Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyak aliran dan mazhab yang timbul sepanjang sejarah umat Islam. Mulai dari
timbulnya aliran berlatarbelakang politik, yang kemudian aliran tersebut
berevolusi dan memicu kemunculan aliran bercorak akidah ( teologi ), hingga
bermacam mazhab Fikih, Ushul Fikih dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.

Pemikiran-pemikiran para filosof dari pada ajaran dan wahyu dari Allah sehingga
banyak ajaran Islam yang tidak mereka akui karena menyelisihi akal menurut
prasangka mereka Berbicara perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya,
karena terus menerus terjadi perpecahan dan penyempalan mulai dengan
munculnya khowarij dan syiah kemudian muncullah satu kelompok lain yang
berkedok dan berlindung dibawah syiar akal dan kebebasan berfikir, satu syiar
yang menipu dan mengelabuhi orang-orang yang tidak mengerti bagaimana Islam
telah menempatkan akal pada porsi yang benar. sehingga banyak kaum muslimin
yang terpuruk dan terjerumus masuk pemikiran kelompok ini. akhirnya
terpecahlah dan berpalinglah kaum muslimin dari agamanya yang telah diajarkan
Rasulullah dan para shahabat-shahabatnya. Akibat dari hal itu bermunculanlah
kebidahan-kebidahan yang semakin banyak dikalangan kaum muslimin sehingga
melemahkan kekuatan dan kesatuan mereka serta memberikan gambaran yang
tidak benar terhadap ajaran Islam, bahkan dalam kelompok ini terdapat hal-hal
yang sangat berbahaya bagi Islam yaitu mereka lebih mendahulukan akal dan

Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menasehati
saudaranya agar tidak terjerumus kedalam pemikiran kelompok ini yaitu
kelompok Mu’tazilah yang pengaruh penyimpangannya masih sangat terasa
sampai saat ini dan masih dikembangkan oleh para kolonialis kristen dan yahudi
dalam menghancurkan kekuatan kaum muslimin dan persatuannya.

1
Bermunculanlah pada era dewasa ini pemikiran mu’tazilah dengan nama-nama
yang yang cukup menggelitik dan mengelabuhi orang yang membacanya, mereka
menamainya dengan Aqlaniyah. Modernisasi pemikiran. Westernasi dan
sekulerisme serta nama-nama lainnya yang mereka buat untuk menarik dan
mendukung apa yang mereka anggap benar dari pemkiran itu dalam rangka usaha
mereka menyusupkan dan menyebarkan pemahaman dan pemikiran ini. Oleh
karena itu perlu dibahas asal pemikiran ini agar diketahui penyimpangan dan
penyempalannya dari Islam, maka dalam pembahasan kali ini dibagi menjadi
beberapa pokok pembahasan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan mu’tazilah?

2. Bagaimana asal usul kemunculan mu’tazilah?

3. Apa saja dan bagaimana ajaran mu’tazilah?

4. Siapa saja tokoh-tokoh aliran mu’tazilah?

5. Bagaiman versi tentang nama mu’tazilah?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan mu’tazilah

2. Untuk Mengetahui asal usul kemunculan mu’tazilah

3. Untuk mengetahui bagaimana ajaran mu’tazilah

4. Untuk Mengetahui tokoh-tokoh aliran mu’tazilah

5. Untuk mengetahui beberapa versi tentang nama mu’tazilah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mu’tazilah

Mu’tazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat
dikelompokkan sebagai kaum rasionalis islam, disamping maturidiyah samarkand.
Aliran ini muncul sekitar abad pertama hijriyah, di kota Basrah, yang ketika itu
menjadi kota sentra ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. disamping itu,
aneka kebudayaan asing dan macam-macam agama bertemu dikota ini. dengan
demikian luas dan banyaknya penganut islam, semakin banyak pula musuh-musuh
yang ingin menghancurkannya, baik dari internal umat islam secara politis
maupun dari eksternal umat islam secara dogmatis. mereka yang non islam
merasa iri melihat perkembangan islam begitu pesat sehingga berupaya untuk
menghancurkannya. adapaun hasarat untuk menghancurkan islam dikalangan
peneluk islam sendiri.

B. Munculnya golongan atau kelompok Mu’tazilah

Sejarah munculnya mu’tazilah kelompok pemuja akal ini muncul di kota Bashrah
(IraQ), pada abad ke – 2 Hijriyah , antara tahun 105 – 110 H , tepatnya pada masa
pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifa Hisyam Bin Abdul
Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-
Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal . nah
kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa muslim
berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan
al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Inilah
awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan
Guru , dan akhirnya golongan mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Seiring
dengan bergulirnya waktu, kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan

3
sekian banyak sektenya. Hingga kemudian para dedengkot mereka mendalami
buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka
sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar terwarnai oleh manhaj ahli kalam
(yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As
Sunnah ).

Oleh karena itu, tidaklah aneh bila kaidah nomor satu mereka berbunyi: “Akal
lebih didahulukan daripada syariat (Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’) dan akal-lah
sebagai kata pemutus dalam segala hal. Bila syariat bertentangan dengan akal
menurut persangkaan mereka-maka sungguh syariat tersebut harus dibuang atau
ditakwil(2). (Ini merupakan kaidah yang batil, karena kalaulah akal itu lebih
utama dari syariat maka Allah akan perintahkan kita untuk merujuk kepadanya
ketika terjadi perselisihan. Namun kenyataannya Allah perintahkan kita untuk
merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana yang terdapat dalam
Surat An-Nisa: 59. Kalaulah akal itu lebih utama dari syariat maka Allah tidak
akan mengutus para Rasul pada tiap-tiap umat dalam rangka membimbing mereka
menuju jalan yang benar sebagaimana yang terdapat dalam An-Nahl: 36. Kalaulah
akal itu lebih utama dari syariat maka akal siapakah yang dijadikan sebagai tolok
ukur?! Dan banyak hujjah-hujjah lain yang menunjukkan batilnya kaidah ini.

Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berisah atau
memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis,
istilah Mu’tazilah menunjuk ada dua golongan.

1. Golongan pertama, (disebut Mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik


murni. Golongan ini tumbuh sebahai kaum netral politik, khususnya dalam arti
bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan
lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair. Menurut
penulis, golongan inilah yang mula-mula disebut kaum Mu’tazilah karena mereka
menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah. Kelompok ini bersifat netral
politik tanpa stigma teologis seperti yang ada pada kaum Mu’tazilah yang tumbuh
dikemudian hari.

4
2. Golongan kedua, (disebut Mu’tazilah II) muncul sebagai respon persoalan
teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Mur’jiah akibat adanya
peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan
golongan Khawarij dan Mur’jiah tentang pemberian status kafir kepada yang
berbuat dosa besar. Mu’tazilah II inilah yang akan dikaji dalam bab ini yang
sejarah kemunculannya memiliki banyak versi.

C. Ajaran Ajaran Mu’tazilah

Menurut Al-Bagdady dalam kitabnya ( al-Farqu bainal Firaqi ) aliran Mu’tazilah


terpecah-pecah menjadi 22 golongan, ,dua diantaranya dianggap telah keluar dari
Islam. Meskipun terpecah-pecah, namun semuanya masih tergabung dalam kelima
pokok ajaran mereka, yaitu :

1. Tauhid ( pengesaan ).

Tauhid adalah dasar Islam pertama dan utama. Sebenarnya tauhid tauhid ini bukan
milik khusus golongan Mu’tazilah, tetapi karena mereka menafsirkannya
sedemikian rupa dan mempertahankannya dengan sungguh-sungguh maka mereka
terkenal sebagai ahli tauhid.

Mereka berlandaskan pada pernyataan Al-Qur’an yang berbunyi:

ِ َ‫ْس َك ِم ْثلِ ِه َش ْي ٌء َوهُ َو ال َّس ِمي ُع ْالب‬


‫صي ُر‬ َ ‫لَي‬

Artinya: “tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia”(QS. Asy syuraa 9)

2. Al-Adl ( keadilan ).

Dasar keadilan ialah meletakkan pertanggungan jawab manusia atas segala


perbuatannya. Dengan dasar keadilan ini mereka menolak pendapat golongan
Jibriyyah yang mengatakan bahwa manusia dalam segala perbuatannya tidak

5
mempunyai kebebasan, bahkan menganggap suatu kezaliman menjatuhkan siksa
kepadanya.

3. Wa’ad wal Wa’id ( janji ancaman ).

Prinsip ini adalah kelanjutan prinsip keadilan yang harus ada pada Tuhan.
Golongan Mu’tazilah yakin bahwa janji Tuhan akan memberikan pahala dan
ancaman-Nya akan menjatuhkan siksa atau neraka pasti dilaksanakan, karena
Tuhan sudah menjanjikan demikian. Siapa yang berbuat baik akan dibalas dengan
kebaikan pula. Tidak ada pengampunan terhadap dosa besar tanpa taubat.

Sebagaimana yang mereka (aliran mu’tazilah) katakan:

ْ ِ‫َلى هللا‬
َ‫أن ي ُْثـبِت‬ َ ‫ال ؛ يَ ِجبُ ع‬ ُ ‫ َو َغالَ بَع‬,‫اب بِاَأل ْع ِما ِل َربَطً^^ا َح ْت ًم^^ا‬
َ َ‫ْض^هَ ْم فِى الَّت ْعبِـي ِْر فَـق‬ َ َ‫اب َو ْال ِعق‬
َ ‫ثُ َّم َربَطُوْ االَّثـ َو‬
‫أن يَ ْعفُ َواهللاُ َع ْن^هُ َألنَّهُ أوْ َع^ َد‬
ْ ‫ص^ا ِحبُ ْال َكبِ ْي^ َر ِة إ َذا َم^^اتَ َولَ ْم يَتُبْ الَيَ ُج^^وْ ُز‬
َ َ‫ ف‬,‫ب ْال َكثِ ْي^ َر ِة‬ َ َ‫ْال ُم ِط ْي^ َع َويُ َع^^اق‬
َ ‫ب ُم^^رْ تَ ِك‬
ِ ‫ت َواَأل ْم^ َر بِهَ^^ا َو ْال َم َع‬
‫اص^ى‬ َّ ‫ َوَأل َّن‬,‫ فَلَوْ لَ ْم يُ َعاقِبْ لَزَ َم ْال َخ ْلفُ فِى َو ِع ْي^ ِد ِه‬.‫أخبَ َر بِ ِه‬
ِ ‫الـطاعَا‬ ْ ‫ب عَل َى ْال َكبَاِئ ِر َو‬
ِ ‫بِ ْال ِعقَا‬
)‫ (هذا قول اإلعتزال أي لقوم المعتـزلة‬.‫َوالـَّن ْه َي َع ْنهَا‬

Yang artinya: ”kemudian mereka menghubngkan dengan ikatan yang kuat antara
pahala dan siksaan itu dengan amat perbuatan. Sebagian Mu’tazilah keterlaluan
pendiriannya, mengatakan: wajib bagi Allah memberi pahala bagi orang yang taat
dan menyiksa orang berdosa besar. Orang yang berdosa besar apabila meninggal
dan tidak bertaubat, Allah tidak boleh mengampuninya, karena Allah telah
mengancam siksaan atas orang yang berdosa besar. Kalau seandainya tak
menyiksanya, berarti Allah mengingkari ancaman-Nya. Taat kepada-Nya adalah
perintah dan maksiat adalah larangan-Nya. (perkataan iktizal atau kaum
mu’tazilah).

Jadi, jika kita berlaku baik dan tidak melanggar apa yang telah tuhan berikan,
maka Tuhan akan memberikan semua janji-janji-Nya, yakni Surga. Berlaku begitu
juga sebaliknya siapa yang melanggar maka neraka selalu menanti.

6
ُ ‫( تَوْ بَ^^ة ًن‬taubat yang sebenar-benarnya) itu berlaku dalam aliran
Kata-kata ‫َص ^وْ حًا‬
mu’tazilah. Ini bertujuan mendorong manusia agar berbuat baik dan tidak berbuat
dosa.

4. Al-Manizilah baina al-Manzilatain ( tempat di antara dua tempat ).

Prinsip ini sangat penting yang karenanya Wasil bin Ata’ memisahkan diri
dari Hasan Basri. Wasil memutuskan bahwa orang yang berbuat dosa besar selain
syirik, tidak mu’min tidak pula kafir, tetapi fasik. Jadi kefasikan adalah suatu hal
yang berdiri sendiri antara iman dan kafir.Sebagaimana yang telah diucapkan oleh
aliran iktizal (kaum mu’tazilah) ialah:

‫ فَ َم ْن شـَبَّهَ هللاُ بِ َخ ْلقِ ِه أوْ َج َّو ّزهُ فِى ُح ْك ِم ِه أوْ َك َّذبَهُ فِى َخبَ ِر ِه فَقَ ْد‬,‫ص ُل ِم ْن ِكب ِْر ِه إل َى َح ِّد ْال ُكـ ْف ِر‬ ِ َ‫ضهَا ي‬ َ ‫ِإ َّن ْال َكبَاِئ َر بَ ْع‬
َ‫ ال‬,‫^زلَتَ ْي ِن‬ ِ ^‫ق َم ْن ِزلَ^^ة ٌ بَ ْينَ ْال َم ْن‬
ُ ^‫ َو ْالفِ ْس‬,‫اس^قًا‬
ِ َ‫ َوهَ ِذ ِه ْال َكبَاِئ ُر ي َُس^ َّمى ُمرْ تَ ِكبُهَ^^ا ف‬.ُ‫ك َكبَاِئ ُر أقـَلُّ ِم ْنهَا ْال َم ْن ِزلَة‬
َ ‫ َوهُنَا‬,‫َكفَ َر‬
‫ ( هذا قول اإلعتزال أي لق^^وم‬.‫ بَلْ هُ َو فِى َم ْن ِزلَ ٍة بَ ْينَ ْال َم ْن ِزلَتَـي ِْن‬,‫ْس ُمْؤ ِمنًا َوالَ َكافِرًا‬
َ ‫ق لَي‬ ْ َ‫ ف‬, َ‫ُك ْف َر ِوالَ إ ْي َمان‬
ُ ‫ـالفَا ِس‬
) ‫المعتـزلة‬

Yang artinya: “sesungguhnya dosa besar sebagiannya sampai ke batas kufur.


Barang siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nyaatau
memperbolehkan sesuatu yang diharamkan atau mendustakan firman-Nya dia
benar-benar kufur. Ini adalah dosa besar, paling sedikit berada pada suartu tempat.
Dosa-dosa besar ini pelakunya dinamakan fasiq. Fasiq itu berada pada suatu
tempat di antara dua tempat, tidak kufur dan tidak pula beriman. Orang yang fasiq
bukan mukmin bukan pula kafir, tetapi dia berada pada suatu tempat di antara dua
tempat. (perkataan iktizal atau kaum mu’tazilah).

Maka dari perkataan di atas bahwa yang dimaksud bukan mukmin mutlak karena
keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Tuhan. Bukan pula kafir mutlak
karena ia masih percaya kepada Tuhan, rasul-Nya dan masih mengerjakan
pekerjaan yang baik. Jika sebelum meinggal belum bertobat, maka ia akan kekal
di dalam neraka selamanya.

7
Fasik juga akan disiksa dengan dimasukan ke dalam neraka. Namun, siksanya
lebih ringan dari pada kafir. Inilah yang mendorong agar manusia tidak
menyepelekan perbuatan dosa, terutama dosa besar.

5. Amar ma’ruf nahi munkar ( perintah kebaikan dan melarang kejahatan ).

Prinsip ini lebih banyak berhubungan dengan taklif dan lapangan fiqih daripad
lapangan kepercayaan atau tauhid. Banyak ayat-ayat Qur’an yang memuat prinsip
ini. Prinsip ini harus dijalankan oleh setiap orang Islam untuk penyiaran agama
dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang sesat. Sejarah menunjukkan
betapa hebatnya golongan Mu’tazilah mempertahankan Islam terhadap kesesatan-
kesesatan yang tersebar luas pada permulaan masa Abbasiy, yang hendak
menghancurkan kebenaran-kebenaran Islam, bahkan tidak segan-segannya
menggunakan kekerasan dalam melaksanakan prinsip tersebut, meskipun terhadap
golongan-golongan Islam sendiri

Prinsip ini lebih banyak berhubungan dengan taklif dan lapangan fiqih daripada
lapangan tauhied. Tapi sejarah menunjukkkan betapa gigihnya kaum mu’tazilah
itu mempertahankan Islam, memberantas kesesatan, untuk melaksanakan suatu
‘amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagaiman yang telah difirman oleh Allah SWT.

‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِ ُح^^وْ ِن (أل‬ ِ ْ‫لى ْال َخي ِْر َويَْأ ُمرُوْ نَ بِ ْال َم ْعرُو‬
ِ ^‫ف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُم ْن َك‬
َ ‫^ر قلى َوأولَِئ‬ َ ‫َو ْلتَـ ُك ْن ِّم ْن ُك ْم أ ّمًة ٌ يَّ ْد ُعوْ نَ ِإ‬
)١٠٤ ‫عمران ؛‬

Dari ayat dia atas terdapat syarat-syarat yang harus mukmin penuhi dalam
melaksanakan amal ma’ruf nahi munkar ini, yaitu :

1. Mengetahi bahwa yang disuruh ialah ma’ruf (benar) dan yang dilarang ialah
munkar (kejelekan).

2. Mengetahui kemungkaran telah nyata dilakukan orang.

8
3. Mengetahui perbuatan amal ma’ruf nahi munkar tidak membawa mudarat
yang lebih besar.

4. Mengetahui/menduga bahwa tindakan tidak membahayakan dirinya ataupun


hartanya.

.D. Tokoh-Tokoh Aliran Mu’Tazilah

1. Wasil bin Atha.

Wasil bin Atha adalah orang pertama yang meletakkan kerangka dasar ajaran
Muktazilah. Ada tiga ajaran pokok yang dicetuskannya, yaitu paham al-manzilah
bain al-manzilatain, paham Kadariyah (yang diambilnya dari Ma’bad dan Gailan,
dua tokoh aliran Kadariah), dan paham peniadaan sifat-sifat Tuhan. Dua dari tiga
ajaran itu kemudian menjadi doktrin ajaran Muktazilah, yaitu al-manzilah bain al-
manzilatain dan peniadaan sifat-sifat Tuhan.

2. Abu Huzail al-Allaf.

Abu Huzail al-‘Allaf (w. 235 H), seorang pengikut aliran Wasil bin Atha,
mendirikan sekolah Mu’tazilah pertama di kotaBashrah. Lewat sekolah ini,
pemikiran Mu’tazilah dikaji dan dikembangkan. Sekolah ini menekankan
pengajaran tentang rasionalisme dalam aspek pemikiran dan hukum Islam.

Aliran teologis ini pernah berjaya pada masa Khalifah Al-Makmun (Dinasti
Abbasiyah). Mu’tazilah sempat menjadi madzhab resmi negara. Dukungan politik
dari pihak rezim makin mengokohkan dominasi mazhab teologi ini. Tetapi
sayang, tragedi mihnah telah mencoreng madzhab rasionalisme dalam Islam ini.

Abu Huzail al-Allaf adalah seorang filosof Islam. Ia mengetahui banyak falsafah
yunani dan itu memudahkannya untuk menyusun ajaran-ajaran Muktazilah yang
bercorak filsafat. Ia antara lain membuat uraian mengenai pengertian nafy as-sifat.
Ia menjelaskan bahwa Tuhan Maha Mengetahui dengan pengetahuan-Nya dan
pengetahuan-Nya ini adalah Zat-Nya, bukan Sifat-Nya; Tuhan Maha Kuasa
dengan Kekuasaan-Nya dan Kekuasaan-Nya adalah Zat-Nya dan seterusnya.
Penjelasan dimaksudkan oleh Abu-Huzail untuk menghindari adanya yang kadim

9
selain Tuhan karena kalau dikatakan ada sifat (dalam arti sesuatu yang melekat di
luar zat Tuhan), berarti sifat-Nya itu kadim. Ini akan membawa kepada
kemusyrikan. Ajarannya yang lain adalah bahwa Tuhan menganugerahkan akal
kepada manusia agar digunakan untuk membedakan yang baik dan yang buruk,
manusia wajib mengerjakan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang
buruk. Dengan akal itu pula menusia dapat sampai pada pengetahuan tentang
adanya Tuhan dan tentang kewajibannya berbuat baik kepada Tuhan. Selain itu ia
melahirkan dasar-dasar dari ajaran as-salãh wa al-aslah.

3. Al-Jubba’i.

Al-Jubba’I adalah guru Abu Hasan al-Asy’ari, pendiri aliran Asy’ariah.


Pendapatnya yang masyhur adalah mengenai kalam Allah SWT, sifat Allah SWT,
kewajiban manusia, dan daya akal. Mengenai sifat Allah SWT, ia menerangkan
bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat; kalau dikatakan Tuhan berkuasa,
berkehendak, dan mengetahui, berarti Ia berkuasa, berkehendak, dan mengetahui
melalui esensi-Nya, bukan dengan sifat-Nya. Lalu tentang kewajiban manusia, ia
membaginya ke dalam dua kelompok, yakni kewajiban-kewajiban yang diketahui
manusia melalui akalnya (wãjibah ‘aqliah) dan kewajiban-kewajiban yang
diketahui melaui ajaran-ajaran yang dibawa para rasul dan nabi (wãjibah
syar’iah).

4. An-Nazzam

An-Nazzam : pendapatnya yang terpenting adalah mengenai keadilan Tuhan.


Karena Tuhan itu Maha Adil, Ia tidak berkuasa untuk berlaku zalim. Dalam hal ini
berpendapat lebih jauh dari gurunya, al-Allaf. Kalau Al-Allaf mangatakan bahwa
Tuhan mustahil berbuat zalim kepada hamba-Nya, maka an-Nazzam menegaskan
bahwa hal itu bukanlah hal yang mustahil, bahkan Tuhan tidak mempunyai
kemampuan untuk berbuat zalim. Ia berpendapat bahwa pebuatan zalim hanya
dikerjakan oleh orang yang bodoh dan tidak sempurna, sedangkan Tuhan jauh dari
keadaan yang demikian. Ia juga mengeluarkan pendapat mengenai mukjizat al-
Quran. Menurutnya, mukjizat al-quran terletak pada kandungannya, bukan pada

10
uslūb (gaya bahasa) dan balāgah (retorika)-Nya. Ia juga memberi penjelasan
tentang kalam Allah SWT. Kalam adalah segalanya sesuatu yang tersusun dari
huruf-huruf dan dapat didengar. Karena itu, kalam adalah sesuatu yang bersifat
baru dan tidak kadim.

5. Al- Jahiz

Al- jahiz : dalam tulisan-tulisan al-jahiz Abu Usman bin Bahar dijumpai paham
naturalism atau kepercayaan akan hukum alam yang oleh kaum muktazilah
disebut Sunnah Allah. Ia antara lain menjelaskan bahwa perbuatan-perbuatan
manusia tidaklah sepenuhnya diwujudkan oleh manusia itu sendiri, malainkan ada
pengaruh hukum alam.

6. Mu’ammar bin Abbad

Mu’ammar bin Abbad : Mu’ammar bin Abbad adalah pendiri muktazilah aliran
Baghdad. pendapatnya tentang kepercayaan pada hukum alam. Pendapatnya ini
sama dengan pendapat al-jahiz. Ia mengatakan bahwa Tuhan hanya menciptakan
benda-benda materi. Adapun al-‘arad atau accidents (sesuatu yang datang pada
benda-benda) itu adalah hasil dari hukum alam. Misalnya, jika sebuah batu
dilemparkan ke dalam air, maka gelombang yang dihasilkan oleh lemparan batu
itu adalah hasil atau kreasi dari batu itu, bukan hasil ciptaan Tuhan.

7. Bisyr al-Mu’tamir

Bisyr al-Mu’tamir: Ajarannya yang penting menyangkut pertanggungjawaban


perbuatan manusia. Anak kecil baginya tidak dimintai pertanggungjawaban atas
perbuatannya di akhirat kelak karena ia belum mukalaf. Seorang yang berdosa
besar kemudian bertobat, lalu mengulangi lagi berbuat dosa besar, akan mendapat
siksa ganda, meskipun ia telah bertobat atas dosa besarnya yang terdahulu.

8. Abu Musa al-Mudrar

11
Abu Musa al-Mudrar : al-Mudrar dianggap sebagai pemimpin muktazilah yang
sangat ekstrim, karena pendapatnya yang mudah mengafirkan orang lain.Menurut
Syahristani,ia menuduh kafir semua orang yang mempercayai kekadiman Al-
Quran. Ia juga menolak pendapat bahwa di akhirat Allah SWT dapat dilihat
dengan mata kepala.

9. Hisyam bin Amr al-Fuwati

Hisyam bin Amr al-Fuwati : Al-Fuwati berpendapat bahwa apa yang dinamakan
surga dan neraka hanyalah ilusi, belum ada wujudnya sekarang. Alas$an yang
dikemukakan adalah tidak ada gunanya menciptakan surga dan neraka sekarang
karena belum waktunya orang memasuki surga dan neraka.

E. Versi Tentang Nama Mu’tazilah

Beberapa versi tentang pemberian nama Mu’tazilah kepada golongan kedua ini
berpusat pada peristiwa yang terjadi antara wasil bin ata serta temannya, Amr bin
Ubaid, dan hasan Al-Basri di basrah. Ketika wasil mengikuti pelajaran yang
diberikan oleh Hasan Al Basri di masjid Basrah., datanglah seseorang yang
bertanya mengenai pendapat Hasan Al Basri tentang orang yang berdosa besar.
Ketika Hasan Al Basri masih berpikir, hasil mengemukakan pendapatnya dengan
mengatakan “Saya berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar bukanlah
mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada pada posisi diantara keduanya, tidak
mukmin dan tidak kafir.” Kemudian wasil menjauhkan diri dari Hasan Al Basri
dan pergi ke tempat lain di lingkungan mesjid. Di sana wasil mengulangi
pendapatnya di hadapan para pengikutnya. Dengan adanya peristiwa ini, Hasan Al
Basri berkata: “Wasil menjauhkan diri dari kita (i’tazaala anna).” Menurut Asy-
Syahrastani, kelompok yang memisahkan diri dari peristiwa inilah yang disebut
kaum Mu’tazilah.

Versi lain dikemukakan oleh Al-Baghdadi. Ia mengatakan bahwa Wasil dan


temannya, Amr bin Ubaid bin Bab, diusir oleh Hasan Al Basri dari majelisnya
karena adanya pertikaian diantara mereka tentang masalah qadar dan orang yang

12
berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan berpendapat
bahwa orang yang berdosa besar itu tidak mukmin dan tidak pula kafir. Oleh
karena itu golongan ini dinamakan Mu’tazilah.

Versi lain dikemukakan Tasy Kubra Zadah yang menyatakan bahwa Qatadah bin
Da’mah pada suatu hari masuk mesjid Basrah dan bergabung dengan majelis Amr
bin Ubaid yang disangkanya adalah majlis Hasan Al Basri. Setelah
mengetahuinya bahwa majelis tersebut bukan majelis Hasan Al Basri, ia berdiri
dan meninggalkan tempat sambil berkata, “ini kaum Mu’tazilah.” Sejak itulah
kaum tersebut dinamakan Mu’tazilah.

Al-Mas’udi memberikan keterangan tentang asal-usul kemunculan Mu’tazilah


tanpa menyangkut-pautkan dengan peristiwa antara Wasil dan Hasan Al Basri.
Mereka diberi nama Mu’tazilah, katanya, karena berpendapat bahwa orang yang
berdosa bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi menduduki tempat diantara
kafir dan mukmin (al-manjilah bain al-manjilatain). Dalam artian mereka member
status orang yang berbuat dosa besar itu jauh dari golongan mukmin dan kafir.

13
BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah di paparkan di atas maka dapat di tarik kesimpulan
sebagai berikut:

1. Mu’tazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat
dikelompokkan sebagai kaum rasionalis islam
2. Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berisah
atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri
secara teknis,
3. Istilah Mu’tazilah menunjuk ada dua golongan yaitu: golongan pertama
disebut mu’tazilah golongan 1 muncul sebagai respon politik murni dan
golongan kedua di sebut mu’tazilah II muncul sebagai respon persoalan
teologis.
4. Ada beberapa ajaran yang di ajarkan oleh golongan Mu’tazilah yaitu:
 Tauhid ( pengesaan ).
 Al-Adl ( keadilan ).
 Wa’ad wal Wa’id ( janji ancaman ).
 Al-Manizilah baina al-Manzilatain ( tempat di antara dua tempat ).
 Amar ma’ruf nahi munkar ( perintah kebaikan dan melarang
kejahatan).
5. Adapaun tokoh-tokoh mu’tazilah yaitu: Wasil bin Atha, Abu Huzail al-
Allaf, Al-Jubba’I, An-Nazzam, Al- jahiz, Mu’ammar bin Abbad, Bisyr al-
Mu’tamir, Abu Musa al-Mudrar, dan Hisyam bin Amr al-Fuwati
6. Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional dan cenderung liberal ini
mendapat tantangan keras dari kelompok tradisonal Islam, terutama
golongan Hambali, pengikut mazhab Ibn Hambal. Sepeninggal al-Ma’mun
pada masa Dinasti Abbasiyah tahun 833 M., syi’ar Mu’tazilah berkurang,

14
bahkan berujung pada dibatalkannya sebagai mazhab resmi negara oleh
Khalifah al-Mutawwakil pada tahun 856 M.

DAFTAR PUSTAKA

Rojak Abdul, Anwar Rosihon. ilmu kalam. 2007. Bandung: CV Pustaka Setia.

Jauhari, Heri. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: CV Pustaka Setia

15

Anda mungkin juga menyukai