Makalah
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Aswaja
Dosen Pengampu:
Ahmad Syakir S.Pd.I
Oleh:
Ahmad Triyana khoirun ni’am NIM 2022010182233
Muhammad Faqih Khafidzuddin NIM 2022010182302
B. Aliran Mu’tazilah
1. Sejarah Mu’tazilah
Aliran ini muncul sebagai reaksi atas pertentangan antar aliran
Khawarij dan aliran Murjiah mengenai orang mukmin yang melakukan
dosa besar.menurut Khawarij pelaku dosa bersar tidak dapat di katakan
mukmin lagi, melainkan sudah menjadi kafir. Sementara itu, Murjiah
menganggap pelaku dosa besar sebagai mukmin yang sempurna.
Menanggapi dua pandangan yang ekstrem ini, Washil bin atha’
yang saat itu menjadi murid imam Hasan al-Bashri, menentang beliau
dengan mengeluarkan pendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar
menempati posisi antara mukmin dan bukan pula kafir, tetapi di antara
keduanya. Demikianlah pendapat Washil yang kemudian menjadi salah
satu doktrin Mu’tazilah, yakni al-Manzilah bainal-Manzilatain(posisi
diantara dua posisi).
Setelah menyatakan pendapatnya itu, Washil bin Atha’
meninggalkan majlis Hasan al-Bashri, lalu membentuk kelompok sendiri.
Kelompok itulah yang menjadi cikal bakal Mu’tazilah. Setelah Washil
memisahkan diri, Hasan al-Bashri berkata,”I’tazala anna washil”(Washil
telah memisahkan diri dari kita).”1 Menurut as-Syahrastani dari kata
I’tazala anna itulah lahirnya istilah Mu’tazilah yang artinya orang yang
memisahkan diri.
Pada awal perkembangannya, aliran ini tidak mendapat simpati
umat islam, khususnya di kalangan msayarakat awal karena mereka sulit
memahami ajaran-ajaran Mu’tazilah yang bersifat rasional-filosofis itu.
Mereka baru memperoleh dukungan yang luas, terutama
dikalangan intelektual, pada masa pemerintahan kholifah al
Ma’mun(Abdullah bin Harun ar-Rasyid),penguasa Abasiah(192-218
H/813-833M). kedudukan Mu’tazilah menjadi semakin kokoh setelah al
Ma’mun menetapkannya sebagi madzhab resmi negara.
Dalam fase kejayaannya itu, Mu’tazilah sebagai golongan yang
mendapat dukungan penguasa memaksakan ajarannya kepada kelompok
lain. Pemaksaan ajaran ini di kenal dalam sejarah dengan peristiwa
mihnah (inkuisisi). Mihnah itu timbul sehubungan dengan paham-paham
khaqul-Qurân (al Quran adalah makhluk). Mereka berpendapat bahwa al
Quran tidak qodim tapi di ciptakan oleh Allah. Karena di ciptakan berarti
ia adalah sesuatu yang bermula, tidak qodim. Sebab, jika al Quran itu
qodim, maka ada yang qodim selain Allah. Menurut mereka meyakini
adanya sesuatu yang qodim selain Allah adalah musyrik.
Khalifah al-Ma’mun mengeluarkan instruksi supaya diadakan
pengujian terhadap aparat pemerintahan(mihnah makna asalnya adalah
pengujian)2tentang keyakinan mereka akan paham ini. Menurut al-
Ma’mun, orang yang mempunyai keyakinan bahwa al Quran adalah
1
Adhuddin al-Iji, al Mawaqif, vol.III, Hal. 652
2
Abdurrahman as-suyuti, Tarikh al-khlulafa’ , vol. hal. 168
qodim tidak tepat dipakai untuk menempati posisi penting dalam
pemerintahan, terutama dalam jabatan Qodhi(hakim).
Di masa al-Mutawakkil, dominasi aliran Mu’tazilah menurun dan
menjadi semakin tidak simpatik di mata masyarakat. Keadaan ini semakin
memburuk setelah al Mutawakkil membatalkan pemakaian madzhad
Mu’tazilah sebagai madzhab resmi negara dan menggantinya dengan
madzhad Asy’ariah. Al-Mutawakkil bahkan memerintahkan untuk
meriwayatkan Hadist-Hadist yang menolak pemikiran Mu’tazilah dan
Jahmiyah.3 Selama berabad-abad kemudian Mu’tazilah tersisih dari
panggung sejarah, tergerser oleh aliran Asy’ariyah yang dikenal dengan
Ahlusuunah Waljamaah.
2. Ajaran-Ajaran Mu;tazilah
3
Syamsuddin adz-Dzahabi, Tarikh al-Islam, vol. 17 , hal. 230.
4
Dr. Ghalib bin Ali Iwaji, Firaq Mu’asiroh Tantasibu ila al-Islam wa Bayan Mauqif al-Islam ‘anha,
hal.526.
Selanjutnya, konsep tauhid ala Mu’tazilah kini di kembangkan untuk
menolak pendapat yang mengatakan bahwa Allah dapat dilihat dengan
mata kepala di akhirat nanti, sebagai mana dijelaskan dalam QS al-
Qiyamah ayat 22. Menurut mereka itu tidak mungkin, karena jika Allah
dapat dilihat berate Allah adalah benda. Sebab, jika Tuhan berpua benda,
maka Tuhan sama dengan makhluk. Kalua meyakini ada sesuatu yang
menyamai Tuhan, berarti sudah tidak tauhid.
2) Al-Wa’ad wal-wa’id ( janji dan ancaman )
C. Qodariyah
1. Sejarah Munculnya Aliran Qodariyah
5
Ibid.
Qodariah diambil dari akar kata Qodaro yang memiliki arti
mampu atau berkuasa. Adapun pengertian Qodariah berdasarkan
terminologi adalah suatu aliran yang percaya bahwa manusia memiliki
kekuatan penuh atas tindakannya sendiri tanpa intervensi Tuhan.
Sejarah Qodariyah pertama di timbulkan oleh seseorang yang
bernama Ma’bad Al-Juhani dan Ghailan bin Muslim Ad-Dimasyiqi
yang merupakan murid Ma’bad Al-Juhani6. Ma’bad mempelajari
paham Qodariah ini dari seorang yang berasal dari Irak bernama
Susan(Sus). Semula, Sus beragama Kristen kemudian masuk Islam
dan akhirnya kembali lagi ke agama Kristen.
2. Ajaran Qoadriah
Ajaran Qodariyah ini berpendapat bahwasanya manusia mempunya
kemerdekaan dan kebebasanya tersendiri dalam menentukan hidupnya
atau perbuatan perbuatanya tersebut atas kehendaknya sendiri. Allah
tidak mempunyai hubungan dengan perbuatan manusia. Allah hanya
melihat dan memperhatikannya saja apa yang di perbuat oleh manusia,
jika manusia berbuat baik maka ia akan diberi pahala, karena ia telah
memakai qudrat yang diberikan Allah dengan sebaik baiknya. Akan
tetapibila qudrat itu tidak dijalankan sebaik-baiknya, maka ia akan
mendapatkan hukuman yang setimpal.
Namun demikian, secara alamiah manusia tetap mempunyai takdir
yang tidak dapat diubah. Misalnya, dia tidak akan pernah diberikan
sayap untuk terbang. Manusia hanya dibekali daya untuk untuk
mengembangkan pemikiran sehingga dapat menghasilkan hukum
alam tersebut dengan membuat pesawat terbang. Seperti ayat al
Qur’an dalam surat Ar-Ra;d ayat 11:
اِ َّن ال ٰلّهَ اَل يُغَِّيُر َما بَِق ْوٍم َحىّٰت يُغَِّيُر ْوا َما بِاَْن ُف ِس ِه ۗ ْم
6
Lihat al-A’lam, az-Zarkali, vol. V, hal. 124.
Dalam paham ini manusia bebas atas tingkah lakunya, ia berbuat
atas tingkah lakunya sendiri dan kehendaknya sendiri, perbuatan baik
maupun buruk. Paham qodariyah ini telah mengetahui bahwasannya
manusia telah di tentukan dalam perbuatan perbuatan Nya sejak
zaman Azali.
D. Kesimpulan
Kedua paham ini mempunyai perbedaan dari setiap
golongan, Mu’tazilah menyatakan bahwa perbuatan manusia yang
baik diciptakan Allah, sedangkan yang buruk diciptakan manusia
sendiri. Sedangkan menurut Qodariah, perbuatan baik atau buruk
tidak diciptakan oleh Allah, melainkan perbuatan manusia itu sendiri.
Meski begitu, sebagian golongan Qodariah juga ada yang mengikuti
pemikiran Mu’tazilah.