Anda di halaman 1dari 30

.

  Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui, banyak sekali
firqoh-firqoh yang terjadi dalam Agama
Islam. Mereka mengamalkan ajaran yang
berbeda-beda dengan mengatas namakan
Islam, ajaran ini jelas ada yang
menyimpang dari ajaran Islam yang
sesungguhnya, ajaran yang
mengutamaakan Al-Qur’an dan Al-Hadis
sebagai sumber utamanya.
Contoh beberapa aliran yang akan dibahas
dalam makalah ini yakni Aliran Mu’tazilah,
dan Aliran Syi’ah. Aliran Mu’tazilah adalah
aliran yang mempergunakan akal sebagai
sumbernya untuk dapat mengetahui
Tuhan. Kemudian Aliran Syi’ah yakni aliran
yang membawa doktrin dalam doktrin
bahwa segala petunjuk agama bersumber
dari Ahl al-bait . mereka menolak petunjuk-
petunjuk keagamaan dari para sahabat
yang bukan Ahl al-bait atau para
pengikutnya.
Firqoh-firqoh tersebut dilatar belakangi
oleh politik-politik yang kemudian
berdampak pada Agama. Oleh karena itu
dirasa perlu untuk memahami syari’at Islam
secara mendalam, apalagi pada zaman
modern dengan kemajuan ilmu
pengetahuan secara taknik terutama
dikalangan pelajar.
B.   Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah Makalah ini
yaitu :
1.      Bagaimana latar brlakang kemunculan
Aliran Mu’tazilah ?
2.      Apa saja doktrin-doktrin Aliran
Mu’tazilah ?
3.      Bagaimana perkembangan  Aliran
Mu’tazilah ?
4.      Bagaimana latar belakang
kemunculan Aliran Syi’ah ?
5.      Apa saja doktrin-doktrin Aaliran
Syi’ah ?

C.  Tujuan          


Tujuan penyusunan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Kalam dengan mencari sumber dari
beberapa buku sebagai referensi dan dari
mata kuliah ini kami lebih memahami
tentang pengetahuan Ilmu Kalam
khususnya pada materi yang kami bahas di
makalah ini.

PEMBAHASAN
A.  MU’TAZILAH
1.    Latar Belakang Kemunculan Mu’
tazilah
Golongan Mu’tazilah adalah golongan yang
membawa persoalan persoalan teologi
yang lebih mendalam dan bersifat filosofis
dari pada persoalan-persoalan yang
dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam
pembahasan mereka banyak memakai akal
sehingga mereka mendapat nama “ Kaum
Rasionalitas Islam”.
Berbagai analisa diajukan tentang
pemberian nama Mu’tazilah kepada
mereka. Uraian yang biasa disebut buku-
buku ‘Ilm Al-Kalam berpusat pada
peristiwa yang terjadi antara Wasil Ibn ‘Ata’
serta temanya ‘Aamr Ibn Ubaid dan Hasan
Al-Basri di Basrah. Waasil selalu mengikuti
pelajaran-pelajaran yang diberikan Hasan
Al-Basri di Masjid Basrah. Pada suatu hari
datang seseorang bertnya mengenai
pendaapatnya tentang oraang yang
berdosa besar. Sebagaimana diketahui
kaum Khawarij memandang mereka kafir,
sedangkan kaum Murji’ah memandang
mereka Mukmin. Ketika Hasan Al-Basri
masih berfiki, Wasil mengeluarkan
pendapatnya sendiri dengan mengatakan:
“ saya berpendapat bahwa orang berdosa
besar bukanlah mukmin dan bukan pula
kafir”. Kemudian berdiri dan enhjauhkan
diri dari Hasan Al-Basrah pergi ke tempat
lain di Masjid, disana ia mengulangi
pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini
Hasan Al-Basrah mengatakan ;Wasil
menjauhkan diri dari kita (‘itazala’ anna).”
Dengan demikian ia dan teman-temanya,
kata al-Syahrastani, disebut kaum
Mu’tazilah.[1]Menurut Al-Bagdadi, Wasil
dan temannya, ‘Amr ibn ‘Ubaid Ibn Bab
diusir oleh Hasan Al-Basri dari maajlisnya
karena adaaanya pertikaian antara mereka
mengenai persoalan qodar dan orang-
orang yang berdosa besar.2
Al-Mas’ud memberikan keterangan lain
yaitu Mu’tazilah mengambil posisi  antara
kedua posisi itu (mukmin dan kaafir) yakni
Al-Manzilah bainal Manzilatain,3 karena
kaum Mu’tazilah membuat orang yang
berdosa besar jauh dari (dalam arti tidak
masuk) golongan mukmin dan kafir.4
Jadi kata “I’tazala” dan “Mu’atazilah” telah
dipakai kira-kira 100 tahun sebelum
peristiwa  Wasil fengan Hasan Al- Basrah,
dalam arti golongan yang tiadak mau ikut
campur dalam pertikaian politik yang ada
di zaman mereka.5
C.A.Nallino, seorang orientaliaas Itaalia
mempunyai pendapat bahwa golongan
Mu’tazilah kedua memiliki hubungan erat
dengan golongan Mu’tazilah pertama.6
Untuk mengetahui asal-usul nama
Mu’tazilah itu dengan sebenarnya memang
sulit. Berbagai pendapat diajukan ahli-ahli,
tetapi belum ada kata sepakat antara
meraka. Yang jelas ialah bahwa nama
Mu’tazilah sebagai designate bagi aliran
teologi rasional dan liberal Islam timbul
sesudah peristiwa Wasil dengan Hasan Al-
Basri d Basrah dan baahwa lama sebelum
terjadinya Basrah itu telah pula terdapat
kata-kata I’tazala al- Mu’tazilah.tetapi
kalau kita kembaali ke ucaapan-ucapan
kaum Mu’tazilah itu sendiri, akan kita
jumpai keterangan-keterangan yang dapat
membeli kesimpulan bahwa mereka
sendirilah yang memberikan nama itu
kepada golongan mereka.7
[2]Selanjutnya mereka menerangkan
adanya hadist Nabi yang mengatakan
bahwa umat akan terpecah menjadi 73
golongan  dan yang paling patuh dan
terbaik seluruhnya dari golongan
Mu’tazilah.8
Bahkan menurut Al-Murtada kaum
Mu’tazilah sendirilah dan bukan orang
yang memeberikan nama itu kepada
golonga mereka.9
2.      Doktrin-Doktrin Mu’tazilah
Ajaran Wasil mengambil bentuk peniadaan
sifat-sifat Tuhan dalam arti bahwa apa-apa
yang disebut sifat Tuhan sebenarnya 
bukanlah sifat yang mempunyai wujud
tersendiri diluar zat Tuhan tetapi sifat yang
merupakan Esensi Tuhan.10
Selanjutnya Abu Al-Huzail berpendapat
bahwa manusia dengan akalnya dapat dan
wajib mengetahui Tuhan.11
Al-Nazzam berpendapat Mu’tazilah Al-
salah wa Al- Aslah  yakni Tuhan tak
berkuasa untuk mengeluarkan orang yang
telah menjadi ahli surga dari surga dan
memasukkan orang yang bukan ahli neraka
kedalam neraka dan tidak pula Tuhan tak
berkuasa untuk mengurangi kesenangan
ahli surga dan menambah siksa ahli
neraka.12
Hisyam Ibn ‘Amr al- Fuwati, seoarng
pemimpin dari bagdad, mengatakan bahwa
surga dan neraka belum memiliki wujud
sekarang karena masa memasuki surga
dan neraka belum tiba. Dengan demikian
adanya surga dan neraka tidak ada
faedahnya.13
Ajaran-ajaran Mu’tazilah disebut dengan
Al-Usul Al-Khomsah atau
pancasila Mu’tazilah.

a.         Al –Tauhid atau Kemaha Esa-an


Tuhan.
Tuhan dalam faham mereka, akan betul-
betul Maha Esa hanya kalau Tuhan
merupakan suatu zat yang unik, tidak ada
yang serupa dengan Dia. Oleh
 karena itu mereka menolak paham
anthropomorphisme. Seperti yang
diketahui paham ini menggambarkan
Tuhan dekat menyerupai Mahluk-Nya.14
Paham ini mendorong kaum Mu’tazilah
untuk meniadakan sifat-sifat Tuhan, yaitu
sifat-sifat yang mempunyai wujud sendiri
diluar zat Tuhan. Ini tidak berarti bahwa
Tuhan tidak diberi sifat-sifat oleh kaum
Mu’tazilah. Kemudian kaum Mu’tazilah
memebagi sifat-sifat Tuhan kedalam 2
golongan :
·         Sifat-sifat yang merupakan Esensi
Tuhan dan disebut sifat Zatiah. Sifat-sifat
ini seperti wujud, kekekalan dimasa lampau
( Al- qidam ), hidup ( al-haya ), kekuasaan
( al-qudroh).
·         Sifat-sifat yang merupakan
perbuatan Tuhan yang disebut sifat fi’liyah.
sifat-sifat perbuatan terdiri dari sifat-sifat
yaang mengaandung arti hubungan antara
Tuhan dengan Mahluk-Nya, seperti
kehendak ( Al-Iradah), sabda ( kalam),
keadilan ( Aal-‘Adl ), dst.
b.        Al- ‘Adl aatau keadilan Tuhan
ada hubungannya denga At-Tuuhid, kalau
dengan  At-Tauhid kaum Mu’tazilah ingin
menyucikan diri Tuhan dari persamaan
mahluk, maka dengan Al-‘Adl mereka ingin
menyucikan perbuatan Tuhan dari
persamaan dengan perbuatan mahluk.
Hanya Tuhanlah yaaang berbuat adil,
Tuhan tidak bisa berbuat Zalim. Pada
mahluk terdapat perbuatan zalim.15
c.         Al- Wa’d wa  Al-Wai’d atau Janji
dan Ancaman
Tuhan dapat disebut adil jika Dia tidak
memberi pahala kepada orang yang
berbuat baik dan jika tidak menghukum
orang yang berbuat buruk. Keadilan
menghendaki supaya orang yang berbuat
salah diberi hukuman dan orang yang
berbuat baik diberi upah, sebagaimana
dijanjikan tuhan.
  [3]
d.        Al-Manzilah baina Al-Manzilatain
Posisi dianytara 2 posisi dalam arti posisi
menengah. Menurut ajaran ini, orang yang
berdosa besar bukan kafir bukan pula
mukmin. Kata mu’min dalam pendapat
Wasil, merupakan sifat baik dan nama
pujian yang tak dapat diberikan kepada
orang fasik, dengan dosa besarnya. Tetapi
predikat kafir tak pula dapat diberikan
kepadanya, karena dibalik dosa besar dia
masih mengucapkan syahadad dan
mengerjakan perbuatan-perbuatan baik.
Orang serupa ini jika meninggal tanpa
tobat, akan kekal dalam neraka, hanya
siksaan yang di terimanya lebih ringan dari
siksaan orang kafir.
e.         Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Perintah berbuat baik dan larangan
berbuat jahat dianggap sebagai kewajiban
bukan oleh kaum Mu’tazilah saja, tetapi
oleh golongan umat Islam lainnya.
Perbedaan yang terdapat antara golona-
golongan itu adalah pelaksanaannya. Kaum
Mu’tazilah berpendapat kalau dapat cukup
dengan seruan, tetapi kalau perlu dengan
kekerasan. Sejarah membuktikan bahwa
mereka pernah memakai kekerasan dalam
menyiarkan ajaran-ajaran mereka.16
Ahmad Amin sendiri berpendapat bahwa
kaum Mu’tazilah golongan Isalam yang
pertama memakai yang senjatayang
dipergunakan lawan-lawan Islam dari
golongan Yahudi, Kristen, Majusi dan
matrealistis dalam menangkis serangan-
serangan terhadap Islam permulaan
kerajaan Bani Abbas.
 Ahmad Amin mengatakan bahwa
sebenarnya hanya merekalah yang
memikul beban itu.17  Hanya Allah yang
mengetahui bahaya apa yang akan
menimpa umat Islam jika sekiranya kaum
Mu’tazilah tidak membela Islam diwaktu itu
dan malapetataka terbesar yang menimpa
umat Islam adalah lenyapnya Kaum
Mu’tazilah.18         
Menurut Al-Khayyat, orang yang diakui
menjadi pengikut Mu’taazilah, hanyalah
orang yang mengakui dan menerima
kelima dasar itu. Orang yang menerima
hanya sebagian dari dasar-dasar tersebut
tidak dapat dipandang sebagai orang
Mu’tazilah.19
3.      Perkembangan Mu’tazilah        
Menurut Al-Malatti, Wasil mempunyai 2
murid penting yang masing-masing
bernama Bisyr Ibn Sa’id dan Abu Usman
Al-Za’farani. Dari kedua murid inilah 2
pemimpin lainnya, Abu Al-Huzail Al-‘Allaf
dan Bisyr Ibn Mu’tamar menerima ajaran-
ajaran Wasil. Bisyr sendiri kemudian
menjadi pemimpim Mu’tazilah cabang
Bagdad.
Al-Huzail tetap di Basrah ban menjadi
pemimpin ke-2 dari cabang Basrah setelah
Wasil. Ia lahir pada tahun 135 H dan wafat
pada tahun 235 H dan banyak berhungan
dengan filsafat Yunani. Pengethuannya
tentang filsafat melaapangkan jalan
baginya untuk menyusun dasar-dasar
Mu’tazilah secara teratur.20
Salah seorang dari murid Al-Huzail, yang
kemudian menjadi pemuka Mu’tazilah,
bernama Ibrahim Ibn Sayyar Ibn Hani Al-
Nazzam.[4] Literatu mengenai beliau
memberikan gambaran tentang dirinya
sebagai keceradasan yang lebih tinngi dari
pada gurunya Abu Al-Huzail.21
di zaman modern dan kemajuan Imu
pengetahuan serta teknik sekarang,
ajaran-ajaran Mu’tazilah yang bersifat
rasional itu telah milai timbulkembali
dikalangan umat Islam terutama
dikalangan kaum terpelajar. Secara tdak
sadar mereka telah mempunyai pahm-
paham yang sama atau dekat dengan
ajaran-ajaran Mu’tazilah. Mempunyai
paham-paham yang bermikian tidaklah
membuat  mereka keluar dari Islam. Aliran
Mu’tazilah masih dipandang sebagai aliran
yang menyimpang dari Islam dan dengan
demikian tidak disenangi oleh sebagian
umat Islam terutama di Indonesia.
Pandangan tersebut timbul karena kaum
Mu’tazilah dianggap tidak percaya kepada
wahyu dan hanya mengakui kebenaran
yang diperoleah dengan perantara rasio.
B.  SYI’AH
1.      Pengertian dan Latar Belakang
Kemunculan Syi’ah
Syi’ah secara bahasa berarti “pengikut”,
“pendukung”, “partai”, atau “kelompok”,
sedangkan secara terminologis istilah ini
dikaitkan dengan sebagian kaum muslim
yang dalam bidang spiritual dan
keagamaan merujuk pada keturunan Nabi
Muhammad SAW. Atau di sebut sebagai
Ahl al-bait. Poin penting dalam doktrin
Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala
petunjuk agama bersumber dari Ahl al-
bait . mereka menolak petunjuk-petunjuk
keagamaan dari para sahabat yang bukan
Ahl al-bait atau para pengikutnya.[5]
Menurut Ath-Thabathaba’i (1903-1981 M).
Istilah ‘’Syi’ah’’ untuk pertama kalinya
ditujukan pada para pengikut ‘Ali ( Syi’ah
Ali), pemimpin pertama Ahl al-bait pada
masa Nabi Muhammad. Para pengikut ‘Ali
yang disebut Syi’ah, diantaranya adalah
Abu Dzar Al-Ghiffari, Miqdad bin Al-
Aswad, dan Ammar bin Yasir.[6]
Mengenai kemunculan Syi’ah dalam
sejarah, terdapat perbedaan pendapat
dikalangan para ahli. Menurut Abu Zahrah,
Syi’ah mulai muncul ke permukaan sejarah
pada masa akhir pemerintahan Utsman bin
Affan, selanjutnya Aliran ini tumbuh dan
berkembang pada masa pemerintahan ‘Ali
bin Abi Thalib.[7] Watt menyatakan bahwa 
Syi’ah muncul ketika berlangsung
peperangan antara ‘Ali dan Mu’awiyah yang
dikenal dengan perang Shiffin. Dalam
peperangan ini sebagai respons atas
penerimaan ‘Ali terhadap arbitrase yang
ditawarkan Mu’awiyah, pasukan ‘Ali
diceritakan pecah menjadi dua, satu
kelompok mendukung sikap ‘Ali- disebut
Syi’ah – dan kelompok lain menolak sikap
‘Ali disebut Khawarij.[8]
Berbeda dengan pandangan di atas,
kalangan Syi’ah berpendapat bahwa
kemunculan Syi’ah berkaitan dengan
masalah pengganti (khalifah) Nabi
Muhammad SAW. Mereka menolak
kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab,
dan Utsman bin Affan, karena dalam
pandangan mereka hanya ‘Ali bin Abi
Thalib yang berhak menggantikan Nabi.
Ketokohan ‘Ali dalam pandangan Syi’ah
sejalan dengan isyarat-isyarat yang
diberikan oleh Nabi Muhammad SAW. Pada
masa hidupnya,. Pada awal kenabian,
ketika Muhammad diperintahkan
menyampaikan dakwah kepada
kerabatnya, yang pertama-tama menerima
adalah ‘Ali bin Abi Thalib. Pada saat Nabi
mengatakan bahwa orang yang pertama-
tama memenuhi ajakannya akan menjadi
penerus dan pewarisnya. Selain itu,
sepanjang kenabian Muhammad, ‘Ali
merupakan orang yang menunjukkan
perjuangan dan pengabdian yang luar
biasa besar.[9]
Bukti utama tentang syahnya ‘Ali sebagai
penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir
Khumm.[10] Diceritakan bahwa ketika
kembali dari haji terakhir dalam perjalanan
dari Mekah ke Madinah, di padang pasir
yang bernama Ghadir Khumm, nabi
memilih ‘Ali sebagai penggantinya di
hadapan massa yang penuh sesak
menyertai beliau.[11] Pada peristiwa itu,
Nabi tidak hanya menempatkan ‘Ali
sebagai pemimpin umum umat (walyat-
i’ammali), tetapi juga menjadikan ‘Ali
sebagai  Nabi, sebagai pelindung (wali)
mereka.[12]
Berlawanan dengan harapan mereka,
ketika Nabi wafat dan jasadnya masing
terbaring belum dikuburkan, anggota
keluarganya dan beberapa orang sahabat
sibuk dengan persiapan  penguburan dan
upacara pemakamanya.  Teman-teman dan
pengikut-pengikut ‘Ali mendengar  kabar
adanya kegiatan kelompok lain telah pergi
ke masjid tempat umat berkumpul
menghadapi hilangnya pemimpin yang
tiba-tiba. Kelompok ini kemudian menjadi
mayoritas, bertindak lebih jauh, dan
dengan sangat tergesa-gesa memilih kaum
muslim dengan maksud menjaga
kesejahteraan umat dan memecahkan
masalah mereka saat itu. Mereka
melakukan hal itu tanpa berunding dengan
ahl al-bait , keluarganya ataupun
sahabatnya yang sedang sibuk dengan
upacara pemakaman, dan sedikitpun tidak
memberi tahu mereka. Dengan demikian
kawan-kawan ‘Ali dihadapkan pada suatu
keadaan yang sudah tidak dapat berubah
lagi ( faith accompli). [13]
Berdasarkan realitas itulah, demikian
pandangan kaum Syi’ah, kemudian muncul
sikap dikalangan sebagian kaum muslim
yang menentang kekhalifahan dan menolak
kaum mayoritas dalam masalah
kepercayaan-kepercayaan tertentu.
Mereka tetap berpendapat bahwa
pengganti Nabi dan penguasa keagamaan
yang sah adalah ‘Ali.[14] Mereka
berkeyakinan bahwa persoalan kerohanian
dan keagamaan harus merujuk kepadanya
serta mengajak masyarakat untuk
mengikutinya.[15] Inilah yang kemudian
disebut dengan Syi’ah. Akan tetapi lebih
dari itu,seperti dikatakan Nasr, sebab
utama munculnya Syi’ah terletak pada
kenyataan bahwa kemungkinan ini ada
dalam wahyu islam sehingga harus
diwujudkan.
Perbedaan pendapat dikalangan para ahli
mengenai kalangan Syi’ah merupakan
suatu yang wajar. Para ahli berpegang
teguh pada fakta sejarah “perpecahan”
dalam islam yang mulai mencolok pada
masa pemerintahan Utsman bin Affan dan
memperoleh momentumnya yang paling
kuat pada masa pemerintahan  ‘Ali bin Abi
Thalib, tepatnya setelah perang shiffin.
Adapun kaum Syi’ah, berdasarkan hadits-
hadits yang mereka terima dari ahl al-bait ,
berpendapat bahwa perpecahan itu mulai
ketika Nabi Muhammad SAW wafat dan
kekhalifahanya jatuh ke tangan Abu Bakar.
Setelah itu terbentuklah Syi’ah. Bagi
mereka, pada masa kepemimpinan
Khulafaur rasyidin, kelompok Syi’ah sudah
ada. Mereka bergerak kepermukaan
mengajarkan dan menyebarkan doktrin-
doktrin Syi’ah  kepada masyarakat.
Tampaknya, Syi’ah sebagai salah satu faksi
politik islam yang bergerak secara terang-
terangan , muncul pada masa kekhalifahan
‘Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi, Syi’ah
sebagai doktrin yang diajarkan diam-diam
oleh ahl al-bait muncul setelah wafatnya
Nabi.
Dalam perkembanganya , selain
memperjuangkan hak kekhalifahan ahl al-
bait dihadapan dinasti Amawiyah dan
Abasiyah Syi’ah juga mengembangkan
doktrin-doktrinya. Berkaitan dengan
teologi, mereka mempunyai lima rukun
iman yaitu : tauhid (kepercayaan kepada
keesaan Allah); nubuwwah ( kepercayaan
kepada kenabian); ma’ad (kepercayaan 
akan adanya hidu akhirat); imamah
(kepercayaan terhadap adanya imamah
yang merupakan hak ahl al-bait); dan adl
(keadilan ilahi). Dalam insklopedi islam
indonesia, ditulis bahwa perbedaan Sunni
dan Syi’ah terletak pada doktrin imamah.
[16] Selanjutnya, meskipun mempunyai
landasan keimanan yang sama, Syi’ah tidak
bisa mempertahankan kesatuannya. Dalam
perjalanan sejarah, kelompok ini akhirnya
terpecah menjadi beberapa sekte.
Perpecahan yang terjadi dikalangan Syi’ah,
terutama dipicu oleh masalah doktrin
imamah. Diantara sekte-sekte Syi’ah
adalah Itsna Asyariah, Sab’iah, Zaidiah,
Ghullat.

a.      Syi’ah Itsna ‘Asyariah ( Syi’ah Bua


Belas/ Syi’ah Imamiah )
1)      Asal- Usul  Penyebutan Imamiah
dan Syi’ah Itsna ‘Asyariah
Dinamakan  Syi’ah Imamiah karena yang
menjadi dasar aqidahnya adalah persoalan
imam dalam arti pemimpin religio-politik,
[17] yaitu bahwa ‘Ali berhak menjadi
khalifah bukan hanya kecakapanya atau
kemuliaan akhlaknya, tetepi ia telah
ditunjukkan dan pantas menjadi khalifah
pewaris kepemimpinan Nabi Muhammad
SAW.[18]
Syi’ah  Itsna ‘Asyariah sepakat bahwa ‘Ali
adalah penerima wasiat Nabi Muhammad
SAW, seperti yang ditunjukkan Nash. Al-
ausiya (penerima wasiat) selain ‘Ali bin Abi
Thalib adalah keturunan dari garis
Fatimah,yaitu Hasan bin ‘Ali bin Husein bin
‘Ali sebagaimana yang disepakati.[19] Bagi
Syi’ah  Itsna ‘Asyariah, Al-ausiya yang telah
dikultuskan setelah husein adalah ‘Ali
zainal Abidin, kemudian serta berturut-
turut; Muhammad al-baqir (w. 115H/733
M), Abdullah Ja’far ash-shadiq (w.148 H/
765 M), Musa al khazim (w. 220 H/835 M),
‘ Ali ar-Rida (w. 183 H/799 M), Muhammad
Al-Jawwad (w.220 H/835 M), ‘Ali al-hadi
(w. 254 H/874 M), Hasan al-askari dan
terakhir adalah Muhammad Al-Mahdi
sebagai imam kedua belas.[20] Karena
pengikut sekte Syi’ah telah berba’iat
dibawah imamah dua belas imam,mereka
dikenal dengan sebutan Syi’ah  Itsna
‘Asyariah ( Itsna ‘Asyariah).
Nama dua belas (Syi’ah  Itsna ‘Asyariah) ini
mengandung pesan penting dalam tinjauan
sejarah, yaitu bahwa golongan ini
berbentuk setelah lahirnya semua imam
yang berjumlah dua belas, kira-kira pada
tahun 260 H/878 M.[21]
2)      Doktrin- Doktrin Syi’ah Itsna
‘Asyaria
Didalam sekte  Syi’ah  Itsna ‘Asyariah
dikenal konsep Usul Ad-din. Konsep ini
menjadi akar atau fondasi pragmatisme
agama. Konsep usulludin mempunyai lima
akar, yaitu sebagai berikut :[22]
a)) Tauhid ( the devine unity )
Tuhan adalah Esa. Keesaan Tuhan adalah
Mutlak. Ia bereksistensi dengan sendiri-
Nya. Tuhan adalah Qadim. Tuhan maha
tahu, maha mendengar, selalu hidup,
mengerti semua bahasa, selalu benar, dan
bebas berkehendak. Tuhan tidak
membutuhkan sesuatu, Ia berdiri sendiri,
tidak dibatasi oleh ciptaan-Nya. Tuhan
tidak dapat dilihat dengan mata biasa.[23]
b)) Keadilan ( the devine justice )
Tuhan menciptakan kebaikan di alam
semesta merupakan keadilan. Ia tidak
pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan
ketidakadilan. Karena ketidakadilan dan
kedhaliman terhadap yang lain merupakan
tanda kebodohan dan ketidak mampuan,
sementara Tuhan adalah maha tahu dan
maha kuasa. Segala macam keburukan dan
ketidak mampuan adalah jauh dari
keabsolutan dan kehendak Tuhan.
Tuhan memberikan akal kepada manusia
untuk mengetahui benar dan salah melalui
perasaan. Manusia dapat menggunakan
penglihatan, pendengaran dan indera
lainnya untuk melakukan perbuatan, baik
perbuatan baik maupun perbuatan buruk.
Jadi, manusia dapat memanfaatkan
potensi berkehendak  sebagai anugerah
Tuhan untuk mewujudkan dan
bertanggung jawab atas perbuatannya.
[24]
c)) Nubuwwah ( apostleship )
makhluk telah diberi insting, secara alami
juga masih membutuhkan petunjuk, baik
petunjuk dari Tuhan maupun manusia.
Rasul merupakan petunjuk hakiki utusan
Tuhan yang secara transenden di utus
memberika acuan untuk membedakan
antara yang baik dan yang buruk dialam
semesta. Dalam keyakinan Syi’ah  Itsna
‘Asyariah, Tuhan telah mengutus 124.000
Rasul untuk memberikan petunjuk kepada
manusia.[25]
Syi’ah  Itsna ‘Asyariah percaya tentang
ajaran tauhid dengan kerasulan sejak
Adam hingga Muhammad, dan tidak ada
Nabi atau Rasul setelah Muhammad.
Mereka percaya dengan kiamat. Kemurnian
dan keaslian Al-Qur’an jauh dari
tahrif,perubahan atau tambahan.[26]
d)) Ma’ad ( the last day )
Ma’ad adalah hari terakhir (kiamat) untuk
menghadap pengadilan Tuhan di akhirat,
setiap muslim harus yakin keberdaan hari
kiamat dan kehidupan suci setelah
dinyatakan bersih dan lurus dalam
pengadilan Tuhan. Mati adalah periode
transit dari kehidupan dunia menuju
kehidupan akhirat.[27]
e)) Imamah ( the devine guidance )
Imamah adalah institusi yang di
inagurasikan Tuhan untuk memberikan
petunjuk manusia yang dipilih dari
keturunan Ibrahim dan di delegasikan
kepada keturunan Muhammad sebagai
Nabi dan Rasuk Terakhir.[28]
Selanjutnya, dalam sisi yang bersifat
mahdhah, Syi’ah  Itsna ‘Asyariah berpihak
pada delapan cabang agama yang disebut
dengan furu’ad-din. Delapan cabang
tersebut terdiri atas shalat, puasa, haji,
zakat, khumus atau pajak sebesar
seperlima dari penghasilan, jihad, al-amr bi
al-ma’ruf dan an-nahyu ‘an al-munkar.
b.      Syi’ah Sab’iah ( Syi’ah tujuh )  
1)      Asal- Usul  Penyebutan Syi’ah
Sab’iah
Istilah Syi’ah Sab’iah “ Syi’ah tujuh” 
dianalogikan dengan Syi’ah itsna Asyariah.
Istilah itu memberikan pengertian bahwa
sekte Syi’ah yang ini hanya mengakui tujuh
imam.[29] Tujuh imam itu ialah ‘Ali, Hasan,
Husein, ‘Ali zainal Abidin, Muhammad Al-
Baqir, Ja’far As-shodiq, dan Ismail bin
Ja’far.[30] Karena dinisbatkan pada imam
ketujuh, Ismail bin Ja’far Ash-Shadiq,
Syi’ah sabiah disebut juga Syi’ah
ismailiyah.[31]
Berbeda dengan Syi’ah sab’iah, Syi’ah
Itsna Asyariah membatalkan Ismail bin
Ja’far sebagai imam ketujuh karena
disamping Ismail berkebiasaan tidak terpuji
juga karena dia wafat (143 H/760 M)
mendahului ayahnya, Ja’far (w.756).
Sebagai gantinya adalah Musa al-kadhim,
adik Ismail.[32] Syi’ah sab’iah menolak
pembatalan di atas berdasarkan sistem
pengangkatan imam dalam Syi’ah dan
menganggap Ismail tetap sebagai imam
ketujuh dan sepeninggalnya diganti oleh
putranya yang tertua, Muhammad bin
Ismail.[33]

2)      Doktrin Imamah dalam pandangan


Syi’ah Sab’iah
Para pengikut Syi’ah sab’iah percaya
bahwa islam dibangun oleh tujuh pilar,
seperti dijelaskan Al-Qadhi An-Nu’man
dalam Da’aim Al-Islam. Tujuh pilar tersebut
adalah :
a)      Iman
b)      Thaharah
c)      Shalat
d)     Zakat
e)      Saum (puasa)
f)       Haji
g)      Jihad
Berkaitan dengan pilar (rukun) pertama
yaitu iman, Qadhi An-Nu’man (974 M)
memerincinya sebagai berikut : iman
kepada Allah, tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad utusan Allah; iman kepada
surga; iman kepada neraka; iman kepada
hari kebangkitan; iman kepada hari
pengadilan; iman kepada para Nabi dan
Rasul; iman kepada imam, percaya,
mengetahui, dan membenarkan imam
zaman.[34]
Tentang imam zaman, Syi’ah sab’iah
mendasarkan pada sebuah Hadits Nabi
Muhammad SAW. Yang terjemahan bahasa
inggrisnya “ He who dies without knowing
of time when still alive dies in ignorance”
( ia telah wafat dan waktu wafatnya masih
belum diketahui sampai kini). Hadits yang
seperti ini juga terdapat dalam sekte Sunni
dan Syi’ah itsna ‘Asyariah, tetapi tidak
mencantumkan imam zaman.[35]
Dalam pandangan kelompok Syi’ah
sab’iah, keimanan hanya bisa diterima
apabila sesuai dengan keyakinan mereka,
yaitu dengan melalui walayah (kesetiaan)
kepada imam zaman. Imam adalah seorang
yang menuntun pada pengetahuan
(ma’rifat) dan dengan pengetahuan
tersebut seseorang muslim akan menjadi
seorang mukmin yang sebenar-benarnya.
Sab’iah –berbeda dengan Syi’ah dua belas
yang meyakini adanya imam al-Mahdi Al-
Muntadzar- berkeyakinan bahwa dibumi
akan selalu ada imam. Hanya imam itu
adakalanya tersembunyi (batin) dan ada
kalanya menampakan diri (dzahir).[36]
Ketika imam bersembunyi para dainya
harus dzahir (nampak). Sebaliknya apabila
imamnya Dzahir, dainya dapat
tersembunyi.[37]
·         Ajaran Syi’ah Sab’iah lainnya
Ajaran ajaran Sab’iah yang lain pada
dasarnya sama dengan ajaran-ajaran
sekte-sekte Syi’ah lainnya. Perbedaanya
terletak pada konsep kemaksuman imam,
adanya aspek batin pada setiap yang lahir
dan penolakanya terhadap Al-Mahdi Al-
Muntazhar.
Menurut Sab’iah, al-Qur’an memiliki makna
batin selain yang lahir. Dikatakan bahwa
segi-segi lahir atau tersurat dari Syari’at itu
diperuntukan bagi orang awam  yang
kecerdasanya terbatas dan tidak memiliki
kesempurnaan rohani. Bagi orang-orang
tertentu mungkin terjadi ubahan dan
peralihan, bahkan penolakan terhadap
pelaksanaan syari’at tersebut karena
mendasarkan pada yang batin tersebut.
Yang dimaksud dengan orang-orang
tertentu adalah para imam yang memiliki
ilmu Dzahir dan ilmu batin.[38]
Mengenai sifat Allah. Sab’iah sebagaimana
halnya Mu’tazilah meniadakan sifat dari
Dzat Allah. Penetapan sifat menurut
Sab’iah merupakan penyerupaan dengan
makhluk. [39]
c.       Syi’ah Zaidiah
1)      Asal- Usul Penamaan  Syi’ah
Zaidiah
Sekte ini mengakui Zahid bin ‘Ali sebagai
imam V, putra imam IV, ‘Ali zainal Abidin. Ini
berbeda dengan sekte Syi’ah lain yang
mengakui Muhammad Al-Baqir, anak
Zainal abidin yang lain, sebagai imam V,
dari nama Zahid bin Ali inilah nama Zaidiah
diambil.[40] Syi’ah Zaidiah  merupakan
sekte Syi’ah yang moderat.[41] Bahkan
Abu Zahrah mengatakan bahwa Syi’ah
Zaidiah merupakan sekte yang paling
dekat dengan Sunni.
2)      Doktrin Imamah menurut Syi’ah
Zaidiah
Imamah sebagaimana telah disebutkan
merupakan doktrin fundamental dalam
Syi’ah secara umum. Berbeda dengan
doktrin imamah yang dikembangkan Syi’ah
lain, Syi’ah Zaidiah mengembangkan
doktrin imamah yang tipikal. Kaum Zaidiah
menolak pandangan yang menyatakan
bahwa seorang imam yang mewarisi
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
Telah ditentukan Nama dan orangnya oleh
Nabi, tetapi hanya ditentukan sifat-
sifatnya.ini jelas berbeda dengan sekte
Syi’ah lain yang percaya bahwa Nabi
Muhammad SAW telah menunjuk Ali
sebagai orang yang pantas sebagai imam
setelah Nabi wafat karena sifat-sifat itu
tidak dimiliki oleh orang lain, selain ‘Ali.
Sifat-sifat itu adalah keturunan Bany
Hasyim, wara’ (saleh, menjauhkan diri dari
segala dosa), bertaqwa,baik dan membaur
dengan rakyat untuk mengajak mereka
hingga mengakuinya sebagai imam.[42]
Dengan doktrin imamah seperti itu, tidak
heran jika Syi’ah Zaidah sering mengalami
krisis dalam keimaman. Hal ini karena
terbukanya kesempatan bagi setiap
keturunan ahl al-bait untuk
memproklamasikan dirinya sebagai imam.
Ini berbeda dengan Syi’ah itsna Asyariah
yang hanya mengakui keturuna Husein
sebagai imam.[43] Dalam sejarahnya,
krisis dalam Syi’ah Zaidiah  disebabkan
oleh dua hal. Pertama,  terdapat pemimpin
yang memproklamasikan diriya sebagai
imam. Kedua, tidak seorangpun yang
memproklamasikan diri atau pantas
diangkat sebagai imam. Dalam
menghadapi krisis ini, Zaidiah telah
mengembangkan mekanisme
pemecahanya, diantaranya dengan
membagi tugas imam pada dua individu, 
yaitu dalam bidang politik dan dalam 
bidang ilmu serta keagamaan.[44]
·         Doktrin- doktrin Syi’ah Zaidiah
lainnya
Bertolak dari Doktrin tentang imamah al-
mafdhul , Syi’ah Zaidiah berpendapat
bahwa kekhalifahan Abu bakar dan Umar
bin Khattab adalah sah dari sudut pandang
islam. Dalam pandangan Zaidiah, mereka
tidak merampas kekuasaan dari ‘Ali bin Abi
Thalib. Dalam pandangan merekapun, jika
ahl al-hall wa al-aqd’ telah memilih
seorang imam dari kalangan kaum muslim
meskipun orang yang dipilih itu tidak
memenuhi sifat-sifat keimanan yang
ditetapkan oleh Zaidiah, padahal mereka
telah membaiatnya, keimananya  menjadi
sah dan rakyat wajib berbaiad kepadanya.
[45] Selain itu, mereka juga tidak
mengkafirkan sorang pun sahabat.
Mengenai ini, Zaid sebagaimana dikutib
Abu Zahrah mengatakan.
“ sesungguh nya Ali bin Abi Thalib adalah
sahabat yang paling utama. Kekhalifahanya
diserahkan kepada Abu Bakar karena
mempertimbangkan kemaslahatan dan
kaidah agama yang mereka pelihara, yaitu
untuk meredam timbulnya fitnah dan
memenangkan rakyat. Era peperangan
yang terjadi pada masa kenabian baru
berlalu. Pedang Amir Al mukminin ‘Ali
belum lagi kering dari darah orang-orang
kafir. Begitu pula kedengkian suku tertentu
untuk menuntut balas dendam belum
surut. Sedikitpun hati kita tidak pantas
untuk cenderung kesana. Jangan sampai
ada lagi leher yang terputus hanya karena
masalah itu. Melaksanakan pandangan
inilah yang dinamakan kemaslahatan bagi
orang yang mengenal dengan
kelemahlembutan dan kasih sayang, juga
bagi orang yang lebih tua dan lebih dahulu
memeluk islam, serta yang dekat dengan
Rasulullah.”[46]
Prinsip inilah yang menurut Abu Zahrah
yang menyebabkan banyak orang keluar
dari Syi’ah Zaidiah. Salah satu implikasinya
adalah mengendornya dukungan terhadap
zahid ketika berperang melawan pasukan
Hisyam bin Abdul malik (691-743). Hal ini
wajar mengingat salah satu doktrin Syi’ah
wajar mengingat salah satu doktrin Syi’ah
yang cukup mendasar adalah menolak
kekhalifahan Abu Bakar dan Umar seta
menuduh mereka sebagai perampas hak
kekhalifahan dari tangan Ali.[47]Meskipun
demikian dalam bidang ibadah, Zaidiah
tetap cenderung menunjukkan simbol dan
amalan syi’ah pada umumnya.
d.      Syi’ah Ghulat
1)      Asal- Usul  Penamaan Syi’ah Ghula
Istilah “ghulat” berasal dari kata  ghala-
yaghlu-ghuluw, artinya “bertambah” dan
“naik”. Ghala bi ad-din artinya memperkuat
dan menjadi ekstrem sehingga melampaui
batas.[48] Syi’ah ghulat berartikan
kelompok pendukung ‘Ali yang memiliki
sifat berlebihan atau ekstrem. Lebih jauh,
Abu Zahrah menjelaskan bahwa Syi’ah
ekstrem (ghulat) adalah kelompok yang
menempatkan ‘Ali pada derajat ketuhanan,
dan ada yang mengangkat pada derajat
kenabian, bahkan lebih tinggi dari
Muhammad.[49]
Gelar eksterm (ghuluw) yang diberikan
kepada kelompok ini berkaitan dengan
pendapatnya yang ganjal, yaitu ada
beberapa orang yang secara khusus di
anggap Tuhan dan ada beberapa orang
yang dianggap rasul setelah Nabi
Muhammad SAW. [50]Selain itu mereka
mengembangkan doktrin-doktrin  ekstrem
lainnya, seperti tanasukh, hulul, tasbih, dan
ibaha.[51]

2)      Doktrin- Doktrin Syi’ah Ghulat


Menurut Syahratani ada empat doktrin
yang membuat mereka ekstrem, yaitu
tanasukh, bada’, raj’ah dan tasbih.[52]
Moojan momen menambahkanya dengan
hulul dan ghaiba.[53] Tanasukh adalah
keluarnya roh dari satu jasad dan
mengambil tempat pada jasad lain. Paham
ini diambil dari falsafah hindu. Penganut
agama hindu berkeyakinan bahwa roh
disiksa dengan cara berpindah ketubuh
hewan yang lebih rendah dan diberi pahala
dengan cara berpindah dari satu
kehidupan pada kehidupan yang lebih
tinggi.[54] Syi’ah ghulat menerapkan
paham ini dalam konsep imamahnya,
sehingga ada yang menyatakan – seperti
Abdullah bin Mu’awiyah bin Abdullah bin
Ja’far- bahwa roh Allah berpindah ke pada
Adam kemudian kepada imam secara
turun-temurun.[55]
Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah
mengubah kehendak-Nya sejalan dengan
perubahan ilmu-Nya. Serta dapat
memerintahkan perbuatan kemudian
memerintahkan yang sebaliknya.[56]
Syahrastani menjelaskan bahwa bada’
dalam pandangan Syi’ah Ghulat
mempunyai beberapa arti, apabila
berkaitan dengan ilmu, artinya
menampakkan sesuatu yang bertentangan
dengan yang diketahui Allah. Apabila
berkaitan dengan kehendak, artinya
memperlihatkan yang benar dengan
menyalahi yang dikehendaki dan hukum
yang diterapkan-Nya. Apabila berkaitan
dengan perintah, artinya memerintahkan
hal lain yang bertentangan dengan
perintah sebelumnya.[57] Paham ini dipilih
oleh Al-mukthar ketika mendakwahkan
dirinya mengetahui hal-hal yang akan
terjadi , baik melalui wahyu yang
diturunkan kepadanya maupun surat dari
imam , jika ia menjajikan kepada
pengikutnya akan terjadi sesuatu, lalu hal
itu benar-benar terjadi seperti apa yang
diucapkannya, dijustifikasi sebagai bukti
kebenaran ucapanya . jika terjadi
sebaliknya,ia mengatakan bahwa Tuhan
menghendaki bada’.
Raj’ah ada hubunganya dengan Mahdiyah,
Syi’ah Ghulat mempercayai bahwa imam
Mahdi akan datang kebumi, paham raj’ah
dan mahdiyah merupakan ajaran seluruh
Syi’ah. Akan tetapi, mereka berbeda
pendapat tentang siapa yang akan
kembali. Sebagia menyatakan bahwa ‘Ali
yang akan kembali. Sedangkan sebagian
lainnya menyatakan Ja’far ash-shadiq,
Muhammad bin Al-hanafiah, bahkan ada
yang mengatakan Mukhtar ats-Tsaqafi.
Tasbih artinya menyerupakan,
mempersamakan. Syi’ah Ghulat
menyerupakan salah seorang imam mereka
dengan Tuhan atau menyerupakan Tuhan
dengan Makhluk. Tasbih diambil dari
paham hululiyah, dan tanasukh dengan
khalik.[58]
Hulul artinya Tuhan berada disetiap
tempat. Berbicara dengan semua bahasa 
dan ada pada setiap individu manusia.[59]
Hulul bagi Syi’ah Ghulat berarti Tuhan
menjelma dalam diri imam sehingga imam
harus disembah.
Ghayba artinya menghilangnya imam
Mahdi. Ghaiba merupakan kepercayaan
Syi’ah bahwa imam mahdi ada didalam
negeri ini dan tidak dapat dilihat oleh mata
biasa.[60] Konsep ghaiba pertama kali di
perkenalkan oleh Mukhtar ats-tsaqafi
tahun 66 H/686 M di khuffah ketika
mempropagandakan Muhammad bin
Hanafiah sebagai imam Mahdi. 
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Golongan Mu’tazilah adalah golongan yang
membawa persoalan persoalan teologi
yang lebih mendalam dan bersifat filosofis
dari pada persoalan-persoalan yang
dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam
pembahasan mereka banyak memakai akal
sehingga mereka mendapat nama “ Kaum
Rasionalitas Islam”.
Adapun doktrin-doktrin Aliran Mu’tazilah
ada 5 yang disebut dengan Al- Usul Al-
Khomsah atau pancasila Mu’tazilah yaitu
at-Tauhid, al-‘Adl,  al-wa’d wa al-wa’id, al-
Manzilah bainal Manzilatain dan al-Ma’ruf
wa an-Nahi Mungkar.
Syi’ah secara bahasa berarti “pengikut”,
“pendukung”, “partai”, atau “kelompok”,
sedangkan secara terminologis istilah ini
dikaitkan dengan sebagian kaum muslim
yang dalam bidang spiritual dan
keagamaan merujuk pada keturunan Nabi
Muhammad SAW. Atau di sebut sebagai
Ahl al-bait. Poin penting dalam doktrin
Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala
petunjuk agama bersumber dari Ahl al-
bait . mereka menolak petunjuk-petunjuk
keagamaan dari para sahabat yang bukan
Ahl al-bait atau para pengikutnya.
Menurut Ath-Thabathaba’i (1903-1981 M).
Istilah ‘’Syi’ah’’ untuk pertama kalinya
ditujukan pada para pengikut ‘Ali ( Syi’ah
Ali), pemimpin pertama Ahl al-bait pada
masa Nabi Muhammad. Para pengikut ‘Ali
yang disebut Syi’ah, diantaranya adalah
Abu Dzar Al-Ghiffari, Miqdad bin Al-
Aswad, dan Ammar bin Yasir.
B.  Saran
Semoga pembahasan yang sedikit ini,
dapat bermanfaat untuk kelompok kami
khususnya dan bagi pembaca Semoga
umumnya. Kami juga sangat
mengharapkan saran dan  kritik dari
pembaca  yang dapat membangun rasa
untuk berfikir positif , agar makalah ini bisa
menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Nasution Harun, Teologi Islam, Jakarta:


Universitas Indonesia, 1986.
Rozak Abdul, Ilmu Kalam, Bandung : Cv.
Pustaka Setia 2014

[1] Lihat al-Milal, 1/48


2 lihat al-farq, 20-21
3 dikutip dari Ibid,76
4 lihat fajr al-Islam, hlm.290 dst
5 Cf golongan Murji’ah. supra, hlm. 20
6 lihat ‘Adb al-Rahman Badawi, al-Turas al-
Yunani Fi Al-hadarah al-Islamiah
(selanjutnyaa disebut al-Turas), Kairo.
1965,  hal.185
7 dikutip dari Nasy’ah, hlm. 430/6
8 Ibd.
9 lihat fi ‘ilm al- kalam, 75/6
10  zat disini dipakai bukan dalam arti yang
dikenal di dalam bhs. Indonesia yaitu
benda materi, tetapi  dalam arti aslinya
yang dipakai dalam bhs. arab, yaitu Esensi.
11 lihat al-Milal, 1/52
12 lihat al-farq,133
13 lihat Ibid., 73
14  lihat ‘Abd al-Jabbar  Ahmad, syrah al-
Usulal-khamsah (selanjutnya disebut al-
Usul), kairo, hlm. 196. dan karena sifat ini
yang betul-betul hanya pada tuhan, maka
‘Abd al-Jabbar senantiasa memakai kata 
al-Qodim, dan bukankata-kata lain separti
designatie Tuhan.
15 al-Usul,123

16 lihat al-farq, 114


17  Duha al-Islam, III/206
18 Ibid.

19 Ibid.
20  lihat al- milal, 1/46
21 Al-Milal, 1/54
[5]  Hamid dabashi. “ Shi’i Islam, Modern
Shi’i Thuoght”, dalam John L. Esposito,
(Ed), The Oxford Encyclopedia of the
Modern Islamic world, Jilid IV, Oxford
University Preaa, Oxford, 1995, hlm. 55.
[6]  M.H. Thabathaba’i, islam Syi’ah , asal-
usul dan perkembanganya, Terj. Djohan
Effendi, Grafiti Press, Jakarta, 1989,
hlm.37 dan 71.
[7]  Muhammad Abu Zahrah, Aliran politik
dan Aqidah dalam islam, terj Abd. Rahman
Dahlan dan Ahmad Qarib, logos, jakarta,
1996, hlm.34.
[8]  W. Montgomery watt, pemikiran
teologi dan filsafat islam, Terj Umar
Basalim, P3M, Jakarta, 1987, hlm.10.
[9]  Harun Nasution (Ed), Ensiklopedia
islam indonesia, Djambatan, Jakarta 1992
hlm.904.
[10] Hadits tentang Ghadir Khumm ini
terdapat dalam versi sunni ataupun Syi’ah
dan semuanya merupakan hadits shahih .
lebih dari seratus sahabat telah
meriwayatkan hadits ini dalam berbagai
sanad dan ungkapan . lihat Thabathaba’i,
op.cit. hlm.72
[11]  Ibid
[12]  Ibid, hlm. 38.
[13]  Ibid, hlm. 39-40.
[14]  Ada riwayat yang menceritakan
bahwa pada saat-saat akan meninggal,
Nabi berkata “sediakanlah tinta sehingga
aku mempunyai sehelai surat tertulis untuk
kalian yang akan menyebabkan kalian
mendapat bimbingan dan terhindar dari
kesesatan”. Umar mencegah  perbuatan itu
dengan alasan sakit beliau gawat. Riwayat
ini terdapat dalam tarikh ath-Thabari, jilid
II, hlm. 436, Shahih bukhori, jilid II, dan
shahih muslim, jilid V . lihad Ibid, hlm.72.
[15]  Ibid, hlm. 41
[16]  Nasution, op,.cit, hlm. 904.
[17]  H.M Rasyidi, Apa itu Syi’ah, Pelita,
Jakarta , hlm. 11.
[18]  W. Montgomery watt, Islamic political
Thought, Edinburg University Press,
Edinburg, 1968, hlm. 43.
[19]  Heinz Halm, shi’ism, Edinburg
University Press, Edinburg, 1991, hlm 29.
[20]  Zahrah , op.,cit. Hlm. 52.
[21]  Ahmad syalabi, sejarah dan
kebudayaan Islam, jilid II , Terj Mukhtar
Yahya, pustaka al-husna, Jakarta , 1938 ,
hlm.220; salman Ghaffari; Shia’ism, Haidari
Press, Teheran, 1967 hlm. 147.
[22]  Ghaffari, op,.cit,. hlm. 41-42
[23]  Ibid, hlm. 42-52
[24]  Ibid, hlm. 53
[25]  Ibid, hlm. 58-59
[26]  Ibid, hlm. 4-5
[27]  Ibid, hlm. 67-68
[28]  Ibid, hlm. 71-74
[29]  Halm, op,.cit. 162.
[30]  Ahmad salabi, sejarah dan
kebudayaan islam, jilid II, Terj , Mukhtar
Yahya, pustaka Al-husna, Jakarta , 1992,
hlm, 208
[31]  Harun nasution, islam ditinjau dari
berbagai  aspeknya, jilid I, UI Press,
Jakarta, 1985, hlm 100.
[32]  Nasution, Ensiklopedi..., op,cit, hlm,
450.
[33]  Ibid,
[34]  Sami nasib makareem, the doctrine
of ismailis, the arab institute for  reseach
and publishing, Beirut, 1972, hlm, 13
[35] Ibid,
[36]  Ibrahim Madkour, aliran dan teori
filsafat islam, Bumi aksara, Jakarta, 1995,
hlm 95
[37]  Muhammas Syahrastani, Al-milal wa
An-nihal , dar al-fikr, beirut, t.t, hlm.192
[38]  Thabathaba’i , op.,cit., hlm. 79-83
[39]  Syahrastani, op.,cit, hlm. 193.
[40]  Ignaz Gotziher, pengantar teologi
dan hukum islam,  Ter. Heri setiawan, INIS,
Jakarta 1991, hlm. 121.
[41]  Muhammad Abu Zahrah, Aliran politik
dan Aqidah dalam islam. Ter. Abd. Rahman
Dahlan dan Ahmad Qarib, Logos, Jakarta,
1996, hlm. 45.
[42]  Ibid, hlm. 47.
[43]  Golziher, Ensiklopedi, op,cit. Hlm.
212.
[44]  Nasution, Ensiklopedi,,,. Op,cit., hlm.
998
[45]  Zahrah, op.,cit, hlm, 47.
[46]  Ibid,  hlm. 42.
[47]  Ibid.
[48]  Louis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughaha
wa Al-A’lam, Al-matba’ah Al-katsulikiah Lil
Abi Al- Yasulin, Beirut, 1935. Hlm 586.
[49]  Zahrah, op.,cit, hlm 39.
[50]  Momen., op,cit, hlm 45.
[51]  Heinz Halm, Shi’ism, Edinburgh
universaity press, Edinburg, 1991, hlm.
156.
[52]  Syahrastani.,op,cit. Hlm. 173.
[53]  Momen., op.cit., hlm 66
[54]  Zahra., op,cit. hlm 45.
[55]  Al-Ghurabi, Tarikh al- firaq Al-
islamiyyah wa Nasy’h ‘ilm kalam ‘Inda
almuslimin, Maktabah Muhammad ‘Ali
shabih wa Auladah , t,t , hlm. 228
[56]  Zahrah, op,cit, hlm. 44
[57]  Syahrastani, op,cit,  hlm  148-149.
[58]  Ibid, hlm. 173
[59]  Ibid, hlm. 175
[60]  Abdorahim Gavahi, Islamic Revolution
of Iran, upsala University Press, S

Anda mungkin juga menyukai