saja bagi para pelacur ilmu sangat menggiurkan. Beliau bukan
orang yang keras kepala yang maunya lari dari tanggung jawab.

Imam Maliki
Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al- Asbahi al-Madani lahir di
Madinah pada tahun 93 H / 714 M dan wafat pada tahun 179 H / 800 M. Beliau adalah pendiri
Maẓhab Maliki yang ahli di bidang fikih dan hadis. Beliau juga merupakan penyusun kitab al-
Muwaththa’ yang menghabiskan waktu 40 tahun dan kitabnya telah diperlihatkan kepada 70 ahli
fikih di Madinah.

Perbuatan yang meneladani kisah kesufian Imam Maliki:

BERANI BERKATA TIDAK

Kisah yang dapat diteladani dari Imam Malik ialah berani berkata tidak tahu kepada
penanya. Hal ini penting karena sebagai seorang yang berpengetahuan terkadang sulit
atau bahkan gengsi untuk mengatakan tidak tahu. Sebuah riwayat dari Ibnu Mahdi
menyatakan bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Imam Malik tentang sebuah
masalah. Imam Malik menjawab, “Lā uhsinuhā (aku tidak mengerti masalah itu dengan
baik)”. Lalu lelaki itu berkata lagi, “Aku telah melakukan perjalanan jauh untuk bertanya
kepadamu tentang masalah ini”. Imam Malik lalu berkata kepadanya, “Ketika kau
kembali ke tempat tinggalmu, kabarkan pada masyarakat di sana bahwa aku berkata
kepadamu bahwa aku tidak mengerti dengan baik masalah tersebut”.

Imam Hambali
Rabiul Awal tahun 164 Hijriyah (780 Masehi) merupakan bulan kelahiran Imam Ahmad bin
Hambal. Ulama pendiri mazhab fikih Hambali ini, dilahirkan di kota Baghdad dalam keadaan
yatim. Ayahnya meninggalkannya sebelum ia dilahirkan ke dunia ini. Imam Ahmad bin Hambal
dikenal sebagai pemuda yang cerdas dan gigih dalam menuntut ilmu.
Perbuatan yang meneladani kisah kesufian Imam Hambali:

GIGIH DALAM MENUNTUT ILMU

Menurut Putra Sulungnya, Abdullah bin Ahmad, Imam Ahmad memiliki hapalan hadis
hingga 700.000 hadis di luar kepala. Pencapaiannya ini tidak lepas dari sifat
kegigihannya di dalam mempelajari hadist. Hingga umur 16 tahun, beliau telah belajar
menghafal Al-Quran, bahasa Arab, hadis, tafsir, sejarah nabi, sahabat, dan para tabi’in.
SELALU BERIBADAH

Imam Ahmad tidak hanya tekun di dalam menuntut ilmu, tetapi ia juga tidak pernah lupa
untuk beribadah dan mendermakan apa yang ia miliki. Imam Ibrahim bin Hani, salah
satu sahabat Imam Ahmad yang juga menjadi ulama terkenal, menjadi saksi dari
kezuhudan Imam Ahmad, “Hampir setiap hari, ia lebih banyak shalat malam dan witir
hingga Subuh tiba.” Imam Yahya bin Hilal, seorang ulama fikih pun menceritakan sifat
dermawan dari seorang Imam Ahmad, “Aku pernah datang kepada Imam Ahmad, lalu
aku diberinya uang sebanyak empat dirham sambil berkata, ini adalah rezeki yang
kuperoleh hari ini dan semuanya kuberikan kepadamu.”
BERPENDIRIAN TEGUH

Sebagai orang yang cerdas, Imam Ahmad selalu memegang teguh pendiriannya. Ia
berani menentang mazhab Muktazilah yang menjadi mazhab resmi negara. Saat itu,
salah satu ajaran muktazilah, tentang paham Al-Quran adalah mahluk ciptaan Tuhan,
ditentang secara terang-terangan oleh Imam Ahmad. Ia bahkan tidak takut ketika
pernyataannya tersebut menghadapkan dirinya pada siksaan di dalam penjara.

Imam Syafi’i

Imam Syafi’i (150 H/767 M-204 H/820 M) adalah salah satu ulama besar dan pendiri madzhab
hukum Islam Syafi’i, yang merupakan salah satu dari empat madzhab utama dalam fiqih Sunni.
Beliau lahir di Ghazah, Palestina dari keturunan keluarga Quraisy. Ayahnya meninggal dunia ketika
Imam Syafi’i masih sangat muda, sehingga beliau dibesarkan oleh ibunya yang merupakan seorang
wanita yang taat beragama dan berilmu.

Perbuatan yang meneladani kisah kesufian Imam Syafi’i:

KETEKUNAN DALAM MENCARI ILMU

Semangat beliau untuk terus menuntut ilmu memperlihatkan betapa pentingnya


pengetahuan dalam menghadapi tantangan dan perubahan zaman. Di era modern ini,
kita juga harus senantiasa bersemangat untuk belajar dan meningkatkan pengetahuan,
baik tentang agama Islam maupun ilmu-ilmu lainnya, agar bisa menghadapi berbagai
situasi dengan bijaksana dan berdasarkan pengetahuan yang benar.
MENEKANKAN PRINSIP KEADILAN

Imam Syafi’i adalah seorang yang sangat menekankan pada prinsip keadilan dalam
berbagai aspek kehidupan. Beliau berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadis sebagai
sumber hukum Islam, dan selalu berusaha untuk memberlakukan hukum secara adil
bagi semua orang tanpa pandang bulu.
Selain itu, beliau juga dikenal sebagai sosok yang toleran terhadap perbedaan pendapat
dalam masalah-masalah hukum. Sikap toleransi ini menjadi contoh bagi kita untuk
menghargai perbedaan dan tidak mudah men-judge atau memvonis pihak lain tanpa
dasar yang kuat.
KECINTAANYA PADA AL-QUR’AN DAN HADIS

Salah satu ciri khas Imam Syafi’i adalah kecintaannya pada Al-Qur’an dan Hadis
sebagai sumber ajaran Islam. Beliau selalu berpegang teguh pada dalil-dalil yang kuat
dan sahih dalam menyusun hukum-hukum fiqih. Kecintaan beliau pada Al-Qur’an dan
Hadis menjadi contoh bagi kita untuk senantiasa mendalami kitab suci Al-Qur’an dan
hadis-hadis Nabi Muhammad SAW agar bisa memahami ajaran agama dengan baik dan
mengambil hukum-hukumnya dari sumber yang otentik.
MAMPU BERADAPTASI DENGAN PERUBAHAN ZAMAN

Meskipun Imam Syafi’i dinilai sangat konservatif dalam menegakkan ajaran Islam, beliau
juga merupakan sosok yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Beliau
menyadari bahwa tafsir dan penafsiran hukum agama perlu diakomodasi sesuai dengan
kondisi dan konteks sosial masyarakat.
Sikap adaptasi dan inovasi ini menjadi pelajaran berharga bagi kita dalam menghadapi
perubahan zaman dan memahami bagaimana ajaran Islam bisa relevan dalam berbagai
aspek kehidupan manusia.
RENDAH HATI DAN SEDERHANA

Imam Syafi’i merupakan sosok yang rendah hati dan sederhana, meskipun beliau
adalah seorang ulama besar. Beliau tidak pernah sombong dengan ilmu yang
dimilikinya, dan selalu rendah hati dalam menyampaikan pendapat atau mengajarkan
ilmu fiqih kepada orang lain. Sikap kehumban ini mengajarkan kita untuk selalu rendah
hati dalam mencari ilmu dan berbagi pengetahuan dengan orang lain, tanpa merasa diri
lebih pintar atau lebih baik dari orang lain.
ULAMA YANG SANGAT MECINTAI NABI MUHAMMAD SAW

Imam Syafi’i adalah salah satu ulama yang sangat mencintai Nabi Muhammad SAW.
Beliau sering menyatakan rasa cintanya dan memuji keutamaan-keutamaan Rasulullah
dalam puisi-puisi indah yang beliau ciptakan. Cinta dan kecintaan beliau pada Nabi
menjadi contoh bagi kita untuk senantiasa mencintai dan mengikuti teladan Rasulullah
SAW dalam kehidupan sehari-hari.
BERANI DALAM MEMBELA KEBENARAN

Imam Syafi’i adalah sosok yang berani dalam membela kebenaran, meskipun hal
tersebut bisa mendatangkan kritik atau bahkan bahaya bagi dirinya. Beliau selalu teguh
pada keyakinannya dan tidak gentar menghadapi berbagai tantangan dan cobaan.
Sikap berani membela kebenaran ini menjadi teladan bagi kita dalam berjuang untuk
keadilan dan kebenaran di tengah-tengah masyarakat yang beragam dan seringkali
penuh dengan tantangan.

Anda mungkin juga menyukai