Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui, banyak sekali
firqoh-firqoh yang terjadi dalam Agama
Islam. Mereka mengamalkan ajaran yang
berbeda-beda dengan mengatas namakan
Islam, ajaran ini jelas ada yang
menyimpang dari ajaran Islam yang
sesungguhnya, ajaran yang
mengutamaakan Al-Qur’an dan Al-Hadis
sebagai sumber utamanya.
Contoh beberapa aliran yang akan dibahas
dalam makalah ini yakni Aliran Mu’tazilah,
dan Aliran Syi’ah. Aliran Mu’tazilah adalah
aliran yang mempergunakan akal sebagai
sumbernya untuk dapat mengetahui
Tuhan. Kemudian Aliran Syi’ah yakni aliran
yang membawa doktrin dalam doktrin
bahwa segala petunjuk agama bersumber
dari Ahl al-bait . mereka menolak petunjuk-
petunjuk keagamaan dari para sahabat
yang bukan Ahl al-bait atau para
pengikutnya.
Firqoh-firqoh tersebut dilatar belakangi
oleh politik-politik yang kemudian
berdampak pada Agama. Oleh karena itu
dirasa perlu untuk memahami syari’at Islam
secara mendalam, apalagi pada zaman
modern dengan kemajuan ilmu
pengetahuan secara taknik terutama
dikalangan pelajar.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah Makalah ini
yaitu :
1. Bagaimana latar brlakang kemunculan
Aliran Mu’tazilah ?
2. Apa saja doktrin-doktrin Aliran
Mu’tazilah ?
3. Bagaimana perkembangan Aliran
Mu’tazilah ?
4. Bagaimana latar belakang
kemunculan Aliran Syi’ah ?
5. Apa saja doktrin-doktrin Aaliran
Syi’ah ?
PEMBAHASAN
A. MU’TAZILAH
1. Latar Belakang Kemunculan Mu’
tazilah
Golongan Mu’tazilah adalah golongan yang
membawa persoalan persoalan teologi
yang lebih mendalam dan bersifat filosofis
dari pada persoalan-persoalan yang
dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam
pembahasan mereka banyak memakai akal
sehingga mereka mendapat nama “ Kaum
Rasionalitas Islam”.
Berbagai analisa diajukan tentang
pemberian nama Mu’tazilah kepada
mereka. Uraian yang biasa disebut buku-
buku ‘Ilm Al-Kalam berpusat pada
peristiwa yang terjadi antara Wasil Ibn ‘Ata’
serta temanya ‘Aamr Ibn Ubaid dan Hasan
Al-Basri di Basrah. Waasil selalu mengikuti
pelajaran-pelajaran yang diberikan Hasan
Al-Basri di Masjid Basrah. Pada suatu hari
datang seseorang bertnya mengenai
pendaapatnya tentang oraang yang
berdosa besar. Sebagaimana diketahui
kaum Khawarij memandang mereka kafir,
sedangkan kaum Murji’ah memandang
mereka Mukmin. Ketika Hasan Al-Basri
masih berfiki, Wasil mengeluarkan
pendapatnya sendiri dengan mengatakan:
“ saya berpendapat bahwa orang berdosa
besar bukanlah mukmin dan bukan pula
kafir”. Kemudian berdiri dan enhjauhkan
diri dari Hasan Al-Basrah pergi ke tempat
lain di Masjid, disana ia mengulangi
pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini
Hasan Al-Basrah mengatakan ;Wasil
menjauhkan diri dari kita (‘itazala’ anna).”
Dengan demikian ia dan teman-temanya,
kata al-Syahrastani, disebut kaum
Mu’tazilah.[1]Menurut Al-Bagdadi, Wasil
dan temannya, ‘Amr ibn ‘Ubaid Ibn Bab
diusir oleh Hasan Al-Basri dari maajlisnya
karena adaaanya pertikaian antara mereka
mengenai persoalan qodar dan orang-
orang yang berdosa besar.2
Al-Mas’ud memberikan keterangan lain
yaitu Mu’tazilah mengambil posisi antara
kedua posisi itu (mukmin dan kaafir) yakni
Al-Manzilah bainal Manzilatain,3 karena
kaum Mu’tazilah membuat orang yang
berdosa besar jauh dari (dalam arti tidak
masuk) golongan mukmin dan kafir.4
Jadi kata “I’tazala” dan “Mu’atazilah” telah
dipakai kira-kira 100 tahun sebelum
peristiwa Wasil fengan Hasan Al- Basrah,
dalam arti golongan yang tiadak mau ikut
campur dalam pertikaian politik yang ada
di zaman mereka.5
C.A.Nallino, seorang orientaliaas Itaalia
mempunyai pendapat bahwa golongan
Mu’tazilah kedua memiliki hubungan erat
dengan golongan Mu’tazilah pertama.6
Untuk mengetahui asal-usul nama
Mu’tazilah itu dengan sebenarnya memang
sulit. Berbagai pendapat diajukan ahli-ahli,
tetapi belum ada kata sepakat antara
meraka. Yang jelas ialah bahwa nama
Mu’tazilah sebagai designate bagi aliran
teologi rasional dan liberal Islam timbul
sesudah peristiwa Wasil dengan Hasan Al-
Basri d Basrah dan baahwa lama sebelum
terjadinya Basrah itu telah pula terdapat
kata-kata I’tazala al- Mu’tazilah.tetapi
kalau kita kembaali ke ucaapan-ucapan
kaum Mu’tazilah itu sendiri, akan kita
jumpai keterangan-keterangan yang dapat
membeli kesimpulan bahwa mereka
sendirilah yang memberikan nama itu
kepada golongan mereka.7
[2]Selanjutnya mereka menerangkan
adanya hadist Nabi yang mengatakan
bahwa umat akan terpecah menjadi 73
golongan dan yang paling patuh dan
terbaik seluruhnya dari golongan
Mu’tazilah.8
Bahkan menurut Al-Murtada kaum
Mu’tazilah sendirilah dan bukan orang
yang memeberikan nama itu kepada
golonga mereka.9
2. Doktrin-Doktrin Mu’tazilah
Ajaran Wasil mengambil bentuk peniadaan
sifat-sifat Tuhan dalam arti bahwa apa-apa
yang disebut sifat Tuhan sebenarnya
bukanlah sifat yang mempunyai wujud
tersendiri diluar zat Tuhan tetapi sifat yang
merupakan Esensi Tuhan.10
Selanjutnya Abu Al-Huzail berpendapat
bahwa manusia dengan akalnya dapat dan
wajib mengetahui Tuhan.11
Al-Nazzam berpendapat Mu’tazilah Al-
salah wa Al- Aslah yakni Tuhan tak
berkuasa untuk mengeluarkan orang yang
telah menjadi ahli surga dari surga dan
memasukkan orang yang bukan ahli neraka
kedalam neraka dan tidak pula Tuhan tak
berkuasa untuk mengurangi kesenangan
ahli surga dan menambah siksa ahli
neraka.12
Hisyam Ibn ‘Amr al- Fuwati, seoarng
pemimpin dari bagdad, mengatakan bahwa
surga dan neraka belum memiliki wujud
sekarang karena masa memasuki surga
dan neraka belum tiba. Dengan demikian
adanya surga dan neraka tidak ada
faedahnya.13
Ajaran-ajaran Mu’tazilah disebut dengan
Al-Usul Al-Khomsah atau
pancasila Mu’tazilah.
DAFTAR PUSTAKA
19 Ibid.
20 lihat al- milal, 1/46
21 Al-Milal, 1/54
[5] Hamid dabashi. “ Shi’i Islam, Modern
Shi’i Thuoght”, dalam John L. Esposito,
(Ed), The Oxford Encyclopedia of the
Modern Islamic world, Jilid IV, Oxford
University Preaa, Oxford, 1995, hlm. 55.
[6] M.H. Thabathaba’i, islam Syi’ah , asal-
usul dan perkembanganya, Terj. Djohan
Effendi, Grafiti Press, Jakarta, 1989,
hlm.37 dan 71.
[7] Muhammad Abu Zahrah, Aliran politik
dan Aqidah dalam islam, terj Abd. Rahman
Dahlan dan Ahmad Qarib, logos, jakarta,
1996, hlm.34.
[8] W. Montgomery watt, pemikiran
teologi dan filsafat islam, Terj Umar
Basalim, P3M, Jakarta, 1987, hlm.10.
[9] Harun Nasution (Ed), Ensiklopedia
islam indonesia, Djambatan, Jakarta 1992
hlm.904.
[10] Hadits tentang Ghadir Khumm ini
terdapat dalam versi sunni ataupun Syi’ah
dan semuanya merupakan hadits shahih .
lebih dari seratus sahabat telah
meriwayatkan hadits ini dalam berbagai
sanad dan ungkapan . lihat Thabathaba’i,
op.cit. hlm.72
[11] Ibid
[12] Ibid, hlm. 38.
[13] Ibid, hlm. 39-40.
[14] Ada riwayat yang menceritakan
bahwa pada saat-saat akan meninggal,
Nabi berkata “sediakanlah tinta sehingga
aku mempunyai sehelai surat tertulis untuk
kalian yang akan menyebabkan kalian
mendapat bimbingan dan terhindar dari
kesesatan”. Umar mencegah perbuatan itu
dengan alasan sakit beliau gawat. Riwayat
ini terdapat dalam tarikh ath-Thabari, jilid
II, hlm. 436, Shahih bukhori, jilid II, dan
shahih muslim, jilid V . lihad Ibid, hlm.72.
[15] Ibid, hlm. 41
[16] Nasution, op,.cit, hlm. 904.
[17] H.M Rasyidi, Apa itu Syi’ah, Pelita,
Jakarta , hlm. 11.
[18] W. Montgomery watt, Islamic political
Thought, Edinburg University Press,
Edinburg, 1968, hlm. 43.
[19] Heinz Halm, shi’ism, Edinburg
University Press, Edinburg, 1991, hlm 29.
[20] Zahrah , op.,cit. Hlm. 52.
[21] Ahmad syalabi, sejarah dan
kebudayaan Islam, jilid II , Terj Mukhtar
Yahya, pustaka al-husna, Jakarta , 1938 ,
hlm.220; salman Ghaffari; Shia’ism, Haidari
Press, Teheran, 1967 hlm. 147.
[22] Ghaffari, op,.cit,. hlm. 41-42
[23] Ibid, hlm. 42-52
[24] Ibid, hlm. 53
[25] Ibid, hlm. 58-59
[26] Ibid, hlm. 4-5
[27] Ibid, hlm. 67-68
[28] Ibid, hlm. 71-74
[29] Halm, op,.cit. 162.
[30] Ahmad salabi, sejarah dan
kebudayaan islam, jilid II, Terj , Mukhtar
Yahya, pustaka Al-husna, Jakarta , 1992,
hlm, 208
[31] Harun nasution, islam ditinjau dari
berbagai aspeknya, jilid I, UI Press,
Jakarta, 1985, hlm 100.
[32] Nasution, Ensiklopedi..., op,cit, hlm,
450.
[33] Ibid,
[34] Sami nasib makareem, the doctrine
of ismailis, the arab institute for reseach
and publishing, Beirut, 1972, hlm, 13
[35] Ibid,
[36] Ibrahim Madkour, aliran dan teori
filsafat islam, Bumi aksara, Jakarta, 1995,
hlm 95
[37] Muhammas Syahrastani, Al-milal wa
An-nihal , dar al-fikr, beirut, t.t, hlm.192
[38] Thabathaba’i , op.,cit., hlm. 79-83
[39] Syahrastani, op.,cit, hlm. 193.
[40] Ignaz Gotziher, pengantar teologi
dan hukum islam, Ter. Heri setiawan, INIS,
Jakarta 1991, hlm. 121.
[41] Muhammad Abu Zahrah, Aliran politik
dan Aqidah dalam islam. Ter. Abd. Rahman
Dahlan dan Ahmad Qarib, Logos, Jakarta,
1996, hlm. 45.
[42] Ibid, hlm. 47.
[43] Golziher, Ensiklopedi, op,cit. Hlm.
212.
[44] Nasution, Ensiklopedi,,,. Op,cit., hlm.
998
[45] Zahrah, op.,cit, hlm, 47.
[46] Ibid, hlm. 42.
[47] Ibid.
[48] Louis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughaha
wa Al-A’lam, Al-matba’ah Al-katsulikiah Lil
Abi Al- Yasulin, Beirut, 1935. Hlm 586.
[49] Zahrah, op.,cit, hlm 39.
[50] Momen., op,cit, hlm 45.
[51] Heinz Halm, Shi’ism, Edinburgh
universaity press, Edinburg, 1991, hlm.
156.
[52] Syahrastani.,op,cit. Hlm. 173.
[53] Momen., op.cit., hlm 66
[54] Zahra., op,cit. hlm 45.
[55] Al-Ghurabi, Tarikh al- firaq Al-
islamiyyah wa Nasy’h ‘ilm kalam ‘Inda
almuslimin, Maktabah Muhammad ‘Ali
shabih wa Auladah , t,t , hlm. 228
[56] Zahrah, op,cit, hlm. 44
[57] Syahrastani, op,cit, hlm 148-149.
[58] Ibid, hlm. 173
[59] Ibid, hlm. 175
[60] Abdorahim Gavahi, Islamic Revolution
of Iran, upsala University Press, S