Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Wali songo adalah  sembilan orang wali,  Mereka adalah Maulana Malik
Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga,
Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka ini adalah oenyebar
agama islam di pulai Jawa yang sangat terkenal.
Para wali ini tidak hidup pada saat yang persis bersamaan,  namun di antaranya
memiliki keterkaitan yang sangat erat.  Keterkaitan itu ada yang Sari ikatan darah atau
keturunan dan juga hubungan murid-murid.  Kisah wali songo sangat di kagumi dan
patun di tiru oleh generasi penerus bangsa saat ini.
Terutama dalam hal penyebaran agama islam di pulau Jawa,  banyak perilaku dan
tindakan wali songo yang bisa kita teladani. Yang bisa kita gali informasinya untuk kita
jadikan teladan yang juga sangat penting utuk di ketahui adalah mengenai strategi
dakwah yang di lakukan para wali.  Berikut ini adalah strategi dakwah yang patur di
teladani dari kisah wali songo.
1. Lemah Lembut dan Toleransi
Strategi dakwah yang bisa kita teladani dari kisah wali songo yang pertama adalah
menyampaikan dengan lemah lembut dan toleransi.  Dakwah adalah hal yang sangat
sensitif yang berkenaan dengan hati san jiwa,  sehingga terikat dengan emosional
seseorang.  Para wali songo pada kisahnya selalu menyampaikan dakwahnya dengan
cara yang lemah lembut dan toleran terhadap budaya yang telah ada dan menjadi ciri
khas.
2. Tidak Mempersulit
Selanjutnya yang bisa kuta teladani dari kisah wali songo adalah menyampaikan
dakwah dengan tidak mempersulit.  Dalam penyampaiannya,  para wali songo memang
selalu mempermudah,  hal itu di karenakan agar proses penyampaian agar mudah
dimengerti dan di oahami oleh masyarakat.
3. Bertanggung Jawab
Yang ketiga yang juga patut untuk kuta teladani dari kisah wali songo adalah dalam
menyampaikan dakwah harus bertanggung jawab.  Sebagai seorang dai memang di
haruskan menyampaikan apa yang ia ketahui dan mengakui apa yang tidak ia pahami.
Karena itulah dalam berdakwah di haruska bisa bertanggung jawab terhadap
perkataannya sendiri.
1
Strategi dakwah yang di terapkan wali songo memang sangat patut untuk di
teladani pada masa saat ini.  Meskipun masa yang berbeda dan tentunya juga dengan
tantangan yang berbeda dan lebih beragam,  dengan menggunakan strategi dakwah
tersebut akan mempermudah masyarakat dalam menerima informasi.
Oleh karena itu sebaiknya selalu memasukkan cara-cara yang di lakukan wali
songo ketika menyampaikan sesuatu kepada orang lain.  Sehingga substansi dan nilai
keagamaan bisa diterima baik dari sisi pengetahuan maupun sifatnya. Karena Islam
adalah agama rahmatan lil alamin, tentu pendekatan yag digunakan juga tetap
memperhatikan nilai-nilai keislaman.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Strategi Dakwah Sunan Gresik

Sunan Gresik memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim. Sunan Gresik adalah
salah satu Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Sunan Gresik
dianggap sebagai orang pertama yang menyebarkan Islam ditanah Jawa. Asal usul dari
Sunan Gresik sebenarnya masih diperdebatkan. Beberapa sumber menyatakan bahwa
beliau lahir di Samarkand, Uzbekistan Asia Tengah. Sumber tersebut menyebutkan
bahwa beliau lahir pada awal abad ke-14.
Strategi dakwahnya dimulai dari perdagangan, yang dilanjutkan dengan
pendekatan politik. Sunan Gresik kemudian menjalin hubungan dengan penguasa saat
itu. Sunan Grasik juga mendirikan pesantren dan masjid untuk menyebarkan Islam.
Keberadaan Sunan Gresik ini menjadi kontroversi. Selama ini, ada perbedaan antara
pandangan masyarakat dan fakta sejarah. Sebagaimana dilansir dari NU Online,
keberadaan Sunan Gresik tidak diakui secara akademis, namun tetap berkembang
sebagai kepercayaan masyarakat.
Menurut Nur Amin Fatah di dalam buku “Metode Dakwah Walisongo”
menyatakan bahwa Sunan Gresik berasal dari Arab. Beliau hijrah ke daerah Gujarat,
India, lanjut berkelana ke Malaka. Setelah itu Sunan Gresik sampai di tanah Jawa.
Sunan Gresik memulai dakwah melalui banyak hal. Contohnya seperti dalam
bidang perdagangan dan pendidikan. Mulanya, Sunan Gresik mulai berdagang di daerah
Pelabuhan. Hal ini dilakukan supaya masyarakat tidak kaget terhadap ajaran Islam yang
diajarkannya.

3
Sembari mengajarkan agama Islam, Sunan Gresik juga mengajarkan cara bercocok
tanam pada masyarakat. Strategi-strategi yang dilakukannya ini adalah strategi dakwah
damai. Sehingga masyarakat menerimanya secara perlahan. Ketika menetap di Desa
Sawo, Gresik, Sunan Gresik membangun sebuah surau. Surau ini berfungsi untuk
tempat salat. Selain itu, surau ini juga digunakan sebagai pesantren sederhana. Disinilah
beliau menyebarkan sekaligus mengajarkan ajaran-ajaran Islam.

B. Strategi Dakwah Sunan Ampel

Sunan Ampel bernama asli Raden Muhammad Ali Rahmatullah. Biasa dipanggil
Raden Rahmat. Sunan Ampel lahir di Campa pada tahun 1401. Campa adalah salah satu
kerajaan yang berada di Vietnam. Melihat dari silsilah keluarga, beliau adalah anak dari
putri Raja Champa. Sunan Ampel merupakan keponakan dari Raja Majapahit. Bibinya
adalah permaisuri Prabu Kertawijaya atau Brawijaya. Seperti diketahui, Brawijaya
mulai memerintah pada tahun 1447-1451.
Ada beberapa strategi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Ampel. Salah satunya
adalah lima ajaran dasar yang beliau sampaikan. Ajaran ini bernama “moh limo” moh
dalam bahasa Jawa berarti tidak, limo berarti 5. Moh limo terdiri dari moh main (tidak
berjudi), moh ngombe (tidak mabuk), moh maling (tidak mencuri), moh madat (tidak
candu pada obat-obatan) dan moh madon (tidak berzina).
Strategi dakwahnya yang terkenal adalah dengan mendidik para dai atau juru
dakwah. Kemudian, ia menikahkan banyak juru dakwah dengan putra-putri penguasa
bawahan Majapahit.

4
C. Strategi Dakwah Sunan Bonang

Sunan Bonang memiliki nama asli Raden Makdum Ibrahim. Sunan Bonang lahir
di Surabaya pada 1465 M. Beliau tumbuh di dalam asuhan keluarga ningrat yang sangat
agamis.
Strategi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Bonang adalah pendekatan dengan
akulturasi budaya. Beliau memiliki keterampilan di bidang sastra dan seni. Hal ini
membuat banyak orang menjuluki Sunan Bonang dengan sebutan seniman yang
mengajarkan Islam.
Alat musik yang digunakan untuk media dakwah adalah gamelan. Menurut
beberapa sumber, nama Sunan Bonang berasal dari nama salah satu gamelan yang
beliau ciptakan. Gamelan tersebut alat music yang terbuat dari kuningan. Gamelan
berbentuk lingkaran dan memiliki sebuah tonjolan pada bagian tengahnya. Ketika
gamelan dipukul, akan menghasilkan bunyi merdu. Pemukulnya terbuat dari kayu.
Gamelan ini bernama Bonang.
Permainan music Sunan Bonang mendapat perhatian dari masyarakat. Terbukti
ketika beliau memainkan alat music, masyarakat selalu berdatangan. Masyarakat daerah
Tuban saat itu memang kental dengan budaya Jawa nya. Agama yang dianut oleh
masyarakatnya adalah Budha dan Hindu. Strategi dakwah ini adalah salah satu strategi
yang tepat untuk melunakkan hati mereka.
Sunan Bonang dikenal amat pandai dengan ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf,
seni, sastra, arsitektur, dan lain sebagainya. Wilayah dakwahnya adalah daerah Kediri.
Di sana, Ia mengajarkan Islam melalui wayang, tembang, dan sastra sufistik. Karya
sastra terkenal yang digubah Sunan Bonang adalah Suluk Wujil.

5
D. Strategi Dakwah Sunan Drajat

Sunan Drajat memiliki nama asli Raden Qasim. Sunan Drajat lahir di
Ampeldenta, Surabaya tahun 1470 M. Sunan Drajat adalah putra paling muda dari
Sunan Ampel dan Nyi Ageng Manila. Sunan Drajat adalah adik dari Raden Maulana
Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang.
Sunan Drajat memiliki beberapa nama lain. Seperti Raden Syarifuddin, Masaikh
Munat, Sunan Mayang Madu, Pangeran Kadrajat, dan Maulana Hasyim. Pada tahun
1484, Sunan Drajat diberi sebuah gelar oleh Raden Patah dari Demak. Gelar tersebut
adalah Sunan Mayang Madu. Selain memberikan gelar, Raden Patah juga memberikan
hal lain. Raden Patah memberikan tanah perdikan kepada Sunan Drajat.
Seperti Sunan Ampel, Sunan Drajat juga memiliki 7 ajaran dasar pada masa
dakwahnya. Diantaranya adalah sebagai berikut;
o Memangun resep tyasing sasama (membuat senang hati orang lain)
o Jroning suka kudu eling lan waspada (dalam keadaan gembira, hendaknya tetap
ingat Tuhan dan selalu waspada).
o Laksitaning subrata tan nyipa marang pringga bayaning lampah (dalam
mencapai cita-cita luhur, jangan menghiraukan halangan dan rintangan).
o Meper hardaning pancadriya (senantiasa berjuang untuk menekan hawa nafsu
duniawi)
o Heneng-Hening-Henung (dalam diam akan dicapai keheningan, dalam hening
akan dicapai jalan kebebasan mulia).
o Mulya guna panca waktu (pencapaian kemuliaan lahir batin dicapai dengan
menjalani salat lima waktu).

6
o Menehono teken marang wong kang wuto. Menehono mangan marang wong
kang luwe. Menehono busana marang wong kang wuda. Menehono pangiyup
marang wong kang kaudanan (berikan tongkat kepada orang buta, berikan
makan kepada orang lapar, berikan pakaian kepada orang tak berpakaian,
berikan tempat berteduh kepada orang kehujanan).
Wilayah dakwahnya berada di Paciran, Lamongan. Strategi dakwahnya terkenal
dengan pendidikan akhlak kepada masyarakat. Di Paciran, Sunan Drajat mendidik
masyarakat untuk memperhatikan kaum fakir miskin. Ia menjunjung tinggi
kesejahteraan umat. Selain itu, Sunan Drajat juga dikenal dengan pengajaran teknik
membuat rumah dan tandu.

E. Strategi Dakwah Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga memiliki nama asli Raden Said. Sunan


Kalijaga lahir sekitar tahun 1450 M. Sunan Kalijaga adalah seorang putra dari
Tumenggung Wilatiktam Bupati Tuban. Perjalanan Sunan Kalijaga untuk menjadi wali
tidaklah mulus. Suatu ketika, Sunan Kalijaga ingin merampok seseorang. Kebetulan,
orang yang ia rampok adalah Sunan Bonang. Melalui pengaruh-pengaruh dari Sunan
Bonang inilah yang membuat Sunan Kalijaga dapat bertaubat. Setelah kejadian itu,
Sunan Bonang menjadi guru spiritual Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga memulai
dakwahnya di Cirebon, tepatnya di Desa Kalijaga. Beliau akan menyebarkan agama
Islam pada penduduk Pamanukan dan Indramayu.
Sunan Kalijaga berdakwah dengan pendekatan seni dan budaya. Beliau
berdakwah dengan mendalang. Beliau membuat pertunjukan yang tidak mematok harga
bagi siapa saja yang melihat. Strategi dakwah ini ternyata berhasil di masyarakat.

7
Strategi dakwah Sunan Kalijaga amat terkenal melalui seni dan budaya. Ia
piawai mendalang, menciptakan bentuk-bentuk wayang, dan lakon-lakon carangan.
Dakwah Raden Said dimulai di Cirebon, di Desa Kalijaga, untuk mengislamkan
penduduk Indramayu dan Pamanukan. Karena basis dakwahnya di Desa Kalijaga,
Raden Said kemudian dikenal dengan julukan Sunan Kalijaga.
Sebagaimana Wali Songo yang lain, Sunan Kalijaga berdakwah dengan
pendekatan seni dan budaya. Ia amat mahir mendalang dan menggelar pertunjukan
wayang. Sebagai dalang, ia dikenal dengan julukan Ki Dalang Sida Brangti, Ki Dalang
Bengkok, Ki Dalang Kumendung, atau Ki Unehan. Berbeda dengan pertunjukan
wayang lainnya, Sunan Kalijaga tidak mematok tarif bagi yang ingin menyaksikan
pertunjukan beliau, melainkan cukup dengan menyebut Kalimosodo atau dua kalimat
syahadat sebagai tiket masuknya.
Dengan begitu, orang-orang yang menyaksikan pertunjukan wayang Sunan
Kalijaga sudah masuk Islam. Berkat kelihaian Sunan Kalijaga berbaur, lambat laun
masyarakat setempat mengenal Islam pelan-pelan dan mulai menjalankan syariat Islam.

F. Strategi Dakwah Sunan Muria

Sunan Muria memiliki nama asli Raden Umar Said. Sunan Muria terlibat
ketikan pemilihan Raden Patah sebagai pemimpin perdana kerajaan Islam di Jawa.
Meskipun sosok yang berpengaruh di Kesultanan Demak, Sunan Muria lebih senang
tinggal di daerah terpencil.
Sunan Muria senang bergaul dengan rakyat jelata. Beliau mengajarkan berbagai
keterampilan pada masyarakat. Seperti bercocok tanam, kesenian, sampai berdagang.
Sebutan Sunan Muria diberikan lantaran beliau menetap di Gunung Muria.

8
Salah satu strategi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Muria adalah tradisi
bancakan. Gunanya tumpeng di dalam tradisi tersebut diubah menjadi kenduri.
Fungsinya untuk mengirim doa kepada leluhur melalui doa-doa Islam. Sunan Muria
juga mengembangkan dakwah dengan seni. Hal ini serupa dengan jejak ayahnya, Sunan
Kalijaga. Sunan Muria mengembangkan penulisan tembang cilik atau sekar alit.
Dalam menyebarkan Islam, Sunan Muria melestarikan seni gamelan dan boneka
sebagai sarana dakwah. Dia menciptakan beberapa lagu dan tembang untuk
mempraktikkan ajaran Islam. Penulisan tersebut berjenis Sinom dan Kinanthi. Tembang
cilik ini masih populer hingga saat ini di kalangan masyarakat Jawa. Dari usia muda
sampai tua mengetahui tembang ini.

G. Strategi Dakwah Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung jati memiliki nama Syarif Hidayatullah. Sunan Gunung Jati
adalah seorang ulama Wali Songo. Beliau termasuk majelis pendakwah agama Islam
pada abad ke-14 M. Sunan Gunung Jati juga merupakan Sultan Cirebon tahun 1479 –
1568. Sunan Gunung Jati diberi gelar Susuhunan Jati. Sunan Gunung Jati mulai
berdakwah di daerah Cirebon, Jawa Barat.
Strategi dakwah yang beliau lakukan adalah jalur perkawinan. Menurut sebuah
sumber, tidak kurang dari 6 perempuan beliau jadikan isti. Pada awal mula, Sunan
Gunung Jati menikahi Nyai Babadan, putri dari Ki Ageng Gedeng Badadan.
Pendekatan lain yang dilakukan untuk berdakwah adalah memperkuat kedudukan
politik. Sekaligus memperluas hubungannya dengan tokoh yang berpengaruh di daerah
Cirebon, Demak dan Banten.

9
Legitimasi kekuasaan politik dan spiritual dari rakyat membuat Sunan Gunung
Jati terus melanjutkan dakwahnya dengan yakin. Sebagai penguasa Cirebon saat itu,
Sunan Gunung Jati berhasil mencapai kesejahteraan masyarakat di sepanjang pesisir
pantai Cirebon.  Pada saat itu, wilayah Pelabuhan berada di bawah kekuasaan Pajajaran
yang masih tertutup.

H. Strategi Dakwah Sunan Giri

Sunan Giri adalah putra Syekh Maulana Ishaq. Ada


beberapa nama yang dikenal selain Sunan Giri. Seperti Muhammad Ainul Yaqin, Joko
Samudro, Raden Paku dan Sultan Abdul Faqih.
Sunan Giri melakukan dakwah di bidang pendidikan. Selain itu, beliau juga
berdakwah menggunakan karya seni. Karya seni tersebut khusus beliau ciptakan.
Contohnya seperti permainan anak-anak dan tembang atau lagu. Beberapa permainan
yang dibuat oleh Sunan Giri antara lain adalah Gendi Gerit, Jelungan, Jamuran dan lain-
lain. Tembang atau lagu anak-anak yang diciptakannya adalah Gula Ganti, Jor, Padang
Bulan, dan Cublak-cublak Suweng.
Sunan Giri dikenal sebagai raja sekaligus guru suci. Ia berperan penting dalam
pengembangan dakwah di Nusantara. Strategi dakwahnya yang terkenal adalah dengan
memanfaatkan kekuasaan, perniagaan, dan pendidikan. Dengan cara dakwah tersebut,
pengaruh Sunan Giri mencapai wilayah Banjar, Martapura, Pasir, Kutai, hingga Nusa
Tenggara dan Maluku.

I. Strategi Dakwah Sunan Kudus

10
Sunan Kudus memiliki nama Ja’far Shadiq.
Beliau adalah santri paling pesohor alumni Pesantren Ampeldenta yang didirikan oleh
Sunan Ampel. Sunan Kudus lahir dari keluarga bangsawan di kerajaan Demak.
Ketika melihat silsilah keluarga, Sunan Kudus memiliki silsilah sampai ke nasab
Nabi Muhammad SAW melalui jalur Husain bi Ali RA. Ayah Sunan Kudus adalah
Usman Haji bin Ali Murtadha. Ayahnya merupakan saudara kandung dari Sunan
Ampel.
Strategi dakwah yang digunakan Sunan Kudus untuk menyebarkan Islam adalah
dengan mendekati masyarakat melalui kebutuhan mereka. Ia mengajarkan alat-alat
pertukangan, kerajinan emas, membuat keris pusaka, dan lain sebagainya.
Strategi dakwah yang dilakukan Sunan Kudus juga mendekati masyarakat.
Sunan Kudus mulai menyelami dan memahami apa saja kebutuhan yang diharapkan
oleh masyarakat. Itulah sebabnya Sunan Kudus mengajarkan penyempurnaan alat-alat
pertukangan pada proses dakwahnya.
Selain itu, Sunan Kudus juga mengajarkan membuat pande besi dan kerajinan
emas. Beliau juga mengajarkan bagaimana cara membuat keris pusaka. Tidak hanya itu,
Sunan Kudus juga mengajarkan hukum-hukum agama Islam dengan tegas.

BAB III

11
PENUTUP

Istilah walisongo adalah nama sebuah dewan yang beranggotakan 9 orang.


Anggota walisongo merupakan orang-orang pilihan dan oleh karena itu oleh orang jawa
dinamakan wali. Istilah wali berasal dari bahasa arab aulia, yang artinya orang yang
dekat dengan Allah Swt karena ketakwaannya. Sedangkan istilah songo merujuk
kepada penyebaran agama Islam ke segala penjuru. Orang jawa mengenal istilah kiblat
papat limo pancer untuk menggambarkan segala penjuru, yaitu utara-timur-selatan-
barat disebut keblat papat dan empat arah diantaranya ditambah pusat disebut limo
pancer. 
Perkembangan Islam di Jawa tidak dapat dipisahkan dari peranan para Wali.
Walisongo "berarti sembilan orang wali"  Islam sudah masuk ke wilayah Nusantara
sejak abad ke-7 Masehi, namun baru diminati oleh penduduk asing dari China, Arab
dan Persia. Baru pada akhir abad ke-15 hingga paruh abad ke-16 ada sekumpulan tokoh
penyebar Islam yang berjuluk Wali Songo berhasil mengislamkan penduduk pribumi
dengan metode dakwah yang khas, tanpa menimbulkan pergolakan dan penolakan.
Wali Songo berhasil menjelaskan apa itu Islam dan seluk-beluknya dengan
perangkat-perangkat budaya yang ada dan dapat dihayati oleh masyarakat. Islam
“dibumikan” dengan prinsip bil hikmah wal mauidzatil hasanah wajadilhum billati hiya
ahsan. Penjelasan mengenai Islam dikemas secara sederhana yang dikaitkan dengan
pemahaman masyarakat setempat.
Misalnya Sunan Giri bertugas menjelaskan siklus perhitungan kalender dan
perubahan hari. Sunan Gunung Jati mengajarkan tata cara berdoa, membaca mantra dan
pengobatan. Sunan Drajat mengajarkan tata cara membangun rumah. Sunan Kudus
mengajarkan cara membuat keris dan kerajinan emas. Hal penting yang perlu dicatat
dalam sukses dakwah Wali Songo adalah corak sufistik dalam ajaran-ajaran mereka.
Istilah “wali” itu sendiri sangat lekat dengan kaum sufi atau kajian tasawuf. Corak
sufistik dalam hal ini dapat diperbandingkan dengan corak fikih yang serba “hitam-
putih”.
Ajaran sufi lebih terbuka, luwes dan adaptif dalam menyikapi keberadaan ajaran
di luar Islam. Dakwah kultural semacam itu juga dilakukan oleh Sunan Drajat melalui
tembang Jawa ciptaannya yang hingga kini masih digemari, yaitu Tembang Pangkur.
Sementara Sunan Bonang menghasilkan

12
Suluk Sunan Bonang atau Primbon Sunan Bonang, yaitu catatan-catatan
pendidikan yang dituangkan dalam bentuk prosa. Setelah penduduk tertarik, mereka
diajak membaca syahadat, diajari wudhu, shalat, dan sebagainya. Walisongo dikenal
sangat peka beradaptasi. Cara mereka menanamkan akidah dan syariat Islam sangat
memperhatikan kondisi masyarakat setempat. Misalnya, kebiasaan berkumpul dan
kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian keluarga tidak diharamkan, tapi
sebaliknya acara tersebut diisi dengan pembacaan tahlil, doa, dan sedekah.
Demikian juga dengan penggunaan istilah. Sunan Ampel yang dikenal sangat
hati-hati, misalnya, menyebut shalat dengan ‘sembahyang’ yang berasal dari kata
sembah dan hyang. Dia juga menamai tempat ibadah dengan langgar, yang mirip
dengan kata sanggar. Bangunan masjid dan langgar pun dibuat bercorak Jawa dengan
ciri khas genteng bertingkat-tingkat.
Bahkan, di antara bangunan masjid tersebut memadukan corak bangunan Hindu,
seperti Masjid Kudus yang dilengkapi dengan menara dan gapura bercorak Hindu.
Selain itu, untuk mendidik calon-calon da’i, Walisongo mendirikan pesantren-
pesantren, sebagai pusat pendidikan agama Islam.

13
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.pewartanusantara.com/strategi-dakwah-yang-patut-di-teladani-dari-
kisah-walisongo/
 https://www.gramedia.com/best-seller/nama-nama-wali-songo/
 https://tirto.id/nama-nama-asli-wali-songo-strategi-dakwah-wilayah-
persebarannya-garD
 https://www.bacaanmadani.com/2018/09/strategi-dakwah-wali-songo.html

14

Anda mungkin juga menyukai